Yenni
Yenni
FILSAFAT PENDIDIKAN
Disusun oleh:
1.MONICA (16004077)
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia dan hidup di dunia ini tidak hanya sekedar untuk hidup,tetapi ada suatu tujuan
yang harus ia tempuh dalam kehidupannya.Yakni bagaimana ia dapat menempuh kesejahteraan
dalam hidupnya.Kehidupan manusia di dunia ini dikelillinmgi fenomena-fenomena alam yang
tidak terbilang,masing-masing muncul membawa maksud dan pesan tertentu.
Tujuan hidup dan tujuan pendidikan tidak boleh terpisah,artinya harus sesuai.Karena
keduanya merupakan atau kesatuan yang mengarahkan manusia kepada derajat yang lebih
tinggi,yakni untuk mencapai kebutuhan dan kesejahteraannya.Tujuan hidup yang ingin dicapai
manusia terus berkembang dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
Seringkali kita berpikir bahwa hidup menyodorkan terlalu banyak pertanyaan yang tak
terjawab kepada kita,tak sedikit diantara kita mencari tahu apa tujuan hidup ini.Sebagiannya
penuh gelak bertanya-tanya.Bahkan ada yang seolah tak perlu untuk apa miliki tujuan dalam
hidup.Ada orang yang mengaku telah menemukan dalam akal dan budi hatinya,namun mereka
kehilangan itu saat harus melewati hidup sehari-hari.Tujuan hidup tak berada dibalik kata-
kata,seindah apapun kata itu digoreskan,melainkan dalam hidup itu sendiri yang kita temukan
sewaktu kita sungguh-sungguh menjalaninya.Dengan begitu kedua kaki kita tak segan dan tahu
mencukupi kebutuhan hidupnya perlu berlandaskan ilmu,karena tanpa ilmu ia tidak dapat
dan tujuan tindakannya tidak akan tercapai.Umpanya orang menanak nasi,bila tanpa
pengetahuan,berasnya tidak bisa menjadi nasi. Adapun tujuan hidup manusia ialah sebagai
berikut :
1.Untuk menjadi manusia yang dapat mengabdi pada Sang Pencipta yaitu ALLAH SWT.
2.Mencari kebenaran dan keabsahan yang baik sesuai dengan filsafat dan ajaran agama yang
3.Menjadi manusia seutuhnya dan sebagai penata sosial yang kuat serta berwibawa sehingga
4.Dapat mengolah alam semesta yang disesuaikan oleh ALLAH SWT dengan menggunakan akal
5.Menjadi manusia yang bahagia,kaya serta sehat jasmani dan rohani sehingga terjadi
sebagai berikut:
1.Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertaqwa
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Implikasi tujuan terhadap kehidupan adalah
untuk meningkatkan keimanan,ketaqwaan dan mempunyai akhlak yang mulia maka peserta didik
diajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan agama (pendidikan agaa baik secara formal atau
sekolah maupun secara informalatau rumah tanggadan non formal atau masyarakat atau disurau
atau di mesjid).
2.Agar warga negara menjadi sehat maka pemerintah berusaha menyediakan fasilitas kesehatan
melalui penyuluhan-penyuluhan kesehatan yang mana masalah ini ditangani oleh Departemen
Kesehatan Indonesia.
3.Agar peserta didik berilm,cakap kreatif ,mandiri menjadi warga negara yagn demokratis serta
Indonesia,mencanangkan wajib belajar bagi anak usia 6 sampai 12 tahun dan juga berusaha
dilakukan pemerintah yang tujuannya adalaah agar warga negara Indonesia itu berilmudan
memilikikecakapan,sehingga peserta itu lebih kreatif dan lebih mandiri dan juga bertanggung
sesuai dengan tujuan hidup manusia itu sendiri.Antara lain,seperti kata Hasan Langglung :
“berbicara tentang tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia.Sebab
pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan
Agar hidup kita bahagia, perlu kita miliki beberapa prinsip hidup:
4.Berusahalah memahami orang lain dengan menempatkan diri kita sendiri pada posisi orang
yang bersangkutan.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak mendatangkan manfaat bagi manusia yang lain.
selesaikanlah masalah yang mendesak terlebih dahulu, sebab hal yang penting belum
tentu mendesak.
kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. [Q.S. Alam Nasyrah: 5-7]
Orang sukses mempunyai kebiasaan mengerjakan hal-hal yang tidak dikerjakan oleh
Orang yang berbakat gagal adalah orang yang mencari-cari alasan atas kegagalannya,
sedangkan orang yang berbakat sukses adalah orang yang mencari alasan bagaimana
Janganlah kita melihat tokoh dalam mencari kebenaran, tetapi selamilah kebenaran itu
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
PENDIDIKAN
Kita kini hidup di era yang menganut nilai relativisme, suatu masa di mana berlaku ungkapan,
“Tidak ada kemutlakan!” Dalam banyak hal, garis pemisah antara kebenaran dan kekeliruan
telah menjadi kabur, jika tidak ingin dikatakan terhapus sama sekali. Tetapi, jauh di dalam lubuk
hati, kebanyakan dari kita masih tetap dapat membedakan mana yang benar dan yang salah –
Misalnya, tidak ada satu pun di antara kita yang rela seseorang mengambil sesuatu yang
menjadi milik kita. Kita tidak suka dibohongi, dan ketidakjujuran cenderung
mengakibatkan seseorang cedera atau meninggal dunia. Kita sepakat memandang sebagai
hal yang tercela, bila seorang eksekutif menjual rahasia perusahaan demi keuntungan
pribadi. Atlet yang “bermain sabun” merekayasa skor pertandingan juga dikategorikan
melakukan tindakan yang salah. Dan masih banyak hal salah lainnya yang dapat kita
sebutkan. Mungkin tidak semua orang sependapat dalam setiap kasus, namun tampaknya
kita semua mempunyai perasaan naluriah mengenai cara yang benar menjalani hidup –
keuangan atau masalah-masalah lain adalah hal yang “benar”. Jika kita melihat seseorang
sedang berada dalam ancaman serangan secara fisik, adalah tindakan tepat jika kita
menolong orang tersebut. Demikian juga, kebajikan dan kasih, serta kalimat penghiburan
dan dukungan, kita anggap sebagai hal yang “benar” dan dibutuhkan.
Namun, dalam banyak aspek kehidupan masalah benar dan salah tidak selalu dapat
dengan mudah dibedakan. Lalu bagaimana kita merumuskan apa yang diperlukan untuk
membangun suatu “hidup yang benar” manakala hal yang awalnya terpisah secara jelas
dalam pola hitam-putih bergeser menjadi daerah “abu-abu” yang meragukan? Kitab
Amsal memang tidak secara eksplisit memberikan panduan rinci menghadapi setiap
kondisi, namun Kitab ini menyediakan prinsip dan panduan yang sangat membantu,
yaitu:
Hidup dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani
kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang tinggi
dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh perilaku terpuji
para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan standar menjalani
kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal 4:18-19, “Tetapi jalan orang
benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari.
Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka
tersandung.”
Hidup dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah
memutuskan untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele atau
Komitmen untuk hidup dengan benar menyebabkan mereka tetap berjalan di jalan yang
sempit, dan tidak memilih jalan yang lebih menarik atau menguntungkan. Sebagaimana
dicatat dalam Amsal 4:26-27, “Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala
kejahatan.”
Hidup dengan benar membuahkan imbalan. Meski imbalan yang diterima tidak selalu
merupakan hasil hubungan sebab-akibat – yaitu kita menerima imbalan yang baik sebagai
hasil melakukan sesuatu yang benar – sering juga imbalan dari menjalankan hidup yang
benar kita terima dalam wujud yang kelihatan. Di samping imbalan nyata, kita juga
berkesempatan mengenyam perasaan bebas dari rasa bersalah, kepuasan karena pekerjaan
dapat diselesaikan dengan baik, dan rasa hormat dari rekan sekerja sebagai “imbalan”.
Hal ini ditulis dalam Amsal 21:21, “Siapa mengejar kebenaran dan kasih akan
Hidup dengan benar tidak dibangun di atas dasar perasaan. Ungkapan masa kini
berbunyi, “Jika Anda rasa baik, lakukan saja.” Emosi, tidak selalu dapat diandalkan.
Emosi tak jarang memberi arahan yang keliru. Amarah dapat menyebabkan kita
menyerang seseorang, dan itu bukan hal yang benar. Mungkin perasaan bahwa besar gaji
yang kita terima tidak memadai itu benar, tetapi tidak berarti kita diperkenankan mencuri
uang perusahaan. Amsal 16:25 mengingatkan: “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi
BAB III
KESIMPULAN
Agar hidup kita bahagia, perlu kita miliki beberapa prinsip hidup:
Hidup dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani
kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang tinggi dapat
menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh perilaku terpuji para tokoh
panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan standar menjalani kehidupan dengan benar.
Seperti diungkapkan dalam Amsal 4:18-19, “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar,
yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti kegelapan;
Hidup dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah memutuskan
untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele atau menyimpang karena
memilih jalan alternatif yang tampaknya lebih menggiurkan. Komitmen untuk hidup dengan
benar menyebabkan mereka tetap berjalan di jalan yang sempit, dan tidak memilih jalan yang
lebih menarik atau menguntungkan. Sebagaimana dicatat dalam Amsal 4:26-27, “Tempuhlah
jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke
hasil hubungan sebab-akibat – yaitu kita menerima imbalan yang baik sebagai hasil melakukan
sesuatu yang benar – sering juga imbalan dari menjalankan hidup yang benar kita terima dalam
wujud yang kelihatan. Di samping imbalan nyata, kita juga berkesempatan mengenyam perasaan
bebas dari rasa bersalah, kepuasan karena pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, dan rasa