Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

KAD (Ketoasidosis Diabetik) pada DM (Diabetes Mellitus) Tipe I

Disusun oleh :

Rita Pantiana

NPM 1102014229

Pembimbing : dr. Sulistiana Sp.PD

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arjawinangun

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

September 2018
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. L
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 21 Tahun
Alamat : Ciawi
Pekerjaan : Karyawati
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum menikah
Tanggal masuk : 11 September 2018 7:32
Tanggal pemeriksaan : 14 September 2018 14:35

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada ibu pasien tanggal 14 September 2018 jam
14:35
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Keluhan Tambahan : Mual, muntah, nyeri ulu hati, penurunan berat badan

Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)


Pasien datang ke RSUD Arjawinangun diantar oleh keluarganya pada
tanggal 11 September 2018 jam 7:32 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 4
jam sebelum masuk rumah sakit. Menurut ibu pasien, saat di rumah, anaknya
tampak mengantuk, lalu meracau dan rewel.
Awalnya pasien mengalami mual dan muntah sejak 10 hari sebelum masuk
rumah sakit. Muntah berisi makanan dan minuman, tidak menyemprot, dengan
frekuensi lebih dari 5 kali dalam sehari. Pasien telah mencoba minum Promaag
namun tidak ada perubahan. Selama 10 hari tersebut pasien kesulitan makan dan
minum, sehingga hanya mengonsumsi susu. Sebelum sakit, pasien diketahui

2
memiliki nafsu makan yang baik dan sering minum air putih. Riwayat demam
tidak jelas diketahui oleh keluarga.
Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Menurut keluarga, pasien pernah mengeluh nyeri perut yang dirasakan
seperti ditusuk Pasien merasa lebih baik apabila membungkuk. Keluarga
menyangkal adanya riwayat trauma. Riwayat penyakit lambung kurang jelas
diketahui.
Sebelumnya pasien telah dirawat di puskesmas selama 4 hari karena mual
dan muntah sehingga sulit makan dan dalam seminggu pasien mengalami
penurunan berat badan yang drastis. Setelah 4 hari di rumah, kondisi pasien
memburuk disertai penurunan kesadaran sehingga dibawa ke rumah sakit.
Pasien belum pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Menurut
keluarga, pasien jarang sakit. Pasien belum pernah mengecek gula darah, namun
diketahui keluarga memiliki riwayat diabetes mellitus.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Seluruh anggota keluarga kecuali ibu pasien dan nenek pasien menderita
diabetes mellitus.

Riwayat Kebiasaan :

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 14


September 2018 14:35 )
A. Status Pasien
- Keadaan umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : Sopor
- GCS : E2 M3 V2
- Tanda vital :Tekanan darah : 110/70 mmHg

3
Nadi : 52 x/menit
Pernafasan : 36 x/menit
Suhu : 37,5˚C
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik-/-, ptosis-/-
Pupil bulat, Isokor, reflex cahaya langsung +/+ , reflex cahaya tidak
langsung + /+
- Mulut : Bibir kering, lidah tidak kotor, faring tidak
hiperemis
- Leher : Trachea medial , pembesaran KGB (-)
- Thoraks:
1. Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis
dekstra
Batas jantung kiri : ICS V linea Midclavicularis
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung normal, teratur, Gallop (-), Murmur
(-)
2. Paru :
Inspeksi : Dada simetris, gerakan dada simetris kiri dan
kanan
Palpasi : Vocal premitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : vesiculer, ronki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
- Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Balotement (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

4
- Pinggang : nyeri ketok CVA -/-
- Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
LAB RESULT UNIT NORMAL

DARAH LENGKAP (11-9-2018)

Hb 15,6 H g/dl 13.2-17.3

Ht 46,2 % 40-52

Leukosit 50,8 H 10^3/uL 3.8-10.6

Eritrosit 6,10 H 10^6/uL 4.4-5.9

Trombosit 624 H 10^3/uL 140-392

INDEKS ERITROSIT

MCV 75,8 L Fl 80-100

MCH 25,6 L Pg 26-34

MCHC 33.8 g/dl 32-36

RDW 14.5 % 11.5-14.5

MPV 4,9 L fL 7.0-11.0

HITUNG JENIS

Segmen 86,5 H % 28.0-78.0

Limfosit 5.5 L % 25-40

Monosit 7,2 % 2-8

Eosinofil 0,1 % 2-4

Basofil 0,8 % 0-1

Luc 0 % 3-6

KIMIA KLINIK

5
Glukosa Sewaktu 866 H mg/dl 75-140

IMUNOLOGI

Anti HIV Non reaktif Non reaktif Non reaktif

ELEKTROLIT

Natrium 131 L mmol/l 135-147

Kalium 4,4 mmol/l 3.5-5.0

Chlorida 193 L mmol/l 95-105

ANALISA GAS
DARAH (AGD)
PH 7.1 L mmHg 7.300-7.450

PCO2 7,6 L mmHg 35-48

PO2 134 mmHg 80-100

HCO3 2,8 L mmol/L 22-29

TCO2 3,0 L mmol/L 19-24

RF -23,0 mmol/L (-2) – (+3)

% SO2 C 98,4 H % 94-98

Thb 15 H gr/dL 12-14

HCT 23 % 37-43

KIMIA KLINIK
(13-9-2018)
Ureum 75,5 H mg/dl 10-50

Creatinin 1,37 H mg/dl 0.45-0.75

KIMIA KLINIK
(12-9-2018)
Glukosa Sewaktu 323 H mg/dl 75-140

(12-9-2018) 479 H mg/dl 75-140

6
(13-9-2018) 395 H mg/dl 75-140

(14-9-2018) 580 H mg/dl 75-140

URINE
URINE LENGKAP
MAKROSKOPIS

Warna Kuning

Kejernihan Jenih

Berat jenis 1.025 g/ mL 1,015-1,025

pH reaksi 6.0 4,8-7,4

Blood 3+ Negatif

Lekosit esterase Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Protein 3+ <10

Bilirubin Negatif <0,2

Keton 2+ <0,5

Glukosa Negatif <15

Urobilinogen Normal <1

MIKROSKOPIS

Eritrosit + 2-4 /LPB 0-1

Lekosit + 1-3 /LPB 1-4

Sel epitel +1-2 /LPK 5-15

Silinder Negatif /LPK Negatif

Kristal Negatif /LPB Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Lain-lain Negatif

7
1. Rontgen Thorax (12-9-2018)
Hasil:
 tidak tampak TB paru aktif
 tidak tampak pembesaran jantung

V. RESUME
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun diantar oleh keluarganya pada
tanggal 11 September 2018 jam 7:32 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 4
jam sebelum masuk rumah sakit. Menurut ibu pasien, saat di rumah, anaknya
tampak mengantuk, lalu meracau dan rewel. Hb 15,6 H, leukosit 50,8 H,
trombosit 624 H, GDS 866 H, pH 7,1 L, pCO2 7,6 L, HCO3 2,8 L, TCO2 3,0 L,
ureum 75,5 H, creatinin 1,37 H, protein 3+, keton +3.

VI. DIAGNOSIS

VII. DIAGNOSA BANDING

VIII. PENATALAKSANAAN
NGT
DC
Normal Saline 20 tpm
Insuline 1 unit/jam
Natrium bikarbonat 50 mg dalam 500 cc NS
Meropenem 3 x 1 amp
Fluconazol 1 x 150 mg
Ondancetron 3 x 1 amp
Ranitidine 2 x 1 amp
Citicoline 1 x 500 mg

8
FOLLOW UP
13 september 2018
S : lemas, muntah (-), mulut kering (+)
O : TD : 113/76 mmHg, Nadi: 135 x/menit, Pernafasan: 38 x/menit, Suhu:
37,6 ˚C, Konjungtiva anemis +/+, SpO2 : 96%, E3M1V1, kaku kuduk +
A : - penurunan kesadaran ec syok sepsis dd meningitis
- penurunan kesadaran ec pneumonia dd meningitis
- KAD pada DM tipe 1
P : IUFD NaCl 0,9% + KCl 12 mEq
O2
Drip insulin 2,5 U/8 jam
Drip vascon 0,5 mg
Konsul saraf : HCT Scan + citicolin

14 September 2018
S : gelisah, mulut kering (+), muntah 1x
O : TD : 111/77 mmHg, Nadi: 102 x/menit, Pernafasan: 34 x/menit, Suhu:
38 ˚C, spO2 : 98 % ,Konjungtiva anemis +/+, kaku kuduk +, E1M1V1
A : - penurunan kesadaran ec syok sepsis dd meningitis
- penurunan kesadaran ec pneumonia dd meningitis
- KAD pada DM tipe 1
P : KCl 2,5
Insulin drip, < 100 stop
PCT
Rehidrasi sebelum CT Scan

IX. SARAN PEMERIKSAAN


Ct – scan

9
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : ad malam

10
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

2. KAD (KETOASIDOSIS DIABETIK)


2.1 DEFINISI
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.1 KAD dan
Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah 2 komplikasi akut
metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa.
Kedua keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan
2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe 1.2 KAD mungkin
merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau mungkin merupakan akibat
dari peningkatan kebutuhan insulin pada DM tipe 1 pada keadaan infeksi,
trauma, infark miokard, atau kelainan lainnya.3
Menurut American Diabetes Association (ADA), DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Adapun
klasifikasi DM menurut ADA, antara lain DM tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya
sampai kepada defisiensi insulin yang absolut), DM tipe 2 (biasanya berawal dari
resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke
defek sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin).4
Penurunan kesadaran adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kepekaan atau tidak memiliki kepekaan terhadap diri sendiri, lingkungan,
kebutuhannya, dan tingkat respon terhadap stimulasi eksternal dan internal.
Penurunan kesadaran yang terjadi pada penderita DM terjadi karena gangguan
metabolisme yang menyebabkan hipoglikemia, KAD (Ketoasidosis diabetic),
SHH (Status Hiperosmolar Hiperglikemik), asidosis laktat, dan uremik
ensefalopati. 4

2.2 ETIOLOGI
 Diabetes mellitus tipe 1
 Diabetes mellitus tipe 2

11
Menurut American Diabetes Association (ADA), DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Adapun
klasifikasi DM menurut ADA, antara lain DM tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya
sampai kepada defisiensi insulin yang absolut), DM tipe 2 (biasanya berawal dari
resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke
defek sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin).4

2.3 PATOFISIOLOGI 


Otak menggunakan glukosa sebagai bahan bakar utama untuk


menghasilkan energi, terutama oleh metabolisme oksidatif. Namun, peningkatan
kronis kadar glukosa darah, bahkan tanpa adanya gejala DM, pada akhirnya akan
menyebabkan kerusakan otak. Dengan demikian, neurotoksisitas yang diinduksi
hiperglikemia ditunjukkan sebagai salah satu penyebab utama ensefalopati
diabetik. Gangguan akhir produk akhir (AGE) / advanced glycation end product
dan jalur poliol dapat mewakili mekanisme molekuler neurotoksisitas glukosa.
Jalur sintesis heksosamin adalah kontributor kecil untuk pembuangan glukosa
secara keseluruhan oleh sel. Namun, kelebihan produksi glukosamin dapat
memicu stres retikulum endoplasmatic, yang dapat mempromosikan c-Jun N-
terminal kinase (JNK) -sebagai filamen serin independen dari substrat reseptor
insulin 1 (IRS-1). Hal ini dapat menyebabkan penekanan jalur reseptor insulin.
Akhirnya, ketiga jalur ini dapat menginduksi reactive oxygen species (ROS) atau
dapat dipicu oleh stres oksidatif yang dipicu oleh hiperglikemia. 5

Hal yang menjadi dasar utama patogenesis dari ensefalopati diabetik adalah
defisit insulin efektif dalam darah yang diikuti dengan peningkatan hormon kontra
insulin, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone (Gambar
1). Hiperglikemia terjadi karena peningkatan gluconeogenesis, glikogenolisis, dan
hambatan glucose uptake pada jaringan perifer. Pada KAD, kombinasi dari
defisiensi insulin dan peningkatan dari hormon kontra insulin menyebabkan
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa (lipolisis) ke aliran darah dan

12
oksidasi asam lemak di liver menjadi badan keton (β-hydroxybutyrate dan
acetoacetate), sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. 5

Gambar 1
(Sumber: Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic
crises in adult patients
with diabetes. Diabetes Care 2009;32:1335–1343)

Penyebab dari penurunan kesadaran pada penderita DM, antara lain


hipoglikemi, asidosis (KAD dan asidosis laktat), hiperosmolaritas (SHH), dan
uremik ensefalopati (uremia karena gagal ginjal yang disebabkan oleh diabetik
nefropati). Hipoglikemia menyebabkan edema selular, sedangkan
hiperosmolaritas menyebabkan sel mengkerut. Kedua kondisi sel ini
menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel saraf yang menyebabkan penurunan
kesadaran. Selain dua kondisi tersebut, asidosis juga mempengaruhi eksitabilitas
sel yang dapat berlanjut pada penurunan kesadaran. Patogenesis uremik
ensefalopati menyebabkan penurunan kesadaran masih belum jelas, namun diduga
berhubungan dengan akumulasi zat-zat neurotoksik di dalam darah. 5

Edema serebri merupakan kondisi patologis terjadinya akumulasi cairan di


dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Kondisi ketoasidosis

13
diabetikum merupakan kondisi non neurologis yang dapat mengakibatkan edema
interstitial (hydrocephalic) pada otak. Ketoasidosis diabetic dipengaruhi oleh
beberapa factor seperti dehidrasi, asidosis dan rendahnya karbondioksida darah.
Factor-faktor tersebut bersama dengan proses inflamasi akan menurunkan aliran
darah ke otak sehingga terjadi resiko edema serebral saat rehidrasi dilakukan.
Edema ini meningkatkan tekanan intracranial sehingga berpotensi menyebabkan
kematian. 9,10

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Ketoasidosis diabetikum dapat menjadi manifestasi pertama dari DM tipe


1 yang belum terdiagnosis atau dapat terjadi akibat peningkatan kebutuhan insulin
pada penderita DM karena adanya faktor pencetus. Gejala dan tanda fisik
biasanya terjadi secara progresif dalam 24 jam. Mual dan muntah pada KAD
umum ditemukan dan biasanya prominen. Keberadaan gejala tersebut menuntut
pemeriksaan laboratorium untuk KAD. Nyeri difus abdomen yang berat dapat
terjadi dan menyerupai pankreatitis akut atau ruptur viskus. Penyebab nyeri belum
diketahui secara jelas, namun dehidrasi pada jaringan otot, keterlambatan
pengosongan gaster dan ileus yang disebabkan oleh gangguan eletrolit dan
asidosis metabolik diduga merupakan penyebab nyeri abdomen tersebut.
Perhatian perlu diberikan kepada pasien yang mengeluh nyeri abdomen waktu
kedatangannya karena gejala tersebut dapat merupakan akibat dari KAD atau
faktor pencetus KAD, terutama pada pasien muda atau pada keadaan absen dari
asidosis metabolik. 6

14
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis, glukosa darah, dan analisa gas darah.

15
2.8 TERAPI
a. Cairan dan elektrolit
Salah satu faktor keberhasilan terapi adalah rehidrasi yang adekuat
dengan tujuan untuk memperbaiki sirkulasi, menganti defisit cairan dan
elektrolit, serta memperbaiki fungsi filtrasi ginjal untuk meningkatkan
klirens glukosa dan keton dari plasma. 7
b. Insulin
Pemberian insulin bertujuan untuk menurunkan dan mengendalikan
kadar glukosa darah dan menekan proses lipolisis dan ketogenesis.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pemberian insulin pada KAD. 7
 Mulai pemberian insulin 1-2 jam setelah pemberian cairan
 Rute pemberian insulin: intravena (IV)
 Dosis insulin yang digunakan: 0,05-0,1 U/kg/jam
- Tidak perlu diberikan insulin bolus saat awal terapi insulin
- Cara pengencerannya adalah: 50 Unit insulin diencerkan
dalam 50 mL NaCl 0,9% (1 mL= 1 U) atau 5 U insulin
diencerkan dalam 50 mL NaCl (1mL=0,01 U).
- Pertahankan dosis insulin tetap 0,05-0,1 U/kg/jam sampai
KAD teratasi (pH > 7,30, bikarbonat > 15 mEq/L, beta
hidroksi butirat < 1 mmol/L)
- Dosis insulin dapat diturunkan lebih rendah dari 0,05 U/kg/
jam jika pasien sensitif terhadap insulin dan tetap
menunjukkan adanya perbaikan asidosis metabolik.
 Untuk mencegah penurunan glukosa darah yang terlalu cepat
maka tambahkan cairan Dektrosa 5% dalam cairan intravena
(Dekstrosa 5% ditambahkan pada NaCl 0,9% atau 0,45%) jika
kadar glukosa plasam turun menjadi 250-300 mg/dL (14-17
mmol/L). 7
c. Kalium
Semua pasien KAD mengalami defisit kalium akibat:
- Hilangnya kalium dari pool intraseluler. Kalium intraseluler

16
menurun karena adanya perpindahan dari intrasel ke ekstrasel
akibat hipertonisitas, dan juga akibat glikogenolisis dan
proteolisis.
- Hilangnya kalium dari tubuh akibat muntah dan akibat diuresis
- Adanya hiperaldosteronisme sekunder akibat deplesi volume
efektif
- Pada semua pasien KAD perlu koreksi kalium, kecuali jika
terdapat gagal ginjal.
- Jika hiperkalemia: tunda pemberian kalium sampai terdapat urin
output. 7

Jika terdapat edema cerebri:


- Berikan manitol 0,5-1 g/kg IV selama 10-15 menit dan ulangi
jika tidak ada respon setelah 30 menit sampai 2 jam setelah
pemberian.
- Dapat diberikan Salin hipertonik (NaCl 3%) 2,5-5 mL/kg selama
10-15 menit sebagai alternatif terhadap manitol, terutama jika
tidak ditemukan respon terhadap manitol.
- Sebaikanya manitol maupun salin hipertonik selalu siap tersedia.
- Tinggikan kepala 30°.
- Jika terdapat gagal napas, lakukan intubasi.
- Lakukan MRI/CT-Scan kepala jika terapi edema serebri sudah
dimulai untuk melihat apakah terdapat kelainan intrakranial
yang membutuhkan intervensi bedah atau antikoagulan.
d. Citicolin
Citicoline (CDP-choline) merupakan senyawa endogen yang
berfungsi sebagai senyawa intermediate dalam sintesis fosfolipid
membran, sintesis asetilkolin dan sebagai donor metil. Citicoline
umumnya digunakan untuk pemulihan jaringan otak. Studi klinis
menggunakan preparat parenteral dan oral pada manusia yang
mengalami stroke menunjukkan perbaikan derajat kesadaran

17
kekuatan motoris, kekuatan otot, sensoris, fungsi korteks yang lebih
tinggi dan parameter neurologik tertentu dibandingkan plasebo. 8

18
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in


Diabetes – 2016. Diabetes Care 2016; 39 (1):S13-S22
2. Huang I, 2016. Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran
pada Penderita Diabetes Mellitus: Case Report.
Medicinus.2016;5(2):48-57.
3. Soares E, 2012. Diabetic encephalopathy: the role of oxidative
stress and inflammation in type 2 diabetes. International Journal of
Interferon, Cytokine and Mediator Research 2012:4 75–85.
4. Gotera W, et al, 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik. J
Peny Dalam, Volume 11(2): 126-8.
5. Nelson T, et al, 2009. Human cerebral neuropathology of Type 2
diabetes mellitus.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2834412/ diakses
14 September 2018 jam 02.00
6. Lewis SL, 2012. Encephalopaty in Emergency Neurology. USA:
Spingerlink;. p283-294.
7. IDAI, 2009. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus.
8. Suyatna D, 2010. Farmakologi Klinik Citicoline.
9. Wolfsdorf, J., N. Glaser, and M.A. Sperling, 2006. Diabetic
Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescents. Diabetes Care.
29(5): p. 1150.
10. Kitabchi, A.E., et al., 2009. Hyperglycemic Crises in Adult Patients
With Diabetes. Diabetes Care. 32(7): p. 1335.

19

Anda mungkin juga menyukai