Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TENTANG ANTICIPACTORY GUIDANCE (PETUNJUK ANTISIPASI) DAN TOILET TRAINING

MAKALAH TENTANG

ANTICIPACTORY GUIDANCE (PETUNJUK ANTISIPASI)

DAN

TOILET TRAINING

EDITED BY:

SAHRIL NOVIANTO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2015

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat
kesempatan dan kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikanmakalah mata kuliah
“IlmuKeperawatan Dasar IV” yang berjudul “Anticipatory Guidance (Petunjuk Antisipasi) dan Toilet
Training”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah IlmuKeperawatan Dasar IV di program studi S1
Keperawatan BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO.Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada bu Ratna selaku dosen program studi Keperawatan mata kuliah
IlmuKeperawatan Dasar IV dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Mojokerto, 04 Mei 2015

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1

1.3. Tujuan........................................................................................................................ 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anticipactory Guidance

1.1.Pengertian................................................................................................................... 3

1.2. Tahapan Usia............................................................................................................. 3

1.3.Pencegahan Terhadap Kecelakaan Pada Anak...................................................... 8

1.4.Pendidikan Kesehatan Untuk Orang Tua............................................................. 12

B. Toilet Training

2.1. Pengertian................................................................................................................ 12

2.2. Tahapan Toilet Training........................................................................................ 13

2.3. Keuntungan Toilet Training.................................................................................. 17

2.4. Faktor Toilet Training............................................................................................ 17

2.5. Pengkajian Masalah Toilet Training.................................................................... 19

2.6. Dampak Toilet Training......................................................................................... 20

2.7. Cara – Cara Melakukan Toilet Training............................................................. 21

2.8. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Toilet Training........................................ 22

BAB III. PENUTUP

3.1. Simpulan.................................................................................................................. 23

3.2. Saran........................................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehadiran anak bagi orang tua merupakan suatu tantangan sehubungan dengan masalah
dependensi/ketergantungan, disiplin, meningkatkan mobilitas dan keamanan bagi anak. Rang tua
sering keliru dalam memberlakukan anak karena ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan
mengasuh yang benar. Apabila hal ini terus berlanjut, maka pertumbuhan anak dapat terhambat.

Saat ini terjadi pergeseran peran orang tua, misalnya kedua orang tua lebih banyak beraktifitas di luar
rumah dan tingginya mobilitas di masyarakat. Untuk itu diperlukan keseimbangan bagi model peran
tradisional dalam pendidikan anak. Orang tua pada masa sekarang memerlukan tenaga professional
untuk memberikan bimbingan guna merawat dan memelihara anak.

Sebagai bagian dari tenaga professional perawatan kesehatan, perawat mempunyai peran yang
cukup penting dalam membantu memberikan bimbingan dan pengarahan pada orang tua, sehingga
setiap fase dari kehidupan anak yang kemungkinan mengalami trauma, seperti latihan buang air
besar/kecil (toilet training) dan ketakutan yang abstrak pada usia prasekolah dapat dibimbing secara
bijaksana.

1.2. Rumusan Masalah

1. Pengertian Anticipatory Guidance?

2. Tahapan Usia Anticipatory Guidace?

3. Pencegahan Terdahap Kecelakaan?

4. Pendidikan Kesehatan Untuk Orang Tua?

5. Pengertian Toilet Training?

6. Tahapan Toilet Training?

7. Keuntungan Toilet Training?

8. Faktor – Faktor Toilet Training?

9. Pengkajian Masalah Toilet Training?

10. Dampak Toilet Training?

11. Cara – Cara Toilet Training?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari Anticipatory Guidance?

2. Untuk mengetahui apa saja tahapan Anticipatory Guidance?

3. Bagaimana pencegahan Anticipatory Guidance?

4. Bagaimana pendidikan kesehatan untuk orang tua?

5. Untuk mengetahui apa pengertian dari Toilet Training?


6. Untuk mengetahui apa saja tahapan Toilet Training?

7. Apa saja keuntungan Toilet Training?

8. Apa saja faktor – faktor Toilet Training?

9. Apa saja pengkajian masalah Toilet Training?

10. Apa dampak Toilet Training?

11. Bagaimana cara – cara Toilet Training?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anticipatory Guidance

1.1. Pengertian

Anticipatory Guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar
orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat
bertumbuh dan berkembang secara normal. Pemberian bimbingan kepada orang tua untuk
mengantisipasi hal-hal yang terjadi pada setiap tingkat pertumbuhan dan perkembangan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Memberitahukan/upaya bimbingan kepada orang tua tentang tahapan perkembangan sehingga


orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia anak.

1.2. Tahapan Usia Anticipatory Guidance

1. Anticipatory Guidance Pada Masa Bayi (0-12 Bulan)

a. Usia 6 (enam) bulan pertama

 Memahami adanya proses penyesuaian antara orang tua dengan bayinya, terutama pada ibu
yang membutuhkan bimbingan/asuhan pada masa setelah melahirkan.

 Membantu orang tua untuk memahami bayinya sebagai individu yang mempunyai kebutuhan
dan untuk memahami bagaimana bayi mengekspresikan apa yang diinginkan melalui tangisan.

 Menentramkan orang tua bahwa bayinya tidak akan menjadi manja dengan adanya perhatian
yang penuh selama 4-6 bulan pertama.
 Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal kebutuhan bayi dan orang tuanya.

 Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi terhadap stimulasi lingkungan.

 Menyokong kesenangan orang tua dalam melihat petumbuhan dan perkembangan bayinya,
yaitu dengan bersahabat dan mengamati respon social anak misalnya dengan tertawa/tersenyum.

 Menyiapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan kesehatan bagi bayi
misalnya imunisasi.

 Menyiapkan orang tua untuk mengenalkan dan memberikan makanan padat.

b. Usia 6 (enam) bulan kedua

 Menyiapkan orang tua akan danya ketakutan bayi terhadap orang yang belum dikenal
(stranger anxiety).

 Menganjurkan orang tua untuk mengizinkan anaknya dekat dengan ayah dan ibunya serta
menghindarkan perpisahan yang terlalu lama dengan anak tersebut.

 Membimbing orang tua untuk mengetahui disiplin sehubungan dengan semakin


meningkatnya mobilitas (pergerakan si bayi).

 Menganjurkan untuk mengguanakan suara yang negative dan kontak mata daripada hukuman
badan sebagai suatu disiplin. Apabila tidak berhasil, gunakan 1 pukulan pada kaki atau tangannya.

 Menganjurkan orang tua untuk memberikan lebih banyak perhatian ketika bayinya
berkelakuan baik dari pada ketika ia menangis.

 Mengajrkan mengenai pencegahan kecelakaan karena ketrampilan motorik dan rasa ingin tahu
bayi meningkat.

 Menganjurkan orang tua untuk meninggalkan bayinya beberapa saat dengan pengganti ibu
yang menyusui.

 Mendiskusikan mengenai kesiapan untuk penyapihan.

 Menggali perasaan ornag tua sehubungan dengan pola tidur bayinya.

2. Anticipatory Guidance Pada Masa Toddler (1-3 Tahun)

a. Usia 12-18 bulan

 Menyiapkan orang tua untuk antisipasi adanya perubahan tingkah laku dari toodler terutama
negativism.

 Mengkaji kebiasaan makan dan secara bertahap penyapihan dari botol serta peningkatan
asupan makanan padat.

 Menyediakan makanan selingan antara 2 waktu makan dengan rasa yang disukai.
 Mengkaji pola tidur malam, kebiasaan memakai botol yang merupakan penyebab utama gigi
berlubang.

 Mencegah bahaya yang dapat terjadi di rumah.

 Perlu ketentuan-ketentuan/disiplin dengan lembut untuk meminimalkan negativism,


tempertantrum serta penekanan akan kebutuhan yang positif dan disiplin yang sesuai.

 Perlunya mainan yang dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak.

b. Usia 18-24 bulan

 Menekankan pentingnya persahabatan dalam bermain.

 Menggali kebutuhan untuk menyiapkan kehadiran adik baru.

 Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap kesehatan gigi dan kebiasaan-kebiasaan


pencetus gigi berlubang.

 Mendiskusikan metode disiplin yang ada.

 Mendiskusikan kesiapan psikis dan fisik anak untuk toilet training.

 Mendiskusikan berkembangnya rasa takut anak.

 Menyiapkan orang tua akan adanya tanda regresi pada waktu mengalami stress.

 Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah dengan orang tua.

 Memberi kesempatan orang tua untuk mengekspresikan kelelahan, frustasi dan kejengkelan
dalam merawat anak usia toodler.

c. Usia 24-36 bulan

 Mendiskusikan pentingnya meniru dan kebutuhan anak untuk dilibatkan dalam kegiatan.

 Mendiskusikan pendekatan yang dilakuakan dalm toilet training.

 Menekankan keunikan dari proses berfikir toodler terutama untuk bahasa yang diungkapkan.

 Menekankan disiplin harus tetap terstruktur dengan benar dan nyata, hindari kebingungan dan
salah pengertian.

 Mendiskusikan adanya taman kanak-kanak atau play group.

3. Anticipatory Guidance Pada Masa Preschool (3-5 Tahun)

Pada masa ini petunjuk bimbingan tetap diperlukan walaupun kesulitannya jauh lebih sedikit
dibandingkan tahun sebelumnya. Sebelumnya, pencegahan kecelakaan dipusatkan pada pengamatan
lingkungan terdekat, dan kurang menekankan pada alas an-alasannya. Sekarang proteksi pagar,
penutup stop kontak disertai dengan penjelasan secara verbal dengan alas an yang tepat dan dapat
dimengerti.

Masuk sekolah adalah bentuk perpisahan dari rumah baik bagi orang tua maupun anak. Oleh karena
itu, orang tua memerlukan bantuan dalam melakukan penyesuaian terhadap perubahan ini,
terutama bagi Ibu yang tinggal di rumah/tidak bekerja. Ketika anak mulai masuk taman kanak-kanak,
maka ibu mulai memerlukan kegiatan-kegiatan di luar keluarga, seperti keterlibatannya dalam
masyarakat atau mengembangkan karier. Bimbingan terhadap orang tua pada masa ini dapat
dilakukan pada anak umur 3, 4, 5 tahun.

1. Usia 3 tahun

 Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan yang luas.

 Menekankan pentingnya batas-batas / peraturan-peraturan.

 Mengantisipasi perubahan perilaku agresif.

 Menganjurkan orang tua menawarkan anaknya alternative-alternatif pilihan pada saat anak
bimbang.

