Anda di halaman 1dari 9

Nama : Sanidya Nisita Pratiwimba

NIM : 131611133132

Kelas : A3-2016

Resume:

Desa Siaga, Perilaku Hidup Bersih Sehat dan Poskestren, dan


Poskentren

Desa dan Kelurahan Siaga Aktif merupakan salah satu indikator dalam
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten dan Kota. Dalam
tatanan otonomi daerah, pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
merupakan salah satu urusan wajib Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah
Kota, yang kemudian diserahkan pelaksanaannya ke desa dan kelurahan
(Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 13 dan 14 serta Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007). Namun demikian, suksesnya
pembangunan desa dan kelurahan juga tidak terlepas dari peran Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan pihak-pihak lain seperti organisasi kemasyakatan
(ormas) , dunia usaha, serta pemangku kepentingan lain.

Program Desa dan Kelurahan Siaga Aktif diluncurkan dalam rangka


mendukung pencapaian visi Pembangunan Nasional 2005-2025 yaitu
Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Untuk mencapai itu,
pembangunan kesehatan perlu mendapat prioritas. Pelaksanaan program Desa
dan Kelurahan Siaga Aktif dilakukan di seluruh desa dan kelurahan di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Komponen desa dan kelurahan siaga aktif meliputi:


1. Pelayanan kesehatan dasar.
2. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM
dan mendorong upaya survailans berbasis masyarakat,
kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta
penyehatan lingkungan.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Tujuan umum dari desa dan kelurahan siaga aktif yaitu percepatan
terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu
mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi
secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat. Adapula manfaat
desa dan kelurahan siaga aktif yaitu:

A. Bagi Masyarakat
 Mudah mendapatkan pelayanan kesehatan dasar.
 Peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi
masalah kesehatan yang dihadapi.

 Tinggal di lingkungan yang sehat.

 Mampu mempratikkan PHBS.

 Tokoh masyarakat dan kader berperan aktif memberdayakan dan


menggerakkan masyarakat

B. Bagi Puskesmas
 Meningkatkan cakupan program kesehatan

 Optimalisasi fungsi Puskesmas.

 Menurunkan angka kesakitan dan kematian.

 Meningkatkan citra Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan


kesehatan.

C. Bagi Pemerintah Kecamatan


 Alokasi dana pembangunan tidak banyak digunakan untuk
pelayanan kuratif, melainkan untuk promotif dan preventif.

 Terciptanya pembangunan berwawasan kesehatan di kecamatan

 Mempercepat terwujudnya Kecamatan Sehat.

 Meningkatkan citra Pemerintah Kecamatan.


Berikut 8 Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif antara lain:
1.Kepedulian Pemerintah Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat
terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari kesadaran dan
keaktifan Forum Desa dan Kelurahan.

2.Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa dan


Kelurahan Siaga Aktif.

3.Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang


buka atau memberikan pelayanan setiap hari.

4.Keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan (a) survailans berbasis


masyarakat, (b) kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, (c)
penyehatan lingkungan.

5.Tercakupnya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga


Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari
masyarakat dan dunia usaha.

6.Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan


kesehatan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

7.Peraturan di desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang


pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

8.Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di RumahTangga.

Pembentukan Desa Siaga Aktif meliputi persiapan, pelaksanaan,


pemantauan dan evaluasi.

A. Persiapan

1. Persiapan Petugas Pelaksana

 Pelatihan bidan dan perawat desa

 Pelatihan tokoh masyarakat (TOMA) dan kader

2. Persiapan Masyarakat
 Pembentukan Forum Masyarakat Desa (FMD)

 Survey Mawas Diri (pendataan keluarga/lapangan - rembuk


desa)

 Musyawarah Masyarakat Desa (di awal pembentukan)

B. Pelaksanaan

1. Pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kewenangan bidan dan


perawat desa, bila tidak dapat ditangani dirujuk ke Puskesmas
Pembantu atau Puskesmas.
2. Kader dan toma melakukan surveilance (pengamatan sederhana)
berbasis masyarakat tentang kesehatan ibu anak, gizi, penyakit,
lingkungan dan perilaku.
3. Pertemuan Forum Masyarakat Desa untuk membahasa masalah
kesehatan desa termasuk tindak lanjut penemuan pengamatan
sederhana untuk meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat dan
menyepakati upaya pencegahan dan peningkatan
4. Alih pengetahuan dan keterampilan melalui pertemuan dan
kegiatan yang dilakukan oleh jejaring penyebaran informasi
kesehatan di desa (Jejaring Promosi Kesehatan), pelaksanaan kelas
ibu, kelas remaja, pertemuan dalam rangka swa-medikasi, dsb)
5. UKBM misalnya pelaksanaan Posyandu, Posbindu, Warung Obat,
Upaya Kesehatan Kerja, UKBM Maternal (tabulin, calon donor
darah, dsb), dana sehat serta UUKBM lain sesuai kebutuhan dan
kesepakatan
6. Gerakan masyarakat dalam kesiagaan bencana dan
kegawatdaruratan, Kesehatan Lingkungan, PHBS dan Keluarga
Sadar Gizi
C. Pemantauan dan evaluasi

1. Pemantauan dan pengawasan partisipasi Masyarakat

2. Pemantauan dan pengawasan oleh pemerintah

3. Pemantauan dan pengawasan oleh Fasilitator

4. Pemantauan dan pengawasan berbagai pihak

D. Evaluasi:

1. Eval tahunan

2. Akhir 2 tahun selama 4 tahun

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku


kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau
keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI,
2007). Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
2269/MENKES/PER/XI/2011. PHBS merupakan salah satu indikator untuk
menilai kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di bidang kesehatan
Tujuan dari PHBS adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya sehingga
masyarakat sadar, mau, dan mampu secara mandiri ikut aktif dalam
meningkatkan status kesehatannya, upaya memberikan pengalaman belajar
bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur
komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan Advokasi,
Bina Suasana (Social Support) dan Gerakan Masyarakat (Empowerment)
sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat, dalam rangka menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI 2011). Ada
5 program Prioritas PHBS antara lain KIA/KB, gizi, kesling, gaya hidup sehat,
dana sehat.
1. PHBS di rumah tangga

Rumah tangga adalah wadah yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-
anaknya

Sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan


rumah tangga ber-PHBS, yang mencakup persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan, memberi ASI esklusif, menimbang balita setiap
bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun, pengelolaan limbah cair di rumah tangga, membuang sampah
ditempat sampah, memberantas jentik nyamuk, makan buah dan sayur
setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari dan tidak merokok
dalam rumah. Adapula sasaran PHBS rumah tangga yaitu Pasangan
usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan remaja, usia lanjut dan
pengasuh anak. Manfaatnya bagi rumah tangga antara lain:

 Anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit.

 Anak tumbuh sehat dan cerdas.

 Anggota keluarga giat bekerja.

 Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk


memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk
menambah pendapatan keluarga.

2. Bagi Masyarakat
Manfaatnya bagi masyrakat adalah:

 Mampu mengupayakan lingkungan sehat.

 Mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah


kesehatan

 Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada

 Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan


Bersumber Masyarakat (UKBM)
3. Tatanan institusi

 Menggunakan air bersih


 Menggunakan jamban
 Membuang sampah padatempatnya
 Tidak merokok di institusi kesehatan
 Tidak meludah sembarangan
 Memberantas jentik nyamuk
4. Tatanan tempat kerja

 Tidak merokok di tempat kerja


 Membeli & mengkonsumsi makanan di tempat kerja
 Melakukan olahraga secara teratur
 Mencuci tangan dgn air bersih&sabun
 Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja
 Menggunakan jamban
 Membuang sampah pd tempatnya
 Menggunakan apd sesuai jenis pekerjaannya
5. Tatanan tempat umum

 Menggunakan air bersih


 Menggunakan jamban
 Membuang sampah pada tempatnya
 Tidak merokok di tempat umum
 Tidak meludah sembarangan
 Memberantas jentik nyamuk
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam yang
berbasis masyarakat baik sebagai satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah
penyelenggara pendidikan. Unsur-unsur pondok pesantren terdiri atas kiai,
ustad atau sebutan lain yang sejenis, santri, pondok atau asrama, dan masjid
atau musala serta penyelenggaraan pengajian kitab kuning. Ruang lingkup
kegiatan Poskestren meliputi pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
yaitu upaya promotif, preventif, tanpa meninggalkan upaya kuratif dan
rehabilitatif, serta upaya pemberdayaan warga pondok pesantren dan
masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan.
Fungsi Poskestren, adalah :
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan,
dalam alih informasi, pengetahuan dan ketrampilan, dari petugas
kepada warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya, dan
antar sesama warga pondok pesantren dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar
kepada warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya
Survey Mawas Diri (SMD) merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya bersama-
sama petugas Puskesmas, stakeholders terkait, dan Konsil Kesehatan
Kecamatan (jika sudah terbentuk) dalam upaya mengenali keadaan dan
masalah kesehatan di lingkungan pondok pesantren, serta menggali potensi
yang dimiliki. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara
terhadap sekurang-kurangnya 30 orang yang terdiri dari pengelola pondok
pesantren, santri, masyarakat lingkungan pondok pesantren. Selain
wawancara, juga dilakukan observasi terhadap kesehatan lingkungan pondok
pesantren. Hasil dari SMD adalah inventarisasi data/informasi tentang masalah
kesehatan dan potensi yang dimiliki warga pondok pesantren dan masyarakat
sekitarnya. Setelah bebagai data/informasi yang diperlukan berhasil
dikumpulkan, maka upaya selanjutnya adalah merumuskan masalahnya dan
merinci berbagai potensi yang dimiliki.

Anda mungkin juga menyukai