Anda di halaman 1dari 59

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317087648

PROMOSI KESEHATAN DALAM KEADAAN BENCANA (Studi Kasus Bencana


Gunung Merapi di Yogyakarta)
Conference Paper · May 2017

CITATIONS READS
0 3,604

1 author:

Heni Trisnowati
Unriyo Universitas Respati Yogakarta
26 PUBLICATIONS 1 CITATION

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Community empowerment to prevent Non Communicable Diseseas Risk Factors View project

All content following this page was uploaded by Heni Trisnowati on 11 June 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ABSTRAK

PROMOSI KESEHATAN DALAM KEADAAN BENCANA


(Studi Kasus Bencana Gunung Merapi di Yogyakarta)
Heni Trisnowati1, Windadari Murni Hartini2, Agus Sri Banowo3, Yulia Irene
Heni Wahyunarni4
Latar Belakang : Indonesia merupakan salah satu negara yang secara geografis
dan antropo sosial rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana karena
ulah manusia. Pada tahun 2010 gunung merapi mengalami erupsi yang
menimbulkan korban meninggal 135 jiwa, dirawat 411 jiwa dan jumlah
pengungsi mencapai 278.403 jiwa. Dalam masa tanggap darurat para pengungsi
tinggal di barak-barak pengungsian. Kelompok usia lanjut (lansia) belum
memiliki aktivitas yang dapat menghilangkan rasa bosan dan jenuh selama di
pengungsian. Kelompok balita membutuhkan pemeriksaan kesehatan dan secara
umum kelompok umur dewasa membutuhkan informasi kesehatan.
Tujuan : Mengimplementasikan beberapa kegiatan promosi kesehatan untuk
kelompok lansia, balita dan dewasa di barak pengungsian serta melakukan
evaluasi terhadap kegiatan promosi kesehatan.
Intervensi : Tahapan kegiatan promosi kesehatan di barak pengungsian diawali
dengan need assesment pada sasaran kemudian melakukan perencanaan program,
implementasi program dan evaluasi program.
Hasil : Implementasi promosi kesehatan bencana di barak pengungsian adalah
sebagai berikut : 1) pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk “ayo
gotong royong resik-resik; 2) Posyandu (darurat) lansia di lokasi pengungsian
dengan kegiatan pendataan lansia pengukuran berat badan lansia, pengisian KMS
Lansia, pemeriksaan tekanan darah lansia, pemeriksaan kadar gula darah,
pemeriksaan kadar kolesterol; 3) Senam lansia; 4) Pembekalan “Pesan Sehat”
perorangan, keluarga dan lingkungan pasca bencana; 5) Advokasi Pelaksanaan
Posyandu Balita; 6) Melakukan kemitraan

Kesimpulan : Promosi kesehatan dalam keadaan bencana sangat bermanfaat


dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan para penyintas di barak
pengungsian. Pelibatan pengunsi dalam kegiatan promosi kesehatan sangat
diperlukan untuk menjamin keberlangsungan program.

Kata Kunci : Promosi kesehatan, bencana, gunung merapi

1
Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati
Yogyakarta
(Korespondensi : hentris27@gmail.com)
2
Politeknik Kesehatan Bakti Setya Indonesia
3
Prodi Keperawatan, Universitas Andalas
4
Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang secara geografis


dan antropo sosial rawan bencana, baik bencana alam maupun
bencana karena ulah manusia (Depkes, 2009). Dalam rentang waktu
lima tahun terakhir, Indonesia mengalami paling sedikit kerugian lima
miliar dolar US, lebih dari 175.000 jiwa meninggal dan lebih dari 2 juta
penduduk terkena dampak langsung, angka ini hanya dihitung dari “top
10” kejadian bencana sejak 2004 (Jonatan Lassa, 2010)
Beberapa hari terakhir ini, Indonesia kembali dilanda bencana
yang sangat dahsyat, meletusnya Gunung Merapi di Magelang, Jawa
Tengah, dan Tsunami yang menyapu Kepulauan Mentawai, Sumatera
Barat. Beberapa minggu sebelumnya banjir di Wasior Papua juga
seakan menjadi awal bencana dahsyat yang berentetan tiga bulan
terakhir ini (September - Novem{Bibliography}ber 2010).
Gunung Merapi yang terletak di perbatasan provinsi Jawa Tengah
dan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) adalah gunung berapi dengan
ketinggian 2.980 meter DPL (diatas permukaan laut) dan paling aktif dari
minimal 129 gunung berapi aktif di Indonesia. Dimana letak Gunung
Merapi ini tepatnya berada di empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman
Provinsi DIY, Magelang, Boyolali, dan Klaten di Propinsi Jawa Tengah.
Pada tanggal 20 September 2010 tingkat status merapi dinaikkan
dari normal menjadi waspada dan akhirnya ditingkatkan ke status
tertinggi (awas) pada tanggal 25 oktober 2010. Kenaikan status Gunung
Merapi seiring dengan aktivitas vulkanik yang meningkat telah diikuti
dengan tindakan pemerintah setempat mengevakuasi dini warga yang
bermukim di kawasan rawan. Prioritas pertama dilakukan terhadap
wanita, anak-anak, dan orang yang berusia lanjut. Namun, evakuasi
yang dijalankan belum efektif terlaksana karena terkendala hal teknis

2
terkait dengan kelayakan tempat pengungsian dan fasilitasnya yang
banyak dikeluhkan oleh pengungsi.
Pada hari Selasa, 26 Oktober 2010 pukul 17.02 wib terjadi erupsi
pertama, 37 jiwa meninggal, dan puluhan lainya luka-luka (sebagian
besar luka bakar), dimana korban meninggal termasuk diantaranya juru
kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan. Kebanyakan dari mereka adalah
penduduk Desa Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan Kabupaten
Sleman.
Merapi kembali erupsi pada Sabtu, 6 November 2010 dimana
puncak Gunung Merapi memuntahkan wedhus gembel (awan panas).
Pada erupsi kali ini menelan korban lebih banyak, dimana 124 jiwa
meninggal dan ratusan jiwa luka-luka, menurut BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) pada tanggal 7 November 2010 me-release
data jumlah korban, meninggal 135 jiwa, dirawat 411 jiwa dan jumlah
pengungsi mencapai 278.403 jiwa. Jumlah ini masih fluktuatif seiring
dengan erupsi susulan merapi yang terjadi berkali-kali.
(www.bnpb.go.id)
Secara internasional, sudah ada standar barak pengungsian yang
ditetapkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk menjamin hak
asasi para pengungsi, yaitu prinsip-prinsip panduan bagi pengungsi
internal. Dalam prinsip tersebut pengungsi disebut juga sebagai
internally displaced person (IDPs), yang didefinisikan sebagai orang-
orang atau kelompok orang yang telah dipaksa atau terpaksa melarikan
diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat mereka dulu biasa
tinggal, terutama sebagai akibat dari atau dalam rangka menghindarkan
diri dari dampak-dampak konflik bersenjata, situasi-situasi rawan yang
ditandai oleh maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaran-
pelanggaran hak-hak asasi manusia, bencana alam atau bencana akibat
ulah manusia, dan yang tidak melintasi perbatasan negara yang diakui
secara internasional.
Dalam masa tanggap darurat, sejumlah barak pengungsian
didirikan baik yang didirikan oleh pemerintah maupun inisiatif LSM
(lembaga swadaya masyarakat), institusi (misal : universitas) dan
sebagainya. Sebagian besar pengungsi korban erupsi merapi tinggal di

3
barak pengungsian di tempat-tempat umum seperti : di stadion
sepakbola Maguwoharjo, youth center, JEC (Jogja Expo Center) dan
lain-lain. Selain itu sebagian dari mereka (pengungsi) juga ada yang
menyewa rumah atau hotel di daerah aman, tinggal di tempat saudara
maupun tinggal di tempat-tempat yang disediakan oleh inisiatif warga
atau LSM, lembaga pemerintah, universitas seperti UGM/UNY/UMY,
masjid, atau pengusaha.
Hasil assessment lapangan di posko pengungsian Purna Budaya
UGM (yang akhirnya dipindah ke Stadion Maguwoharjo, youth center,
Pangukan mengikuti himbauan Bupati Sleman) dan gereja Katholik
Banteng di Jl. Kaliurang km.7 (yang akhirnya pindah ke Gedung
Serbaguna Kantor Desa Sinduharjo Kecamatan Ngaglik Kabupaten
Sleman) sebagai berikut : posko pengungsian di Purna Budaya UGM
dikelola oleh GER (Gelanggang Emergency Response) salah satu unit
mahasiswa dibawah UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Jumlah
pengungsi sangat fluktuatif, pada tanggal 12 November 2010 berjumlah
1.299 jiwa, tanggal 22 November 2010 berjumlah 314 jiwa dan hasil
assessment terakhir tanggal 24 November 2010 jumlahnya hanya
tinggal 7 KK (kepala keluarga). Pengungsi di Purna Budaya UGM ini
berasal dari beberapa daerah/desa, yaitu Desa Harjobinangun,
Pakembinangun, Sardonoharjo, Umbulharjo, Candibinangun, Turi,
Sukoharjpo, Sindumartani, Widomartini, Wukirsari, Sardoharjo,
Sinduharjo, Hargobinangun dan Donoharjo. Di posko pengungsian ini,
pengelola posko pengungsian sudah memberdayakan pengungsi dalam
aktifitas rutin di pengungsian, sebagian dari mereka bertanggungjawab
di dapur umum, logistik, kebersihan, dan sebagainya. Sedangkan posko
pengungsian di Gedung Serbaguna Kantor Desa Sinduharjo dikelola
oleh LSM YEU (Yakkum Emergency Unit) dengan jumlah pengungsi per
tanggal 24 November 2010 sebanyak 352 jiwa yang terdiri dari 21 orang
balita, 48 anak, 25 orang remaja, 223 orang dewasa dan 35 orang
lansia. Mereka berasal satu daerah/desa, yaitu Dusun Boyong, Desa
Hargobinangun. Di dalam kegiatan di barak pengungsian, pengungsi
diberdayakan sebagai koordinator barak, petugas kebersihan, petugas
dapur, distribusi logistik, dan sebagainya. Kegiatan anak-anak sekolah,

4
menari, menyanyi, untuk remaja adalah sekolah, musik, untuk ibu-ibu
adalah memasak.
Dari hasil wawancara dengan beberapa pengungsi lansia, yaitu
Ibu My, usia 72 tahun dan Ibu Mr. Usia 63 tahun dari Dusun Boyong,
mereka para peternak sapi perah, kegiatan mereka sehari-hari dirumah
sebelum ada bencana, selain memerah susu, mereka juga merumput
untuk makan sapi, mereka merasa senang ketika diajak ngobrol dan
sedikit bercanda saat wawancara, merespon baik rencana akan
diadakannya senam lansia dan bersedia diperiksa kesehatannya jika
akan diadakan posyandu darurat lansia. Keluhan yang paling dirasakan
saat ini yang beliau sampaikan, merasa sedih karena sapinya tidak
mengeluarkan susu lagi, selain sudah beberapa saat tidak diperah juga
karena makanannya kurang.
Berdasarkan informasi dari salah satu pengelola barak YEU
disampaikan bahwa kelompok usia lanjut (lansia) belum memiliki
aktivitas yang dapat menghilangkan rasa bosan dan jenuh selama di
pengungsian. Mereka lebih banyak diam dan hanya menunggu waktu
makan. Sehingga untuk mengisi kegiatan selama di pengungsian, kami
dari tim relawan mahasiswa perilaku dan promosi kesehatan
mengusulkan kegiatan yang melibatkan lansia. Sebelum memutuskan
kegiatan yang akan dipilih kami melakukan interview dengan 4 orang
lansia. Kami menawarkan kepada mereka kegiatan apakah yang bisa
kita lakukan visible dikerjakan. Dari hasil diskusi dengan mereka
(beberapa personil YEU), ternyata dari pihak penanggung jawab
program pengelola pengungsi menyambut baik jika ada rencana
kegiatan yang berfokus kepada lansia, kemudian disepakati rencana
kegiatan yang akan dilakukan adalah posyandu darurat lansia yang
didalamnya ada pemeriksaan kesehatan dan kegiatan senam lansia.
Dari semua data yang dilakukan oleh kelompok saat assessment
lapangan, maka kelompok merasa perlu untuk membuat model
bagaimana idealnya sebuah barak dikeloladan diorganisir dengan baik
dimana juga didalamnya ada kegiatan pengungsi sesuai dengan
kelompok usia mereka (termasuk lansia) untuk mengurangi dampak
negatif resiko fisik dan psikis pengungsi selama di barak pengungsian.

5
Kelompok juga akan membuat dan mengimplementasikan beberapa
kegiatan promosi kesehatan untuk kelompok umur lansia.

B. Permasalahan

Dengan melihat latar belakang di atas maka permasalahannya adalah


bagaimana model pengelolaan barak pengungsian yang bisa terkelola
dengan baik.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum :

Membuat model pengelolaan barak pengungsian yang terkelola


dengan baik

2. Tujuan Khusus :
a. Adanya struktur organisasi barak pengungsian yang ideal yang
meliputi SDM (sumber daya manusia), tugas pokok dan fungsi dari
masing-masing struktur dan koordinasi antar struktur organisasi.
b. Adanya pengelolaan logistik pada barak pengungsian yang
meliputi logistik makanan, pakaian dan obat-obatan bagi
pengungsi.
c. Adanya pengelolan sarana dasar dan fasilitas barak pengungsian,
meliputi sarana MCK, dapur umum, tempat tidur serta sarana
sanitasi lingkungan yang memadai.
d. Adanya kegiatan pengungsi selama di barak pengungsian untuk
memberdayakan mereka dan mengatasi kejenuhan sesuai dengan
usia pengungsi yang meliputi upaya kegiatan balita dan anak-anak
usia pra sekolah dan sekolah, remaja, dewasa dan lansia.
e. Memberikan pembekalan pengetahuan dan ketrampilan kepada
pengungsi tentang bagaimana mereka agar tetap sehat selama di
pengungsian dan apa yang harus mereka lakukan setelah mereka
kembali ke rumah mereka masing-masing.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yg


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yg disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU
No. 24/2007). Ada tiga klasifikasi dalam bencana, yaitu :

1. Bencana alam

Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian


peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor.

2. Bencana non alam

Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian


peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan penyakit wabah.

3. Bencana sosial

Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian


peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

B. Bencana Gunung Merapi

Merapi adalah nama sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa


Tengah dan DIY yang masih sangat aktif hingga saat ini. Sejak tahun
1548, gunung ini sudah meletus 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan
Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai

7
ketinggian 1.700 meter. Gunung Merapi adalah gunung yang termuda
dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa.
Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu
sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu,
letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan
kubah-kubah lava. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang
lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Tapi pada tahun 1930 letusan
Gunung Merapi menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1.400 orang.
Pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah
hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa
manusia hingga yang terbaru tahun 2006.
Pada 26 Oktober 2010, Gunung Merapi memasuki tahap erupsi.
Menurut laporan BPPTKA, letusan terjadi sekitar pukul 17.02 wib.
Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan diiringi keluarnya awan
panas setinggi 1,5 meter yang mengarah ke Dusun Kaliadem dan Dusun
Kepuharjo. Letusan ini menyemburkan material vulkanik setinggi kurang
lebih 1,5 kilometer.

C. Pengelolaan Barak Pengungsi

1. Standar umum pengelolaan barak pengungsian

Sudah ada standar pengungsian yang ditetapkan oleh PBB


untuk menjamin hak asasi para pengungsi, yaitu prinsip-prinsip
panduan bagi pengungsi Internal. Dalam prinsip tersebut pengungsi
disebut juga sebagai internally displaced person (IDPs), yang
didefinisikan sebagai orang-orang atau kelompok orang yang telah
dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah
mereka atau tempat mereka dulu biasa tinggal. Terutama sebagai
akibat dari, atau dalam rangka menghindarkan diri dari dampak-
dampak konflik bersenjata, situasi-situasi rawan yang ditandai oleh
maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaran-
pelanggaran hak-hak asasi manusia, bencana-bencana alam atau
bencana-bencana akibat ulah manusia dan yang tidak melintasi
perbatasan negara yang diakui secara internasional.

8
Prinsip-prinsip tersebut mengidentifikasi hak-hak dan
jaminan-jaminan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap
orang-orang dari paksaan untuk mengungsi, perlindungan dan
bantuan terhadap mereka selama masa pengungsian, serta
perlindungan dan bantuan selama mereka pulang kembali atau
selama proses permukiman di tempat lain, dan selama proses
reintegrasi dengan masyarakat pada masa pascapengungsian.
Sering kali hak-hak para pengungsi secara sengaja ataupun
tidak sengaja diabaikan karena kompleksnya permasalahan yang
ada di lapangan. Hal ini sudah terjadi terhadap pengungsi Merapi,
antara lain keluhan atas fasilitas mandi dan mencuci, kesehatan,
dan ruang pengungsian yang kurang layak. Juga masih lekatnya
anggapan dan perlakuan terhadap pengungsi sebagai obyek
bencana, sehingga mereka sangat jarang diikutsertakan dalam
pengambilan keputusan terhadap dirinya ataupun dalam
pengelolaan tempat pengungsian dan logistik.
Wanita, anak-anak, orang yang berusia lanjut, ataupun orang
cacat adalah kelompok yang harus diperhatikan secara khusus
dalam masa pengungsian. Hal ini karena rawannya pelanggaran
terhadap hak asasi mereka selama tinggal di pengungsian,
misalnya, pelecehan seksual, diskriminasi, dan pembatasan akses.
Dengan demikian, sangat penting pemerintah menjamin
perlindungan atas diri mereka dan memberi kesempatan bagi
mereka untuk berpartisipasi dalam mengelola tempat dan sarana
pengungsian sehingga mampu memenuhi dan melindungi hak asasi
mereka. Hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 41 ayat 2: "Setiap
penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan
anak-anak berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus".
Prinsip pertama dalam panduan tersebut menyatakan bahwa
"para pengungsi internal memiliki, dalam kesetaraan penuh, hak-
hak dan kebebasan-kebebasan yang dijamin oleh hukum
internasional dan nasional, sama seperti orang-orang lain di negeri
mereka. Mereka tidak boleh didiskriminasi secara merugikan dalam

9
memperoleh hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun
dengan alasan bahwa mereka adalah pengungsi internal".
Dari prinsip tersebut jelas bahwa alasan menjadi pengungsi
bukan berarti bahwa hak-haknya bisa didiskriminasikan, misalnya
oleh pemerintah atau siapapun. Pemerintah sebagai koordinator
masalah pengungsian harus mengusahakan sebuah kondisi dan
tempat pengungsian yang layak sesuai dengan standar kehidupan
mereka dan mampu memenuhi hak-hak pengungsi. Misalnya hak
atas kesehatan, hak wanita, hak anak-anak, hak atas pangan,
ataupun hak atas pendidikan. Jangan sampai kekurangan dalam
peristiwa pengelolaan pengungsi pada bencana Merapi 1994 dan
1997 terulang kembali, yaitu logistik bagi pengungsi yang sangat
tidak layak. Contohnya, beras yang tidak layak dikonsumsi ataupun
banyaknya bantuan dari luarberupa makanan yang tidak
terdistribusikan dan akhirnya membusuk di gudang logistik.
Semestinya logistik didistribusikan dan dikelola secara terencana
dan partisipatif, jangan sampai tersentralisasi pada pihak tertentu
saja.
Kemudian prinsip kedelapan menyatakan bahwa
"pengungsian internal tidak boleh dilaksanakan dengan cara-cara
yang melanggar hak untuk hidup dari mereka yang terkena,
martabat mereka, serta kebebasan dan keamanan mereka". Hal ini
berarti bahwa cara-cara mengevakuasi harus dilakukan dengan
cara yang santun dan elegan. Jangan sampai ada tindakan
pemaksaan dan intimidasi dengan tujuan memaksa seseorang atau
sekelompok orang untuk mengungsi. Apabila ini terjadi, berarti telah
terjadi pelanggaran terhadap hak atas rasa aman dan hak untuk
hidup, yang dilindungi dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Pasal 9 ayat 1: "Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya" dan
ayat 2: "Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera lahir dan batin".
Prinsip ke-18 menyatakan bahwa "semua pengungsi internal
memiliki hak atas standar penghidupan yang layak. Paling sedikit,

10
dalam keadaan apa pun, dan tanpa diskriminasi, pihak-pihak
berwenang yang terkait harus menyediakan bagi para pengungsi
internal, dan memastikan akses yang aman kepada bahan pangan
pokok dan air bersih; tempat bernaung atau perumahan yang
bersifat mendasar; bahan sandang yang layak; dan layanan
kesehatan dan sanitasi yang penting. Dan harus dilaksanakan
upaya-upaya khusus untuk memastikan adanya peran serta penuh
kaum perempuan dalam perencanaan dan pembagian pasokan-
pasokan pokok tersebut".
Lalu prinsip ke-22 berisi, pertama, para pengungsi internal,
yang tinggal di dalam kamp ataupun tidak, tidak boleh didiskriminasi
secara merugikan, sebagai akibat dari pengungsian mereka, dalam
hal mendapatkan hak-hak, antara lainhak-hak atas kemerdekaan
pikiran, hati nurani, agama atau kepercayaan, pendapat, dan
ekspresi; hak untuk mencari dengan bebas kesempatan kerja dan
untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi; hak untuk
berserikat dengan bebas dan berperan serta, dengan posisi setara,
dalam urusan-urusan komunitas; hak untuk memilih dan untuk
berperan serta dalam urusan-urusan pemerintahan dan publik,
termasuk hak untuk mempunyai akses terhadap sarana-sarana
yang diperlukan untuk mewujudkan hak ini; dan hak untuk
berkomunikasi dalam bahasa yang mereka pahami.
Prinsip-prinsip tersebut sangat bermanfaat bagi berbagai
pihak, khususnya bagi pemerintah dan sukarelawan, sebagai
standar setting dalam mengelola tempat pengungsian yang mampu
menjamin, melindungi, dan memenuhi hak asasi pengungsi. Hal ini
akan berhasil bila paradigma yang dipakai adalah menempatkan
pengungsi sebagai subyek dalam pengelolaan bencana, termasuk
dalam mengelola tempat pengungsian.

2. Standar minimal penyediaan air bersih dan sanitasi di barak


pengungsian

Bencana selalu menimbulkan permasalahan. Salah satunya


bidang kesehatan. Timbulnya masalah ini berawal dari kurangnya air

11
bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri dan sanitasi
lingkungan. Akibatnya berbagai jenis penyakit menular muncul.
Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang
harus segera diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai
pengungsian. Saat ini sudah ada standar minimal dalam
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan
pengungsi. Standar ini mengacu pada standar internasional. Kendati
begitu di lapangan, para pelaksana tetap diberi keleluasaan untuk
melakukan penyesuaian sesuai kondisi keadaan di lapangan.
Beberapa standar minimal yang harus dipenuhi dalam
menangani korban bencana khususnya di pengungsian dalam hal
lingkungan adalah :

a. Pengadaan Air.

Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun


tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi
menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema
kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya
persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai
tingkat tertentu.
Tolok ukur kunci

1) Persediaan air harus cukup untuk memberi sekurang-


kurangnya 15 liter per orang per hari.
2) Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3) Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500
meter
4) 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang

b. Kualitas air

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup


volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak,
menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa
menyebabkan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan

12
akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atau
radiologis dari penggunaan jangka pendek.
Tolok ukur kunci ;

1) Di sumber air yang tidak terdesinfektan (belum bebas kuman),


kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak
lebih dari 10 coliform per 100 ml.
2) Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahwa resiko
pencemaran semacam itu sangat rendah.
3) Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk
yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua
pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian
perjangkitan penyakit diare, air harus didesinfektan lebih dahulu
sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias
diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram
perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
4) Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum

5) Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap


kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau
radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakaian
air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah
direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian
tentang kadar endapan bahan-bahan kimiawi yang digunakan
untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian
situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk
terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.

c. Prasarana dan Perlengkapan

Tolok ukur kunci :

1) Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang


berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air

13
berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah
yang berleher sempit dan/bertutup
2) Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3) Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini
harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara
teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–
petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki.

Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah


tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100
orang.

d. Pembuangan Kotoran Manusia

Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang


cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa
diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang
ataupun malam.

Tolok ukur kunci :

1) Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang


2) Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut
pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau
jamban laki–laki dan jamban perempuan).
3) Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah
atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam
perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1
menit saja dengan berjalan kaki.
4) Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–
titik pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dan
sebagainya.
5) Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–
kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.
Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air

14
tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke
sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai
dan sebagainya.
6) 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang.

e. Pengelolaan Limbah Padat

Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat

Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari


pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis.

1) Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di


sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
2) Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya
(jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan
kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat
umum.
3) Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan,
terdapat tempat pembakaran limbah padat yang dirancang,
dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan
lubang abu yang dalam.
4) Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau
tempat–tempat khusus untukmembuang sampah di pasar–
pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah
secara harian.
5) Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi
tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema
kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
6) 2 (dua) drum sampah untuk 80 – 100 orang.

f. Tempat/Lubang Sampah Padat

Masyarakat memiliki cara-cara untuk membuang limbah rumah


tangga sehari–hari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :

15
1) Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15
meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga,
atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
2) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10
keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur
ditempat.

g. Pengelolaan Limbah Cair

Sistem pengeringan

Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang


cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air,
termasuk air hujan, air luapan dari sumber–sumber, limbah cair
rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis.
Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat
keberhasilan pengelolaan limbah cair :

1) Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik


pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam
maupun di sekitar tempat pemukiman.
2) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui
saluran pembuangan air.

Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana


pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis
oleh air. (Sumber: Kepmenkes No. 1357/Menkes/SK/XII/2001)

3. Standar pengelolaan logistik di barak pengungsian

a. Pengelolaan sistem logistik

Logistik adalah sesuatu yang berwujud dan dapat digunakan


untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia yang terdiri dari
atas sandang, pangan dan papan atau turunannya. Termasuk dalam
kategori logistik adalah barang habis pakai atau dikonsumsi, misalnya

16
sembako (sembilan bahan pokok), obat, pakaian dan
kelengkapannya, air, jas tidur dan sebagainya.
Pengelolaan sistem logistik dalam penanggulangan bencana
adalah suatu pendekatan terpadu dalam mengelola barang bantuan
penanggulangan bencana. Dimulai dengan pemilihekomoditas,
pendekatan ini antara lain mencakup pencarian sumber, pengadaan,
jaminan kualitas, pengemasan, pengiriman, pengangkutan,
penyimpanan di gudang, pengelolaan inventori, dan asuransi.
Aktivitas ini melibatkan banyak pelakuyang berbeda tetapi semua
kegiatan yang dilakukan oleh setiap pelaku harus terkoordinasi.
Sehingga harus ditetapkan pengelolaan dan praktek-praktek
pemantauan yang tepat untuk memastikan bahwa semua komoditas
dijaga hingga komoditas tersebut dibagikan kepada penerima di
tingkat rumah tangga.

Penjelasan fungsi dan peran untuk setiap titik pada Gambar


adalah sebagai berikut:

17
Titik suplai sebagai titik pemasok atau sebagai titik sumber
yaitu titik-titik yang memiliki pasokan komoditi barang bantuan.
Dalam kasus bencana ini, titik suplai adalah titik-titik penampungan
barang bantuan atau titik-titik yang memiliki komoditas barang
bantuan yang diperlukan misalnya, Palang Merah Indonesia,
Rumah Sakit, atau gudang-gudang penampungan barang bantuan
yang dimiliki oleh Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana.
Titik persinggahan (transshipment point) yaitu titik-titik
permintaan yang juga sekaligus berperan sebagai titik pasokan. Bila
titik permintaan ini dipasok sejumlah barang yang jumlahnya lebih
besar dari jumlah kebutuhan, maka akan terdapat sejumlah
kelebihan barang. Jumlah kelebihan barang ini selanjutnya dapat
dikirimkan ke titik permintaan yang lainnya.
Titik permintaan sebagai titik tujuan, yaitu titiktitik yang
memiliki sejumlah permintaan atau kebutuhan barang bantuan,
yang akan dipasok oleh titik suplai maupun titik
persinggahan.Pada kasus bencana, titik-titik permintaan ini adalah
titik lokasi dimana bencana terjadi dan titik lokasi yang terkena
dampak bencana.

b. Sistem Logistik Penanggulangan Bencana di Indonesia

Instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal


penanggulangan bencana adalah Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi yang disingkat BAKORNAS PBP yang
merupakan wadah yang bersifat non struktural bagi penanggulangan
bencana yang berada di bawah Presiden dan bertanggungjawab
langsung kepada Presiden.
Untuk melaksanakan tugasnya, Bakornas–PBP dibantu oleh
Satkorlak PB dan Satlak PB. Satkorlak PBP (Satuan Koordinasi
Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi) adalah wadah organisasi non struktural yang
mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan
penanggulangan bencana yang terjadi di Daerah/Propinsi.

18
Satlak PBP bertugas melaksanakan kegiatan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi di wilayahnya
dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Bakornas PBP dan/atau
Satkorlak PBP yang meliputi tahap-tahap sebelum, pada saat dan
sesudah terjadi bencana serta mencakup kegiatan pencegahan,
penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

19
BAB III
HASIL STUDI KASUS MODEL PENGELOLAAN BARAK
PENGUNGSIAN DAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN BENCANA

Pengeloaan barak pengungsi korban gunung merapi ada yang dilakukan


oleh pemerintah dan mandiri dari LSM atau universitas. Model pengelolaan barak
yang dilakukan secara mandiri antara lain dikelola oleh mahasiswa UGM yaitu
GER (Gelanggang Emergency Response) dan dari LSM YEU (Yakkum
Emergency Unit)

A. Model Pengelolaan Barak Pengungsian Yang dikelola oleh GER di


Purna Budaya UGM

Pengelola Posko pengungsi di Purna Budaya UGM adalah relawan


mahasiswa UGM yang aktif pada berbagai UKM. Mereka membentuk posko
pengungsi dengan nama GER sebagai bentuk kepedulian terhadap korban
bencana meletusnya Gunung Merapi pada tanggal 5 November 2010. GER
ini merupakan posko mandiri yang dibentuk oleh para mahasiswa tanpa
intevensi dari pihak rektorat.
Posko dibuka tanggal 6 November 2010 dan berakhir pada tanggal 22
November 2010. Berakhirnya pengelolaan posko di Purna Budaya
memperhatikan himbauan dari Bupati Sleman bahwa posko pengungsian
akan dipusatkan pada tiga lokasi yaitu Youth Center Mlati, Stadion
Maguwoharjo dan Pangukan Kabupaten Sleman.

1. Struktur Organisasi
Bagan struktur organisasi pengelolaan posko pengungsi di Purna
Budaya yang dikelola oleh GER (Gelanggang Emergency Response)
yang merupakan relawan mahasiswa UGM yang aktif pada berbagai

20
UKM dapat digambarkan seperti dibawah ini :

Koordinator GER
Wa Koord. GER

Koordinator Barak I Koordinator Barak II Sekretariat Bendahara Logistik

Pendaftaran Pendaftaran
pengungsi pengungsi
Dapur Kominfo Infrastruktur
Pendamping Pendamping umum
pengungsi pengungsi

Logistik Logistik Nasbung Medis Kebersihan

Keamanan Relawan Transportasi Dokumentasi Survey

Bagan 1. Struktur organisasi pengelola barak pengungsian di Purna Budaya UGM

Tugas pokok dan fungsi struktur organisasi barak pengungsian di Purna


Budaya UGM sebagai berikut :
1) Koordinator Posko
a) Bertugas mengkoordinasikan seluruh kegiatan di posko
pengungsian.
b) Menjamin posko dapat berjalan dengan baik
2) Wakil koordinator posko
Membantu koordinator dalam mengkoordinasikan posko terutama
apabila koordinator berhalangan hadir, maka semua tugas koordinator
digantikan oleh wakil koordinator.
3) Koordinator Barak
a) Mengkoordinasikan kegiatan barak,
b) Mengkoordinasikan keberlangsungan barak

4) Pendaftaran pengungsi
a) Melakukan pendaftaran pengungsi
b) Melakukan up dating data pengungsi setiap hari

21
c) Melakukan pemantauan dan pencatatan pengungsi yang keluar
dan masuk
5) Pendamping pengungsi
Melakukan pendampingan pengungsi di barak pengungsian
6) Logistik
a) Mengengelola logistik (barang, makanan, pakaian dan obat-
obatan) meliputi pencatatan bantuan logistik yang masuk,
distribusi, stock logistik terakhir dan membuat daftar kebutuhan
logistik pengungsian setiap enam jam.
b) Melakukan pencatatan jumlah logistik yang ada di gudang (atau
tempat penyimpanan logistik)
7) Sekretariat
a) Menulis surat keluar yang diperlukan oleh posko dan
melakukan pengarsipan surat keluar dan surat masuk atas
nama barak pengungsian
b) Memberikan pelayanan bagi pengunjung barak, terutama yang
berkaitan dengan pengungsi
8) Bendahara
Mengelola keuangan, pencatatan penyimpanan dan pengeluaran
keuangan barak pengungsian
9) Dapur Umum
Mengelola dan menyiapkan makanan untuk pengungsi
10) Kominfo
a) Melakukan updating data pengungsi setiap saat
b) Memberikan data yang diminta oleh pihak lain, terutama data
tentang keadaan terakhir di barak pengungsian
11) Infrastruktur
Menyiapkan dan mengelola infrastruktur dasar di barak pengungsian
(misal : sarana air bersih, dapur umum, MCK, pengelolaan sampah
dan sanitasi di lingkungan barak pengungsian)
12) Medis
a) Memberikan pelayanan kesehatan bagi pengungsi

22
b) Memberikan rujukan ke institusi pelayanan kesehatan yang
lebih memadai, jika ditemukan pengungsi yang menderita
sesuatu penyakit
c) Melakukan koordinasi dengan pengelola pengungsi
13) Kebersihan
Menjaga kebrsihan barak pengungsi, meliputi pengelolaan sampah dan
sanitasi lingkungan barak dengan memanfaatkan sumber daya
yangada di pengungsian (pengungsi).

B. Model Pengeloaan Barak Pengungsian Yang dikelola oleh YEU di


Gedung Serbaguna Kantor Desa Sinduharjo Kecamatan Ngaglik
Kabupaten Sleman

Struktur organisasi pengelolaan posko/barak pengungsian di Gedung


Serbaguna Kantor Desa Sinduharjo dapat digambarkan dalam bagan di
bawah ini :

Koordinator Posko

Logistik Kesehatan Shelter & Dapur umum Infokom SDM

Bagan 2. Struktur organisasi pengelola barak pengungsian di Gedung Serbaguna Kantor Desa
Sinduharjo Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman

1. Koordinator Posko
a. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan di posko pengungsian
b. Mencari donatur
c. Menkoordinasikan donatur
2. Logistik
a. Mengurusi keluar masuk seluruh barang yang terdiri dari obat-
obatan, makanan, minuman, pakaian dan lain lain
b. Bertanggung jawab atas logistik di posko
c. Mencatat bantuan logistik yang masuk dan keluar
d. Menerima bantuan logistik
e. Mengecek bantuan logistik (layak atau tidak)

23
f. Mendistribusikan logistik ke penyintas atau posko lainnya
3. Kesehatan
Menyediakan layanan kesehatan bagi pengungsi dan merujuk ke
pelayanan kesehatan yang sudah ditentukan (RS Bethesda) bila ada
kasus yang tidak dapat ditangani di posko kesehatan (dokter dan
perawat), bantuan dari Puskesmas Ngaglik
4. Shelter
Mengelola barak agar dapat berjalan termasuk mengelola dapur umum
yang sehat, sanitasi barak, MCK, membentuk koordinator barak dari
pihak pengungsi
5. Informasi dan Komunikasi (Infokom)
a. Meng-Update data pengungsi, keluar masuk pengungsi
b. Melakukan pendataan penyintas menurut umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dll
c. Mengumpulkan data status kesehatan penyintas
d. Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan posko

6. Sumber Daya manusia (SDM)

Mengelola relawan dan menyiapkan SDM untuk pengelolan posko

Sistem pengelolan barak yang dilakukan oleh YEU selalu


melibatkan pengungsi dalam setiap kegiatan. Hal ini dilakukan karena
pengungsi yang lebih tahu tentang kondisi masing-masing pengungsi yang
ada di dalam barak. Tujuan melibatkan pengungsi dalam kegiatan adalah
agar pengungsi menjadi mandiri dan tidak stress.
Salah satu kebijakan yang diterapkan di barak pengungsian adalah
tidak memberikan makanan instan kepada pengungsi. Misalnya mie instan,
bubur instan. Tetapi berdasarkan observasi yang dilakukan langsung ke
barak pengungsian, ditemukan masih ada pengungsi (anak) yang sedang
makan mie instan yang dibuat sendiri di barak. Anak ini tidak suka
makanan yang diberikan oleh pengelola barak. Dari kejadian ini dapat
digunakan sebagai pembelajaran bahwa menu makan untuk orang dewasa
sebaiknya di bedakan antara makanan untuk dewasa dan makanan untuk
anak-anak.

24
Disetiap barak ada koordinator barak, kader kesehatan dan seksi
konsumsi. Untuk menjaga kebersihan, dibagikan alat-alat kebersihan
kepada koordinator barak sehingga kebersihan merupakan tanggung
jawab masing-masing pengungsi.
Pengelompokan pengungsi di barak dilakukan berdasar dusun asal
pengungsi untuk mempermudah pengelolaan. Hal ini juga
mempertimbangkan karakteristik pengungsi itu sendiri. Pada umumnya dari
dusun yang sama memiliki karakteristik yang sama misalnya pekerjaan.
Pengelolaan pengungsi yang dilakukan YEU sudah cukup bagus
karena berusaha melibatkan pengungsi dalam kegiatan. Misalnya untuk
Ibu-ibu membantu kegiatan dapur umum dan sanitasi, kemudian untuk
yang anak-anak ada kegiatan menyanyi dan menari. Untuk balita dipantau
kesehatannya, terutama status imunisasi. Yang belum tergarap adalah
kelompok usia lanjut.

25
BAB IV
MODEL PENGELOLAAN BARAK YANG IDEAL

A. Model Struktur Organisasi Pengelolaan Barak yang Ideal


Berdasarkan struktur pengelolaan barak yang diterapkan oleh Gelanggang
Emergency Response (GER) dan Yakkum Emergency Unit (YEU) terdapat beberapa
perbedaan yaitu :
GER YEU
Struktur Organisasi Tergambar dengan baik Tidak ada struktur
organisasi
Tertera nama-nama petugasnya Tidak mencantumkan nama-
nama petugas
Tertera rincian tugasnya Tidak ada rincian tugas
Memerlukan tenaga yang cukup Tidak terlalu banyak
banyak melibatkan orang
Mempunyai daftar pengungsi Mempunyai daftar
tetapi tidak per blok pengungsi per blok
Belum memisahkan antara Memisahkan pengungsi laki-
pengungsi laki-laki dan laki dengan balita dan
perempuan serta balita wanita
Lansia digabung dengan Mengelompokkan lansia
kelompok umur lainnya pada kamar sendiri yang
lebih dekat dengan kamar
mandi
Sumber Daya Manusia Mahasiswa dan alumni Staf YEU yang terlatih
mahasiswa UGM dari berbagai dengan program
latar belakang disiplin ilmu penanggulangan bencana
dan pengelolaan pengungsi
Keterbatasan waktu para Petugas piket siaga 24 jam
mahasiswa

Dari kedua model pengelolaan barak yang diterapkan di oleh GER maupun YEU,
struktur pengelolaannya sudah cukup bagus. Setiap struktur sudah ada bagian logistik,
posko kesehatan, bagian funding dana, infokom, sdm dan shelter. Bagian-bagian yang
ada di struktur organisasi berperan dalam keberlangsungan barak, saling mendukung
dan menguatkan.
Kedua model struktur pengelolaan barak yang diterapkan YEU dan GER,
menginspirasi kelompok kami untuk membuat struktur organisasi pengelolaan barak
yang ideal. Struktur organisasi yang dapat menjamin bahwa barak pengungsian dapat
berjalan dengan baik tanpa melupakan aspek kesehatan dan partisipasi pengungsi
dalam barak tersebut.

26
Struktur organisasi pengelolaan barak pengungsian yang ideal menurut
kelompok kami adalah sebagai berikut :

Ketua Pengelola Barak

Logistik Infokom SDM shelter Program Keuangan

Relawan Ketua barak

Surveyor Kebersihan

Keamanan Transportasi Dapur Umum Kesehatan

Bagan 3. Struktur Organisasi pengelolaan Barak yang ideal

Adapun tugas dan fungsi dari struktur organisasi pengelolaan barak diatas sebagai
berikut ;

1. Ketua pengelola Barak


a. Bertugas mengkoordinasikan seluruh kegiatan di posko pengungsian.
b. Menjamin posko dapat berjalan dengan baik
2. Logistik
a. Mengengelola logistik (barang, makanan, pakaian dan obat-obatan) meliputi
pencatatan bantuan logistik yang masuk, distribusi, stock logistik terakhir dan
membuat daftar kebutuhan logistik pengungsian setiap enam jam.
b. Melakukan pencatatan jumlah logistik yang ada di gudang (atau tempat
penyimpanan logistik)
3. Keuangan
a. Mencari donatur
b. Mencatat semua pemasukan dan pengeluaran posko
c. Mengelola keuangan posko
4. Program
Membuat program untuk pengungsi dengan membedakan kelompok usia bayi &
balita, anak-anak, remaja, dewasa dan lansia

27
5. Kesehatan
a. Menyediakan layanan kesehatan bagi pengungsi dan merujuk ke pelayanan
kesehatan yang sudah ditentukan
b. Mempersiapkan pos kesehatan
c. Memberikan pelayanan pengobatan
d. Mencatat data kasus penyakit
e. Membuat laporan pelayanan kesehatan
f. Memberikan konseling kesehatan
6. Sumber Daya Manusia
a. Menerima dan menempatkan relawan
b. Membagi tugas-tugas relawan
c. Membentuk team kebersihan lingkungan dari penyintas
d. Membuat kegiatan bagi penyintas
e. Memberikan konseling
7. Informasi dan Komunikasi
a. Meng-Update data pengungsi, keluar masuk pengungsi
b. Melakukan pendataan penyintas menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan, dll
c. Mengumpulkan data status kesehatan penyintas
d. Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan posko
8. Shelter
Mengelola barak agar dapat berjalan dengan baik , menunjuk koordinator barak,
menentukan petuga kebersihan per barak, menyiapkan MCK, membentuk
koordinator barak dari pihak pengungsi, memisahkan ruangan untuk pria dan wanita,
lansia.
9. Dapur Umum
a. Merencanakan, dan menyiapkan menu untuk pengungsi yang dibedakan antara,
bayi & balita, anak dan dewasa
b. Mengkorodinasikan petugas masak
10. Transportasi
Menyediakan transportasi dan sopir untuk kepentingan posko
11. Dokumentasi
Mendokumentasikan seleuruh kegiatan posko
12. Keamanan
Menjaga keamanan posko

28
B. Model Pengelolaan Logistik Barak Pengungsian Yang Ideal

Berdasarkan sistem pengelolaan logistik barak yang diterapkan oleh


Gelanggang Emergency Response (GER) dan Yakkum Emergency Unit (YEU)
terdapat beberapa perbedaan yaitu :
GER YEU
Jenis logistic barang, makanan, pakaian dan Barang, makanan, pakaian
obat-obatan dan obat-obatan

Pengelolaan logistik  pencatatan bantuan logistik  Mengurusi keluar masuk


yang masuk, distribusi, seluruh barang yang
stock logistik terakhir dan terdiri dari obat-obatan,
membuat daftar kebutuhan makanan, minuman,
logistik pengungsian setiap pakaian dan lain lain
enam jam.  Bertanggung jawab atas
 Melakukan pencatatan logistik di posko
jumlah logistik yang ada di  Mencatat bantuan
gudang (atau tempat logistik yang masuk dan
penyimpanan logistik) keluar
 Menerima bantuan
logistik
 Mengecek bantuan
logistik (layak atau tidak)

Sistem pengelolaan barak pengungsian yang ideal menurut kelompok kami adalah
sebagai berikut :

a. Mengengelolan logistik (barang, makanan, pakaian dan obat-obatan) meliputi


pencatatan bantuan logistik yang masuk, distribusi, stock logistik terakhir dan
membuat daftar kebutuhan logistik pengungsian setiap enam jam.
b. Melakukan pencatatan jumlah logistik yang ada di gudang (atau tempat
penyimpanan logistik)

29
c. Input logistik: susu formula untuk tidak didistribusikan karena akan
memunculkan beban ganda bagi pengungsi, yaitu diare dan itu menginfeksi
pada anak.
d. Alur Pengelolaan Bantuan Logistik menurut Undang-undang No 13 Tahun
2008 tentang Penanggulangan Bencana adalah sebagai berikut :

e. Alur Pendistribusian Bantuan Logistik menurut Undang-undang No 13 Tahun


2008 tentang Penanggulangan Bencana adalah sebagai berikut :

30
f. Berikut contoh formulir permintaan bantuan logistik :

a.

31
g. Berikut contoh formulir pengadaan bantuan logistik :

C. Model pengelolaan sarana dasar dan fasilitas barak pengungsian yang ideal

Sarana dasar yang disediakan pengelola GER dan YEU untuk pengungsi
antara lain
Sarana & Fasilitas GER YEU
Mandi Cuci Kakus (MCK) Tersedia, mencukupi Ada 10 MCK , terpisah
tetapi harus antri. Laki-laki antara laki-laki
dan perempuan dicampur danperempuan
Dapur Umum Ada, sponsor dari hotel Ada, kompor dan
Hyatt peralatan masak juga
tersedia
Barak pengungsian Tidak ada pemisahan Belum ada pemisahan
antara laki-laki dan laki-laki dan perempuan
perempuan
Sarana Ibadah Tidak ada, ibadah di Tersedia dengan
barak menggunakan tikar

32
Gudang logistik Tersedia Tersedia
Pelayanan kesehatan Tersedia,dokter, farmasi, Tersedia, dokter, obat-
bidan, fasilitas rujukan ke obatan, fasilitas rujukan
RS Sardjito ke RS bethesda

Berdasarkan model pengelolaan sarana dan fasilitas dasar yang dilakukan


oleh GER dan YEU bahwa barak pengungsian secara minimal harus memiliki
sarana dasar dan fasilitas seperti sarana untuk MCK, dapur umum, barak untuk
pengungsi yang memadai gudang untuk logistik, pelayanan kesehatan, dan sarana
ibadah.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pengelolaan
barak pengungsian :
2. Pengadaan Air.
a. Persediaan air harus cukup untuk memberi sekurang-kurangnya 15 liter
per orang per hari.
b. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
c. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
d. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang
3. Kualitas air
a. Di sumber air yang tidak terdesinfektan (belum bebas kuman), kandungan
bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per
100 ml.
b. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahwa resiko
pencemaran semacam itu sangat rendah.
c. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang
jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada
waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air
harus didesinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai
standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5
miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
d. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
e. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan
pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian
jangka pendek, atau dari pemakaian air dari sumbernya dalam jangka
waktu yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi
penelitian tentang kadar endapan bahan-bahan kimiawi yang digunakan

33
untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi
nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah
kesehatan akibat konsumsi air itu.
4. Prasarana dan Perlengkapan

Tolok ukur kunci :

a. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–
20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini
sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
b. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
c. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus
cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari
pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang
untuk laki–laki.
d. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga
untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
5. Pembuangan Kotoran Manusia

Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup


dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses
secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam.
Tolok ukur kunci :

a. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang


b. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan
jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan
jamban perempuan).
c. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak
di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban
hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
d. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik
pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dan sebagainya.
e. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya
berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung
kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair
dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur
maupun mata air, suangai dan sebagainya.
f. 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang.

34
6. Pengelolaan Limbah Padat
a. Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat
1) Memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah
padat, termasuk limbah medis.
2) Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana
sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
3) Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum
suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan
kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.
4) Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat
tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan
dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang
dalam.
5) Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau
tempat–tempat khusus untukmembuang sampah di pasar–pasar dan
pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
6) Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi
tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan
dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
7) 2 (dua) drum sampah untuk 80 – 100 orang.
b. Tempat/Lubang Sampah Padat

Masyarakat memiliki cara-cara untuk membuang limbah rumah tangga


sehari–hari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :

1) Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter


dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih
dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.
2) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga
bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.
7. Pengelolaan Limbah Cair

Sistem pengeringan

a. Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari


risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan
dari sumber–sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari

35
prasarana–prasarana medis. Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran
untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :
b. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik
pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di
sekitar tempat pemukiman.
c. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
d. Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan
air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

D. Model Pengelolaan Kegiatan Barak Pengungsian Yang Ideal

Untuk meningkatkan kualitas hidup penyintas selama di pengungsian,


sebaiknya di setiap pos pengungsian terdapat kegiatan untuk penyintas yang
dikelompokkan dalam beberapa kelompok umur atau kelompok kegiatan.

Dari hasil beberapa pos pengungsian yang kelompok assessment, diperoleh


beberapa jenis kegiatan yang sangat bermanfaat untuk penyintas, yaitu :

1. Bayi dan Balita :


a. Posyandu balita
b. Pemberian makanan tambahan
c. Pendidikan anak usia dini (PAUD)
2. Anak-anak usia sekolah dasar :
a. Wisata
b. Menggambar / melukis / mewarnai
c. Menyanyi
d. Sekolah
3. Remaja (laki-laki & perempuan):
a. Pendampingan remaja oleh psikolog
b. Senam aerobik
c. Penyuluhan kesehatan reproduksi
d. Pendidikan Ketrampilan (menjahit, perbengkelan, photography, service
computer, bahasa asing, sablon, dll)
e. Pelatihan kesiapan menghadapi bencana (alam & non alam)
4. Ibu Hamil

Pemeriksaan kehamilan seminggu sekali

36
5. Pasangan usia subur
a. Pemeriksaan alat kontrasepsi
b. Suntik KB
6. Ibu-ibu dan wanita dewasa :
a. Pelatihan ketrampilan membuat kerajinan keset, tas, dll
b. Penyuluhan cara memasak yang benar
c. Penyuluhan gizi
7. Lanjut usia
a. Posyandu lansia (Penimbangan badan, pengukuran tinggi badan,
pemeriksaan tensi, pemeriksaan laboratorium sederhana, pemeriksaan
emotional, konsultasi dokter)
b. Pemberian makanan tambahan (buah-buahan)
c. Senam lansia
d. Pelatihan Ketrampilan

37
BAB V

IMPLEMENTASI KEGIATAN DI BARAK PENGUNGSIAN

A. Rencana Kegiatan Implementasi di Barak pengungsian

Untuk mendukung model pengelolaan barak pengungsian yang ideal, kelompok merencanakan adanya implementasi dari model yang
dapat diterapkan di Barak, salah satu bentuk kegiatan di Barak pengungsian yang diterapkan oleh kelompok kami adalah kegiatan
untuk lansia. Secara rinci rencana kegiatan disusun dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.1
Rencana Implementasi Kegiatan Promosi Kesehatan Bencana
Di Lokasi Pengungsian Di Gedung Serbaguna Kantor Desa Sinduhardjo
Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman

NO TANGGAL/ KEGIATAN SASARAN TUJUAN INDIKATOR RENCANA OUTPUT


JAM KEGIATAN EVALUASI HASIL

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 29-11-2010 Kader

Jam 13.00 Penggunaan media dalam promkes :

- Pemasangan spanduk “gorong  Penerapan media  Penggunaan jenis  Penggunaan jenis Kegiatan promkes yang akan
royong bersih-bersih” dalam membantu dan model media dan media promkes dilakukan dapat terbantu dengan
- Spanduk praktek mhs promkes kegiatan promosi yang tepat sesuai yang tepat sesuai adanya media yang digunakan
kesehatan dengan rencana target dan segmentasi

Pelatihan pengukuran tekanan darah kegiatan promkes sasaran

untuk kader  Meningkatkan yang akan Kader secara mandiri dapat
pengetahuan dan dilakukan meneruskan program posyandu
ketrampilan kader  Kader mampu lansia, terutama dapat memeriksa
dalam penggunaan  Kader dapat menggunakan tekanan darah
alat tensimeter untuk menggunakan tensimeter untuk
pengukuran tekanan tensimeter untuk pengukuran tekanan
darah melakukan darah
pengukuran
tekanan darah
dengan benar

38

2 30-11-2010 Posyandu (darurat) lansia di lokasi Lansia Mengetahui keadaan  80% lansia  Tercapainya Tersedia data status kesehatan
Jam 15.00 pengungsian : ststus kesehatan umum mengikuti kegiatan persentase/jumlah lansia (BB, tekanan darah, kadar
lansia : posyandu lansia lansia yang mengikuti gula darah dan kadar kolesterol

Pendataan jumlah lansia di lokasi kegiatan posyandu drah)

pengungsian Mengetahui jumlah riil lansia

lansia di lokasi  80 % lansia Adanya dokumentasi status

 Pengukuran berat badan lansia pengungsian (aula pemeriksaan Tercapainya kesehatan dasar lansia dalam
kantor Desa tekanan darah persentase/jumlah bentuk KMS (Kartu Menuju
 Pengisian KMS Lansia Sinduharjo) lansia yang bersedia Sehat) Lansia
diperiksa tekanan
 
 Pemeriksaan tekanan darah lansia Mengetahui berat  50 % Lansia darahnya Diketahuinya manfaat posyandu
badan lansia bersedia diperiksa darurat lansia dari FGD dilakukan
 Pemeriksaan kadar gula darah kadar gula darah  Tercapainya

Adanya bukti persentase/jumlah
 Pemeriksaan kadar kolesterol pencatatan data lansia yang bersedia
kesehatan dasar  50 % Lansia diperiksa kadar gula
lansia bersedia diperiksa darah
kadar kolesterol

Mengetahui tekanan darah  Tercapainya
darah lansia persentase/jumlah
lansia yang bersedia

Mengetahui kadar  Terlaksanannya diperiksa kadar
gula darah lansia rencana evaluasi kolesterol darah
FGD (manfaat

Mengetahui kadar kegiatan posyandu  Terbentuknya 1 FGD
kolesterol darah bagi lansia) (6-12 org) untuk
lansia mengetahui manfaat
kegiatan posyandu
bagi lansia

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

 70 % pra lansia  Tercapainya Ada akktivitas fisik pra lansia


dan lansia persentase/jumlah dan lansia selama di
mengikuti pra lansia dan pengungsian
kegiatan lansia yang
aktivitas fisik mengikuti
(senam) kegiatan aktivitas
1-12-
Pra Melakukan kegiatan fisik (senam
2010
3 Senam lansia lansia aktivitas fisik pra lansia  Terbentuknya 1 lansia)
Jam
dan dan lansia grup (6-12)
15.00
lansia orang untuk  Mengetahui
FGD untuk manfaat aktivitas
mengetahui fisik bagi
manfaat pralansia dan lan
kegiatan senam lansia
(aktifitas fisik)

2-12- Pembekalan Seluruh Meningkatkan  80% pengungsi  Tercapainya Terbekalinya pengungsi


4
2010 “Pesan Sehat” penyinta pengetahuan dan dewasa persentase/jumlah dengan pengetahuan dan

39
Jam perorangan, s ketrampilan penyintas mengikuti pengungsi ketrampilan agar tetap sehat
18.00 keluarga dan dewasa dalam menjaga kegiatan dewasa yang paska bencana selama di
lingkungan pasca kesehatan perorangan, penyuluhan dan mengikuti pengungsian dan setelah
bencana. keluarga dan peragaan : penyuluhan pulah ke dusun masing-
lingkungan pasca masing

bencana - cara menjaga Melakukan diskusi
kebersihan dan tanya jawab
dan menjaga tentang hal-hal
kesehatan yang masih masih
selama di belum diketahui
pengungsian pengungsi dan
tanya jawab,
- cara memakai berupa game
masker yang dengan
benar, pemberian door
desinfeksi price setelah
badan, materi
perabotan penyuluhan
rumah, rumah diberikan
dan
lingkungan

- menjaga
kesehtan
bayi, balita
dan ibu hamil

- segera
memriksakan
ke pelayanan
kesehatan jika
ditemukan
gejala dini
gangguan
kesehatan

40
Untuk merealisasikan rencana kegiatan tersebut diatas, diperlukan alat dan
bahan serta anggaran biaya untuk implementasi kegiatan tersebut. Adapun
Rencana Anggaran Biaya dan peralatan yang dibutuhkan, secara lebih lengkap
disajikan dalam table berikut ini :

Tabel 4.2
Rencana Anggaran Biaya Kegiatan Promosi Kesehatan Keadaan Bencana Di
Posko Pengungsian Gedung Serbaguna Sinduhardjo Sleman

TANGGA RAB
PERALATAN dab KETERA
NO L/ KEGIATAN SASARAN TEMPAT PENGELUAR
BAHAN NGAN
JAM AN

Penggunaan
media dalam
promkes :
- Pemasangan
spanduk
“gorong royong Spanduk
 Spanduk ukuran 6
29-11- bersih-bersih” dari
 Masya- meter
2010 - Spanduk Dinkes
1 rakat Posko  1 Set Tensimeter
Jam praktek mhs Prop DIY
 Kader dan stetoskop
13.00 promkes & MPPK
UGM

Pelatihan
pengukuran
tekanan darah
untuk kader

Alat-alat :
2 30-11- Posyandu lansia Lansia Posko  1 Unit Timbangan  Pembelian
2010 Dewasa PMT

Jam Pengisian KMS  1 Set Tensimeter (Pisang

15.00 Penimbangan  1 Set Stetoskop dan Jeruk
berat badan  1 Set Peralatan untuk 50

Pemeriksaan pemeriksaan gula orang)
tekanan darah darah dan kolesterol = Rp.

Pemeriksaan  Handicamp, Camera, 200.000
gula darah dan Tape recorder dan
kolesterol alat tulis.  Reagensia

Konsultasi dokter Bahan : pemeriksa

PMT / Pemberian  Kartu KMS Lansia an gula
Makanan  Reagen pemeriksaan darah dan
Tambahan gula darah dan kolesterol

FGD manfaat kolesterol =
posyandu lansia  PMT : Berupa Buah Rp.300.00
Jeruk dan Pisang 0
untuk 50 Lansia

41

Alat-alat : Transport
3 1-12-2010  Senam lansia Pra lansia  Tape Recorder dan Honor Pengungs
Jam  Pemberian dan lansia  Wereles Instruktur i juga
15.00 makanan  Kaset Senam = Rp. dilibatkan
Tambahan  Handicamp, Camera, 100.000 dalam
 FGD Manfaat Alat tulis memasak

senam  Transportasi PMT : bubur
Pembelian kacang
Bahan : Bahan- hijau.
PMT : Berupa 350 bahan
porsi bubur kacang bubur
hijau (untuk semua kacang
pengungsi) hijau dan
Cup untuk
350 porsi.
= Rp.
350.000

TANGGA RAB
PERALATAN dab KETERA
NO L/ KEGIATAN SASARAN TEMPAT PENGELUAR
BAHAN NGAN
JAM AN
 Penyediaan
3 2-12-2010 Pemutaran Film Seluruh Alat-alat : 10
Jam Kesehatan penyintas  LCD buah Door

18.00 Pembekalan dewasa Posko  Laptop Price
“Pesan Sehat”  Wereles = Rp.150.000
perorangan,  CD Film Kesehatan
keluarga dan
lingkungan pasca Bahan :
bencana:  Masker
- Cara memakai  Lisol
masker yang  Door Price
benar,
desinfeksi
badan,
perabotan
rumah, rumah
dan lingkungan
- Menjaga
kesehtan bayi,
balita dan ibu
hamil
- Segera
memeriksakan
ke pelayanan
kesehatan jika
ditemukan
gejala dini
gangguan
kesehatan.
- Evaluasi
dengan game
(Pemberian
door price 10
Buah)

42
4 RAB pengeluaran lain-lain  Transportasi Rp. 150.000
 Dokumentasi Rp. 100.000
 Foto Copy dan Rp. 50.000
Scant Rp. 150.000
 Pembuatan Laporan
dan Manual Book / Jumlah RAB
SOP serta lain-lain =
penggandaaan Rp.450.000

5 Total Rencana Anggaran Biaya Pengeluaran Kegiatan


Promosi Kesehatan Bencana di Posko Pengungsian Rp. 1.550.000
Gedung Serbaguna Sinduharjo, Sleman

B. Hasil Pelaksanaan Implementasi Kegiatan di Barak Pengungsian

1. Hasil Pemasangan Media berupa spanduk


Penggunaan media dalam promkes di Barak pengungsian pada
tanggal 29 November 2010, yaitu berupa :
a. Pemasangan spanduk “gorong royong bersih-bersih”
b. Spanduk praktek mahasiswa promkes
Penggunaan jenis dan media promkes dapat terpasang dengan
baik tepat sesuai target dan segmentasi sasaran

2. Kegiatan Posyandu Lansia


Posyandu lansia dilaksanakan pada tanggal 30 Nopember
2010 jam 16.00 sampai jam 17.00. Para lansia terlihat sangat antusias,
mereka antri dibawah panggung. Kegiatan posyandu lansia cukup
meriah karena ada 3 orang kader dari dusun Boyong ikut membantu di
pendaftaran dan penimbangan. Selain itu ada sekitar 8 anak ikut naik
ke panggung karena rasa ingin tahunya. Ada salah satu anak yang
bertanya,”ini acara apa tho mba?” lalu kami sampaikan kepada anak
tersebut bahwa ini kegiatan posyandu lansia.
Dari 33 lansia yang terdaftar, 31 lansia ( 88,57 %) mengikuti
kegiatan posyandu lansia, antara lain penimbangan berat badan,
pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan gula darah dan kadar
cholesterol dalam darah dan pengisian KMS lansia.

43
Hasil pemeriksaan tekanan darah, adalah 31 orang (88,57%)
dimana lansia yang tekanan darahnya normal sebanyak 16 orang
(51,62%) dan tekanan darahnya tinggi sebanyak 14 orang (45,16%),
sisanya sebanyak 1 orang (3,23%) tekanan darahnya rendah.
Dan hasil pemeriksaan gula darah adalah 1 orang (3 %)
rendah, 13 orang (42 %) normal, 17 Orang 55% di atas tinggi.
Sedangkan hasil pemeriksaan kadar cholesterol adalah 31 orang ( 100
%) dalam batas normal.
Dari hasil wawancara, didapatkan 13 orang (42 %) mengalami
gangguan emosional dan 18 orang ( 58 %) tidak mengalami gangguan
emosional.
Setelah mengikuti senam, semua lansia diberi jus kacang
hijau sambil menunggu untuk pemeriksaan osteoporosis dan fungsi
paru
Setelah kegiatan posyandu lansia selesai dilakukan evaluasi
dengan metode Focus Group Discussion (FGD). FGD ini melibatkan 6
lansia yang baru saja mengikuti kegiatan posyandu. Hasil FGD
menunjukkan bahwa lansia sangat senang dengan adanya posyandu,
mereka mengatakan bahwa dengan adanya posyandu dapat
memberikan manfaat kepada lansia. Manfaat yang dirasakanan antara
lain dapat mengetahui Berat badan, tekanan darah dan kondisi
kesehatan secara umum. Hal lain yang dirasakan lansia mereka
adalah mereka sangat senang karena mendapat sesuatu yang baru,
dimana sebelumnya ketika mereka mengikuti kegiatan posyandu
lansia di desa boyong yaitu setiap tanggal 22 setiap satu bulan sekali,
disana hanya pengukuran berat badan dan tekanan darah saja
sedangkan posyandu yang diselenggarakan di Posko pengungsian
gedung serbaguna desa sinduharjo lebih lengkap dengan adanya KMS
Lansia, pemeriksaan gula darah, kolesterol, konsultasi dan Pemberian
Makanan tambahan (PMT) berupa buah pisang dan jeruk selain juga
tetap ada pengukuran berat badan dan pemeriksaan tekanan darah.

44
2. Kegiatan Senam Lansia , Pemeriksaan Osteoporosis Dan Fungsi
Paru
Senam lansia, pemeriksaan osteoporosis dan pengukuran
fungsi paru dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2010 pukul 15.30
– 17.30 WIB. Para lansia terlihat sangat antusias. Mereka sudah
membentuk barisan dulu di samping balaidesa sambil berbincang-
bincang sesama lansia. Tentunya juga ditemani dari salah satu tim
relawan IKM. Ketika pelatih senam datang, senam lansia langsung
dimulai. Senam lansia diawali dengan pemanasan, kemudian senam
inti dan diselingi senam otak. Para lansia terlihat sangat gembira,
mereka dengan semangat mengikuti aba-aba dari pelatih.
Kemeriahan senam lansia ini juga tak lepas dari kreativitas dan
kepandaian pelatih senam dalam mendampingi para lansia.
Dari 33 lansia yang terdaftar, 30 lansia (91 %) mengikuti senam
lansia, pemeriksaan osteoporosis dan 29 orang ( 88 %) mengikuti
pemeriksaan spirometri.
Hasil pemeriksaan osteoporosis pada lansia adalah 5 orang
(16,12 %) hasilnya normal, 15 orang (48,39 %) osteopenia dan 11
orang ( 35,49 %) mengalami osteoporosis. Semua hasil pemeriksaan
diberitahukan kepada lansia dengan diberi penyuluhan perorangan
untuk tetap menjaga kekuatan tulangnya dengan tetap beraktifitas
fisik dan berhati-hati bila ke kamar mandi atau saat melakukan
aktifitas fisik lainnya agar tidak terjatuh terutama pada lansia yang
hasilnya osteoporosis.
Hasil pemeriksaan spirometri, 8 orang (28 %) hasilnya normal,
3 orang ( 10 %) mengalami obstruksi ringan, 3 orang (10 %)
mengalami obstruksi sedang dan sisanya 15 orang ( 52 %)
mengalami obstruksi atau restriksi berat.
Setelah kegiatan senam lansia selesai para lansia dapat
menikmati jus kacang hijau yang disediakan oleh tim relawan IKM FK
UGM sambil mengantri untuk pengukuran osteoporosis dan
pengukuran fungsi paru-paru. Kemudian Tim relawan IKM
mengumpulkan 6 orang lansia untuk melakukan evaluasi dengan
metode Focus Group Discussion (FGD). Hasil FGD menunjukkan

45
bahwa lansia sangat senang dengan adanya senam lansia. Mereka
mengatakan bahwa dengan adanya senam lansia dapat memberikan
manfaat kepada lansia. Manfaat yang dirasakanan antara lain dapat
badan menjadi segar dan sehat . Apabila dibandingkan dengan
kegiatan senam lansia yang mereka ikuti di dusun Boyong, tidak
begitu jauh berbeda, bahkan mereka sudah bisa menyanyikan lagu-
lagu lansia sehat sebelumnya.

3. Kegiatan Penyuluhan
Pembekalan pesan kesehatan paska bencana dilaksanakan
pada tanggal 2 Desember 2010, pukul 19.00 – 22.00 WIB.
Materi penyuluhan, antara lain pencegahan terhisapnya debu
vulkanik dengan penggunaan masker, pemutaran film pencegahan
demam berdarah dengue dan chikungunya.
Evaluasi hasil pelaksanaan penyuluhan dengan meberikan
kuis kepada penyintas, yang hasilnya penyintas bisa menjawab
dengan benar pertanyaan bagaimana cara mencegah kesehatan
paska bencana dan apa penyebab demam berdarah dengue, serta
apa arti 3M.

4. Kegiatan Posyandu balita

Kegiatan posyandu balita ini sebenarnya tidak termasuk


dalam perencanaan program kegiatan di penyintas. Namun pada
saat dilaksanakan posyandu lansia, beberapa ibu-ibu yang
mempunyai balita meminta untuk diadakan posyandu balita karena
sudah 1 bulan anaknya tidak ditimbang berat badannya.
Kelompok melakukan advokasi kepada kepala puskesmas
Ngaglik 1, bahwa ibu-ibu balita di penyintasan balai desa sinduharjo
membutuhkan posyandu balita. Maka pada tanggal 3 Desember
2010 dilakukan posyandu balita sekaligus crash program campak dan
bulan imunisasi anak sekolah (BIAS).
Hasil kegiatan posyandu balita, dari 22 balita yang ada, 11
balita (50 %) mengikuti penimbangan dan crash program campak,

46
sedangkan 11 balita lainnya (50 %) tidak mengikuti posyandu dan
crash program campak karena diajak orang tuanya pulang ke
rumahnya.

5. Advokasi Pelaksanaan Posyandu Balita


Kegiatan posyandu balita ini sebenarnya tidak termasuk
dalam perencanaan program kegiatan di pengungsian. Namun pada
saat kami melakukan assessment mendalam, ternyata beberapa ibu-
ibu yang mempunyai balita membutuhkan untuk diadakan posyandu
balita meskipun anaknya tidak ada yang sakit.
Kelompok melakukan advokasi kepada kepala puskesmas
Ngaglik 1, agar diadakan posyandu balita di balai desa Sinduharjo,
dengan pertimbangan :
a. Balita sudah tinggal di barak pengungsian selama 1 bulan dan
belum pernah dilakukan penimbangan
b. Para ibu balita ingin mengetahui kondisi kesehatan balitanya
melalui penimbangan dan pemeriksaan balitanya.

Pada saat pertama kali kami menyampaikan usulan rencana


kegiatan posyandu balita ke Kepala Puskesmas Ngaglik I, usulan
kami ditolak dengan alasan saat itu Puskesmas Ngaglik I baru sibuk
dengan program bulan imunisasi anak sekolah (BIAS), crash program
campak dan lain-lain. Faktor kesibukan petugas Puskesmas Ngaglik
sangat kami pahami, namun kami berusaha meyakinkan dan
menjelaskan bahwa crash program campak dapat dilakukan
bersamaan dengan posyandu tanpa membutuhkan waktu yang lama,
karena :
a. Jumlah balita hanya 22 anak
b. Para kader di pengungsian akan membantu proses pelaksanaan
posyandu antara lain mendaftar balita, dan melakukan
penimbangan
c. Kami mahasiswa PPK UGM akan membantu mulai pencatatan,
penyuntikan, pemberian vitamin A dan lain-lain.

47
Maka pada tanggal 3 Desember 2010 dilakukan posyandu
balita sekaligus crash program campak dan bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS).
Hasil kegiatan posyandu balita, dari 22 balita yang ada, 20
balita (90 %) mengikuti penimbangan dan crash program campak,
sedangkan 2 balita lainnya (10 %) tidak mengikuti posyandu dan
crash program campak karena 1 (satu) balita diajak orang tuanya
pulang ke rumahnya dan 1 (satu) balita sakit demam.

6. Kemitraan
Dalam melaksanakan kegiatan promosi kesehatan pasca
bencana, kami tidak melakukan semua kegiatan ini sendiri, tetapi
kami melibatkan beberapa mitra kerja untuk tercapainya tujuan
rencana kerja kami selama di pengungsian, yaitu :
a. Dinas Kesehatan Provinsi (seksi pengendalian penyakit,
program penanggulangan penyakit tidak menular ), untuk kegiatan
pemeriksaan gula darah, cholesterol, osteoporosis dan fungsi paru
serta memberikan konseling untuk lansia yang hasil pemeriksaan
di bawah atau di atas angka normal. Seksi promosi kesehatan
dengan memberikan CD film kartun demam berdarah, Flu burung,
serta membantu memberikan spanduk himbauan gotong royong
untuk bersih-bersih di tempat pengungsian maupun di rumah
nantinya

b. Posyandu Lansia Bunga Anggrek Kuningan Sleman. Posyandu


Lansia Bunga Anggrek adalah posyandu lansia mandiri yang
berada di dusun Kuningan desa Karangmalang Kabupaten
Sleman tempat kelompok kami melakukan praktek lapangan blok I
sampai dengan blok 5. Pada saat kami akan meminjam lagu-lagu
lansia serta kaset untuk senam lansia di pengungsian, para ibu-ibu
lansia bunga anggrek dengan sangat antusias menyampaikan
keinginannya untuk membantu apapun untuk kegiatan lansia di
pengungsian. Setelah kami sampaikan rencana-rencana kegiatan
kami selama di pengungsian nantinya, maka ibu-ibu lansia bunga

48
anggrek kuningan ini, dengan senang hati ingin membantu dan
memberikan suport para lansia di pengungsian. Dengan maksud
agar lansia di pengungsian tidak putus asa, tetap bersemangat
dan berbahagia. Pada saat pelaksanaan kegiatan senam lansia
dan pemeriksaan kesehatan , ibu-ibu lansia bunga anggrek
membantu dengan cara mengajak lansia bernyanyi bersama,
melakukan game / permainan, mendampingi senam lansia,
membantu pemeriksaan serta menyiapkan camilan malam berupa
pisang rebus, ubi jalar rebus dan kacang rebus.

c. Puskesmas Ngaglik I, melakukan posyandu balita antara lain


penimbangan, imunisasi campak pada balita, dan bulan imunisasi
anak sekolah bagi anak-anak pengungsi kelas III & IV sekolah
dasar.
d. Grup Campursari dari Gunung Kidul yang dipimpin oleh Mas
Nandar dan Mas Sarman. Musik campur sari ini sangat
bermanfaat untuk menghibur para pengungsi mulai dari anak-anak
sampai dengan lansia. Hal ini terlihat dari banyaknya antusias
anak-anak, remaja bahkan lansia yang naik ke panggung untuk
mengikuti permainan dan ikut berjoget. Musik campursari
merupakan selingan pada saat penyuluhan, sehingga membuat
suasana penyuluhan makin meriah dan mencapai tujuan dari
promosi kesehatan

C. Evaluasi Implementasi Kegiatan di Barak Pengungsian


Evaluasi kegiatan dilakukan secara kuntitatif dan kualitatif, yaitu sebagai
berikut :
1. Hasil evaluasi kuantitatif
a. Kegiatan Posyandu Lansia

Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk


mengetahui keadaan ststus kesehatan umum lansia yaitu
denganmengetahui jumlah riil lansia di lokasi pengungsian (aula
kantor Desa Sinduharjo), Mengetahui berat badan lansia,

49
Adanya bukti pencatatan data kesehatan dasar lansia,
Mengetahui tekanan darah lansia, Mengetahui kadar gula darah
lansia, dan Mengetahui kadar kolesterol darah lansia. Maka
rencana evaluasi kelompok kami dengan analisa prosentase
dimana diharapkan 80% lansia mengikuti kegiatan posyandu
lansia 80 % lansia pemeriksaan tekanan darah, 50 % Lansia
bersedia diperiksa kadar gula darah dan 50 % Lansia bersedia
diperiksa kadar kolesterol darah

Adapun hasil evaluasi kuantitatif yang kami lakukan


hasilnya kegiatan posyandu darurat lansia berjalan dengan
baik, dimana 31 lansia (89 %) hadir di posyandu darurat lansia,
31 lansia (89 %) terdata di lokasi pengungsian, 31 lansia (89%)
ditimbang Berat Badannya, 31 lansia (89%) diberikan KMS, 31
lansia (89 %) bersedia dilakukan pemeriksaan TD, 31 lansia
(89%) bersedia diperiksa kadar gula darah dan 31 lansia (89%)
bersedia diperiksa kadar kolesterol.

b. Kegiatan Senam Lansia , Pemeriksaan Osteoporosis Dan Fungsi


Paru.
Berdasarkan tujuan kegiatan yaitu untuk melakukan
kegiatan aktivitas fisik pra lansia dan lansia dengan rencana
evaluasi tercapainya prosentase 70 % pra lansia dan lansia
mengikuti kegiatan aktivitas fisik (senam) dapat melebihi tercapai
dimana kegiatan senam lansia dapat berjalan dengan baik,
dimana 31 lansia (89%) pra lansia dan lansia mengikuti kegiatan
aktivitas fisik (senam). Pemeriksaan Osteoporosis Dan Fungsi
Paru.
c. Kegiatan Penyuluhan
Berdasarkan tujuan kegiatan yaitu Meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan penyintas dalam menjaga kesehatan
perorangan, keluarga dan lingkungan pasca bencana,
evaluasinya dapat tercapai dimana 80% pengungsi dapat
mengikuti kegiatan dengan baik dan antusias dilihat juga dari

50
mereka antusias menjawab kuis setelah penyuluhan dan yang
berhasil menjawab kuis diberi door price sebagai hadiah.
2. Hasil evaluasi kualitatif
a. Kegiatan Posyandu Lansia
Evaluasi kualitatif ini untuk mengetahui gambaran manfaat yang
dirasakan lansia terhadap posyandu lansia. Pengumpulan data
kualitatif dilakukan dengan Focus group Discution (FGD)
terhadap 6 orang lansia. Adapun hasilnya mereka senang dan
merasakan manfaat dari posyandu lansia. Berikut koutasinya :

”P : Menurut Bapak dan Ibu bagaimana kegiatan posyandu


yang baru saja dilaksanakan?
R : Bagus, bagus semua bagus,terima kasih sudah
membantu dalam pemeriksaan kesehatan, semuanya
bermanfaat,bagus, kami senang”

Adapun manfaat posyandu yang dirasakan mereka jadi tau


kondisi kesehatan mereka, berikut koutasinya :

”P : Manfaat apa yang Bapak dan Ibu dapatkan dari kegiatan


posyandu ini?
R1 :jadi tahu berat badan, tensi, kondisi kesehatan
R2 : jadi tahu berat badan, gula”

b. Kegiatan Senam Lansia


Evaluasi kualitatif kegiatan senam lansia ini dilakukan untuk
mengetahui manfaat senam lansia, pengumpulan data dengan
menggunakan FGD hasilnya lansia merasa senang dengan
kegiatan senam lansia, berikut koutasinya :

“P: Menurut Bapak dan Ibu bagaimana kegiatan senam lansia


yang baru saja dilaksanakan?
R1 : wah bagus mba, menyenangkan”

Dengan adanya senam lansia mereka merasakan


manfaatnya menjadi lebih sehat, berikut koutasinya :

“H : Manfaat apa yang Bapak dan Ibu dapatkan dari


kegiatan senam lansia ini?
R2 : badan jadi seger mba,
H : Klo menirut Bapak, bagaimana?
R4 : ya bagus, badan jadi sehat”

51
Semua kegiatan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan
baik ditandai dengan antusiasnya sasaran untuk mengikuti kegiatan
yang kelompok adakan. Adapun hasil evaluasi selengkapnya dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.3
Evalusi Hasil Kegiatan Promosi Kesehatan Bencana
Di Lokasi Pengungsian Di Gedung Serbaguna Kantor Desa Sinduhardjo
Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman

KEGIATAN
YANG TIDAK
TANGG CAPAIAN KEGIATAN YANG
KEGIATAN YANG DIRENCANA
NO AL/ HASIL TIDAK ALASAN ALASAN
TERLAKSANA KAN TETAPI
JAM KEGIATAN TERLAKSANA
DILAKSANAK
AN
(1) (2) (3) (6) (3) (5) (3) (7)
  
Pemasangan alat Spanduk Pelatihan Kader merasa
bantu media dalam terpasang pengukuran tidak mampu
implementsi tekanan darah (takut,
kegiatan promosi untuk kader cemas,dsb)
kesehatan : menggunakan
tensimeter

Pemasangan dalam
spanduk “ayo pengukuran
gotong royong tekanan darah
29-11- resik-resik” di
2010 dalam gedung _
1 _
Jam serbaguna kantor
13.00 Desa Sinduharjo

Pemasangan
spanduk
“Lokasi praktek
promosi
kesehatan” di
dalam gedung
serbaguna kantor
Desa Sinduharjo

52

Posyandu (darurat) 31 lansia (89
lansia di lokasi %) hadir di
pengungsian dapat posyandu
terlaksana darurat
lansia

Pendataan lansia

31 lansia (89

Pengukuran berat %) terdata di
badan lansia lokasi
pengungsian

Pengisian KMS

Lansia 31 lansia
(89%)
ditimbang

Pemeriksaan BB-nya
tekanan darah

lansia 31 lansia
(89%)

Pemeriksaan diberikan
kadar gula darah KMS
 
Pemeriksaan 31 lansia (89
30-11-
kadar kolesterol %)bersedia
_ _ _ _
2 2010 dilakukan
Jam pemeriksaan
15.00 TD

31 lansia
(89%)
bersedia
diperiksa
kadar gula
darah

31 lansia
(89%)
bersedia
diperiksa
kadar
kolesterol

FGD dengan
6 lansia
untuk
mengetahui
manfaat
kegiatan
posyandu

53
(1) (2) (3) (6) (3) (5) (3) (7)
  
31 % pra Pemeriksa Adanya
lansia dan an bone usulan dari
lansia density kelompok,
mengikuti (Kepadata untuk
kegiatan n tulang) minta
aktivitas fisik untuk bantuan
(senam) mendeteksi dari dinkes
adanya propinsi

Terbentukny gejala agar
a 1 grup (6- osteoporos diketahui
1-12-
12) lansia is pada keadaan
2010 Senam lansia dapat
3 untuk FGD _ _ lansia kesehatan
Jam terlaksana
untuk umum para
15.00 
mengetahui Pemeriksa lansia
manfaat an
kegiatan spirometr
senam y
(aktifitas (kapasitas
fisik) vital paru)
para lansia
dengan
mengguna
kan
spirometrer
  
80% Pemutaran Penggunaa
pengungsi film tema n alat
dewasa “Demam bantu
mengikuti Berdarah” media film
kegiatan dan untuk
penyuluhan “Chikungun menyampa
dan ya” ikan
peragaan : pesan-
pesan
- cara sehat

menjaga Hiburan

Pembekalan kebersihan organ Adanya
2-12- “Pesan Sehat” dan tunggal bantuan
2010 perorangan, menjaga _ _ dari staf
4
Jam keluarga dan kesehatan minat
18.00 lingkungan pasca selama di promkes
bencana. pengungsi untuk
an mendukun
g acara
- cara
memakai
masker
yang
benar,
desinfeksi
badan,
perabotan
rumah,

54
rumah dan
lingkungan

- menjaga
kesehtan
bayi, balita
dan ibu
hamil

- segera
memriksak
an ke
pelayanan
kesehatan
jika
ditemukan
gejala dini
gangguan
kesehatan

55
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1 Struktur organisasi serta tugas pokok dan fungsi di barak pengungsian
yang dikelola oleh GER dan YEU sudah terbentuk.
2 Pengelolaan logistik pada barak pengungsian yang dikelola GER dan
YEU meliputi logistik makanan, pakaian dan obat-obatan bagi
pengungsi terkelola dengan baik.
3 Pengelolan sarana dasar dan fasilitas barak pengungsian, meliputi
gudang logistik, sarana MCK, dapur umum, tempat tidur serta sarana
sanitasi lingkungan di barak pengungsian yang dikelola GER dan YEU
telah memadai dengan memberdayakan pengungsi.
4 Upaya kegiatan balita dan anak-anak usia pra sekolah dan sekolah,
remaja, dewasa dibarak pengungsian yang dikelola GER dan YEU
sudah ada, tetapi kegiatan untuk lansia yang mengadakan karyasiswa
dari PPK UGM.
5 Hasil implementasi promosi kesehatan bencana di Gedung Serbaguna
Desa Sinduharjo berjalan dengan baik, yaitu :
a. Pemasangan alat bantu media dalam implementasi kegiatan
promosi kesehatan dapat terpasang dengan baik.
b. Kegiatan posyandu darurat lansia berjalan dengan baik, dimana
31 lansia (89 %) hadir di posyandu darurat lansia, 31 lansia (89 %)
terdata di lokasi pengungsian, 31 lansia (89%) ditimbang Berat
Badannya, 31 lansia (89%) diberikan KMS, 31 lansia (89 %)
bersedia dilakukan pemeriksaan TD, 31 lansia (89%) bersedia
diperiksa kadar gula darah dan 31 lansia (89%) bersedia diperiksa
kadar kolesterol.
c. Kegiatan senam lansia dapat berjalan dengan baik, dimana 31
lansia (89%) pra lansia dan lansia mengikuti kegiatan aktivitas fisik
(senam).
d. Kegiatan pembekalan pengetahuan dan ketrampilan kepada
pengungsi berjalan dengan baik yaitu 80% pengungsi dewasa

56
mengikuti kegiatan penyuluhan dan peragaan tentang cara
menjaga kebersihan dan menjaga kesehatan selama di
pengungsian, cara memakai masker yang benar, desinfeksi
perabotan rumah, rumah dan lingkungan, menjaga kesehatan
bayi, balita dan ibu hamil dan segera memeriksakan ke pelayanan
kesehatan jika ditemukan gejala dini gangguan kesehatan

B. Saran
1. Pengelola barak pengungsian sebaiknya mempunyai program
pemberdayaan pengungsi baik program kesehatan (dengan membuang
sampah pada tempat yang telah disediakan, membersihkan tempat tidur
dan MCK serta dapur) dan non kesehatan (dengan keterlibatan
pembagian tempat tidur, pembagian logistik, pendataan kebutuhan dan
penerimaan logistik, memasak, menditribusikan makanan) secara
kelompok dan bergilir.
2. Pengungsi agar berperan aktif dalam menjaga kebersihan pribadi dan
lingkungan di pengungsian.
3. Lansia yang mempunyai faktor resiko gula darah yang tinggi supaya
rajin memeriksakan diri ke puskesmas terdekat.

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan,


2002, Standar minimal penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana dan penanganan pengungsi.

2. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta 2010, Direktorat Bina Kesehatan


Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan masyarakat, Pedoman pengelolaan
kegiatan kesehatan di kelompok lanjut usia

3. Dinas ketentraman dan ketertiban umum provinsi Daerah Istimewa


Yogyakarta, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007,
tentang penanggulangan bencana

4. Direktorat penyehatan lingkungan, Ditjen Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI, 2006, prosedur tetap
sanitasi darurat

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang


Penanggulangan Bencana.

6. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4


Tahun 2009 tentang Pedoman Bantuan Logistik.

7. www.bnpb.go.id

58

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai