Anda di halaman 1dari 45

MODUL PRAKTIKUM

FISIKA FARMASI

DISUSUN OLEH

WILDA AMANANTI, SPd., MSi

PRODI D III FARMASI


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL
2016
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar
2. Identitas mahasiswa peserta praktikum
3. Tata tertib praktikum
4. Bobot Jenis
5. Kelarutan
6. Uji kelarutan intrinsik
7. uji kelarutan semu (apparent solubility)
8.Berat molekul sat volatil
9. viskositas cairan
10. Tegangan Permukaan
11. sedimentasi partikel suspensi
12. Ukuran Partikel
13. Stabilitas Obat
KATA PENGANTAR

Buku Petunjuk Praktikum Fisika Farmasi (Edisi revisi 1) ini disusun dengan tujuan
untuk membantu mahasiswa yang menempuh Praktikum Fisika Farmasi agar dapat lebih
memahami kegunaan pengukuran parameter Fisika farmasi, prinsip pengukuran parameter
Fisika Farmasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi parameter Fisika
farmasi maupun pengukurannya dalam bidang farmasi.
Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
kritik dari sejawat maupun mahasiswa pemakai akan sangat bermanfaat untuk perbaikan
pada edisi berikutnya. Sehingga akan lebih dapat mencapai tujuan pendidikan yang kita
harapkan dan untuk hal ini kami mengucapkan terima kasih. Semoga buku ini dapat
bermanfaat dalam membantu memperdalam pemahaman tentang fisika farmasi.

Salam hormat,

Penyusun
IDENTITAS MAHASISWA PESERTA PRAKTIKUM
NAMA : ___________________________
NIM : ___________________________
KELAS : ___________________________
KELOMPOK : ___________________________
TATA TERTIB PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

1. Praktikan wajib sudah berada di laboratorium 10 menit sebelum praktikum dimulai,


untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
2. Praktikan yang terlambat lebih dari 10 menit tidak diperkenankan mengikuti praktikum,
kecuali ada alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
3. Pada waktu praktikum berlangsung, praktikan wajib menggunakan jas laboratorium.
4. Praktikan yang meninggalkan laboratorium sebelum waktu praktikum selesai, maka
harus minta ijin dosen pembimbing yang bertugas.
5. Praktikan menyediakan sendiri perlengkapan praktikum yang tidak disediakan oleh
laboratorium, antara lain : kertas label, kain lap, tissue, alumunium foil, dll.
6. Praktikan wajib memelihara peralatan laboratorium, menghemat bahan praktikum, dan
memelihara kebersihan laboratorium.
7. Praktikan wajib melaporkan peralatan yang dihilangkan atau dirusakkan dan wajib
mengganti peralatan yang rusak, pecah, serta wajib menggantinya dengan kualitas yang
setara sebelum UAS.
8. Praktikan dilarang makan, minum, dan bergurau dalam laboratorium.
9. Apabila karena suatu hal praktikan tidak dapat mengikuti praktikum maka praktikan
harus membuat surat ijin yang dilampiri surat bukti sebab ketidakhadirannya.
10. Praktikan harus mengikuti seluruh materi praktikum. Jika selama 2 kali berturut-turut
tidak mengikuti praktikum tanpa alasan dan bukti yang jelas, dianggap mengundurkan
diri dan mendapat nilai E.
KELARUTAN
TUJUAN
Menentukan kelarutan suatu zat dalam pelarut polar, semipolar, non polar pada berbagai
suhu.
DASAR TEORI
Kelarutan secara kuantitatif adalh konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperatur tertentu. Kelrutan secara kualitatif adalah interaksi spontan dari dua atau lebih
zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mililiter
pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misal 1 gr asam salisilat akan larut dalam
500ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam molalitas, molarita dan persen.
Dalam bidang farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung
sutu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air. Kelarutan dalam
bidang farmasi sangat penting karena dapat mengetahui dan dapat membantu dalam
memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu
dalam mengatasi kesulitan – kesulitan tertentuyang timbul pada waktu pembuatan larutan
farmasetis dan lebih jauh lagi dapat bentidak sebagai standar atau uji kelarutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain:
- Ph
- Temperatur
- Jenis pelarut
- Bentuk dan ukuran partikel zat
- Konstanta dielektrik pelarut
- Surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis
Kelarutan suatu bahan dalam pelarut tertentu menunjukan konsentrasi maksimum
yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila pelarut pada suhu tertentu
melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, maka larutan tersebut
telah jenuh.
Jenis-jenis pelarut antara lain:
1. Pelarut polar
Melarutkan zat terlarut ionik dan dan zat polar yang lain
2. Pelarut non polar
Pelarut yang dapat mengurangi gaya tarik menarik antar ion elektrolit kuat dan lemah
karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah
3. Pelarut semipolar
ALAT DAN BAHAN
Alat

- Kertas saring - Kompor listrik


- Termometer - Cawan porselin
- Nerca analitik - Pipet tetes
- Oven - Gelas ukur 100ml
- Corong gelas - Erlenmeyer 250ml
- Batang pengaduk - Beaker glass 250ml
Bahan
- Aquadest
- Alkohol 96%
- Kloroform
- Asam salisilat
- Asam borat
Prosedur
1. Timbanglah kertas saring kosong pada neraca analitik
2. Timbanglah bahan (sampel asam salisilat dan sam borat) sebanyak 1 gram
3. Masukkan bahan yang telah ditimbang dalam beaker glass 250ml dan tambahkan
pelarut 10 ml
4. Aduk selama 5 menit
5. Panaskan diatas penangas pada suhu 450C. aduk selama 5 menit
6. Lakukan kegiatan 1-5 dengan pemanasan 600C
7. Saring dengan kertas saring (sesuai dengan suhunya masing-masing)
8. Setelah disaring, dilipat dan diletakan di atas cawan porselin yang telah diberi etiket,
lalu keringkan dalam oven pada suhu 1000 C selama 30 menit
9. Timbang kertas saring tersebut
10. Hitunglah kelarutan zat
DATA PENGAMATAN
Berat sampel berat kertas berat kertas berat residu
No Sampel Pelarut Suhu (gram) saring kosong saring+sampel (gram)
suhu kamar 1
aquades 45 C 1
60 C 1
suhu kamar 1
asam
1 alkohol 45 C 1
salisilat
60 C 1
suhu kamar 1
klofoform 45 C 1
60 C 1
suhu kamar 1
aquades 45 C 1
60 C 1
suhu kamar 1
asam
2 alkohol 45 C 1
borat
60 C 1
suhu kamar 1
klofoform 45 C 1
60 C 1