 Perlunya perhatian ekstra

2. Usia 4 tahun

 Menyiapkan orang tua terhadap perilaku anak yang agresif, termasuk aktifitas motorik dan
bahasa yang mengejutkan.

 Menyiapkan orang tua menghadapi perlawanan anak terhadap kekuasaan orang tua.

 Kaji perasaan orang tua sehubungan dengan tingkah laku anak.

 Menganjurkan beberapa macam istirahat dari pengasuh utama, seperti menempatkan anak
pad ataman kanak-kanak selama setengah hari.

 Menyiapkan orang tua untuk menghadapi meningkatnya rasa ingin tahu seksual pada anak.

 Menekankan pentingnya batas-batas yang realistic dari tingkah laku.

 Mendiskusikan disiplin.

 Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di usia 4 tahun, dimana anak mengikuti
kata hatinya dalam “ketinggian bicaranya” (bedakan dengan kebohongan) dan kemahiran anak dalam
permainan yang membutuhkan imajinasi.

 Menyarankan pelajaran berenang.

 Menjelaskan perasaan-perasaan Oedipus dan reaksi-reaksinya. Anak laki-laki biasanya lebih


dekat dengan ibunya dan anak perempuan dengan ayahnya. Oleh karena itu, anak perlu dibiasakan
tidur terpisah dengan orang tuanya.

 Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi mimpi buruk anak dan menganjurkan mereka
agar tidak lupa untuk membangunkan anak dari mimpi yang menakutkan.

3. Usia 5 tahun

 Memberikan pengertian bahwa usia 5 tahun merupakan periode yang relative lebih tenang
dibandingkan masa sebelumnya.

 Menyiapkan dan membantu anak memasuki lingkungan sekolah.

 Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.

 Meyakinkan bahwa usia tersebut adalah periode tenang pada anak.


4. Anticipatory Guidance Pada Masa Usia Sekolah (6-12 Tahun)

a. Usia 6 tahun

- Bantu orang tua memahami kebutuhan mendorong anak berinteraksi dengan teman.

- Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik sepeda.

- Siapkan orang tua akan peningkatan interst anak ke luar rumah.

- Dorong orang tua untuk respek terhadap kebutuhan anak akan privacy dan menyiapkan kamar
tidur yang berbeda.

b. Usia 7-10 tahun

- Menakankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian.

- Tertarik beraktifitas diluar rumah.

- Siapkan orang tua untuk perubahan pada wanita pubertas.

c. Usia 11-12 tahun

- Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh pubertas.

- Anak wanita pertumbuhan cepat.

- Sex education yang adekuat dan informasi yang adekuat.

1.3.Pencegahan Terhadap Kecelakaan Pada Anak

Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat menyebabkan kematian pada anak. Kepribadian adalah
factor pendukung terjadinya kecelakaan.

Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari karakteristik perilaku yang
menimbulkan kecelakaan waspada terhadap factor-faktor lingkungan yang mengancam keamanan
anak.

Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kecelakaan :

1. Jenis kelamin, biasanya lebih banyak pada laki-laki karena lebih aktif di rumah.

2. Usia, pada kemampuan fisik dan kognitif, semakin besar akan semakin tahu mana yang bahaya.

3. Lingkungan, adanya penjaga atau pengasuh.

Cara Pencegahan :

1. Pemahaman tingkat perkembangan dan tingkahlaku anak.

2. Kualitas asuhan meningkat.

3. Lingkungan aman.
Bahaya umum yang harus diperhatikan ortu:

1. Lantai rumah yang basah atau licin

2. Rumah dengan tangga yang curam 7 tidak ada pegangan

3. Alat makan dari bahan pecah belah

4. Penyimpanan zat berbahaya yang terbuka & dapat dijangkau anak

5. Adanya sumur yang terbuka

6. Adanya parit di depan/samping rumah

7. Rumah yang letaknya di pinggir jalan raya

8. Kompor/alat memasak yang dijangkau anak

9. Kabel listrik yang berantakan

10. Stop kontak yang tidak tertutup

Upaya yang dapat dilakukan ortu di rumah:

1. Benda tajam disimpan di tempat yang aman

2. Benda kecil disimpan dalam laci yang tertutup

3. Zat yang berbahaya disimpan dalam almari terkunci

4. Amankan kompor dan berikan penutup yang aman

5. Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering

6. Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas tangga

7. Sekring listrik harus tertutup

8. Apabila ada parit, tutup dengan papan atau semen

9. Bagi yang rumahnya di tepi jalan raya, sebaiknya da pintu pagar yang tertutup rapat

10. Apabila ada sumur, tutup sehingga tidak bisa dibuka anak

11. Bila bayi tidur, berikan p[engaman di pinggir tempat tidur

Pencegahan Terhadap Kecelakaan:

1. Masa Bayi

Jenis kecelakaan : Aspirasi benda, jatuh, luka baker, keracunan, kurang O2.
Pencegahan
a. Aspirasi : bedak, kancing, permen (hati-hati).
b. Kurang O2 : plastic, sarung bantal.
c. Jatuh : tempat tidur ditutup, pengaman (restraint), tidak pakai kursi tinggi.
d. Luka bakar : cek air mandi sebelum dipakai.
e. Keracunan : simpan bahan toxic dilemari.

