(cacing pita) Cacing dewasa: 5-25 meter, memiliki 1000-2000 proglottid, scolex
berdiameter 1.5-2 mm denagna 4 batil isap yang menyerupai mangkuk, tidak
Hospes memiliki rostelum ataupun kait
perantara: SIklus hidup:
Sapi: T Tiap hari dilepaskan 9 proglottid bergerak sendiri keluar melalui anus tiap
saginata proglottid berisi 80000-100000 telur telur infektif: bila termakan oleh hospes
perantara, karena pengaruh cairan lambung dan cairan usus telur akan
Babi: T.solium menetas, keluar heksakan embrio, menembus dinding usus masuk ke kapiler
darah atau saluran lymph, kemudian sampai ke jaringan (otot) dimana akan
tumbuh larva cysticercus bovis bila otot termakan manusia, larva akan
evaginasi dan prostoscolex akan melekat pada mukosa usus, membutuhkan
8-10 minggu untuk menjadi cacing dewasa
Gejala: gangguan usus, obstruksi intestinal akut, proglottid dapat menyumbat
appendix appendicitis, diare, berat badan turun
Pengobatan:
Niclosamide atau quinakrin Hcl +praziquantel 10 mg/kgBB
Bithionol 40-60 mg/kgBB
Mebendazol 300mg 2 kali sehari selama 3 hari
Telur : didapatkan di dalam tinja dengan diare berat> mirip telur cacing
tambang di dalamnya mengandung embrio.
Larva ada 2 bentuk
Rhabditiform: memiliki esophagus dan bulbus esophagus mengisi ¼
bagian anterior tubuh
Filariform: lebih panjang dan lebih langsing< esophagus panjangnya
sampai ½ bagian anterior tubuh tetapi tidak memilii bulbus
esophagus
Telur Shistosoma
SIKLUS:
Schistosoma life cycle. Source: CDC
Schistosomes have a typical trematode vertebrate-invertebrate lifecycle, with
humans being the definitive host.
Snails
The life cycles of all five human schistosomes are broadly similar: parasite
eggs are released into the environment from infected individuals, hatching on
contact with fresh water to release the free-swimming miracidium. Miracidia
infect freshwater snails by penetrating the snail's foot. After infection, close to
the site of penetration, the miracidium transforms into a primary (mother)
sporocyst. Germ cells within the primary sporocyst will then begin dividing to
produce secondary (daughter) sporocysts, which migrate to the snail's
hepatopancreas. Once at the hepatopancreas, germ cells within the
secondary sporocyst begin to divide again, this time producing thousands of
new parasites, known as cercariae, which are the larvae capable of infecting
mammals.
Cercariae emerge daily from the snail host in a circadian rhythm, dependent
on ambient temperature and light. Young cercariae are highly mobile,
alternating between vigorous upward movement and sinking to maintain their
position in the water. Cercarial activity is particularly stimulated by water
turbulence, by shadows and by chemicals found on human skin.
Humans
Penetration of the human skin occurs after the cercaria have attached to and
explored the skin. The parasite secretes enzymes that break down the skin's
protein to enable penetration of the cercarial head through the skin. As the
cercaria penetrates the skin it transforms into a migrating schistosomulum
stage.
Telur: bentuk oval, tidak berwarna. Dinding luar dibatasi oleh lapisan vitelline
yang halus, diantara ovum dan dinding telur terdapat ruangan yang jelas dan
bening. Telur yang baru keluar bersama tinja mempunyai ovum yang
mengalami segmentasi 2,4,8.
Siklus:
Telur keluar bersama tinja dalam 24-48 jam akan menetas keluar larva
rhabditiform: mulutnya terbuka, aktif makan sampah organic atau bakteri
yang ada di tanah di sekitar tinja hari ke 5 berubah menjadi larva filariform
yg infektif: tidak makan, mulutnya tertutup, hidup di tanah selama 2 minggu
menyentuh kulit pada sela jari melalui folikel rambut/ pori-pori yang rusak
larva menembus masuk kapiler, terbawa aliran darah masuk susu dalam
10 hari cacing dewasa hidup kurang dari 10 tahun
Gejala klinik:
Larva menembus kulit maculopapula dan eritem, gatal hebat “ground itch/
dew itch”. Larva dalam aliran darah berjumlah banyak bronchitis atau
pneumonitis
Cacing dewasa: mual, diare, anemia defisiensi besi yang progresif
Sistiserkosis adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia yang disebut
sistiserkus akibat termakan telur cacing pita Taenia. [1] Cacing pita babi dapat
menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat
menyebabkan sistiserkosis pada manusia.
Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut
neurosistiserkosis) mata,otot, dan lapisan bawah kulit.
Gejala klinis biasanya ditemukan pada penderita sistiserkosis. Gejala tersebut
biasanya muncul beberapa minggu sampai dengan 10 tahun atau lebih setelah
seseorang terinfeksi (Chin dan Khadun 2000;Gandahusada et al.2000). Pada
manusia, sistiserkus sering ditemukan pada jaringan subkutis, mata, jaringan otak,
otot jantung, hati, paru, dan rongga perut. Klasifikasi (perkapuran) yang sering
dijumpai pada sistiserkus biasanya tidak menimbulkan gejala,namun sewaktu –
waktu dapat menyebabkan pseoduhipertrofi otot, disertai gejala miositis, demam
tinggi dan eosinofilia (Gandahusada et al.2000) . Pada jaringan otak atau medulla
spinalis, sistiserkus jarang mengalami klasifikasi. Keadaan ini sering menimbulkan
reaksi jaringan dan dapat mengakibatkan serangan ayan (epilepsi), meningo –
ensefalitis, gejala yang disebabkan oleh tekanan intrakranial yang tinggi seperti
nyeri kepala dan kadang –kadang kelainan jiwa. Hidrosefalus Internus dapat terjadi,
bila timbul sumbatan aliran cairan serebrospinal. Sebuah laporan menyatakan,
bahwa sebuah sistiserkus tunggal yang ditemukan dalam ventrikel IV dari otak ,
dapat menyebabkan kematian (Gandahusada et al.2000)