PERHITUNGAN
Perhitungan berat residu
berat residu = (berat kertas saring + sampel ) – berat kertas saring kosong
Perhitungan Gram Zat terlarut
Hasil perhitungan gram zat terlarut menunjukan jumlah zat yang terlarut dalam pelarut
(aquades, alkohol, dan kloroform)
Gram zat terlarut = berat sampel = berat residu
Perhitungan kelarutan zat
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
% 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 = 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
UJI KELARUTAN INTRINSIK

1. TUJUAN
a. Memahami konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat
b. Menentukan parameter-parameter kelarutan suatu zat
2. TEORI
Kelarutan dalam arti kuantitatif menyatakan kadar zat terlarut dalam keadaan jenuh
pada suhu teretentu. Kelarutan juga dapat dipandang dari sisi kualitatif sebagai interaksi
spontan yang terjadi antara dua atau lebih solut dengan solven untuk membentuk dispersi
molekular yang homogen. Suatu larutan dinyatakan sebagai larutan jenuh apabila fase
solut berada pada kondisi kesetimbangan dengan fase padatan dalam larutan yang
bersangkutan. Variabel-variabel yang dapat dipilih untuk penetapan kelarutan dirumuskan
oleh aturan fase Gibbs, yaitu:
F=C–P+2
Dengan F = derajat kebebasan, C = jumlah komponen, dan P = jumlah fase
Kelarutan dapat dinyatakan dengan berbagai cara, menurut Farmakope Indonesia
pernyataan kelarutan zat dalam bagian g tertentu pelarut kecuali dinyatakan lain
menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair dalam bagian
volume tertentu pelarut. Kelarutan secara juantitatif juga dapat dinyatakan dalam satuan %
b/v, miliequivalen. molalitas, molaritas, atau fraksi molar.
Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like dissolves
like (senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan). Penjelasan
pernyataan tersebut adalah kelarutan didasarkan atas polaritas antara solven dan solute
yang dinyatakan dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipole, ikatan hydrogen, ikatan
Van der Waals ( London) dan ikatan elektrostatik yang lain.
Kelarutan gas dalam cairan dipengaruhi tekanan, suhu, salting out, dan reaksi kimia.
Perhitungan kelarutan gas dalam cairan dapat dilakukan dengan berdasarkan pada hokum
Hendry (tetapan α) maupun koefisien absorbs Bunsen (tetapan α).
Kelarutan cairan dalam cairan dapat digolongkan menjadi dua, atas dasar ada
tidaknya penyimpangan terhadap hokum Raoult. Suatu larutan disebut sebagai larutan
ideal (real solution) apabila tidak ada penyimpangan terhadap hokum Raoult dan disebut
larutan non-ideal jika ada penyimpangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan tentang
sistemnya (tercampur sempurna/sebagian), pengaruh zat asing, komponen penyusun
(biner/ terner), tetapan dielektrik, hubungan molekuler, dan luas permukaan molekuler.
Raoult dan disebut larutan non-ideal jika ada penyimpangan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan tentang sistemnya (tercampur sempurna/sebagian), pengaruh zat asing,
komponen penyusun (biner/ terner), tetapan dielektrik, hubungan molekuler, dan luas
permukaan molekuler. Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih
komplek tetapi paling banyak dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan
zat padat dalam larutan ideal adalah bergantung pada suhu percobaan (proses melarut),
suhu/ titik lebur solute, dan beda entalpi peleburan molar (ΔHf) solute (yang dianggap
sama dengan panas pelarutan molar solute). Hubungan tersebut yang diturunkan dari
hukum-hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott sebagai berikut:

X 2 adalah kelarutan ideal (fraksi mol), R konstanta gas, T adalah suhu larutan (dalam
Kelvin), To adalah titik lebur zat padat (dalam Kelvin). ΔHf adalah panas peleburannya.
Tipe larutan ideal sangat jarang dijumpai dalam prakteknya. Hampir semua larutan dalam
kefarmasian merupakan larutan non-ideal. Dalam proses pelarutan pada larutan non-ideal
harus diperhitungkan faktor-faktor aktivitas solut yang koefisiennya sebanding dengan
volume (molar) solut dan fraksi volum solven , parameter kelarutan (δ) yang besarnya
sama dengan harga akar tekanan dalam (√PI) solut dan interaksi antara solven-solut.
Dengan demikian persamaan yang paling sederhana untuk larutan non-ideal, dinyatakan
sebagai kelarutan reguler yang dirumuskan oleh Scatchard-Hildebrand sebagai berikut:
Persamaan tersebut berlaku apabila dalam larutan tidak terdapat ikatan lain selain ikatan
Van der Waals. Akan tetapi persamaan tersebut tidak dapat digunakan untuk proses-proses
yang didalamnya terjadi solvasi dan asosiasi antara solute dan solven, demikian pula
halnya untuk larutan elektrolit. untuk proses-proses yang didalamnya terjadi solvasi dan
asosiasi antara solute dan solven, demikian pula halnya untuk larutan elektrolit.

3. PERCOBAAN
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi:
 Bahan Obat (Teofilin)
 Dioksan
 Air
b. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi:
 Botol timbang
 Hotplate-magnetic stirrer
 Spektrofotometer uv-vis
 Alat-alat gelas
 Micropipete
c. Cara Kerja
1) Buat pelarut campuran Dioksan-Air sehingga diperoleh campuran dengan parameter
kelarutan 12; 14; 16; 18 (masing-masing sebanyak 10 mL)
2) Masukkan bahan obat ke dalam 4 macam campuran dioksan-air yang telah dibuat,
masing-masing 100 mg bahan obat
3) Campur sehingga mendapatkan larutan jenuh dengan menggunakan hotplate magnetic
stirrer selama 45 menit dengan suhu 30°C
4) Ambil sejumlah tertentu sampel, saring dan tentukan kadar obat terlarut dengan
menggunakan Spektrofotometer uv
5) Buat grafik hubungan antara kelarutan dengan parameter kelarutan solven dari hasil
percobaan maupun dari hasil perhitungan secara teoritis dengan menggunakan
persamaan kelarutan reguler!
6) Tentukan parameter kelarutan teofilin dengan data yang diperoleh! Bandingkan hasil
percobaan dengan yang tercantum dalam pustaka!
4. DATA DAN PERHITUNGAN

Persamaan Kurva Baku


a. Untuk  12 : y = 0,6155x + 0,0124 
b. Untuk 14 : y = 0,5474x + 0,0820 
c. Untuk  16 : y = 0,6869x + 0,037 
d. Untuk  18 : y = 0,8175x + 0,0094 
a. Perhitungan Perbandingan Volume Dioksan dan Air

b. Perhitungan Fraksi Mol Teofilin Berdasarkan Percobaan

c. Perhitungan Kelarutan Teofilin secara Teoritis Menggunakan Persamaan Reguler

d. Perhitungan Parameter Kelarutan Teofilin Berdasarkan Percobaan

5. PEMBAHASAN
Pertanyaan Penuntun:
a. Jelaskan mengapa digunakan campuran dioksan-air untuk melarutkan teofilin! Apa
hubungannya dengan prinsip like dissolved like?
b. Dari keempat parameter kelarutan tersebut, manakah yang memberikan kelarutan
teofilin yang paling baik? Berikan penjelasan!
c. Apakah terdapat perbedaan antara parameter kelarutan teofilin hasil perhitungan dengan
parameter kelarutan teofilin berdasarkan pustaka? Berikan penjelasan!
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan tersebut adalah:
Saran yang dapat diberikan dari percobaan tersebut adalah
7. PERTANYAAN DISKUSI
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan kelarutan intrinsik suatu bahan obat!
2) Apakah hubungan antara parameter kelarutan dengan ΔHf?
3) Jelaskan hubungan antara kelarutan bahan obat dengan parameter kelarutan obat dan
parameter kelarutan pelarutnya! Bilamana kelarutan obat mencapai titik maksimum?
8. PUSTAKA
1) Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta
2) Sinko, P.J., 2006, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5th Ed.,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
3) O’Niel, M.J., 2006, The Merck Index, John Wiley and Son, Philadelphia.

UJI KELARUTAN SEMU (APPARENT SOLUBILITY)

1. TUJUAN
Mengetahui pengaruh variasi pH terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah
2. TEORI
Sebagian besar bahan obat merupakan senyawa organic yang bersifat asam lemah
atau basa lemah, dengan demikian faktor pH sangat mempengaruhi kelarutannya. Senyawa
obat yang memiliki sifat asam lemah, pada pH yang absolute rendah zat tersebut praktis
tidak mengalami ionisasi. Kelarutan obat dalam bentuk ini sering disebut sebagai kelarutan
intrinsic. Jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun akan meningkat. Hal ini terjadi karena
selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan
intrinsic), juga dalam bentuk terion, seperti terlihat pada kesetimbangan ionisasi (gambar
1)

Gambar 1. Skema kesetimbangan ionisasi asam lemah dalam keadaan jenuh


Adapun fraksi obat yang terionkan (fi) dan fraksi obat yang tidak terionkan (fu) dalam
larutan, hubungannya dengan pH larutan mengikuti persamaan Henderson-Hasselbalch
(1):

Dari uraian di atas dalam keadaan jenuh, persamaan (1) dapat diubah menjadi (2):
Apabila besarnya pH sama dengan pKa maka kelarutan obat menjadi dua kali kelarutan
intrinsiknya. Jika besarnya pH satu unit di atas pKa, maka kelarutan obat menjadi 11 kali
kelarutan intrinsiknya, dan jika besarnya dua unit di atas harga pKa, maka kelarutannya
meningkat menjadi 101 kali kelarutan intrinsiknya.
3. PERCOBAAN
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi:
 Bahan Obat (Asam Benzoat)
 Larutan dapar fosfat dengan berbagai kondisi pH dengan kekuatan ion tertentu
b. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi:
 Botol timbang
 Hotplate-magnetic stirrer
 Spektrofotometer uv-vis
 Alat-alat gelas
c. Cara Kerja
1) Siapkan dapar fosfat pH 3,2; 5,2; 6,2 masing-masing sebanyak 10 mL
2) Timbang bahan obat 100 mg, masukkan pada masing-masing larutan dapar
3) Campur hingga homogen dengan menggunakan hotplate-magnetic stirrer pada suhu
30°C selama 30 menit dan 60 menit
4) Ambil dan saring dengan menggunakan kertas saring, jika perlu encerkan dengan
menggunakan dapar fosfat pada masing-masing pH
5) Ukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer uv
6) Buatlah kurva hubungan antara kelarutan (S; So; dan Si) dan pH pelarut berdasarkan
hasil percobaan dan secara teoritis! Jika terdapat perbedaan antara hasil percobaan dan
teoritis, faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan tersebut?
4. DATA DAN PERHITUNGAN
a. Data dengan waktu penggojokan selama 30 menit
b. Data dengan waktu penggojokan selama 60 menit

c. Data: Penimbangan Asam Benzoat : ……….. mg


Volume pelarut : ……….. mL
Ka Asam Benzoat : …………..
d. Perhitungan Kelarutan Semu Secara Teoritis
Tabel data:

e. Perhitungan Kelarutan Semu dari Hasil Percobaan


Tabel data:

5. PEMBAHASAN
Pertanyaan penuntun:
1) Jelaskan alasan penggunaan pelarut dapat fosfat dengan kondisi pH yang berbeda dalam
percobaat tersebut!
2) Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu bahan obat!
3) Bagaimanakah hasil pengamatan kelarutan semu antara waktu penggojokan 30 menit,
60 menit, dan kelarutan secara teoritis? Jika ada perbedaan, jelaskan penyebab atau
alasannya!
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan tersebut adalah:
Saran yang dapat diberikan dari percobaan tersebut adalah:
7. PERTANYAAN DISKUSI
a. Jika diketahui kelarutan asam benzoate pada suhu yang sama sebesar 1,2% b/v,
Hitunglah pH larutan asam benzoate tersebut!
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga pKa dan jelaskan mengapa faktor-
faktor tersebut berpengaruh!
c. Bagaimanakah rumus perhitungan kelarutan untuk bahan-bahan obat yang bersifat basa
lemah?
d. Apakah hubungan antara kelarutan intrinsic dan kelarutan semu?
e. Berdasarkan kesimpulan yang saudara peroleh dari hasil percobaan tersebut, usaha
apakah yang dapat saudara lakukan untuk meningkatkan kelarutan Fenobarbital?
8. PUSTAKA
1) Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta
2) Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta
3) Sinko, P.J., 2006, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5th Ed.,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
BERAT MOLEKUL ZAT VOLATIL

Tujuan
Memperkirakan berat molekul suatu bahan yang bersifat volatil (mudah menguap)

Dasar teori
Pemanasan gas sesungguhnya tidaklah sederhana, sehingga untuk membuat
generalisasi dalam mempelajarinya perlu dilakukan pendekatan dan penyederhanaan
masalah. Salah satu model yang paling sederhana dalam mempelajari gas adalah konsep
mengenai gas ideal. Teori kinetik gas menjelaskan sifat-sifat gas (misalnya tekanan)
dengan menggunakan hukum-hukum newton terhadap gerak molekul-molekul (atau
partikel-partikel) gas dan beberapa anggapan terhadap gas (gas ideal). Ada beberapa dasar
yang dibuat untuk gas ideal dalam teori kenetik adalah sebagai berikut:
1. Gas terdiri dari partikel-partikel yang disebut molekul
2. Partikel-partikel gas bergerak dalam lintasan lurus dengan kelajuan tetap dan
geraknya adalah acak
3. Gerak partikel hanya disebabkan oleh tumbukan dengan partikel lain ataupun
dengan dinding wadahnya. Ini berarti antar partikel dianggap tidak ada gaya tarik-
menarik
4. Dalam semua tumbukan antar partikel gas, baik antar partikel maupun denga
dinding wadahnya tidak ada kehilangan energi (tumbukan lenting sempurna)
5. Selang waktu tumbukan antar partikel berlangsung sangat singkat
6. Volume parttiel gas sangat kecil dibandingkan dengan wadah yang ditempatinya
sehingga dapat diabaikan
7. Untuk semua partikel gas berlaku hukum-hukum newton tentang gerak.
Sifat – sifat tersebut didekati oleh gas-gas inert (He, Ne, Ar, dan Hg) dalam
keadaan gas dan sangat encer. berat melekul relatif dari suatu senyawa dapat ditentukan
dengan berbagai metode tergantung dari sifat-sifat fisika senyawa yang bersangkutan.
Metode yang sangat umum diapakai untuk menentukan berat molekul cairan yang mudah
menguap (volatil) yaitu :
a. Metode regnault
b. Metode viktor meyer
Metode viktor meyer, cairan ditimbang dalam bola kaca, kemuadian diuapkan dalam
volume ditentukan pada tekanan barometer dan temperatur tertentu. masa melekul (berat
molekul) senyawa yang volatil dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal
dan massa jenis gas. Untuk tekanan yang tidak terlalu besar dan suhu yang tidak terlalu
tinggi maka hukum tentang gas ideal dapat digunakan. Persamaan untuk hukum gas ideal
yaitu:
𝑃 .𝑉 = 𝑛 .𝑅 .𝑇 … … … . (1)
Dimana:
P = Tekanan gas (atm)
V = Volume gas (liter)
n = jumlah mol gas (mol)
R = Tetapan umum gas ideal (0,0825 L atm mol-1 K-1)
T = Suhu gas (K)
Dengan berdasarkan persamaan diatas, maka berat molekul suatu gas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑠 (𝑤)
𝑛 (𝑚𝑜𝑙) = … … … … … . (2)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑔𝑎𝑠 (𝐵𝑀)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑠 (𝑤)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 (𝐵𝑀) = … … … … … … (3)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑛)

Sehingga dari persamaaan (1) kita peroleh :


𝑃 .𝑉 = 𝑛 .𝑅 .𝑇
𝑤
𝑃. 𝑉 = .𝑅 .𝑇
𝐵𝑀
𝑤
.𝑅 .𝑇
𝐵𝑀 = 𝑉
𝑃
𝑤
Karena 𝜌 = 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝜌 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑧𝑎𝑡, 𝑚𝑎𝑘𝑎 ∶
𝑉
𝜌 . 𝑅. 𝑇
𝐵𝑀 = … … … . . (4)
𝑃
Alat dan Bahan
Bahan :
- Aquades
- Benzena
Alat

- Labu erlenmeyer 100 ml - Desikator/eksikator


- Lampu spirtus - Buret
- Aluminium foil, karet gelang, - Pipet volume 5ml
isolasi - Stativ dan klem
- Jarum pelubang - Tripot, kassa asbes
- Neraca analitik

Prosedur
1. Labu erlenmeyer yang kering dan bersih ditimbang dengan seksama bersama karet
pengikat, aluminium foil, isolasi yang akan digunakan . catat hasilnya sebagai A
gram
2. Masukkan 5ml sampel yang hendak dicari berat molekulnya kedalam erlemenyer,
kemudian ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan karet pengikat
3. Tutup aluminium foil kemudian diberi lubang dengan menggunakan jarum,
kemudian panaskan erlenmeyer di atas lampu spirtus sampai semua cairan yang
ada teruapkan, setelah itu segera tutup lubang tersebut dengan isolasi sampai rapat.
4. Dinginkan dalam eksikator sampai suhu ruangan
5. Setelah suhunya sampai pada suhu ruangan, erlenmeyer beserta isinya (gas) dan
tutubnya di timabang . catat hasilnya sebagai B gram
6. Tutup dilepas kemudian erlenmeyer dikeringkan kembali
7. Isis erlenmeyer dengan air sampai tepat penuh dengan menggunakan buret catat
volume air yang digunakan untuk mengisi erlenmeyer
8. Catat suhu ruang lalu konversikan dalam satuan kelvin
Data percobaan
No Penimbangan Berat
1. Erlenmeyer + karet pengikat+ aluminium foil+ isolasi (A) .....
2. Erlenmeyer +isi+karet pengikat+ aluminium foil+ isolasi (B) .....

Volume air yang ditambahkan dalam erlenmeyer = ....... ml


Suhu ruang = .... K
Perhitungan
Berat gas = (B-A) gram
Volume gas =
𝐵−𝐴
Densitas gas = 𝑉
𝜌𝑅𝑇
Berat molekul BM = 𝑃

PRAKTIKUM VISKOSITAS CAIRAN

Tujuan
1. Mengetahui pengaruh densitas cairan terhadap viskositas cairan
2. Membuat grafik hubungan antara densitas cairan terhadap viskositas cairan
3. Menentukan konsentrasi larutan dengan mengukur viskositas cairannya .
Dasar Teori
Fluida atau zat cair memiliki kekentalan yang berbeda-beda. Minyak pelumas dan air
tentunya memiliki kemampuan mengalir yang berbeda-beda. Pada saat fluida dialirkan
sebenarnya terjadi gerakan antara lapisan-lapisan fluida tersebut. Secara kuantitatif
kekentalan suatu fluida dinyatakan dengan angka kental, dimana satuan yang sering
digunakan adalah poise atau sentiposice.
Satu poise adalah gaya sebesar 1 dyne yang menyebabkan dua lapisan fluida yang
luasnya 1 cm2 berjarak 1 cm bergerak satu terhadap yang lainnya dengan kecepatan
1cm/detik. Ada banyak metode yang digunakan untuk pengukuran kekentalan suatu fluida
diantaranya, metode bola jatuh dan metode ostwald, dan cara yang lain adalah dengan
memebndingkan kekentalan fluida yang belum diketahui kekentalannya .
Pada suhu tekanan yang sama dengan menggunakan hukum poisseulle II:
⍴ . 𝑅4 𝑡
𝑉=
8𝜂𝐿
Dimana :
V = Volume fluida yang mengalir
ρ = desitas flida
R= Jari-jari pipa
T= waktu yang diperlukan untuk mengalirkan fluida
η = viksositas fluida
L= panjang pipa
Apabila dalam percobaan ini kita menggunakan pipa dengan jari-jari yang sama serta
volume fluida yang sama, maka dapat kita tuliskan :
⍴𝑎 . 𝑅 4 𝑡 ⍴𝑠 . 𝑅 4 𝑡
𝑉𝑎 = 𝑉𝑆 =
8 𝜂𝑎 𝐿 8 𝜂𝑠 𝐿

Indek a adalah fluida yang sudah diketahui viskositasnya sedangkan indek s adalah
fluida yang belum diketahui viskositasnya. Untuk volume yang sama , maka VS = Va.
Sehingga persamaan di atas menjadi :
⍴𝑎 . 𝑅 4 𝑡 ⍴𝑠 . 𝑅 4 𝑡
=
8 𝜂𝑎 𝐿 8 𝜂𝑠 𝐿
𝑡𝑠 𝑥 ⍴𝑠
𝜂𝑠 = 𝜂
𝑡𝑎 𝑥 ⍴𝑎 𝑎
Alat dan bahan
Alat
1. Piknometer
2. Viskometer
3. Neraca analitik stopwatch
4. Filler
5. Beaker glass
6. Batang pengaduk
7. Gelas ukur
Bahan
1. Larutan CMC berbagai konsentrasi
2. Larutan sampel, cotrimoksa 201 suspensi
Prosedur kerja
1. Membuat larutan CMC dengan berbagai konsentrasi 0,1 % - 1%. Masing-masing
konsentrasi dibuat 60ml, dengan cara:
- Menghitung CMC0,1%-1%
- Tambahkan aquades 60ml
- Panaskan hingga larut
2. Larutan CMC dari berbagai konsentrasi ini dicari densitasnya (bobot jenisnya)
menggunakan piknometer dengan cara:
- Timbang piknometer kosong dan kering . catat hasil penimbangannya sebagai
A gram
- Masukkan cairan yang hendak diukur bobot jenisnya ke dalam piknometer
sampai penuh. Atur suhu piknometer 250C. setelah piknometer penuh kemudian
piknometer ditutup
- Timbang piknometer + isi . catat hasilnya sebagai B gram.
- Hitung bobot jenis cairan
3. Mencari viskositas CMC dengan menggunakan viscometer,
- Masukan larutan yang akan dicari viskositasnya dengan viscometer melalui
pipa yang lebih besar
- Sedot dengan menggunakan filler pada pipa yang yang lain (pipa yang kecil).
Hingga tanda batas atas. Lepaskan filler berbarengan dengan dimulainya
stopwatch
- Hitung waktu cairan mengalir dari batas atas hingga batas garis dibawahnya
dengan stopwatch yang dihentikan. Catat watunya
- Lakukan pengukuran bobot jenis dan viskositas pada aquades dan sampel
4. Buatlah grafik hubungan antara densitas konsentrasi CMC dengan viskositas
larutan
Perhitungan
𝐵−𝐴
1. Bobot Jenis : ⍴ = 𝑉
𝑡𝑠 𝑥 ⍴𝑠
2. Viskositas : 𝜂𝑠 = 𝜂𝑎
𝑡𝑎 𝑥 ⍴𝑎

Data Pengamatan
1. Bobot jenis
Volume piknometer = ..... ml
Suhu piknometer = ......0C
No Konsentrasi Piknometer Piknometer+larutan Berat larutan Bobot jenis
larutan CMC kosong (gram) (gram) (gram/ml)
(%) (gram)
1. CMC 1%
2. CMC 0,9%
3. CMC 0,8%
4. CMC 0,7%
5. CMC 0,6%
6. CMC 0,5%
7. CMC 0,4%
8. CMC 0,3%
9. CMC 0,2%
10. CMC 0,1%
11. Aquades
12. Sampel

2. Waktu alir
No Konsentrasi larutan Waktu (sekon)
CMC(%)
1. CMC 1%
2. CMC 0,9%
3. CMC 0,8%
4. CMC 0,7%
5. CMC 0,6%
6. CMC 0,5%
7. CMC 0,4%
8. CMC 0,3%
9. CMC 0,2%
10. CMC 0,1%
11. Aquades
12. Sampel

3. Viskositas
No Konsentrasi Bobot jenis t rata-rata (detik) Viskosotas
larutan CMC (gr/ml) (poise)
(%)
1 CMC 1%
2 CMC 0,9%
3 CMC 0,8%
4 CMC 0,7%
5 CMC 0,6%
6 CMC 0,5%
7 CMC 0,4%
8 CMC 0,3%
9 CMC 0,2%
10 CMC 0,1%
11 Aquades
12 Sampel

Kurva
1. Grafik hubungan antara konsentrasi 2. Grafik hubungan antara bobot jenis
dengan viskositas dengan viskositas

Viskositas (poise)
Viskositas (poise)

Konsentrasi (%) Bobot jenis (gr/ml)

PRAKTIKUM FISIKA FARMASI


TEGANGAN PERMUKAAN

TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh densitas cairan terhadap tegangan permukaan
2. Membuat grafik hubungan antara desitas cairan terhadap tegangan permukaan
3. Menentukan konsentrasi larutan dengan mengukur tegangan permukaannya
DASAR TEORI
Teganga permukaan cairan dapat didefinisikan sebagai gaya yang terjadi pada
permukaan satu cairan yang menghalangi perluasan dari cairan tersebut. Fenomena
tegangan permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat cair yang berada
pada keadaan diam (statis)
Secara kuantitatif tegangan permukaan dinyatakan sebagai gaya yang berkerja pada
sepanjang 1cm pada pemukaan zat cair dalam satuan dyne/cm. Konsep tegangan
permukaan diperlukan apabila kita menginginkan / membuat suatu imulsi / ingin
mengontakkan suatu cairan dengan padattan. Sebagai contoh peptisida yang disemprotkan
diatas daun, maka harus memiliki tegangan yang relatif rendah agar mampu membasahi
daun dengan efisien.
Ada beberapa cara pengukuran tegangan permukaan , yaitu:
1. Metode cincin
2. Metode kapilaritas
Apabila suatu pipa kapiler dicelupkan ke dalam suatu cairan maka akan terjadi
kenaikan cairan di dalam pipa. Kenaikan ini akan terus terjadi sampai adanya
kesetimbangan gaya.
Gaya pertama (F1) merupakan gaya yang menyebabkan cairan naik ke atas
Gaya kedua (F2) merupakan gaya yang menyebabkan cairan tertarik kebawah.
𝐹1 = 2𝜋 𝑟 𝛾 cos 𝜃
𝐹2 = 𝜋 𝑟 2 ℎ 𝜌 𝑔
Dengan :
𝑟 = jari jari pipa kapiler
𝛾 = tegangan permukaan
ℎ = tinggi kenaikan pipa kapiler
𝜌 = densitas cairan
𝑔 = gaya grafitasi
Pada keadaan setimbang, maka gaya karena tegangan permukaan = gaya grafitasi,
sehingga :
𝐹1 = 𝐹2
2𝜋 𝑟 𝛾 cos 𝜃 = 𝜋 𝑟 2 ℎ 𝜌 𝑔
Dengan demikian, secara teori apabila jari-jari pipa kapiler diketahui dan dilakukan
pengukuran terhadap densitas dan kenaikan kapilaritas cairan sehingga tegangan
permukaan cairan akan dapat diketahui . kesulitan utama dalam penentuan tegangan
permukaan adalah mengukur jari-jari kapiler. Namun demikian dapat digunakan cara yang
lebih praktis yaitu denga membandingkan kenaikan kapilaritas cairan yang akan dicari
kenaikan kapilaritasnya.
Dengan cara demikian maka apabila symbol x adalah untuk sampel yang akan dicari besar
tegang permukaaanya dan a adalah cairan yang sudah diketahui kenaikan kapilaritasnya.
Maka dengan membuat anggapan bahwa cos 𝜃 = 1.
ℎ𝑥 𝜌𝑥
𝛾𝑥 = .𝛾
ℎ𝑎 𝜌𝑎 𝑎
Dengan :
ℎ𝑥 = kenaikan sampel dari pipa kapileler
ℎ𝑎 = kenaikan air (pembanding) dari pipa kapiler
𝜌𝑥 = berat jenis sampel
𝜌𝑎 = berat jenis air
𝛾𝑎 = tegangan permukaan air
𝛾𝑥 = tegangan permukaan sampel
𝛾𝑎 = 71,4 dyne/cm pada suhu ruang

ALAT DAN BAHAN


ALAT BAHAN
- Piknometer - Larutan CMC dengan berbagai
- Jangka sorong konsentrasi
- Neraca analitik - Aquades
- Pipa kapiler - Cosimetri 201 suspensi (sampel
- Beakerglass x)
- Pipet ukur
- Spidol tahan air

CARA KERJA
1. Membuat laruta CMC dengan berbagai konsentrasi (0,1% - 0,5%) masing –masing
dibuat 60 ml
2. Larutan CMC dengan berbagai konsentrasi tersebut diukur masing-masing
densitasnya
Cara:
- Timbang piknometer kosong dan kering ( catat hasinya sebagai A gam )
- Masukan cairan yang akan diukur densitasnya ke dalam piknometer sampai penuh,
tutup piknometer dengan tutupnya
- Timbang piknometer bersama isinya (catat hasilnya sebagai B gram)
- Hitung densitasnya
3. Membuat tanda pada pipa sekitar 1 cm dari ujung pipa kapiler, kemudian celupkan
bagian yang sudah diberi tanda kedalam larutan CMC, ukur kenaikan kapilaritas
dengan jangka sorong untuk masing0masing konsentrasi.
4. Lakukan pengukuran kenaikan kapilaritas dan pengukuran densitas terhadap air
suling dan sampel x (cotrimoksa 201)
5. Buatlah grafik hubungan antara konsentrasi dengan tegangan permukaan
PERHITUNGAN
Berat jenis
𝐵−𝐴
𝜌=
𝑉
Tegangan permukaan
ℎ𝑥 𝜌𝑥
𝛾𝑥 = .𝛾
ℎ𝑎 𝜌𝑎 𝑎

DATA PENGAMATAN
A. Berat Jenis
No Konsentrasi larutan Piknometer kosong Pikno+larutan Berat jenis
(%) (gram) (gram) (gram/ml)
1
2
3
4
5
6
7

B. Kenaikan kapilaritas

No Konsentrasi Kenaikan Berat jenis Tegangan


larutan kapilaritas (cm) (gram/ml) permukaan
(dyne/cm)
1 0,5%
2 0,4%
3 0,3%
4 0,2%
5 0,1%
6 aquades
7 sampel

SEDIMENTASI PARTIKEL SUSPENSI

1. TUJUAN
a. memahami dan mengamati faktor-faktor dan parameter-paramater yang mempengaruhi
stabilitas suatu suspensi.
b. memahami pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi.
c. memahami perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi.
2. TEORI
Suspensi dalam farmasi adalah dispersi kasar dengan partikel padat yang tidak larut
terdispersi dalam medium cair. Diameter partikelnya lebih besar dari 0,1 μ. Aspek utama
dalam stabilitas fisika suatu suspensi adalah mencegah fasa terdispersi mengendap terlalu
cepat dan fasa terdispersi mengendap pada dasar wadah membentuk ”cake” yang keras,
dan dapat segera terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu suspensi:
a. Ukuran partikel
b. Jumlah partikel yang bergerak
c. Tolak-menolak antar partikel karena adanya muatan listrik
d. Konsentrasi suspensi
e. Viskositas
f. Suhu
Dua parameter sedimentasi adalah volume sedimentasi (F) dan derajat flokulasi (β).
Volume sedimentasi adalah perbandingan volume akhir sedimentasi (Vu) terhadap volume
awal suspensi(Vo)

Derajat flokulasi adalah suatu parameter yang lebih mendasar, karena


menghubungkan volume sedimen dalam sistem flokulasi dengan volume sedimen pada
sistem deflokulasi.

Secara umum kecepatan sedimentasi dinyatakandalam Hukum Stokes, dengan persamaan:

Dengan ketentuan:
V = laju sedimentasi (cm/det)
d = diameter partikel (cm)
ρs = massa jenis fasa terdispers
ρo = massa jenis medium pendispers
g = percepatan gravitasi
ηo = viskositas medium pendispers
Laju sedimentasi juga dapat ditentukan dengan persamaan:
v = laju sedimentasi
H = selisih batas atas dan bawah
t = waktu
3. PERCOBAAN
a. Bahan:
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi:
 Parasetamol
 Propilen glikol
 CMC Na
 Aquadest
b. Alat:
Alat yang diperlukan dalam percobaan ini adlaah sebagai berikut:
 Gelas ukur 50 ml, 5 buah
 Beaker glass
 Mortir dan stamper
 Pengaduk gelas
 Aluminium foil

c. Cara Kerja:
1) Komposisi : bahan pada 5 tabung
2) Pembuatan suspensi tabung I
 Timbang Parasetamol 3 g
 Parasetamol digerus + aquadest sedikit demi sedikit sampai dapat dituang
 Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai
homogen.
3) Pembuatan suspensi tabung II
 Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali
bobot), gerus hingga terbentuk mucilago
 Timbang Parasetamol .......g, masukkan ke dalam mucilago CMC Na, aduk hingga
homogen + aquadest sampai bisa dituang
 Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai
homogen.
4) Pembuatan suspensi tabung III
 Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali
bobot), gerus hingga terbentuk mucilago
 Timbang Parasetamol .......g, masukkan ke dalam mucilago CMC Na, aduk hingga
homogen + aquadest sampai bisa dituang
 Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai
homogen.
5) Pembuatan suspensi tabung IV
 Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali
bobot), gerus hingga terbentuk mucilago
 Timbang Parasetamol .......g, basahi dengan propilen glikol, masukkan ke dalam
mucilago CMC Na, aduk hingga homogen + aquadest sampai bisa dituang
 Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai
homogen.
6) Pembuatan suspensi tabung V
 Timbang CMC Na ............mg kembangkan dalam aqua panas ......... ml (20 kali
bobot), gerus hingga terbentuk mucilago
 Timbang Parasetamol .......g, basahi dengan propilen glikol, masukkan ke dalam
mucilago CMC Na, aduk hingga homogen + aquadest sampai bisa dituang
 Masukkan ke dalam gelas ukur + aquadest sisa hingga 50 ml, kocok sampai
homogen
4. HASIL PENGAMATAN
a. Hasil pengamatan tinggi sedimen

b. Hasil perhitungan
1) Perhitungan harga Volume Sedimentasi (F)

2) Perhitungan harga Derajat Flokulasi (β)

5. PEMBAHASAN
Pertanyaan penuntun:
a. Manakah diantara kelima tabung yang kecepatan sedimentasinya paling besar? Coba
anda urutkan!
b. Apakah kegunaan CMC Na dan propilen glikol dalam pembuatan suatu sediaan
suspensi?
c. Manakah diantara kelima tabung yang merupakan sistem terflokulasi dan mana yang
deflokulasi?
d. Suspensi mana yang paling stabil?
e. Apakah suspensi yang paling stabil tersebut merupakan suspensi yang ideal? Bagaimana
suspensi yang ideal itu?
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
Saran yang dapat diberikan dari percobaan ini adalah:
9. PERTANYAAN DISKUSI
a. Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk membedakan suspensi flokulasi dan
suspensi deflokulasi?
b. Bagaimanakah cara membedakan volume sedimentasi dan derajat flokulasi?
c. Apakah yang dimaksud volume akhir sedimen pada suspensi flokulasi maupun pada
suspensi deflokulasi?
d. Apakah artinya β = 2 dan β = 0,9, berikan penjelasan apabila perlu dengan gambar.
8. PUSTAKA
1) Martin A., Bustamante, and Chun A.H.C., 1993, Physical Pharmacy, 4th Ed., William
and Wilkins, p. 477-487.

UKURAN PARTIKEL
1. TUJUAN
a. mampu dan terampil menggunakan mikroskopi optik untuk menentukan ukuran partikel
dan distribusinya.
b. memahami dan mampu menghitung parameter-parameter yang berhubungan dengan
bentuk dan ukuran partikel.
2. TEORI
Mikromeritik adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan ukuran partikel. Dimensi
partikel serbuk dapat ditentukan menurut sifat-sifatnya,seperti: luas permukaan, volume,
daerah proyeksi atau kecepatan sedimentasinya. Sekumpulan partikel biasanya bersifat
heterogen. Bentuk dan ukurannyapun sangat bervariasi, karenanya dalam menentukan
ukuran sekumpulan partikel perlu diperkirakan interval (jarak) ukuran partikel yang ada
dan fraksi jumlah atau bobot dari setiap jarak ukuran partikel. Kemudian dibuat kurva
distribusi ukuran partikel dan dari kurva ini dapat ditentukan ukuran partikel rata-rata dari
sekumpulan partikel tersebut.
Metode mikroskopis optik ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan ukuran partikel. Umumnya sediaan obat yang digunakan dalam farmasi
mengandung komponen bahan yang berupa partikel-partikel, baik sendirian maupun
terdispersi sebagai partikel-partikel halus dalam medium yang lain. Pada kasus tertentu
diperlukan pengecilan ukuran partikel. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan metode
fisik ataupun dengan metode kimiawi. Kominusi (comminution) adalah suatu proses
memperkecil ukuran partikel obat-obat yang berasal dari hewan atau obat-obat berasal dari
bahan kimiawi yang dilakukan secara fisis. Prinsip metode kimiawi yang digunakan adalah
dengan pengendapan dari suatu larutan dengan jalan mereaksikan satu zat dengan zat yang
lainnya untuk menghasilkan senyawa kimia yang diinginkan dalam bentuk partikel-
partikel halus. Beberapa parameter yang digunakan dalam mikromeritika adalah:
Beberapa parameter yang digunakan dalam mikromeritika adalah:
1) Diameter nilai tengah angka-panjang (dln)

2) Diameter nilai tengah angka-permukaan (dsn)


3) Diameter nilai tengah angka-volume (dvn)

4) Diameter nilai tengah panjang-permukaan atau panjang terbobot (dsl)

5) Diameter nilai tengah volume-permukaan atau permukaan terbobot (dvs)

6) Diameter nilai tengah momen-berat atau volume terbobot (dwm)

3. CARA KERJA
a. Bahan:
Bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah:
 Amylum solani
 Aquadest
b. Alat:
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
 Mikroskop optik
 Mikrometer okuler dan obyektif
 Gelas obyek dan gelas penutup
 Ayakan partisi satu set
 Ro-Tap Sieve Shaker
 Timbangan
c. Cara Kerja:
Metode Mikroskopi
1) Kaliberasi mikrometer okuler terhadap obyektif
- mikrometer okuler yang akan dikaliberasi dipasang di dalam lensa okuler
- mikrometer obyektif dipasang di bawah lensa obyektif
- skala 0,0 pada mikrometer obyektif dihimpitkan hingga segaris dengan salah satu
skala pada skala okuler
- sejumlah skala pada skala obyektif yang segaris dengan sejumlah skala pada skala
okuler dicatat, lakukan 3 replikasi
- mikrometer obyektif dilepas
2) Pembuatan preparat
- amylum solani + aquadest, diaduk hingga homogen
- teteskan pada gelas obyek
3) Amati ukuran partikel sebanyak 500 kali, catat hasilnya
4) Catat ukuran partikel terbesar dan terkecil untuk membuat interval kelas
5) Hitung diameter tengahnya yang berupa dln, dsn, dvn, dsl, dvs, dan dwm.
Metode Pengayakan
1) Siapkan alat dan bahan.
2) Susun beberapa ayakan dengan nomor tertentu secara berurutan dari atas ke bawah,
dengan makin besar nomor ayakan yang bersangkutan.
3) Masukkan serbuk ke dalam ayakan paling atas pada bobot tertentu yang ditimbang
secara saksama (misal 100 gram).
4) Ayak serbuk selama 10 menit pada getaran tertentu.
5) Timbang serbuk yang terdapat pada masing-masing ayakan.
6) Buat kurva distribusi persen bobot di atas dan di bawah ayakan.
4. HASIL PENGAMATAN
a. Hasil kaliberasi skala okuler dengan menggunakan skala obyektif
Standar: .............. skala obyektif = ...............μm
............... skala okuler = ..................skala obyektif
............... skala okuler = ..................skala obyektif
...............skala okuler = ..................skala obyektif
...............skala okuler = ..................skala obyektif
1 skala okuler = ...............................skala obyektif
= ................................μm
b. Hasil pengamatan ukuran partikel dengan skala okuler (500 data)
c. Hasil perhitungan diameter partikel secara statistika

d. Gambarkan kurva histogram antara ukuran partikel (μm) terhadap distribusi frekuensi

5. PEMBAHASAN
Pertanyaan penuntun
a. Jelaskan dengan singkat persamaan umum ukuran partikel rata-rata yang diturunkan
oleh Edmunson!
b. Apakah bedanya masing-masing nilai tengah diameter yang anda ukur?
c. Di antara diameter statistik, manakah yang paling berguna dalam bidang farmasi,
mengapa?
d. Apakah yang anda dapatkan dari kurva distribusi ukuran partikel?
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini, adalah:
Saran yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
.
7. PERTANYAAN DISKUSI
a. Apakah kegunaan pengukuran partikel pada sediaan suspensi atau emulsi?
b. Apakah keuntungan dan kerugian penentuan ukuran partikel dengan metoda
mikroskopi?
c. Jelaskan dengan singkat prinsip-prinsip pengukuran partikel dengan beberapa metode
yang ada di pustaka!
8. DAFTAR PUSTAKA
1) Martin A., Bustamante, and Chun A.H.C., 1993, Physical Pharmacy, 4th Ed., William
and Wilkins, p. 477-487
STABILITAS BAHAN OBAT
TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR
1. TUJUAN
a. memahami pengaruh perubahan temperatur terhadap stabilitas suatu bahan obat.
b. memahami cara menentukan tetapan laju peruraian bahan obat pada temperatur tertentu
c. memahami dan menghitung pengaruh energi aktivasi dalam peruraian suatu bahan obat
karena pengaruh perubahan temperatur.
2. TEORI
Peningkatan temperatur biasanya menambah laju reaksi, oleh karena itu peruraian
suatu bahan obat biasanya meningkat dengan kenaikan temperatur. Hubungan antara laju
reaksi peruraian (k) terhadap temperatur (T) dinyatakan dalam persamaan Arrhenius:

Dengan ketentuan:
k = tetapan laju reaksi, nilainya diperoleh dari perhitungan berdasarkan persamaan orde
reaksinya
A = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi
R = tetapan gas ( = 1,987 kal/mol.der)
T = temperatur absolut
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dibuat kurva antara 1/T terhadap log k sehingga
diperoleh persamaan garis lurus dan harga k pada temperatur kamar dapat dihitung untuk
memprediksi batas daluwarsa suatu bahan obat.
3. PERCOBAAN
a. Bahan:
Bahan yang dipakai dalam praktikum ini meliputi:
 Vitamin C
 Asam sitrat (BM C6H8O7.1H2O = 210,14) p.a.
 NaOH p.a.
 Aquadest
b. Alat:
Alat yang dipakai dalam praktikum ini meliputi:
 Labu ukur dan tabung reaksi
 Pipet volume dan batang pengaduk
 Beker gelas dan corong gelas
 pH meter beserta dapar standar
 Penangas air dan Oven
c. Cara Kerja:
1) Pembuatan dapar sitrat pH = 5,6 dengan kapasitas dapar = 0,01 sebanyak 250 ml.
a. timbang asam sitrat ............., larutkan ke dalam aquadest secukupnya
b. timbang NaOH ............., larutkan ke dalam aquadest secukupnya
c. campur kedua larutan dan tambahkan aquadest hingga volume 250 ml, aduk ad
homogen
2) Pembuatan larutan vitamin C
a. timbang vitamin C .............,
b. tambahkan larutan dapar sitrat secukupnya hingga larut,
c. pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100,0 ml, tambahkan dapar sitrat
sampai 100,0 ml, kocoklah sampai homogen,
d. pipet larutan vitamin C ..........ml, dengan pipet volume, masukkan ke dalam labu ukur
100,0 ml, sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi mendekati 10 bpj.
3) Pengamatan hasil percobaan
a. amati absorban larutan vitamin C dengan konsentrasi .........bpj pada gelombang
maksimumnya pada spektrofotometer uv,
b. siapkan delapan tabung reaksi, isilah masing-masing tabung dengan larutan vitamin
C sebanyak 10 ml dan panaskan setiap dua tabung pada temperatur 40 , 45 , 50 ,
dan 55 C selama 8 dan 15 menit,
c. amati absorban masing-masing tabung pada panjang gelombang maksimum vitamin
C,
d. hitung kadarnya dengan metode perbandingan serapan.
4. DATA DAN PERHITUNGAN
a. Pembuatan dapar sitrat pH = 5,6 dengan kapasitas dapat = 0,01 sebanyak 250 ml
b. Penimbangan
berat botol timbang + asam sitrat = g
berat botol timbang = g
berat asam sitrat = g
berat botol timbang + NaOH = g
berat botol timbang = g
berat NaOH = g
berat botol timbang + vitamin C = g
berat botol timbang = g
berat vitamin C = g 52
c. Hasil pengamatan absorban

d. Penentuan orde reaksi dengan metode penentuan harga k

e. Pembuatan kurva 1/T vs log k

f. Perhitungan harga Ea dan batas daluwarsa pada temperatur kamar untuk kadar minimum
90%
5. PEMBAHASAN
Pertanyaan penuntun:
a. Berdasarkan hasil percobaan di atas, berapakah orde peruraian vitamin C? Berikan
penjelasan!
b. Mengapa pada percobaan uji stabilitas dipercepat perlu ditetapkan dulu orde reaksi
peruraiannya?
c. Hal-hal apakah yang harus diperhatikan pada percobaan di atas agar dapat dijamin laju
peruraiannya tunggal?
d. Mengapa harga Ea perlu ditentukan dalam percobaan di atas?

6. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan di atas adalah:
Saran yang dapat diberikan yaitu:
7. PERTANYAAN DISKUSI
1) Apakah syarat uji stabilitas dipercepat?
2) Batasan atau ketentuan apakah yang harus dipenuhi pada uji stabilitas dipercepat?
3) Mengapa pada uji stabilitas dipercepat tidak boleh digunakan pengamatan pada
temperatur tinggi?
4) Bagaimanakah pengaruh Ea pada reaksi peruraian?
5) Cara apa sajakah yang dapat dipakai untuk menentukan batas kadaluwarsa suatu sediaan
farmasi?
8. PUSTAKA
1. Martin A., Swarbrick J., and Cammarata A., 1983, Physical Pharmacy, 3rd Ed, Lea and
Febiger, p.352-398
2. Collet, DM, and Aulton, ME, Pharmaceutical Practice, 1990, Churchill Livingstone, p.
45-51.

Anda mungkin juga menyukai