2. Masa Toddler
Jenis kecelakaan :
a. Jatuh/luka akibat mengendarai sepeda.
b. Tenggelam.
c. Keracunan atau terbakar.
d. Tertabrak karena lari mengejar bola/balon.
e. Aspirasi dan asfiksia.
Pencegahan :
a. Awasi jika dekat sumber air.
b. Ajarkan berenang.
c. Simpan korek api, hati-hati terhadap kompor masak dan strika.
d. Tempatkan bahan kimia/toxic di lemari.
e. Jangan biarkan anak main tanpa pengawasan.
f. Cek air mandi sebelum dipakai.
g. Tempatkan barang-barang berbahaya ditempat yang aman.
h. Jangan biarkan kabel listrik menggantung mudah ditarik.
i. Hindari makan ikan yang ada tulang dan makan permen yang keras.
j. Awasi pada saat memanjat, lari, lompat karena sense of balance.

3. Pra Sekolah

Kecelakaan terjadi karena anak kurang menyadari potensial bahaya : obyek panas, benda tajam,
akibat naik sepeda misalnya main di jalan, lari mengambil bola/layangan, menyeberang jalan.

Pencegahan ada 2 cara ;

1. Mengontrol lingkungan.

2. Mendidik anak terhadap keamanan dan potensial bahaya.

a. Jauhkan korek api dari jangkauan.

b. Mengamankan tempat-tempat yang secara potensial dapat membahayakan anak.

c. Mendidik anak : Cara menyeberang jalan, arti rambu-rambu lalulintas, cara mengendarai peran
orang tua = perlu belajar mengontrolàsepeda yang aman lingkungan.

4. Usia Sekolah

a. Anak sudah berpikir sebelum bertindak.

b. Aktif dalam kegiatan : mengendarai sepeda, mendaki gunung, berenang.

c. Perawat mengajarkan keamanan:

 Aturan lalu-lintas bagi pengendara sepeda.

 Aturan yang aman dalam berenang

 Mengawasi pada saat anak menggunakan alat berbahaya : gergaji, alat listrik.

 Mengajarkan agar tidak menggunakan alat yang bisa meledak/terbakar.


5. Remaja

a. Penggunaan kendaraan bermotor bila jatuh dapat : fraktur, luka pada kepala.

b. Kecelakaan karena olah raga.

Pencegahan:

a. Perlu petunjuk dalam penggunaan kendaraan bermotor sebelumnya ada negosiasi antara
orang tua dengan remaja.

b. Menggunakan alat pengaman yang sesuai.

c. Melakukan latihan fisik yang sesuai sebelum melakukan olah raga.

1.4.Pendidikan Kesehatan Untuk Orang Tua

 Upaya pencegahan kecelakaan pada anak orang tua harus diberikan bimbingan dan antisipasi
pendidikan kesehatan.

 Prinsip pendidikan kesehatan:

Diberikan berdasarkan kebutuhan spesifik klien.

Pendidikan kesehatan yang diberikan harus bersifat menyeluruh

Hanya terjadi interaksi timbal balik antara perawat dan orang tua dan bukan hanya perawat sefihak
yang aktif memberikan materi pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan diberikan dengan mempertimbangkan usia klien yang menerimanya.

Proses pendidikan kesdehatan harus memperhatikan prinsip belajar dan mengajar.

Perubahan perilaku pada orang tua menjadi tujuan utama pendidikan kesehatan yang diberikan.

B. Toilet Training

2.1. Pengertian

Toilet Training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan
buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB), menurut Hidayat (2008).Toilet Training merupakan
latihan kebersihan, dimana diperlukan kemampuan fisik untuk mengontrol sphincter ani dan uretra
dan tercapai kadang – kadang setelah anak bisa berjalan (Whaley & Wong, 1999).Toilet training ini
dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun dalam melakukan
latihan BAB dan BAK pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis, maupun secara
intelektual. Melalui perisiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol BAB atau BAK.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan definisi Toilet Training adalah sebuah usaha
pembiasan mengontrol BAK dan BAB secara benar dan teratur.

2.2. Tahapan Toilet Training


Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti membiasakan
menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan membiasakan anak untuk masuk ke dalam
WC anak akan cepat adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian
lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan dari toilet.Lakukan secara rutin pada anak ketika anak
terlihat ingin buang air.

Anak di biarkan duduk di toilet pada waktu-wajtu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah
bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya.
Anak sesekali enkopresis(mengompol) dalam masa toilet training itu mrupakan hal yang normal.Anak
apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan
menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik (Pambudi, 2006).

1. Tahap Pengendalian Kandung Kemih (Thomson, 2003)

- Kurun waktu anak tidak memakai popok semakin lama. Ini artinya kandung kemihnya semakin
berkembang dan kapasitas menyimpan lebih besar.

- Anak sadar kalau air seninya akan keluar dan memberitahukan kita apabila celananya basah.

- Anak bisa melapor tepat pada waktunya, sehingga orang tua bisa mengantarkannya ke toilet.

- Anak bisa pergi ke kamar kecil sendiri.

- Tidak mengompol di siang dan malam hari.

Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan anak, persiapan dan
perencanaan serta toilet training itu sendiri :

a. Melihat Kesiapan Anak

Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu yang tepat bagi orang tua
untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet
training, karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua
harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan benar.Para ahli
menganjurkan untuk melihat tanda kesiapan anak itu sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih
dahulu sebelum menjalani toilet training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus
memulai proses toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet training,
hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang
tua atau anak trauma melihat toilet.

b. Persiapan dan Perencanaan

Prinsip ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut gunakan istilah yang mudah dimenegrti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang
air besar (BAB)/buang air kecil (BAK). Orang tua memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab
pada usia anak ini cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera mungkin
mengganti celana anak bila basah karena enkporesis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga
anak akan merasa risih bila memakai celana yang basah dan kotor. Meminta pada untuk
memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang
air besar (BAB) dan bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan
pujian pada anak (Farida, 2008).

Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain :


1. Mendiskusikan tentan toilet training dengan anak

Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil memakai popok dan pada
anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar
dan tepat ketika buang air.

2. Menunjukkan penggunaan toilet

Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan
anak perempuan).Orang tua juga bisa meminta kakaknya untuk menjunjukkan pada adiknya
bagaimana menggunakan toilet dengan benar (disesuaikan juga dengaan jenis kelamin).

3. Membeli pispot sesuai dengan kanyamanan anak

Pispot ini digunakan untuk mealatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa untuk duduk di toilet. Anak
bisa langsung menggunakan toilet orang dewasa, kemungkinan anak akan takut karena lebar dan
terlalu tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispo disesuai dengan kebutuhan anak,
diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet
sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia
bisa menyesuaikan dudukan pispotnya atau memilih warna, gambar atau bentuk yang ia sukai.

4. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak

Suatu proses yang panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, seringkali dibutuhkan suatu
bentuk reward atau reinforcement yang bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak
dengan sistem reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan
kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntuntan untuknya sehingga hal ini akan
menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian
di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu atau mungkin orang tua
bisa menggunakan sistem stiker/bintang yang ditempelkan di bagian “keberhasilan” anak.

c. Toilet Training

Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

1. Membuat jadwal untuk anak

Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu dengan tepat kapan anaknya
bisa buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK).Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali
dalam sehari untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam bila orang tua tidak mengetahui
jadwal yang pasti BAK atau BAB pada anak.

2. Melatih anak untuk duduk di pispotnya

Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera menguasai dan terbiasa untuk
duduk di pispot dan buang air disitu. Awalnya anak akan dibiasakan dulu duduk di pispotnya
dan ceritakan padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat membuang kotoran. Orang tua
bisa memulai memberikan rewardnya ketika anak bisa duduk dipispotnya selama 2 - 3 menit.
Misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward yang diberikan orang tua
harus lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.

3. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang diperlihatkan oleh anak
Misalnya hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di popoknya, maka esok harinya orang
tua sebaiknya membawa anak ke pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa
beberapa jam setelah buang air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke pispot
untuk buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif
membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan langsung mengatakan pada orang
tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK).

4. Buatlah bagan anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan yang bisa dicapainya
dengan stiker lucu dan warna-warni, orang tua bisa meminta anaknya untuk menempelkan stiker
tersebut di bagan itu. Anak akan tahu sudah banyak kemajuan yang dia buat dan orang tua bisa
mengatakan padanya orang tua bangga dengan usaha yang dilakukan anak (Dr Sears, 2006).

Berdasarkan uraian tentang tahapan melatih toilet training dapat disimpulkan bahwa orang tua
selayaknya melihat kesiapan anak untuk toilet training terlebih dahulu kemudian mendiskusikan
tentang toilet training dengan anak agar anak tidak merasa terpaksa melakukannya. Membiasakan
anak menggunakan toilet untuk buang air, ini agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua
dapat memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak terhadap toilet.Meminta
pada anak untuk memberitahukan bahasa tubuhnya apabila anak ingin buang air, bila anak berhasil
melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak.

2.3.Keuntungan Dilakukan Toilet Training

Kemandirian

Toilet Training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak
sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar

Mengetahui bagian-bagian tubuh dan fungsinya

Toilet Training bermanfaat pada anak sebab anak dapat mengetahui bagian-bagian tubuh serta
fungsinya ( anatomi ) tubuhnya. Dalam proses toilet training terjadi pergantian implus atau
rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.

2.4. Faktor – Faktor Toilet Training

a. Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training

 Minat

Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak mengidentifikasi kebenaran
pribadinya. Minat tumbuh dari tiga jenis pengalaman belajar.Pertama, ketika anak-anak menemukan
sesuatu yang menarik perhatian mereka.Kedua, mereka belajar melalui identifikasi dengan orang
yang dicintai atau di kagumi.Ketiga, mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan
seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Perkembangan kemampuan intelektual
memungkinkan anak menangkap perubahan-peubahan pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara
tubunya dengan tubuh temannya sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya bimbingan
atau pengarahan dari orang tua sangatlah mungkin seorang anak dapat melakukan toilet training
sesuai apa yang diharapkan (Hidayat, 2008).

 Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu(Notoatmodjo, 2003).

 Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan
perkembangan perilaku individu baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk
di dalamnya adalah belajar (Sudrajat, 2008).

b. Faktor Yang Mendukung Toilet Training

 Kesiapan Fisik

- Usia telah mencapai 18-24 bulan.

- Dapat jongkok kurang dari 2 jam.

- Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan.

- Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian.

 Kesiapan Mental

- Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi.

- Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih.

- Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain.

 Kesiapan Psikologis

- Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu.

- Mempunyai rasa ingin tahu dan penasarsan terhadap kebiasaan orang dewasa dalam BAK dan
BAB.

- Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera
diganti.

 Kesiapan Anak

- Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan devekasi.

- Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan devekasi pada anaknya.

- Tidak mengalami koflik tertentu atau stress keluarga yang berarti (Perceraian).

2.5. Pengkajian Masalah Toilet Training

Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan suatu yang harus diperhatikan sebelum
anak melakukan buang air kecil atau buang air besar, mengingat anak yang melakukan buang air
besar dan buang air kecil melalui proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air besar dan
buang air kecil. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak untuk mencegah terjadinya kegagalan
maka perlu dilakukan suatu pengkajian fisik, psikologis, dan penngkajian intelektual (Hidayat, 2005)

a. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan buang air besar dan buang
air kecil dapat meliputi kemampuan motorik kasar, seperti : duduk, berjalan, meloncat, dan
kemampuan motoric halus seperti : mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik halus ini
harus mendapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar ini lancar dan tidak ditunjang
dari kemampuan fisik sehingga ketika anak berkeinginan buang air kecil atau besar sudah mampu
dan siap melaksanakannya.Selain itu yang harus dikaji adalah pola buang air besar yang sudah
teratur, tidak mengompol setelah tidur, dan lain-lain.

b. Pengkajian Psikologis

Pengkajian Psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika akan
melakukan buang air besar dan kecil, seperti :

a) Anak tidak rewel ketika buang air besar

b) Anak tidak menangis ketika buang air besar

c) Ekspresi wajah menunjukkan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri

d) Anak sabar dan mau tetap tinggal di toilet selama 5-10 menit tanpa rewel atau
meninggalkannya, adanya keingin tahuan kebiasaan toilet training pada orang dewasa atau
saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan orang tuanya.

c. Pengkajian Intelektual

a) Kemampuan anak untuk mengerti buang air besar dan buang air kecil

b) Kemampuan mengkomunikasikan buang air besar dan buang air kecil

c) Anak menyadari timbulnya buang air besar dan buang air kecil

d) Mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat seperti buang air kecil dan
buang air besar pada tempatnya serta etika dalam buang air besar dan buang air kecil.

2.6. Dampak Toilet Training

Dampak paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang
ketat bagi orang tua kepada anaknyayang dapt mengganggu kepribadian anak atau cenderung
bersifat retentif dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir.Hal ini dapat dilakukan
orang tua apabila sering memarhi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang anak saat
berpergian.

Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalm toilet training maka anak akan dapat
mengalami kepribadian akspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-
gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan tindakan toilet training adalah(Thompson, 2003) :

- Tidak boleh membiarkan anak memilih sendiri dudukan toiletnya karena akan berbahaya bagi
anak.

- Membiarkan anak menyiram toilet, jika anak mau.

- Memastikan anak mencuci tangan denganbaik setelah buang air.

- Membandingkan kemajuan dengan anak lain.


2.7. Cara – Cara Melakukan Toilet Training

 Teknik Lisan

Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum
dan sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara ini bener dilakukan oleh orang tua dan
mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang
air besar. Dimana kesiapan psikologis anak akan semakin matnag sehingga anak mampu melakukan
buang air kecil dan buang air besar.

 Teknik Modeling

Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar dengan cara
memberikan contoh dan anak menirukannya. Cara ini juga dapat dilakukan dengan membiasakan
anak uang bair kecil dan buang air besar dengan cara mengajaknya ke toilet dan memberikan pispot
dalam keadaan yang aman. Namun dalam memberikan contoh orang tua harus melakukannya secara
benar dan mengobservasi waktu memberikan contoh toilet training dan memberikan pujian saat
anak berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training.

2.8. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama Toilet Training

1. Hindari pemakain popok sekali pakai.

2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air kecil dan buang air
besar.

3. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci tangan dan kaki sebelum
tidur dan cuci muka disaat bangun tidur.

4. Jangan marah bila anak dalam melakukan toilet training

BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan

Anticipatory Guidance adalah petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat
mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara normal.Upaya bimbingan ini diberikan kepada orang tua tentang tahapan
perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan
sesuai dengan usia anak.

Toilet Training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol
melakukan buang air kecil dan buang air besar.

3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shubbi, M. A. (2012). Seni Mendidik Dan Mengatasi Masalah Perilaku Anak

Secara Islami. Pustaka Al-Fadhilah.

Ekomadyo, I. J. (2009). 22 Prinsip Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan Minat

Belajar Anak. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Fitriah dan Hasinuddin, M. (2010). Modul Anticipatory Guidance Terhadap

http://mantrimuda09.blogspot.com/2015/09/makalah-tentang-anticipactory-guidance.html di
unduh pada tanggal 24 September 2018 jam 14.45 WIB
SEX EDUKASI PADA ANAK

Semua Ada Disini

Kamis, 08 Oktober 2015

Makalah Sex Education For Children

1. Definisi

Pendidikan seks (sex education) merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia
, meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan
seksual, dan aspek-aspek kesehatan secara jelas dan benar.

Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak sebagian besar orang
adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin, yang membedakan laki-laki dan perem
puan secara biologis. Sementara, seksualitas menyangkut beberapa hal antara lain :

Dimensi biologis – yaitu berkaitan dengan organ reproduksi, cara merawat kebersihan dan keseh

atan.

Dimensi psikologis – seksualitas berkaitan dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksu

alitas dan bagaimana menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual.

Dimensi sosial – berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar-manusia sert

a bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pili
han perilaku seks.

Dimensi kultural – menunjukkan bahwa perilaku seks itu merupakan bagian dari budaya yang ad

a di masyarakat.

2. Manfaat dari sex education:

a. Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja

b. Agar anak memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas

c. Agar anak memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksualnya

d. Agar anak memahami masalah-masalah seksualitas remaja

e. Agar anak memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah seksualitas.

3. Tujuan dari pendidikan seks

Disesuaikan dengan perkembangan usia, tujuan dari pendidikan seks yaitu sebagai berikut :

a. Usia balita (1-5 tahun)


Memperkenalkan organ seks yang dimiliki seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk men
jelaskan fungsi serta cara melindunginya.

b. Usia sekolah (6-10 tahun)

Memahami perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), menginformasikan asal-usul manusia
, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit.

c. Usia menjelang remaja

Menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta menerima perubahan dari bentuk tubuhnya.

d. Usia remaja

Memberi penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan (seperti seks bebas), menanamkan mor
al dan prinsip ‘say no‘ untuk seks pra nikah serta membangun penerimaan terhadap diri sendiri.

e. Usia pranikah

Pembekalan pada pasangan yang ingin menikah tentang hubungan seks yang sehat dan tepat.

f. Usia setelah menikah

Memelihara pernikahan melalui hubungan seks yang berkualitas dan berguna untuk melepaskan kete
gangan dan stres

4. Tahapan Pendidikan seks.

Secara garis besar berdasarkan usia anak, pendidikan seks terbagi dalam empat tahap yakni

usia 1 – 4 tahun, usia 5-7 tahun, 8 -11 tahun dan usia 12-16 tahun.

a. Usia 1 sampai 4 tahun,

Pada usia ini orangtua disarankan mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genital. Perl
u juga ditekankan pada anak bahwa setiap orang adalah ciptaan Allah yang unik, dan berbeda satu sa
ma lain. Kenalkan, “ini mata, ini kaki, ini vagina”. Selain itu jelaskan pula bahwa anak laki-laki dan per
empuan diciptakan Allah berbeda, dengan keunikannya masing-masing. Bila perlu kita pergunakan te
rminology Alquran, kita ajarkan anak menyebut “kemaluan laki-laki” untuk menunjukkan jenis dan “
kemaluan perempuan” untuk menunjukkan vagina. Pada tahap usia ini sebaiknya beritahukan kepad
a anak bahwa alat kelamin itu merupakan bagian paling pribadi. Untuk itulah kita harus berpakaian a
tau menutup aurat. Sampaikan bahwa tidak boleh mempertonton alat kelamin kepada lain. Bila sese
kali mereka memamerkan tubuh, jangan langsung panik. Tetapi jika berulang berilah pengertian deng
an penuh kesabaran, jangan beri perlakuan yang menakutkan atau hukuman berat.

b. Usia 5 – 7 tahun

Pada usia ini rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya meningkat. Dimulai dengan menan
yakan kenapa temannya memiliki organ-organ yang berbeda dengan dirinya sendiri. Selain pertanyaa
n seputar darimana asal dia, bagaimana adik keluar biasanya muncul pada usia ini. Rasa ingin tahu it
u merupakan hal yang wajar. Oleh karena itu, para orang tua diharapkan bersikap sabar dan komunik
atif dalam menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak. Untuk menjelaskan masalah reproduksi, te
ntang kehamilan dan asal bayi, saat seorang ibu hamil beri kesempatan anak untuk merasakan gerak
an bayi dalam perut sang ibu. Jelaskan proses kelahiran bayi, yang keluar melalui jalan khusus yang di
sebut alat kemaluan perempuan (vagina). Bila perlu bantu anak untuk memahami proses tersebut de
ngan melihat kelahiran anak kucing atau binatang peliharaan lain.

c. Usia 8 – 11 tahun

Informasi yang perlu dimiliki anak merupakan informasi seputar perubahan fisik dan psikhis yang terj
adi pada masa pubertas. Sebaiknya kita jelaskan kepada anak bagaimana perubahan-perubahan fisik
yang akan terjadi, seperti tumbuhnya rambutrambut, payudara, jakun, perubahan lain yang terjadi ka
rena proses hormonal. Selain itu informasi yang sistematis tentang proses reproduksi, menstruasi, da
n mimpi basah, perlu diperoleh anak. Pada tahap usia ini, orangtua sudah bisa menerangkan secara s
ederhana proses reproduksi, misalnya tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan memben
tuk bayi. Pada masa pubertas ini pula Dr. Abdullah Nashih Ulwan berpendapat bahwa anak harus dija
uhkan dari hal-hal yang dapat membangkitka berahi. Apalagi pada akhir fase usia ini anak sudah mul
ai menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis.

d. Usia 12-16 tahun

Pada usia remaja ini pendidikan seks difokuskan untuk membimbing anak menemukan identitas dirin
ya, sehingga anak bisa menjawab pertanyaan “Siapakah saya?” atau “Orang sepertikah saya?”. Sehub
ungan dengan penemuan identitas diri, maka perlu bagi sang remaja untuk menjalin komunikasi dan
hubungan yang lebih dekat dengan orang tua yang memiliki jenis kelamin sama dirinya. Seorang rem
aja putri seyogyanya memiliki hubungan lebih dekat dengan ibunya daripada kepada sang ayah. Pada
masa ini banyak perubahan yang terjadi pada diri anak. Orangtua harus menerima perubahan diri an
aknya sebagai bagian yang wajar dari pertumbuhan seorang anak-anak menuju tahap dewasa, dan ti
dak memandangnya sebagai ketidakpantasan atau hal yang perlu disangkal. Bahkan bimbingan dari o
rang tua sangat diperlukan anak pada masa ini untuk siap menerima tanggung jawab sebagai seoran
g dewasa, misalnya persiapan menghadapi kehidupan berumah tangga.

5. Pendidikan Seks di Sekolah

Pada dasarnya, pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orangtua sendiri. Diwujudka
n melalui cara hidup orangtua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam pernikahan. Pe
ndidikan seks ini sebaiknya diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hati ke hati antara orangt
ua dan anak. Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orangtua yang kurang me
madai (secara teoritis dan objektif) menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak member
ikan pemahaman tentang masalah-masalah seks kepada anak.

Melihat kenyataan tersebut, jelas keluarga membutuhkan pihak lain dalam melengkapi upaya pembe
lajaran alami terhadap hakikat seksualitas manusia. Pihak lain yang cukup berkompeten untuk mena
mbah dan melengkapi pengetahuan orangtua, menjadi perantara antara orangtua dan anak dalam m
emberikan pendidikan seks adalah sekolah.

Tujuan pendidikan seks di sekolah seperti yang diungkapkan oleh Federasi Kehidupan Keluarga Intern
asional ialah :

Memahami seksualitas sebagai bagian dari kehidupan yang esensi dan normal.

Mengerti perkembangan fisik dan perkembangan emosional manusia.

Memahami dan menerima individualitas pola perkembangan pribadi.

Memahami kenyataan seksualitas manusia dan reproduksi manusia.


Mengkomunikasikan secara efektif tentang pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan seksua
litas dan perilaku sosial.

Mengetahui konsekuensi secara pribadi dan sosial dari sikap seksual yang tidak bertanggung jawab
.

Mengembangkan sikap tanggung jawab dalam hubungan interpersonal dan perilaku sosial.

Mengenal dan mampu mengambil langkah efektif terhadap penyimpangan perilaku seksual.

Merencanakan kemandirian di masa depan, sebuah tempat dalam masyarakat, pernikahan dan ke
hidupan keluarga.

6. Materi pendidikan seks

Materi pendidikan seks yang diberikan di sekolah sesuai dengan jenjang pendidikan adalah sebagai b
erikut :

a. Sekolah Dasar (SD) –> Terutama Kelas 5-6 SD (memasuki usia remaja)

Keterbukaan pada orang tua.

Pengarahan akan persepsi mereka tentang seks bahwa hal tersebut mengacu pada ‘jenis kelamin’
dan bukan lagi tentang hal-hal di luar itu (hubungan laki-laki dan perempuan; proses membuat anak;
dsb.).

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Pengenalan bagian tubuh, organ, dan fungsinya.

Memakai bahasa yang baik dan benar tentang seks à menggunakan bahasa ilmiah, seperti ‘Penis’, ‘
Vagina’.

Pengenalan sistem organ seks secara sederhana.

Anatomi sistem reproduksi secara sederhana.

Cara merawat kesehatan dan kebersihan organ tubuh, termasuk organ seks/organ reproduksi.

Mengajarkan anak untuk menghargai dan melindungi tubuhnya sendiri.

Proses kehamilan dan persalinan sederhana.

Mempersiapkan anak untuk memasuki masa pubertas.

Perkembangan fisik dan psikologis yang terjadi pada remaja.

Ciri seksualitas primer dan sekunder.

Proses terjadinya mimpi basah.

Proses terjadinya ovulasi dan menstruasi secara sederhana.

Memberikan pemahaman bagi para siswa mengenai pendidikan seksual agar siswa dapat memiliki
sikap positif dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya secara umum.

b. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Menjelaskan sistem organ seks dengan cukup detail.


Proses kehamilan dan persalinan agak detail.

Sedikit materi tambahan tentang kondisi patologis pada sistem organ seks.

Memperluas apa yang telah dibicarakan di SD kelas 5 dan 6, yakni identitas remaja, pergaulan, dari
mana kau berasal, proses melahirkan, dan tanggung jawab moral dalam pergaulan.

Lebih mengarah ke penyuluhan ‘Safe Sex’. Bukan hanya untuk menhindari kehamilan, tapi juga me
nhindari penyakit-penyakit seksual.

c. Sekolah Menengah Atas (SMA)

Menjelaskan secara detail dan lengkap materi tersebut di atas, ditambah bahaya penyakit menular
seksual (PMS), terutama HIV/AIDS.

Mendalami lagi apa yang telah diberikan di SD dan SLTP yakni secara psikologis pria dan wanita, pa
ham keluarga secara sosiologi, masalah pacaran dan tunangan, komunikasi, pilihan cara hidup menik
ah atau membujang, pergaulan pria dan wanita, tubuh manusia yang berharga, penilaian etis yang be
rtanggung jawab sekitar masalah-masalah seksual dan perkawinan.

http://usahadulu11.blogspot.com/2015/10/makalah-sex-education-for-children.html di unduh pada


tanggal 24 September 2018 jam 15.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai