Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

Modul 4

Proses Thermal pada Logam

TUJUAN PERKULIAHAN:
Setelah mempelajari materi perkuliahan, mahasiswa mampu:
 Memahami dan mengerti Proses Annealing dan mekanismenya
 Memahami Klasifikasi Proses pada annealing.
 Memahami Pengaruh proses thermal pada properties logam

DESKRIPSI MATERI:
 Pengertian Annealing (Anil)
1. Proses Annealing.
Proses annealing atau anil merupakan perlakuan panas yang dilakukan pada logam hasil pengerjaan
dingin atau cold working. Perlakuan panas ini bertujuan untuk mendapatkan kembali atau
merecoveri sifat-sifat fisik yang berubah selama proses deformasi dingin dan mendapatkan sifat-
sifat mekanik yang lebih sesuai dengan aplikasinya. Proses anil akan menurunkan sifat mekanik
seperti kuat tarik dan kekerasan, namun logam akan menjadi lunak dan ulet, sehingga dapat
diproses lebih lanjut. Logam yang telah mengalami pengerjaan dingin, (cold working atau cold
forming) akan memiliki properties:
i. kekerasan yang tinggi,
ii. kekuatan tarik yang tinggi, dan
iii. hambatan listrik yang tinggi pula.
Namun logam memiliki keuletan yang sangat rendah atau logam menjadi sangat rapuh.
Secara mikro, hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah dislokasi dan distorsi-distorsi pada
bidang struktur Kristal. Logam memiliki energy dalam yang tinggi dan menjadi metastabil (tidak
stabil).
a. Mekanisme Proses Annealing
Proses perlakuan panas anil yang dilakukan pada logam yang telah mengalami pengerjaan dingin
akan mengalami perubahan yang berurutan sebagai berikut:
1. Pemulihan atau recovery
2. Rekristalisasi atau recrystalization
3. Pertumbuhan butir atau grain growth

Ad. 1 Pemulihan atau recovery


Panas yang diterima logam menjadi pendorong tersusunnya kembali dislokasi-dislokasi ke
susunan yang memiliki energy lebih rendah dan stabil. Pada tahapan pemulihan ini, dislokasi-
dislokasi akan menyusun kembali menjadi dinding sel. Fenomena ini disebut dengan poligonisasi.
Poligonisasi merupakan pembentukan sub batas butir dengan mekanisme pergerakan kekosongan
atau vacancies dari atom untuk menghasilkan pergerakan dan pemanjatan dislokasi. Pada proses
pemulihan ini kekuatan logam sedikit berkurang yang dibarengi dengan peningkatan keuletan.
Ad.2 Rekristalisasi atau recrystalization
Pada tahapan ini, kisi-kisi yang terdeformasi dingin akan tergantikan oleh kisi-kisi baru yang
bebas regangan melalui nukleasi atau pengintian dan selanjutnya tumbuh membentuk struktur
rekristalisasi. Pembentukan struktur ini melalui pertumbuhan yang sangat lambat, yaitu periode
inkubasi.
Mekanisme rekristalisasi terjadi saat nucleus atau inti yang terisolasi membesar di dalam butir dan
adanya batas butir yang memiliki sudut besar bermigrasi atau bergerak ke dalam daerah yang
memiliki derajat deformasi yang lebih besar.
Batas butir akan bergerak menjauhi pusat. Pertumbuhan butir baru akan mengeliminasi daerah
terdeformasi yang memiliki regangan dan energy dalam tinggi. Butir-butir baru ini merupakan
daerah bebas regangan yang memiliki energy dalam lebih rendah.
Butir-butir halus akan tumbuh membesar seiring dengan naiknya temperature. Beberapa batas
butir akan segera migrasi dan menelan sejumlah butir tetangganya. Pertumbuhan butir ini disebut
sebagai pertumbuhan diskontinyu atau pertumbuhan butir abnormal ( discontinuous grain growth
dan abnormal grain growth). Terjadi ketidak homogenan besar butir. Artinya ada perbedaan ukuran
butir yang cukup besar. Butir besar dikelilingi butir-butir kecil.
Temperatur yang dibutuhkan agar terjadi proses rekristalisasi tergantung pada banyak logam,
seperti jenis logam dan besarnya deformasi yang diterima. Proses rekristalisasi biasanya terjadi
pada rentang temperature tertentu. Semakin tinggi temperature, semakin cepat terjadinya
rekritalisasi. Ketika temperature minimumnya tercapai, maka kekuatan tarik akan berkurang, tetapi
keuletan bertambah. Temperatur rekristalisasi dapat ditentukan dengan formula berikut:
Tr = 0,4 Tm
dimana:
Tr = temperature rekristalisasi
Tm = titik leleh logam. Kelvin

Ad.3 Pertumbuhan Butir (Grain Growth)


Pada tahapan ini butir-butir akan tumbuh lebih lanjut secara perlahan dan menghasilkan
butir yang relatif seragam. Pertumbuhan butir ini disebut sebagai pertumbuhan butir normal.
Proses pertumbuhan berjalan sangat lambat dan merupakan pertumbuhan butir paling lambat
selama proses annealing. Gaya pendorong pertumbuhan ini adalah energy yang dimiliki oleh batas
butir. Pada butir yang sudah besar energy batas butir menjadi kecil. Hal ini disebabkan oleh luas
permukaan batas butir mengecil, akibatnya energy batas butir menjadi lebih rendah. Factor lain
yang dapat menghambat laju pertumbuhan butir adalah terdapatnya fasa kedua yang terdispersi
atau tersebar pada butir. Inklusi dan orientasi tekstur merupakan factor-faktor yang dapat
memperlambat pertumbuhan butir selama proses annealing.
2. Pengaruh Proses Annealing (Anil) Terhadap Sifat Logam
Perubahan struktur mikro dari struktur pengerjaan dingin baja (seri 1008) setelah proses anil
dapat dilihat pada Gambar 1. Struktur baja seri 1008 setelah pengerjaan dingin ditujukkan dengan
bentuk butir-butir yang terelongasi yang menunjukkan struktur hasil deformasi. Setelah proses anil
di temperatur 600 celcius, butir-butir ferit sudah berubah menjadi relatif bulat, eguiaxial grains, hal
ini menunjukkan fasa ferit sudah mengalamin rekristalisasi. Sedangkan butir-butir fasa pearlit masih
tampak terelongasi, yang menunjukkan proses rekritalsasinya masih belum menyebabkan
perubahan pada bentuk butir.
Setelah proses anil mencapai temperatur 800 celcius, perubahan semakin tampak, butir-butir ferit
menjadi makin bulat dan makin besar, dan fasa pearlit juga berubah menjadi relatif bulat. Pada
temperatur ini terjadi pertumbuhan butir-butir ferit dan terjadinya rekritalisasi pada butir-butir
fasa pearlit.

Gambar 1. Perubahan Struktur Mikro Akibat Proses Anil

a. Pengaruh Temperatur Anil Terhadap Sifat Mekanik


Perubahan sifat mekanik, kuat tarik, elongasi, dan kekerasan setelah proses anil dapat dilihat
pada Gambar 2. Dari gambar terlihat bahwa kuat tarik turun dengan semakin tingginya temperatur
anil. Perubahan tampak jelas ketika temperatur mencapai suhu 600 celcius. Di sini tampak bahwa
setelah mekanisme rekristalisasi terjadi, maka penurunan kuat tarik menjadi sangat besar.
Gambar 2. Pengaruh Temperatur Anil Terhadap Kuat Tarik

b. Pengaruh Proses Annealing (Anil) Terhadap Sifat Keuletan/Elongasi Material.


Selain terjadi perubahan pada kuat tarik, proses anil juga berkontribusi terhadap
peningkatan keuletan yang dimiliki oleh baja. Pada temperatur yang masih rendah peningkatan
keuletan relatif kecil. Peningkatan keuletan semakin besar ketika anil dilakukan pada temperatur
600 – 800 celcius. Gambar 3 menunjukkan perubahan keuletan baja setelah mengalami proses anil
pada berbagai temperatur. Data ini mengkonfirmasi bahwa proses anil dengan mekanisme
rekristalisasi dan pertumbuhan butirnya berkontribusi terhadap meningkatkan elongasi baja yang
sebelumnya rendah akibat proses pengerjaan dingin.

Gambar 3. Pengaruh Temperatur Anil Terhadap Elongasi

c. Pengaruh Anil Terhadap Sifat Kekerasan Material


Perubahan nilai kekerasan baja setelah proses annealin ( anil) dengan temperatur 200
sampai 800 celcius dapat dilihat pada Gambar 4. Perubahan kekerasan tidak terlalu besar setelah
dianil sampai temperatur 400 derajat. Kekerasan turun sangat tajam ketika anil dilakukan pada
temperatur 600 sampai 800 celcius. Hal ini menunjukkan bahwa proses rekritalisasi yang diikuti
oleh pertumbuhan butir memberikan pengaruh yang cukup bessar terhadap penurunan kekerasan
baja.

Gambar 4. Pengaruh Temperatur Anil Terhadap Kekerasan

Sebagaimana yang telah disebutkan diatas , proses Annealing dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Menghilangkan tegangan pada bahan.(Relieve Stresses)
2. Menaikkan keuletan dan ketangguhan. (softness, ductility, and toughness)
3. Menghasilkan struktur mikro tertentu.
Perobahan temperatur pada proses annealing akan merobah jumlah mikrostruktural yang
menyebabkan perobahan mekanikal properties.

Proses annealing terdiri dari atas tiga tingkat (tahap):


1. Pemanasan hingga temperatur yang diinginkan.
2. Temperatur dijaga konstan.
3. Pendinginan.umumnya hingga temperatur ruangan.
Ada 2 parameter yang sangat penting pada proses annealing ini yaitu:
a. Waktu.
Jika selama proses pemanasan ataupun pendinginan ada perbedaan suhu antara sisi dalam dan luar
potongan logam yang besar perbedaan umumnya tergantung pada ukuran dan bentyuk geometri
potongan logam tersebut.
Jika laju perobahan suhu terlalu besar maka gradien (perbedaan) suhu sisi dalam dan luar serta
internal stresses berobah dan hal ini akan menyebabkan warping atau keretakan pada logam
tersebut. Begitu pula jika waktu annealing cukup lama akan memungkinkan terjadi reaksi
transformasi.
b. Temperatur.
Proses annealing semakin cepat dengan semakin meningkatnya suhu karena terjadinya proses
difusi.
Proses annealing pada logam biasanya dilakukan untuk mengurangi efek “pengerjaan dingin”
yaitu melunakkan bahan dan menaikkan keuletan setelah sebelumnya dilakukan pengerasan
regangan.
Pada proses fabrikasi akan terjadi deformasi plastik yang terjadi secara kontinue tanpa
menyebabkan keretakan(fraktur) atau konsumsi energi yang berlebihan. proses pemulihan dan
rekristalisasi harus dilakukan untuk menghilangkan efek fraktur tersebut. Biasanya untuk
mendapatkan struktur butiran mikro yang diinginkan , kadang kala perlakuan panas dihentikan
sebelum pertumbuhan butir yang cukup terjadi. Permukaan oksidasi atau sisik dapat dicegah atau
diminimalkan dengan proses annealing pada temperatur yang relatif rendah (tapi harus di atas
suhu rekristalisasi) atau dalam suasana nonoxidizing.
Pada logam bisa terjadi tegangan sisa dalam (internal residual stress), dikarenakan :
1. Proses deformasi plastis karena proses pemesinan (machining) atau proses
penggerindaan.
2. Pendinginan yang tidak merata pada proses pengelasan atau pencetakan.
3. Transformasi fasa pada pendinginan karena perbedaan kerapatan/density.
Menghilangkan tegangan sisa bisa dilakukan dengan proses “stress relief annealing” (annealing
penghilangan tegangan). Dimana logam dipanaskan pada temperatur tertentu ditahan hingga
temperatur uniform pada logam dan kemudian didinginkan ke temperatur udara luar. Temperatur
annealing ini relatif rendah karena pengerjaan dingin (cold working) sudah dilakukan dan juga
menghindari efek dari perlakuan panas.
Annealing pada paduan Besi
1. Normalizing
Baja yang telah mengalami deformasi plastis, misalnya karena proses “rolling” akan mempunyai
struktur mikro pearlite yang bentuknya tak beraturan dan ukuran butir besar-besar dan
bervariasi. Untuk membuat struktur pearlite yang lebih halus dan lebih seragam dilakukan proses
normalizing.
Normalizing dilakukan dengan pemanasan sampai temperatur 55°C – 85°C diatas temperatur kritis
atas hingga baja berubah menjadi austenit, kemudian dilakukan pendinginan di udara. (gb. 14.4).
2. Full Anneal
Full anneal adalah : baja dipanaskan sampai 15° - 40 ° C diatas garis A3 atau A1 (gb. 14.4) hingga
tercapai keseimbangan pada struktur austenit, kemudian baja didinginkan di dalam dapur
pemanas sampai temperatur ruang. struktur mikro yang terbentuk : coarse pearlite. bahan baja
biasanya berupa ; baja karbon rendah dan sedang.
3. Spheroidizing
Adalah pemanasan logam sampai temperatur dibawah temperatur eutectoid (grs a1 pd. Gb. 14.4)
atau disekitar 700°c pada daerah + Fe3C. Pemanasan dilakukan antara 15 sampai 25 jam. Pada
proses ini Fe3C akan membentuk partikel spheroid. Proses ini biasanya dilakukan pada baja karbon
sedang dan tinggi. Struktur yang terbentuk : spheroid.
Tujuannya adalah supaya baja mudah dibentuk.
Untuk berhasilnya perlakuan panas untuk membuat bahan baja martensite di keseluruhan
penampang bahan dipengaruhi 3 faktor :
1. Komposisi paduan.
2. Tipe dan karakter media pendingin.
3. Ukuran dan bentuk spesimen.

Pengertian : Perlakuan Panas pada Baja


Prosedur perlakuan panas untuk memproduksi Baja Martensitic secara konvensional
biasanya kontinu dengan pendinginan yang cepat pad spesimen austenic denagn medium
quenching seperti air, oil atau udara. Properties baja yang optimum diperoleh dengan proses
Quenching (pendinginan) dan kemudian Tempering (pelunakan). Selama proses quenching (saat
perlakuan panas), specimen dapat terkonversi dengan banyak kandungan martensit yang tinggi.
Pada proses pembentukan pearlite ataupun bainite akan menghasilkan properties mekanik
terbaik. Selama proses quenching, tidak mungkin didapatkan spesimen yang uniform, umumnya
bagian permukaan lebih cepat dingin dari sisi dalam spesimen. Oleh karena itu, austenit akan
bertransformasi,dan menghasilkan variasi struktur mikro dan properties pada spesimen pada
rentang suhu tertentu
Perlakuan panas pada baja akan menghasilkan struktur mikro martensite bergantung pada 3
faktor: yaitu:
(1) Komposisi alloynya sendiri
(2) Type dan karakter medium quenching.dan
(3) Ukuran dan bentuk spesimen.
Kemampuan Pengerasan ( Hardenability)
Pada proses pembentukan baja martensit, diperoleh hasil bahwa makin kedalam maka sifat
martensitnya makin berkurang atau baja bagian luar lebih keras dari bagian dalam.
Kemampuan pengerasan : adalah kemampuan paduan logam diperkeras pada
pembentukan martensit.
Yang diukur adalah berapa kedalaman pengerasan bahan tersebut.
Uji jominy
Untuk menguji kekerasan karena pembentukan martensit dilakukan dengan “uji jominy end
quench” (gb.14.5). Angka kekerasan sebagai fungsi jarak bisa dilihat pada gambar 14.6.
Kadang-kadang lebih disukai untuk melihat kekerasan sebagai fungsi laju pendinginan daripada
jarak quenching (gb 14.7). Kemampuan pengerasan dipengaruhi oleh komposisi paduan.
Pengaruh Media Quenching (Pendinginan), Ukuran Spesimen dan Bentuk Geometri
-. Media quenching : air,oli,udara.
- air media pendingin paling cepat, sedangkan udara paling lambat
- kecepatan media queching juga mempengaruhi laju pendinginan, makin cepat laju media,
makin tinggi laju pendinginan
- Media oli banyak dipakai pada queching baja paduan
- pada baja karbon tinggi, penggunaan air mengakibatkan laju pendinginan terlalu cepat
sehingga terjadi retak atau pembengkokan.
Pada proses pendinginan, panas mesti dibuang dari material melalui permukaannya. Oleh sebab itu
laju pendinginan kedalam material sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran material. Gb 14.11a
dan 14.11b memperlihatkan laju pendinginan sebagai fungsi diameter batang logam silinder.
Bentuk spesimen juga mempengaruhi efek pengerasan. Apabila rasio luas permukaan terhadap
massa spesimen besar maka makin besar laju spesimen, dan makin dalam efek pengerasan.
Bentuk spesimen yang tidak beraturan akan mempunyai rasio luas permukaan terhadap massa
yang lebih besar bila dibandingkan dengan bentuk yang beraturan dan bentuk bulat.
PRECIPITATION HARDENING (PENGERASAN PRESIPITASI).
Penguatan dan pengerasan logam paduan bisa ditingkatkan dengan pembentukan penyebaran
partikel-partikel dari fasa kedua kedalam matrik fasa yang asli/pertama. Hal ini dilakukan dengan
perlakuan panas yang tepat.
Prosesnya disebut precipitation hardening karena partikel-partikel kecil dari fasa yang baru
membentuk precipitasi/endapan/menggumpal. Kadang-kadang disebut “age hardening”
(pengerasan penuaan) karena proses penguatan terjadi karena proses waktu. Contoh-contoh
logam yang diperkeras dengan pengerasan precipitasi adalah: almunium-tembaga, tembaga-
berylium, tembaga-timah dan magnesium-aluminium,dll.
Precipitation hardening dan perlakuan baja untuk membentuk maartensit adalah fenomena yang
sama sekali berbeda walaupun proses perlakuan panas hampir sama.
Proses precipitation hardening terjadi atas 2 tahap:
1. Solution heat treating
2. Precipitation heat treating
Untuk penjelasan,lihat gb 11.11 dan gb 11.12
1. Solution heat treating :
Pada titik To struktur logam adalah α , dengan komposisi co. Kemudian dilakukan pendinginan
cepat hingga temperatur T1 yaitu temperatur ruang sehingga phase β tidak bisa terbentuk.
Karena itu kondisi logam adalah tidak setimbang/non equilibrium dimana hanya ada phase α
jenuh dengan atom β didalamnya. Sifat bahan adalah lunak dan lemah.
2. Precipitation heat treating
Solid solution α yang super jenuh dipanaskan sampai T2 pada daerah α + β . Pada temperatur β
ini terjadi difusi sehingga terbentuk fase β yang berupa partikel halus dan tersebar dengan
komposisi C β dan prosesnya disebut aging/penuaan. Setelah waktu tertentu paduan didinginkan
sampai temperatur kamar.
Grafik proses pemanasan terhadap waktu bisa dilihat pada gb 11.12. Gb 11.13 memperlihatkan
pengaruh ‘aging’ terhadap kekuatan bahan
MEKANISME PENGERASAN PADA PRECIPITASI
Pengerasan precipitasi umumnya dilakukan pada paduan aluminium. Proses penguatan
dipercepat oleh kenaikan temperatur. Hal ini bisa dilihat pada gb 11.15. Idealnya temperatur dan
waktu untuk perlakuan panas. Precipitasi didesain untuk menghasilkan kekerasan atau kekuatan
disekitar daerah maksimum. Pada proses precipitasi terjadi distorsi struktur kristal-kristal di
sekeliling dan di sekitar partikel dari fase transisi (gb 11.15b) yang akan menghambat deformasi
plastis.
Referensi:

1. William D. Callister, Jr. Fundamentals of Materials Science and Engineering, %th Edition,
John Wiley & Sons, Inc.
2. G Krauss, Steel: heat Treatment and processing principle, ASM Material park, OH 1990.
3. E. Paul Degarmo,JT Black, Ronald A Kosher. Material and Processing in Manufacturing 9Th
Edition Wiley International Edition, 2002.

Anda mungkin juga menyukai