Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

SINDROM TEROWONGAN KARPAL

OLEH :
Ida Ayu Arie Krisnayanti
H1A 010 038

PEMBIMBING :

dr.Ilsa Hunaifi, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
MATARAM
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada
waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Sindrom Terowongan Karpal” ini disusun
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis.
1. Dr. Ester Sampe, Sp.S, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP
NTB.
2. Dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S, selaku supervisor dan pembimbing.
3. Dr. Wayan Subagiartha, Sp.S selaku Supervisor.
4. Dr. Herpan Syafi’i Harahap, M.Biomed., Sp.S, selaku supervisor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.
Terima kasih.

Mataram, 8 Maret 2016

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1
Gangguan yang sering mengenai nervus medianus adalah neuropati tekanan
(entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus berjalan
melalui terowongan karpal dan menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung
tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis.
Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering
mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal
dengan istilah sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome). Sindrom
terowongan karpal (STK) adalah kerusakan dari nervus medianus yang terjadi di
dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang dapat menyempit di tempat
yang dilalui nervus medianus di bawah ligamentum tranversum karpale (fleksor
retinakulum)1.

Angka kejadian sindrom terowongan karpal di Amerika Serikat diperkirakan


sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50
kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study
(NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi sindrom terowongan karpal pada
populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). STK lebih sering mengenai
wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 – 64 tahun, prevalensi tertinggi pada
wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun. Prevalensi STK dalam
populasi umum diperkirakan 5% terjadi pada wanita dan 0,6% terjadi pada laki-
laki STK adalah jenis neuropati tekanan yang paling sering ditemui. Sindroma
tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral2,3.

Penelitian STK di Indonesia, pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada


pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi STK antara 5,6% sampai
dengan 15%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positip
antara keluhan dan gejala STK dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan
faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan4.

BAB II

LAPORAN KASUS

2
I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Usia : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sandubaya, Mataram

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


Agama : Islam
Suku : Sasak
Tanggal Pemeriksaan : 3 Maret 2016

II. SUBJEKTIF (ANAMNESIS)


Keluhan utama : Kesemutan pada telapak tangan kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Saraf RSU Provinsi NTB mengeluhkan kesemutan
pada telapak tangan kanan. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak + 2 bulan
yang lalu. Kesemutan terutama dirasakan telapak tangan kanan serta pada sisi
jari tengah, telunjuk dan ibu jari. Kesemutan pada daerah tersebut sering
disertai rasa nyeri dan rasa tebal.
Pasien juga mengeluhkan saat tidur malam hari, rasa kesemutan disertai nyeri
ini memberat serta menjalar hingga ke lengan kanannya hingga membuat
pasien tidak dapat tidur, kemudian keluhan tersebut berkurang pada pagi hari.
Bila pasien mengerjakan pekerjaan rumah pada siang hari kembali timbul rasa
kesemutan disertai nyeri dan rasa tebal di daerah telapak tangan kanannya.
Untuk mengurangi keluhan tersebut pasien biasanya mengibas-ngibaskan serta
memijat pergelangan hingga telapak tangannya degan balsem serta

3
mengompres hangat pada tangan dan lengannya apabila nyeri hebat muncul
pada malam hari.
Pasien menyangkal riwayat bengkak dan panas di pergelangan tangan, pasien
menyangkal riwayat jatuh menumpu pada tangan, pasien menyangkal
kebiasaan tidur menumpu pada pergelangan tangan, pasien menyangkal
riwayat kelemahan anggota gerak

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa pada tangan kiri maupun ekstremitas bawah disangkal
Riwayat trauma pada tangan kanan disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat stroke disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat stroke disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya, apabila keluhan muncul pasien
hanya memijat-mijat pergelangan serta telapak tangannya dengan balsem atau
mengompres hangat.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga pekerjaan sehari-hari pasien yaitu
mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, menyapu,
setrika, dan lain-lain. Keluhan kesemutan serta nyeri hebat sering muncul
terutama saat pasien mencuci
Kebiasaan merokok dan konsumsi obat-obatan disangkal

4
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.

III. OBJEKTIF
Status Generalis
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital sign :
o Tekanan Darah : 120/70 mmHg
o Nadi : 88 kali/menit, iregular, kuat angkat
o Frekuensi nafas : 20 kali/menit

o Suhu : 36,7 ºC

Status Lokalis
Kepala
- Bentuk dan ukuran : normal
- Anemis : (-/-)
- Ikterus : (-/-)
- Sianosis : (-)

Thorax

1. Inspeksi:
Bentuk & ukuran: normal, simetris antara sisi kiri dan kanan
Pergerakan dinding dada simetris, jejas (-), kelainan bentuk dada (-), ictus
cordis tidak tampak
2. Palpasi:
Deviasi trakea (-)
Pengembangan dada simetris
Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)
Gerakan dinding dada: simetris
3. Pulmo

5
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
4. Cor
Perkusi : batas kanan → ICS 2 parasternal dekstra
batas kiri → ICS 4 midclavicula sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
1. Inspeksi : distensi (-), jejas (-)
2. Auskultasi : bising usus (+) normal
3. Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba.
4. Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen

Ekstremitas

– Akral hangat : + +
+ +

– Edema : - -
- -

– Sianosis : - -
- -

STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : E4V5M6

Nervus Cranialis
 N. I (olfaktorius) : Normosmia

 N. II (optikus) :

6
OD OS

Visus >3/60 3/60

Lapang pandang baik segala arah baik segala arah

Funduskopi tde tde

Melihat warna dapat membedakan dapat membedakan


warna warna

 N. III, IV danVI
 Celah kelopak mata
Ptosis : (-/-)
Exophthalmus : (-/-)
 Posisi bola mata : orthoforia ODS
 Pupil
Ukuran/bentuk : Ø 3 mm / bulat
Isokor/anisokor : isokor
Refleks cahaya : RCL (+/+), RCTL (+/+)
 Gerakan bola mata
Paresis ke arah : Baik segala arah
Nistagmus : (-)

 N. V (Trigeminus)
 Sensibilitas :
 N. V1 : (+)/(+), Simetris
 N. V2 : (+)/(+), Simetris
 N. V3 : (+)/(+), Simetris
 Motorik : Kontraksi otot masseter dan temporalis (+), adekuat dan
simetris
 Refleks kornea : (+/+)

7
 N. VII (Fasialis) :

Motorik M. frontalis M.orbicularis M.orbikularis Oris


Okuli

Istirahat Normal Normal Normal

Gerakan mimik Normal Normal Normal

Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : tde

 N. VIII (Auditorius) :
 Pendengaran : Normal
 Tes Rinne/Weber : tde
 Fungsi vestibularis : tde

 N. IX, X (Glossofaringeus, Vagus) :


 Posisi arkus faring (istirahat/AAH) : Normal
 Refleks menelan/muntah : (+)
 Pengecap 1/3 lidah bagian posterior : Normal
 Suara : Tidak ada perubahan suara

 Takikardi / bradikardi : (-)

 N. XI (Accecorius)
 Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : kekuatan baik
 Mengangkat bahu : normal

 N. XII (Hypoglosus)
 Deviasi lidah : (-)
 Fasikulasi : (-)
 Atrofi : (-)
 Tremor : (-)
 Ataksia : (-)

8
Leher
 Meningeal sign :
- Kaku kuduk : -/-
- Kernig sign : -/-
- Lasegue : -/-
- Brudzisnki I : -/-
 Kelenjar limfe : pembesaran KGB (-)
 Arteri carotis
- Palpasi : reguler, kuat angkat
- Auskultasi : bruit (-)
 Kelenjar tiroid : struma (-)

Abdomen
 Refleks kulit dinding perut : (+)

Kolumna Vertebralis
 Inspeksi : normal
 Pergerakan : normal
 Palpasi : normal
 Perkusi : tde

Ekstremitas

Superior Inferior
Motorik
Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Pergerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Bentuk Otot Normal Normal Normal Normal

 Refleks Fisiologis

9
- Biceps : +2/+2
- Triceps : +2/+2
- Patella : +2/+2
- Achilles : +2/+2

 Refleks Patologis
- Hoffman : (-/-)
- Trommer : (-/-)
- Babinsky : (-/-)
- Chaddock : (-/-)
- Gordon : (-/-)
- Schaefer : (-/-)
- Oppenheim : (-/-)

 Sensibilitas
- Eksteroseptif
Nyeri : normal
Suhu : tde
Raba halus : normal
- Proprioseptif
Rasa sikap : normal
Nyeri dalam : tde
- Fungsi kortikal
Diskriminasi: normal
Stereognosis: tde
 Pergerakan Abnormal yang Spontan : khorea (-), tremor (-)
 Gangguan Koordinasi dan keseimbangan : (-)
 Pemeriksaan Fungsi Luhur : kesan normal

PEMERIKSAAN KHUSUS

10
1. Phalen’s tes : positif

2. Torniquet tes : positif

3. Tinel’s tes : positif

4. Flick’s tes : positif

11
5. Pressure test : positif
6. Wrist extension test : positif

7. Manual dinamometer : tde


8. Luthy’s sign : tde
9. Sensibilitas dua titik : negatif
10. Thenar wasting : negatif
11. Pemeriksaan fungsi otonom : dbn

IV. PENUNJANG

12
Tidak dilakukan

V. RESUME
Perempuan usia 40 tahun datang ke Poliklinik RSU Provinsi NTB dengan
keluhan kesemutan pada telapak tangan kanan sejak + 2 bulan yang lalu.
Kesemutan terutama dirasakan telapak tangan kanan serta pada sisi jari
tengah, telunjuk dan ibu jari sering disertai rasa nyeri dan rasa tebal.
Kesemutan hingga nyeri hebat yang mejalar ke lengan kanan pasien sering
dikeluhkan pada malam hari kemudian membaik pada pagi hari. Keluhan
timbul lagi saat pasien melakukan pekerjaan rumah pada siang hari, untuk
mengurangi keluhan tersebut pasien biasanya mengibas-ngibaskan serta
memijat pergelangan hingga telapak tangannya degan balsem serta
mengompres hangat pada tangan dan lengannya apabila nyeri hebat muncul
pada malam hari.
Riwayat trauma tangan kanan (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), stroke (-)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, GCS
E4V5M6, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 kali/menit iregular, kuat
angkat, respirasi 20 kali/menit, suhu aksila 36,7 C. Pada pemeriksaan
neurologi tidak didapatkan gangguan, dalam batas normal. Pada pemerikaan
khusus didapatkan phalen’s tes (+), torniquet tes (+), tinel’s tes (+), flick’s tes
(+), pressure tes (+), wrist extension tes (+).

VI. ASSESSMENT
1. Diagnosis klinis : parestesia palmar dan digiti I, II, III dextra, hipoestesia
digiti I, II, II dextra
2. Diagnosis topis : nervus medianus dalam terowongan karpal
3. Diagnosis etiologi : sindrom terowongan karpal dextra

VII. PLANNING
1. DIAGNOSTIK :
- Rontgen wrist joint dextra-sinistra AP lateral

13
- Elektromyografi
2. TERAPI
a. Farmakologi
- Na Diclofenac 2 x 50 mg
- Vit B 6 (piridoksin) 3 x 50 mg
- Pregabalin 2 x 75 mg
b. Non farmakologi
- Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang dialami dan
mekanisme penyakitnya
- Mengurangi aktivitas yang memberatkan penyakit seperti
mengangkat-angkat barang berat, mencuci baju dengan tangan,
dan menyetrika
- Istirahatkan, pijet serta kompres hangat tangan yang sakit
- Fisioterapi

VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam

IX. PEMBAHASAN DAN CLINICAL REASONING

Sindrom terowongan karpal (STK) adalah kerusakan dari nervus medianus


yang terjadi di dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang dapat
menyempit di tempat yang dilalui nervus medianus di bawah ligamentum
tranversum karpale (fleksor retinakulum)1.

Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor


retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang
berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafsikuler.
Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini
akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein

14
sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan
nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang
setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut7.

Pada kasus akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikro sirkulasi dan timbul iskemik saraf.
Keadaan iskemik ini diperberat oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah saraf terganggu. Akibatnya
terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat
menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga
konduksi saraf terganggu7.

Gejala klinis yang dikeluhkan pada pasien ini sesuai dengan gejala khas pada
sindroma terowongan karpal yaitu;

Gejala Klinis STK Keluhan Pasien


a. Parastesia, numbness, tingling a. Rasa kesemutan, nyeri dan terasa
pada jari 1 – 3 dan setengah sisi tebal pada telapak tangan kanan
radial jari 4 sesuai persarafan N. dan ujung jari 1-3 tangan kanan
b. Nyeri terasa lebih berat pada
Medianus
b. Keluhan tidur malam hari akibat malam hari menjalar ke lengan
parastesia serta nyeri yang hebat kanan hingga menganggu tidur
c. Bengkak pergelanan tangan,
malam hari
tangan dingin dan pergerakan jari c. Keluhan pasien membaik dengan
menurun mengibas-ngibaskan, memijat,
d. Disfungsi sensorik dan atrofi otot
kompres hangat tangan kanannya
thenar
e. Keluhan membaik dengan
mengibas-ngibaskan, memijat,
tangan, mengistirahatkan tangan
yang sakit serta meletakkan
tangan pada posisi yang lebih
tinggi.

15
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan beberapa test provokasi khusus pada
kecurigaan STK, dan didapatkan hasil berupa phalen’s tes positif, torniquet tes
positif, tinel’s tes positif, flick’s tes positif, pressure test positif, wrist extension
test positif, sensibilitas dua titik negatif, thenar wasting negatif, pemeriksaan
fungsi otonom dalam batas normal. Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test
dan Tinel test adalah test yang patognomonis untuk STK, serta pada pasien ini
belum terjadi kerusakan yang berat pada nervus medianus. Usulan pemeriksaan
radiologi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan lain dari penyempitan
terowongan karpal seperti fraktur atau artritis dan pemeriksaan elektromyografi
(EMG) untuk mengetahui seberapa besar kelemahan motorik yang telah terjadi
pada pasien akibat kerusakan N. Medianus.

Terdapat 3 prinsip penatalaksanaan kasus ini yaitu edukasi erhadap keadaan


yang mendasari penyakit, farmakologi, dan operatif. Pada poin pertama, dengan
mengedukasi pasien untuk mengurangi hal-hal memperberat penyakit serta
meningkatkan hal-hal yang memperingan penyakitnya. Terapi farmakologis
diberikan Na Diclofenac sebagai anti inflamasi nonsteroid dan pregabalin (agonis
GABA) untuk mengurangi nyeri dan menghentikan proses inflamasi serta
pemberian vitamin B6 (piridoksin). Pasien diajarkan untuk gerakan-gerakan
fisioterpi sendiri di rumah.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI NERVUS MEDIANUS

16
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar
pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di
dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-tulang
carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada
jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta
tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan
berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan
interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan
dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti
sekitar 3 cm5.

17
Gambar 1. Anatomi Nervus Medianus

Nervus medianus tersusun oleh belahan fasikulus lateralis dan belahan


fasikulus medialis. N. medianus membawakan serabut-serabut radiks ventralis dan
dorsalis C.6, C.7, C.8, dan T.1. Otot-otot yang dipersarafinya ialah otot-otot yang
melakukan pronasi lengan bawah (m.pronator teres dan m.pronator kuadratus),
fleksi falangs paling ujung jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari (mm.lumbrikales
sisi radial), fleksi jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari pada sendi
metakarpofalangeal (mm.lumbrikales dan mm.interoseae sisi radial), fleksi jari

18
sisi radial di sendi interfalangeal (m.fleksor digitorum profundus sisi radial),
oposisi dan abduksi ibu jari (m.opones polisis dan m.abduktor polisis brevis).
Kawasan sensoriknya mencakup kulit yang menutupi telapak tangan, kecuali
daerah ulnar selebar 1 1/2 jari dan pada dorsum manus kawasan sensoriknya
adalah kulit yang menutupi falangs kedua dan falangs ujung jari telunjuk, jari
tengah, dan separuh jari manis. N. medianus sering terjepit atau tertekan dalam
perjalanannya melalui m.pronator teres, siku dan retinakulum pergelangan tangan.
Kelumpuhan yang menyusulnya melanda ketiga jari sisi radial, sehingga ibu jari,
jari telunjuk, dan jari tengah tidak dapat difleksikan, baik di sendi
metakarpofalangeal, maupun di sendi interfalangeal. Ibu jari tidak dapat
melakukan oposisi dan abduksi. Atrofi otot-otot tenar akan cepat menyusul
kelumpuhan tersebut5.

3.2 DEFINISI SINDROMA TEROWONGAN KARPAL

Sindrom terowongan karpal (STK) adalah kerusakan dari nervus medianus


yang terjadi di dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang dapat
menyempit di tempat yang dilalui nervus medianus di bawah ligamentum
tranversum karpale (fleksor retinakulum)1.

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline,


carpal tunnel syndrome atau sindroma terowongan karpal merupakan gejala
neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai
dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi
saraf di tingkat itu. Sindrom terowongan karpal dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa,
kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi
oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit
sistemik, faktor mekanis dan penyakit local6.

19
3.3 EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian sindrom terowongan karpal di Amerika Serikat diperkirakan


sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50
kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study
(NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi sindrom terowongan karpal pada
populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). STK lebih sering mengenai
wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 – 64 tahun, prevalensi tertinggi pada
wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun. Prevalensi STK dalam
populasi umum diperkirakan 5% terjadi pada wanita dan 0,6% terjadi pada laki-
laki STK adalah jenis neuropati tekanan yang paling sering ditemui. Sindroma
tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral2,3.

Penelitian STK di Indonesia, pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada


pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi STK antara 5,6% sampai
dengan 15%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positip
antara keluhan dan gejala STK dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan
faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan4.

3.4 ETIOLOGI

Oleh karena posisi terowongan karpal yang sempit, selain dilewaati N.


Medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang
menyebabkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya
penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK. Pada sebagian kasus
etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis
menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan
bertambahnya resiko terjadinya sindrom terowongan karpal7.

Pada kasus yang lain etiologinya adalah7 :

a. Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,


misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III

20
b. Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan
tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap
pergelangan tangan. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi
pergelangan tanganyang berulang-ulang.
c. Infeksi : tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis
d. Metabolik : amiloidosis, gout
e. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidi, kehamilan
f. Neoplasma : kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma
g. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
h. Degeneratif : osteoartritis
i. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

3.5 PATOGENESIS

Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian besar


penulis berpendapat bahwa faktor mekanik clan vaskular memegang peranan
penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana
terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan
peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu
diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan
mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini
menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada
malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan
atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah).
Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak
serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan
ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh7.

21
Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikro sirkulasi dan timbul iskemik saraf.
Keadaan iskemik ini diperberat oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah saraf terganggu. Akibatnya
terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada safar perifer dapat
menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga
konduksi saraf terganggu7.

3.6 GEJALA KLINIS

Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa
parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik
(tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi
sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh
jari-jari8.

Terdapat dua bentuk sindrom terowongan karpal yaitu : akut dan kronis.
Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan,
tangan dingin, serta gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh
kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik
disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan
atrofik. Nyeri proksimal mungkin dikeluhkan pada sidrom terowongan karpal8.

Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya


adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya7.

22
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones
pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus8.

3.7 DIAGNOSA

Penegakan diagnosa STK dilakukan berdasarkan gejala klinis dan


pemeriksaan fisik serta dapat ditambahkan pemeriksaan penunjang.

1. Pemeriksaan Fisik9
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas ngibaskan tangan atau
menggerak gerakkan jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang
akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga
dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan
abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung
jari lainnya. Dinilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan dan ketepatan dinilai dengan meminta penderita
melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga
dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti
STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif
untuk menegakkan diagnosa STK.

23
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan
tensimeter diatas siku dengan tekanan sedikit diatas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong
diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari
dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita
tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif
dan mendukung diagnosa.
j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah
innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test
yang patognomonis untuk STK

2. Pemeriksaan Neurofisiologi (Elektrodiagnostik)7


a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus STK.
b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada15-25% kasus, KHS bisa normal.
Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal
latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi
saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari
masa laten motorik
3. Pemeriksaan Radiologi7

24
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos
leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra.
USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang
akan dioperasi.
4. Pemeriksaan Laboratorium7
Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah
lengkap.

3.8 DIAGNOSA BANDING7,8


1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher
diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain
otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan
dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit
telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan
tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan didekat ibu jari. Finkelstein's test : palpasi otot
abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri
bertambah.

3.9 PENATALAKSANAAN
1. Edukasi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari STK7,8
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK harus
ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan STK

25
kembali. Pada keadaan dimana STK terjadi akibat gerakan tangan yang
repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya STK atau
mencegah kekambuhannya antara lain
- Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
- Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunaknan
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam alat benda, jangan
hanya menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
- Batasi gerakan tangan yang repetitif
- Istirahatkan tangan secara periodik
- Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat
- Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan
peregangan secara teratur.
2. Terapi medikamentosa7,8
- Istirahatkan pergelangan tangan
- Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.
- Obat anti inflamasi non steroid
- Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah
satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga dianjurkan
pemberian piridoksin 100 – 300 mg/hari selama 3 bulan
- lnjeksi steroid. Deksametason 1 – 4 mg 1 atau hidrokortison 10 – 25
mg atau metil prednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no. 23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan
dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat
dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah pemberian
3 kali injeksi.
- Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
- Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan
tangan.
3. Terapi operatif

26
Operasi pada terowongan karpal merupakan pilihan terapi bagi pasien
yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif. Tindakan bedah
tradisional atau “open” dengan cara transeksi melintang ligamentum kapal.
Prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan yang sangat baik dengan
beberapa komplikasi. Metode baru berupa bedah endoskopi terwongan
karpal, namun efikasi tindakan ini masih belum terbukti baik dibandingkan
bedah tradisinal terowongan karpal8.

3.10 PROGNOSIS

Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pada umumnya prognosa
baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
melakukan pada penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post
opratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa
nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan
otot – otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses
perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan. Bila
setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:

a. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin tekanan terhadap nervus


medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
b. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
c. Terjadi STK yang barusebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut
hipertrofik.

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas


yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat
adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik. Sekalipun prognosa STK dengan
terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh

27
kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali7.

BAB IV

KESIMPULAN

Sindrom terowongan karpal (STK) adalah kerusakan dari nervus medianus


yang terjadi di dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang dapat
menyempit di tempat yang dilalui nervus medianus di bawah ligamentum
tranversum karpale (fleksor retinakulum)1.

Sebagian kasus STK tidak diketahui penyebabnya sedangkan pada kasus yang
diketahui, penyebabnya sangat bervariasi. Namun, kebanyakan kasus STK
mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan tangan secara repetitif dan
berlebihan.

Gejala awal umumnya hanya berupa gangguan seperti rasa, nyeri, parestesia,
rasa tebal dan tingling pada daerah yang diinnervasi nervus medianus. Gejala-
gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan berkurang bila

28
pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik serta atrofi otot-
otot thenar hanya dijumpai pada penderita STK yang sudah berlangsung lama.

Penegakan diagnosa STK berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan fisik
yang meliputi berbagai macam tes. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis, laboratoris dan terutama pemeriksaan neurofisiologi
dapat membantu usaha menegakkan diagnosa.

Penatalaksanaan STK dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang berbeda.


Terapi yang langsung ditujukan terhadap STK harus selalu disertai terapi terhadap
keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK. Terapi terhadap STK
dikelompokkan atas terapi konservatif dan terapi operatif (operasi terbuka atau
endoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan kambuh masih tetap ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. Duus Topical Diagnosis in Neurologi. 4th Edition.


New York : Thieme. 2005
2. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on
the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008.
3. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. 2001.
pg. 101-117
4. Tana, Lusianawaty et al. Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32. no. 2: 73-82.
5. Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. Carpal Tunnel Syndromes:
Peripheral Nerve Compression Syndromes. Third Edition. New York : CRC
PRESS. 2001.
6. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline On
The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. 2007
7. Aldi S. Rambe. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU.
2004

29
8. Brust, John C. M. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Seccond
Edition. New York : Lange – The McGraw Hill Companies Inc. 2012
9. Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.
Philadelpia : Lippincott Williams & Wilkins. 2005.

30

Anda mungkin juga menyukai