Anda di halaman 1dari 26

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Setiap perdarahan baik sedikit maupun banyak dapat dianggap sebagai salah satu
masalah gawat darurat medis yang perlu dapat pengelolaan segera. Perdarahan saluran cerna
dapat dibagi dua pokok yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa
hematemesis melena, serta perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) yaitu berupa
pseudo-melena dan hematokezia.
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja
yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian
atas. Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena
dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.

A. HEMATEMESIS MELENA
a. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah segar arau hematin (hitam seperti kopi) yang
mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal dari ligamentum
Treitz. Hematemesis dapat dalam bentuk segar berupa gumpalan bekuan seperti butiran
kopi berwarna merah atau berubah menjadi kecoklatan akibat kontak dengan enzim dan
asam lambung.1,2
Melena diartikan sebagai feses berwarna hitam dengan bau khas yang umumnya
berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas. Melena timbul jika hemoglobin
dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Paling
sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena.
Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai
patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
Umumnya melena menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau usus halus,
namun melena juga dapat berasal dari perdarahan kolon bagian kanan dengan
perlambatan motilitas. Zat-zat seperti bismuth, sarcol, lycorice atau obat mengandung
zat besi dapat mengubah feses menjadi hitam tanpa disebabkan oleh melena.1

b. Anatomi Saluran Cerna Bagian Atas


Yang dimaksud saluran cerna bagian atas yaitu saluran cerna diatas (proksimal)
ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus.
Gambar 1. Anatomi lambung
1. Rongga Mulut6
Merupakan bagian pertama dari sistem pencernaan. Strukturnya meliputi gigi geligi
atas dan bawah, palatum lunak (palatum durum) dan palatum lunak (paltum mole)
bagian ujung dari palatum lunak pada bagiam midposterior disebut palatine uluva, lidah
membentuk bagian dasar rongga mulut yang pada bagian posterior berhubungan
dengan pharing. Rongga mulut memiliki organ-organ assesoris yang berupa kelenjar-
kelenjar ludah antara lain kelenjar parotis, sub mandibularis/submaxilaris dan
sublingualis.

2. Esofagus6
Esofagus merupakan saluran otot yang memiliki panjang 25 cm dan diameter 2 cm
dimulai dari laringopharing (setinggi kartilao cricoid atau setinggi C5/6) menyambung
pada lambung setinggi T11. Esofagus terletak diantara vertebra thoracal dan trachea,
dimana vertebra thoracal terletak dibagian posterior esofagus sedangkan trachea
terletak dianterior esofagus. Jantung terletak persis dibagian anterior esofagus bagian
distal. Oleh karena letaknya tersebut esofagus memiliki beberapa karakteristik antara
lain memiliki dua penyempitan/indentasi dan satu dilatasi. Indentasi pertama akibat

1
pendesakan pada esofagus oleh archus aorta dan yang kedua pendesakan oleh bronchus
utama kiri. Sebuah dilatasi terjadi persis sebelum esofagus melewati diafragma setinggi
T10.
Setelah melalui diafragma bagian esofagus yang terletak di rongga abdomen
disebut cardiac antrum, panjangnya sekitar 1-2 cm dan memiliki bentuk melengkung
tajam ke arah kiri intuk bersambungan dengan lambung. Persambungan antara esofagus
dengan lambung disebut esofagogastric junction atau orifisium cardiac. Umumnya
persambungan esofagus dengan lambung letaknya sangat berdekatan dengan diafragma
oleh karena itu mengalami pergerakan mengikuti pergerakan nafas. Esofagus
merupakan organ yang tersusun atas otot sirkular dan longitudinal. Pada proses
menelan otot-otot ini mengalami gerak peristaltik yaitu suatu gerak kontraksi otot
seperti gelombang yang berkelanjutan, sehingga makanan yang ada didalamnya
terdorong.

Gambar 2. Anatomi esofagus

3. Lambung6
Lambung terletak diantara esofagus dan usus halus.merupakan dilatasi terbesar dari
saluran pencernaan. Ketika dalam keadaan kosong lambung dalam keadaan kempis dan
ketika menerima makanan maka bentknya akan mengembang. Struktur lambung
meliputi esofagogastrik junction merupakan persambungan antara esofagus dengan
lambung atau disebut juga dengan orifisium cardiac. Pada bagian ini terdapat otot

2
sirkular yang disebut dengan cardiac sphingter yang mengatur makanan melewati
orifisium cardiac. Orifisium cardiak juga mengacu pada lubang pada ujung akhir
esofagus menuju lambung. Lambung memiliki tiga bagian utama yaitu fundus, body
(corpus) dan pilorus portion. Fundus merupakan bagian yang menggembung pada sisi
superior-lateralis lambung. Sedangkan bagian bawah fundus merupakan bagian
terbesar lambung yang disebut dengan body/corpus. Bagian ini memiliki dua
lengkukng pada masing-masing sisi medial dan lateral. Sisi medial memiliki lengkung
yang lebih pendek disebut kurvatura minor, sedangkan sisi lateral disebut kurvatura
mayor. Bagian utama yang ketiga dari lambung disebut pilorus portion. Pilorus portion
memiliki tiga bagian yaitu pilorus antrum, pilorus canal dan orifisium pilorus yang
merupakan sebuah lubang pada bagian akhir dari distal lambungsebelum ke duodenum.

4. Duodenum6
Duodenum merupakan bagian akhir dari sistem pencernaan atas. Panjangnya sekitar
20-24 cm merupakan bagian dari usus halus yang terpendek dan terlebar. Bentuknya
seperti huruf “C” terletak berdekatan dengan pangkreas. Duodenum memiliki bagian-
bagian yaitu bulbus duodenal, superior portion, desenden duodenal, horizontal portion,
asenden portion dan fleksura duodenojejunal. Pada bagian fleksura duodenojejunal
malekat otot yang disebut ligamentum Treitz.

c. Etiologi
Penyebab hematemesis melena dapat berasal dari kelainan varises dan non varises.
Kelainan non varises
 Gastropati hipertensi portal
 Gastritis erosif
 Tukak peptik
 Esofagitis
 Robekan Mallory Weiss
 Keganasan SCBA
 Penyakit sistemik
 Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan OAINS, kortikosteroid,
alkohol, dan lain-lain.
Sebagai penyebab terbanyak dari gastritis erosive hemoragika ialah obat-obatan
yang dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung ialah obat-obatan yang dapat

3
menimbulakan iritasi pada mukosa lambung atau obat yang dapat merangsang
timbulnya tukak. Obat-obatan termasuk golongan salisilat yang menyebabakan iritasi
dan dapat menimbulkan tukak multiple yang akut dan dapat disebut golongan obat
ulserogenic drugs. Golongan obat ini dapat mengakibatkan hiperaseditas.
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermitten
atau kronis dan biassanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
Pada Sindroma Mallory Weiss, riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa
isi (vomitus tanpa darah). Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa
daerah kardia atau esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena laserasi aktif
disertai ulserasi, maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah
sehingga tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di submukosa
esophagus/ kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien
berulangkali muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada
hiperemesis gravidarum
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang terletak di
angulus dan prepilorus dibandingkan dengan tukak duedeni. Tukak lambung yang
besifat akut biasanya dangkal dan multiple yang dapat digolngkan sebagai erosi.
Umumnya tukak ini disebabkan oleh obat-obatan, sehingga timbul gastritis erosive
hemoregika.1,2,7

Kelainan varises
 Pecah varises esofagus (70-75% penyebab tersering di Indonesia)
 Pecah varises kardia
 pecah varises fundus
Varises esofagus ditemukan pada penderita serosis hati dengan hipertensi
portal. Adanya varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama,
penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang
menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan.
Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan massif, tanpa didahului perasaan nyeri epigastrium. Darah yang keluar
berwarna kehitam hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan
asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena4.

4
d. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada :
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan
Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam hidroklorida
dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah
perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa waktu kemudian
penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau hitam. Bekuan darah yang mengendap
pada muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemesis biasanya
menunjukkan perdarahan di sebelah proksimal ligamentum Treitz karena darah yang
memasuki traktus gastrointestinal di bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung3.
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya
mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis.
Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung atau duodenum. Namun
lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat menyebabkan melena jika waktu
perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Diperkirakan darah dari
duodenum dan jejunum akan tertahan di saluran cerna selama ± 6–8 jam untuk merubah
warna feses menjadi hitam. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48–72 jam setelah
perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses warna hitam tersebut menandakan
perdarahan masih berlangsung. Darah sebanyak ±60 mL cukup untuk menimbulkan satu
kali buang air besar dengan tinja warna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar dari
jumlah tersebut dapat menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna tinja
kembali normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetap positif selama 7–
10 hari setelah episode perdarahan tunggal3.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga terbentuk
hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau khas. Konsistensi
ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam/ gelap yang muncul setelah orang
mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya
terdeteksi dengan tes occult bleeding yang positif, menunjukkan penyakit serius yang harus
segera diobservasi3.

5
Kehilangan darah <500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali perdarahan pada
manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah
menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat
mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac
output) dan peningkatan tahanan perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik
<10 mmHg (Tilt test) menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah.
Gejala yang sering menyertai : sinkop, kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat),
dan haus. Jika darah keluar ±40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi.
Gejala pucat menonjol dan kulit penderita teraba dingin2.
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang disertai
kolaps hemodinamik dan endoskopi “normal”, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya
arteri submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten
yang banyak)4,7.

e. Perjalanan Penyakit
Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :
a. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya anemia
defisiensi Fe+)
b. Perdarahan masif dengan renjatan

Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada faktor-
faktor penyebab perdarahan, yaitu1:
a. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya varises
esophagus
b. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia Purpura
(ITP)
c. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia,
sirosis hati, dan lain-lain
Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy (pecahnya varises
esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan perifer akibat
hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel hati)2.
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori2 :
1) Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar
(berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID

6
2) Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan
tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang berat,
dan lain-lain

Gambar 3. Pathway hematemesis et causa sirosis hepatis


f. Diagnosis
Anamnesa
1) Setiap penderita dengan hematemesis atau melena, perlu ditanyakan apakah timbul
mendadak dan banyak, atau sedikit demi sedikit tetapi terus menerus, atau apakah
timbul perdarahan berulang kali, sehingga lama-kelamaan badan menjadi lemah.
Apakah perdarahan dialami pertama kali atau sudah pernah.
2) Sebelum hematemesis apakah didahului dengan rasa nyeri atau pedih di epigastrium
yang berhubungan dengan makanan untuk memikirkan tukak peptic yang
mengalami perdarahan.
3) Adakah penderita makan obat-obatan atau jamu-jamuan yang menyebabkan rasa
nyeri atau pedih di epigastrium kemudian disusul dengan muntah darah.
4) Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
5) Penderita dengan hematemesis yang disebabkan pecahnya varises esofagus; tidak
pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium, perdarahan timbul secara
spontan dan massif, darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak
membeku. Kepada penderita perlu ditanyakan apakah pernah hepatitis, alkoholisme
atau penyakit hati kronis.

7
6) Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-Weiss)
7) Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal kronik,
diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
8) Riwayat tranfusi sebelumnya.5,7

Pemeriksaan Fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik (keadaan sirkulasi), pemeriksaannya meliputi:
1) Tekanan daran dan nadi pada posisi berbaring
2) Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
3) Adanya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
4) Kelayakan nafas
5) Tingkat kesadaran
6) Produksi urin
Perdarahan akut >20% volume intravaskuler akan mengakibatkan
ketidakseimbangan status hemodinamik menuju syok berupa:
a. hipotensi (<90/60mmHg atau MAP <70mmHg) dengan frekuensi nadi
>100x/menit
b. tekanan diastolik ortostatik turun >10mmHg atau sistolik turun >20mmHg
c. frekuensi nadi ortostatik meningkat >15menit
d. akral dingin
e. kesadaran menurun
f. anuria atau oliguria (produksi urin <30ml/jam).

Khusus untuk penilaian hemodinamik perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan,


dengan kriteria7 :
Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik
<8 Hemodinamik stabil
8 – 15 Hipotensi ortostatik
15 – 25 Renjatan (syok)
25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)
Tabel 1. Penilaian hemodinamik perdarahan
Disamping itu perlu diamati kesadaran penderita, apakah masih kompos mentis
ataukah sudah koma hepatikum (pada penderita sirosis dengan perdarahan). Bila sudah
syok atau koma perlu maka segera diatasi komanya. Pada keadaan gawat penderita,

8
segala manipulasi yang tidak esensial hendaknya ditinggalkan dulu sampai keadaan
umum penderita membaik. Disamping itu, perlu diperhatikan apakah ada anemia5.
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah7:
a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema
palmaris, edema tungkai)
b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan
interpretasi :
1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)
d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran
cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)

Hematemesis yang diduga karena ada pecahnya varises esofagus, perlu


diperhatikan gangguan faal hati yaitu ada tidaknya foetor hepatikum, ikterus, spider
nevi, eritema palmaris, liver nail, venektasi disekitar abdomen, asites, splenomegali,
edema sakral dan pretibial, tanda endokrin sekunder pada kaum wanita (gangguan
menstruasi, atrofi payudara) dan pada kaum pria (ginekomasti, atrofi testis)5.

Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB


Manifestasi klinik Hematemesis dan/atau Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN : Meningkat >35 <35
kreatinin)
Auskultasi usus Hiperaktif Normal
Tabel 2. Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB

g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan primer atau
sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl

9
d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan
C
e. Faal ginjal : BUN, kreatinin serum karena pada pasien PSMBA pemecahan darah
oleh kuman usus alkan mengakibatakan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum
tetap normal atau sedikit meningkat.2,7

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dengan foto rontgen OMD, dilakukan dengan
pemeriksaan esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan
double contrast pada lambung dan duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3
distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini
mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.6,7

Pemeriksaan Endoskopik
Gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai pengobatan endoskopik
awal. Selain itu juga memberikan informasi prognostik dengan mengidentifikasi
dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan perdarahan. Endoskopi SCBA
diagnostik dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop. Keuntungan lain dari
pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran
makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan
secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.6,7

Pemeriksaan Ultrasonografi dan Scanning Hati


Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan
saluran makan bagian atas.5,7

h. Tatalaksana
Nonfarmakologis
Tirah baring, puasa, diet hati lambung, pasang NGT untuk dekompresi, pantau
perdarahan1,4

10
Farmakologis
1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation (ABC).
Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat untuk
terapi lanjutan atau persiapan endoskopi7.
Untuk pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti7:
a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no 18. Ini
penting untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP
b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
c. Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi
2. Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus vanses
transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non vanses transfusi sampai
dengan Hb 12gr%.
3. Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran
/ hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL
4. Untuk penyebab non vanses :
1) Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.
2) Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x I gram atau Teprenon 3 x I tab
3) Antasida
4) Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
5. Untuk penyebab varises : .
a. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 J,lg/jam intravena atau okreotide
(sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapilligasi varises esofagus.
b. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga diastolik
turon 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan (-) hematemesis
melena (-)
c. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum
d. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
e. Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
f. Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati diberikan:

11
i. Laktulosa 4 x 1 sendok makan
ii. Neomisin 4 x 500 mg Obat ini diberikan sampai tinja normal.
6. Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah
emergensi di indikasikan bila pasien masuk dalam keadaan gawat I-II:
a) Shunting
b) Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
c) Devaskularisasi + splenektomi
7. Memulangkan pasien
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1–4 perawatan. Perdarahan
ulang (komorbid) sering memperpanjang masa perawatan. Bila tidak ada
komplikasi, perdarahan telah berhenti, hemodinamik stabil serta risiko perdarahan
ulang rendah pasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya pulang dalam keadaan
anemis, karena itu selain obat pencegah perdarahan ulang perlu ditambahkan
preparat Fe. 1,2,4,6,7

12
Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Penderita Perdarahan SCBA

13
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S

Usia : 47 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Kedongdong

Status : Menikah

Pekerjaan : Buruh Harian

Masuk RS : 11 Oktober 2015

Keluar RS : 15 Oktober 2015

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


Keluhan Utama

Perut semakin membesar

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan perut semakin membesar dan kembung sejak 4
hari yang lalu. Muntah darah berwarna hitam dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Saat ini
ulu hati terasa nyeri. Pasien mengaku belum BAB sejak 4 hari yang lalu. BAK normal.
Pasien dulu sering mengeluhkan BAB hitam 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penyakit jantung (+)


 Riwayat tekanan darah tinggi (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)

14
Riwayat Penyakit dalam keluarga

 Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada

Riwayat Kebiasaan
 Meminum alkohol

 Meminum jamu

 Meminum obat nyeri

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi : 96 x/ menit (sedang)

RR : 25 x/ menit

Suhu : 38oC

Berat Badan / Tinggi Badan : 60 kg / 160 cm

Status Gizi / BMI : normoweight / 23,4

GCS : E4M6V5 (ringan)

Keadaan Spesifik

Kepala

Normocephal, rambut rontok.

15
Mata

Eksopthalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), conjunctiva palpebra


anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokhor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung
(+/+) normal.

Hidung

Normoseptal, mukosa hidung hiperemis (-/-), epistaksis (-/-)

Telinga

Normotia, meatus akustikus normal (+/+), lubang telinga cukup bersih, debris (-/-)
serumen (-/-), nyeri tekan processus mastoideus (-/-), membran timpani intake.

Mulut

Mukosa bibir kering, lidah deviasi (-), caries dentis (-), pembesaran tonsil (-/-),
stomatitis (-), atropi papil (-), sianosis (-).

Leher

Pembesaran KGB (-)

Dada

Paru-paru

Inspeksi: statis & dinamis simetris kanan sama dengan kiri. Spider nevi (+)

Palpasi: fremitus taktil dan vocal kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+)kanan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5.

16
Perkusi : batas atas jantung ICS 2, batas kanan LS Dextra, atas kiri

LMC sinistra

Auskultasi : Bunyi Jantung reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : tampak cembung

Palpasi : Nyeri tekan (+), massa (-)

Perkusi : Redup, shifting dullness (+)

Auskultasi : Bising Usus (+)

Genital : tidak diperiksa

Ekstremitas

Ekstremitas atas : akral hangat, nyeri sendi (-),edema(-/-), liver nail (+) palmar ikterik

(+/+)

Ekstremitas bawah : akral hangat, nyeri sendi (-),edema(-/-).

Urin :

Keruh

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap 11 Oktober 2015

LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL

DARAH RUTIN
Hemoglobin 9,8 ↓ gr/dL 13,0-18,0

Hematokrit 30,1 ↓ % 39,0-54,0


Leukosit 5,9 N 103/µL 4000-11000

17
Trombosit 118 ↓ 103/µL 150000-450000

Eritrosit 2,71 ↓ mm3 4,6-6,0

MCV 111,1 ↑ Fl 79-99


MCH 36,2 ↑ Pg 27-31
MCHC 32,6 N g/dL 33-37
RDW 15,4 ↓ Fl 33-47

MPV 8,3 ↑ Fl 7,9-11,1

PDW 14,1 ↑ Fl 9,0-13,0

Eosinofil 0 N % 0-3
Basofil 0 N % 0-1
Neutrofil 60,0 N % 50-70

Limfosit 30,5 N % 20-40

Monosit 9,5 ↑ % 2-8

Stab 0 N % 35-47
KIMIA KLINIK
GDS 86 N mg/dL 70-140
SGOT 109 ↑ U/L 8-37
SGPT 20 N U/L 8-40
Protein Total 8,41 ↑ gr/dL 6,0-8,0
Albumin 1,59 ↓ gr/dL 3,5-5,5
Globulin 6,55 ↑ gr/dL 2,0-3,4
IMUNOLOGi
HbsAg 22,31 Negatif <0.13

V. RESUME

Pasien laki-laki usia 47 tahun datang dengan keluhan perut membesar dan
kembung, muntah darah, nyeri ulu hati, BAB sulit.

Kesadaran compos mentis; TD 90/60 mmHg; Nadi96x/ menit (sedang), akral


hangat, RR 20 x/ menit; Mukosa bibir dan lidah kering; terdapat nyeri tekan abdomen

18
dan shifting dullnes postif; urin normal; Hb: 9,8; Ht: 30,1; Tromb: 118; SGOT: 109;
Prot.total: 8,41, Albumin: 1,59; Globulin 6,55, HbsAg: 22,31.

VI. DAFTAR MASALAH

1. Hematemesis Melena

Atas Dasar : Muntah darah, riwayat melena, riwayat minum obat nyeri,
alkohol dan jamu, sirosis hepatis.
Assessment : Varises esofagus
Planning
Diagnosis : Anamnesa, darah rutin, pemeriksaan feses, endoskopi.
Terapi Farmakologi : RL, vitamin K, propanolol
Terapi Non Farmakolgi : NGT

2. Sirosis Hepatis

Atas Dasar : Sklera dan palmar ikterik, spider nevi, liver nail, asites, kadar
SGOT meningkat, globulin lebih tinggi dari albumin, HbsAg
tinggi.
Assessment : Sirosis hepatis
Planning :
Diagnosis : Kadar SGOT/SGPT, albumin, globulin, HbsAg, USG
Hepar, radiologi

Terapi Farmakologi : Spironolaktion, furosemid, aminofluid, human


albumin.

Terapi Non Farmakolgi : Diet tinggi protein

3. Anemia
Atas Dasar : Konjungtiva anemis (+/+), peningkatan frekuensi nadi dan
nafas.
Assessment : Anemia
Planning
Diagnosis : Kadar Hb, tekanan darah, tekanan dan frekuensi nadi.
Terapi Farmakologi : RL, transfusi

19
Terapi Non Farmakolgi : DC dipasang untuk monitor urin 0,5-1ml/kgbb/jam

4. Hipoalbumnemia
Atas Dasar : Asites, kadar albumin dan protein total menurun.
Assessment : Hipoalbuminemia
Planning
Diagnosis : Kadar protein dan albumin, USG hepar
Terapi Farmakologi : Human albumin
Terapi Non Farmakolgi : Diet putih telur

5. Ascites
Atas Dasar : Perut cembung, kembung, distensi, semakin membesar,
shifting dullnes (+), hipoalbuminemia, protein total menurun,
sirosis hepatis.
Assessment : Ascites
Planning
Diagnosis : Darah rutin, urinalisis, USG abdomen, analsis cairan
asites.
Terapi Farmakologi : Spironolakton, furosemid, aminofluid, omeprazol,
cefotaxim.
Terapi Non Farmakolgi : Diet putih telur, restriksi cairan, pantau urin output
0,5-1ml/kgbb/jam.

20
IX. FOLLOW UP PASIEN SELAMA DIRAWAT

TANGGAL SUBJEKTIF & OBJEKTIF ASSESMENT & PLANNING

11 Oktober 2015 S : kembung (+), muntah darah A : Sirosis hepatis


hitam (+), nyeri ulu hati, demam
P : RL
(+), BAB (-), flatus (-), BAK (N).
Propanolol
O:
Furosemid
TD : 90/60 mmHg
Spironolakton
P : 96 x/menit
Vit K
R : 25 x/menit
Kalnex
S : 38,0 C
Ranitidin
Kepala: CA (-/-), SI (-/-)
Aminofluid
Leher: KGB ttm
Omeprazol
Paru: SN ves (+/+), bro (+/+). Wh
(-), rh (-). Cefotaxim

Jantung: BJ1BJ2 reg, G(-), M(-)

Abdo: cembung, redup, BU (+)


asites (+), NT (+)

Ekst: ah (+/+), ed (-/-)

12 Oktober 2015 S : kembung (+), BAB (-), BAK (+) A : Sirosis hepatis
keruh, nyeri dada (+), muntah darah
P : Bed Rest
(-), demam (-).
Furosemid
O:
Spironolakton

21
TD : 90/60 mmHg Propanolol

P : 80 x/menit Vitamin K

R : 22 x/menit Cefotaxim

S : 36,7 C Omeprazol

Abdo: BU(+), NT (+) asites (+) Transamin

13 Oktober 2015 S : kembung (+), BAB (-), flatus A : Sirosis hepatis


(+), BAK (+) keruh, nyeri dada (+)
P : D5%
O:
Ceftoaxim
TD : 110/60 mmHg
Omeprazol
P : 82 x/menit
Vit K
R : 24 x/menit
Furosemid
S : 36,4 C
Spironolakton
Kepala: CA (+/+), SI (-/-)
Propanolol
Abd: BU (+) menurunn, NT (+),
cembung, distensi (+), asites (+).

22
14 Oktober 2015 S : kembung (+), BAB (-), flatus A : Sirosis hepatis
(+), BAK (+) keruh, nyeri dada (-)
P : RL
O:
Propanolol
TD : 100/60 mmHg
Furosemid
P : 90 x/menit
Spironolakton
R : 26 x/menit
Omeprazol
S : 36,2 C
Cefotaxim
Abdo: cembung, redup, BU (+)
asites (+), NT (+)

15 Oktober 2015 S : kembung (+), skrotum terasa A : Sirosis hepatis


membesar.
P : Bed Rest
O:
Furosemid
TD : 100/70 mmHg
Spironolakton
P : 82 x/menit
Propanolol
R : 22 x/menit
Vitamin K
S : 36,5 C
Cefotaxim
Abdo: BU(+), NT (+) asites (+)
Omeprazol

Tanggal : 12 Oktober 2015

23
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL

DARAH RUTIN
Hemoglobin 8,1 ↓ gr/dL 13,0-18,0

Hematokrit 23,6 ↓ % 39,0-54,0


Leukosit 12,0 ↑ 103/µL 4000-11000
Trombosit 201 N 103/µL 150000-450000

Eritrosit 2,11 ↓ mm3 4,6-6,0

MCV 111,8 ↑ Fl 79-99


MCH 38,4 ↑ Pg 27-31
MCHC 34,4 N g/dL 33-37
RDW 15,2 ↓ Fl 33-47

MPV 8,4 ↑ Fl 7,9-11,1

PDW 12,1 ↑ Fl 9,0-13,0

Eosinofil 0 N % 0-3
Basofil 0 N % 0-1
Neutrofil 76,5 ↑ % 50-70

Limfosit 17,5 ↓ % 20-40

Monosit 6,0 N % 2-8

Stab 0 N % 35-47
VII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Wijaya, Ika P. Syok Hipovolemik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid
II. Editor Sudoyo AW, dkk. Interna Publishing, Jakarta. 2009. Hal :242 – 244.
2. Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian
Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 1999 : 53 – 62.
3. Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison
(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62.
4. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
2006 : 36 – 7.
5. Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung : PT Alumni.
2002 : 281 – 305.
6. Hastings, G.E. Hematemesis & Melena : wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf
. 2005.
7. Djumhana, A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas : pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas.pdf . 2011.

25

Anda mungkin juga menyukai