Anda di halaman 1dari 35

G1P0A0 Hamil 38 Minggu Inpartu Kala I Fase Laten Dengan

KPD
6 Jam Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

(Case Report)

Disusun oleh :
Fadhilah Fanny
1518012202

Pembimbing :
dr. Ratna Dewi PS, Sp.OG

SMF OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


RSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2016

1
KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“G1P0A0 Hamil 38 Minggu Inpartu Kala I Fase Laten Dengan KPD 6 Jam JTH
Preskep” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini
adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratna Dewi PS, Sp.OG yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya
menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang
membacanya.

Bandar Lampung, November 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii


DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv

BAB I LAPORAN KASUS


1.1 Identifikasi...................................................................................... 4
1.2 Anamnesis ...................................................................................... 5
1.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................... 5
1.4 Diagnosis ........................................................................................ 7
1.5 Penatalaksaan ................................................................................. 7
Follow Up ............................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Defenisi .......................................................................................... 10
2.2 Epidemiologi ................................................................................ 10
2.3 Etiologi ........................................................................................... 11
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 13
2.5 Diagnosis ........................................................................................ 17
2.6 Tatalaksana..................................................................................... 19
2.7 Komplikasi ..................................................................................... 23
2.8 Prognosis ........................................................................................ 24

BAB III ANALISISA KASUS


3.1 Permasalahan................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Dilatasi Serviks ............................................................................. 12


Gambar 2 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini ..................................... 21

4
BAB I
LAPORAN KASUS

STATUS OBSTETRI

Tanggal masuk : Rabu, 12 Oktober 2016, Pukul 15.45WIB


Tanggal pemeriksaan : Rabu, 12 Oktober 2016, Pukul 16.00WIB

1.1 IDENTIFIKASI

Nama : Ny. SM
Umur : 26 tahun
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lampung Selatan

Suami : Tn. HS
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan suami : Wiraswasta
Agama : Islam

1.2 ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesa


Tanggal 12 Oktober 2016, Pukul 16.00WIB
1. Keluhan
Utama : Mau melahirkan dengan keluar air-air

5
2. Riwayat Penyakit Sekarang
± 6 jam yang lalu os mengeluh keluar air-air, jernih dan tidak berbau
sebanyak 3 x ganti kain. Riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang
semakin lama semakin sering dan kuat (+), riwayat keluar darah dan lendir
(+), riwayat keputihan (-), riwayat trauma (-), riwayat koitus (-), riwayat
diurut-urut (-), riwayat minum jamu (-). Os mengatakan hamil cukup bulan
dan masih merasakan gerakan janin.

3. Riwayat haid
Menarche : 15 Thn
Siklus haid : 28 Hari
Lamanya : + 7 Hari
Banyaknya : 3 x ganti pembalut
Warnanya : Merah Kehitaman
Baunya : Normal
Dismenore : Kadang-kadang
HPHT : 5-01-2016
TP : 12-10-2016

4. Riwayat perkawinan
Pernikahan pertama selama 1 tahun
(Usia saat menikah 25 tahun)

5. Riwayat kehamilan – persalinan – nifas terdahulu


Penyulit Anak
Tahun Tempat Jenis Kehamilan
Penolong BB
Persalinan Pertolongan Persalinan dan JK Keadaan
(gram)
Persalinan
2016 Hamil ini

6. Riwayatpenyakit
a. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada.

6
b. Riwayat penyakit dalam keluarga
Hipertensi (-), DM (-)

7. Riwayat operasi
Tidak ada.

8. Riwayat kontrasepsi
Tidak ada.

9. Riwayat antenatal
a. Selama hamil diperiksa di dan oleh bidan secara rutin
b. Keluhan : mual muntah pada trimester pertama
c. Imunisasi : tidak ada

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

I. Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TekananDarah : 120/80mmHg
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37,80C
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan saat ini : 62 kg
BB sebelum hamil : 53 kg

II. Status Generalis

Kulit : chloasma gravidarum (-)


Kepala : normocepal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-)
 Telinga : daun telinga normal, liang lapang, sekret (-/-)
 Hidung : septum deviasi (-), sekret (-/-)

7
 Mulut : gigi geligi lengkap, karies dentis (-)
 Leher : JVP tidak meningkat, pulsasi vena leher tidak
terlihat
Thoraks
Mammae : Inspeksi membesar dan tegang, hiperpigmentasi
aerolla (+)
Jantung : Inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus
cordis teraba di ICS 6 linea midclavicularis
sinistra, Auskultasi bunyijantung I-II (+/+) reguler,
murmur (-), gallop (-), kesan : batasjantung normal.
Paru : Inspeksi paru simetris saat statis dan dinamis,
palpasi paru fremitus vokal dan taktil simetris,
perkusi paru sonor (+/+), Auskultasi vesikuler
(+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Peruttampakmembesar, striae gravidarum (+), bekas
operasi (-)
Palpasi : Nyeritekanulu hati (-),hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : Nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus (+) , cembung

Ekstremitas :
 Superior : akral hangat
 Inferior : akral hangat
 Reflek patella (+/+)

III. Status Obstetri

1. Pemeriksaan Luar
 Inspeksi : Besar sesuai usia kehamilan, Linea nigra +, Striae
gravidarum +.
 Palpasi :

8
Leopold 1 : TFU 3jbpx (32 cm), teraba satu bagian besar, bulat,
tidak melenting dan lunak, kesan bokong.
Leopold 2 : Letak memanjang, punggung kanan
Leopold 3 : Teraba massa bundar, melenting dan keras, kesan
kepala.
Leopold 4 : Kedua tangan divergen, kepala janin telah masuk PAP.
Penurunan 4/5.
His 2x/10’/15” DJJ=152x
TBJ : (30-13) x 155 = 2635 gram

Inspekulo:
 Portio : Livide
 OUE : terbuka
 Flour : (-)
 Fluxus : (+) ketuban aktif
 Lakmus test : (+)

Pemeriksaan Dalam :
 Portio : Lunak
 Pendataran : 30%
 Pembukaan : 2 cm
 Ketuban : (-), jernih, bau (-)
 Bagian terendah : Kepala
 Penurunan : Hodge I-II
 Penunjuk : belum dapat dinilai
 Posisi : Medial

2.Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 21 Oktober 2016.
-
Hemoglobin : 11,2 gr/dl
-
Leukosit : 16.600/ul
-
Eritrosit : 4,2

9
-
Hematokrit : 25%
-
Trombosit : 198.000/mm3
USG = AFI 8,5
3. Resume
± 6 jam yang lalu os mengeluh keluar air-air, jernih dan tidak berbau
banyaknya 3x ganti kain.. Riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang
semakin lama semakin sering dan kuat (+), riwayat keputihan (-), riwayat
trauma (-), riwayat koitus (-), riwayat diurut-urut (-), riwayat minum jamu
(-). Os mengatakan hamil kurang bulan dan masih merasakan gerakan
janin.

HPHT 05 Januari 2016 ditaksir persalinan akan berlangsung tanggal 12


Oktober 2016. Os mengatakan selalu memeriksakan kandungan ke bidan
hampir setiap bulan dan tidak ada keluhan. Tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 110x/menit, respirasi rate 22 x/menit, suhu 37,80C. Os mengalami
peningkatan berat badan 9 kg selama kehamilan. Pemeriksaan fisik kepala,
mata, gigi, leher, jantung, paru, dan thoraks dalam batas normal. Pada
thoraks ditemukan hiperpigmentasi areolla dan mammae membesar serta
tegang. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan striae gravidarum dan perut
tampak membesar.

Pemeriksaan obstetrik, fundus setinggi 3 jbpx (30 cm), teraba masa


bundar, tidak melenting, dan kenyal, diperkirakan bokong janin. Janin
letak memanjang punggung kanan. Kepala janin telah masuk PAP dengan
penurunan 4/5. Taksiran berat janin adalah 2635 gram. DJJ 152x/menit.
His 2x/10’/15”. Pemeriksaan dengan inspekulo, portio livide, OUE
terbuka, flour (-), terdapat fluxus aktif, ketika dilakukan lakmus test,
mendapatkan hasil positif (+). Pemeriksaan dalam, letak portio di bagian
medial, pendataran 30% dan pembukaan 2 cm. Ketuban(-) jernih, bau (-),
penunjuk belum dapat ditentukan. Kepala berada di HodgeI-II.

10
1.4 Diagnosis
G1P0A0 Hamil 38 minggu Inpartu Kala I Fase Laten dengan KPD 6 jam, JTH
preskep

Prognosis
Ibu
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

Anak
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

1.5 Penatalaksanaan

1. Observasi his, TVI, DJJ


2. IVFD RLgtt xx/mnt
3. Inj. Ampisilin 3x1
4. Akselerasi dengan oksitosin 5 IU
5. Kosongkan VU
6. Cek lab DR, UR
7. Evaluasi menggunakan partograf WHO modifikasi
8. R/ partus pervaginam

11
Follow Up
G1P0A0 Hamil 38 minggu Inpartu Kala I Fase Laten
21/10/2016 dengan KPD 6 jam, JTH preskep
16.00 WIB
TD: 120/80 mmHg T/ Observasi his, TVI, DJJ
HR: 110x/m IVFD RLgtt xx/mnt
T: 37,8C Akselerasi dengan oksitosin 5 IU
His 2x/10’/15’’ Inj. Ampisilin 3x1
Ø 2 cm Kosongkan VU
DJJ 152x/menit Cek Lab DR,UR
HI-II Evaluasi menggunakan partograf WHO modifikasi
Ketuban(-) R/ partus pervaginam
Fluxus (+) aktif
Lakmus test (+)
Lab:
Hb : 11,2 g/dl
Leukosit : 16.600 /ul
AFI 8,5

20.00 WIB G1P0A0 Hamil 38 minggu Inpartu Kala I Fase aktif


His 3x/10’/35’’ dengan KPD 10jam dan JTH Presentasi kepala
Ø : 6 cm T/ Observasi his, TVI, DJJ
DJJ 153x/menit R/ partus pervaginam
HIII
22:00 WIB G1P0A0 Hamil 38 minggu Inpartu Kala II dengan
His 4x/10’/40’’ KPD 12 jam JTH Preskep
DJJ 155x/menit M/ pimpin persalinan

Ø lengkap

HIII+
22.30 WIB Lahir spontan neontus hidup laki – laki , BB 3000 gr,
PB 50 cm, A/S 6/8 FT AGA
22.35WIB Plasenta lahir lengkap

12
13/10/2016 Keadaan ibu dan bayi baik, pasien dan bayi
01.00 WIB dipindahkan ke ruang perawatan
13/10/2016 S : tidak ada keluhan
07.00 WIB
O:
St. Present : KU : Baik
Sens : CM
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.50c
St. Obstetri :
TFU 2 jbp, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokhia
rubra (+), ASI (+)(+), BAK (+), BAB (-)

A : D/ P1A0 Post partus spontan hari ke-1

P/ Mobilisasi dini
Vulva hygiene
ASI sesuai kebutuhan bayi
Amoxicillin 3x500 mg
Vit B complex 3 x1
R/ pulang
12.00 WIB Pasien dan bayi pulang dalam keadaan sehat

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans


(PROM)merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak
timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan
kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of
membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 39
minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of
membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged
PROM.1

2.2 Epidemiologi

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang
bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal
yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih
banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan,
yaitu sekitar 95 % 3, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada
kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.Ketuban pecah
dini (KPD) adalah selaput ketuban yang pecah sebelum adanya tanda persalinan.
Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan,
sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6% sampai 12%.1

14
2.3 Etiologi

Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang


terjadi dalam kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis
membran janin5. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Infeksi pada saluran genital.


Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah
cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila
terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis,
endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah
dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang
terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2

2. Peningkatan tekanan pada kavitas aminotik


Kehamilan kembar dan polihidramnion dapat meningkatkan tekanan
pada kavitas amniotik. Ketika bersamaan dengan defek membran
janin, seperti hilangnya elastisitas dan reduksi kolagen, peningkatan
tekanan pada membran janin yang lemah dapat menyebabkan ketuban
pecah dini.
3. Tekanan yang tidak seimbang pada membran janin

Keadaan yang tidak normal seperti posisi janin abnormal dapat


menyebabkan kegagalan saat penurunan kepala janin memasuki
panggul. Kegagalan tersebut dapat menyebabkan tekanan yang tidak
seimbang pada bagian depan kapsul cairan amniotik, sehingga
menyebabkan ketuban pecah dini.

15
4. Nutrisi yang tidak adekuat

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan


kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam
darah ibu.
5. Dilatasi serviks

Faktor-faktor seperti pembedahan mekanis perluasan pada serviks,


trauma melahirkan, atau struktur servik yang rentan dapat merusak
fungsi otot sfingter serviks. Konsekuensinya adalah bagian mulut
serviks akan melonggar, yang akan menjadi tempat untuk masuknya
kapsul cairan amnion, yang akan menyebabkan tidak seimbangnya
tekanan pada kapsul cairan amniotik. Bagian membran janin ini dekat
dengan vagina serta kekurangan proteksi mukus dari serviks, sehingga
dapat terinfeksi oleh mikroorganisme patogen yang dapat
menyebabkan ketuban pecah dini.

Gambar 1. Dilatasi Serviks

16
6. Faktor lain
Hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH
vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.5

2.4 Patofisiologi

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion
yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel,
sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput
kolagen berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap
infeksi. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan
peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas “matrix degrading
enzym”. 5

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan

17
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang


dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Selaput ketuban sangat kuat pada
kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah.
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubunganya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin pada trimester terakhir terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban.2

Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase


(MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-
komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril
(tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase(TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan
TIMP-1.4

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat
mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan

18
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.

Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah
dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.8

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.


Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase
A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh
sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam
persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen
pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33.

19
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C,
peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan
cairan vaginal berbau.9

Hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada


jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks
dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan
penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah
dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel
desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan
efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-
3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum
persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon
tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat
sepenuhnyadijelaskan.10

Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat
dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya
kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat
dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari
apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2

20
Peregangan Selaput Ketuban

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban


seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion
dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan
proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan
pecahnya selaput ketuban.

2.5 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


laboratorium.

1. Anamnesis

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang


banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak.
Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluanya cairan
tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran
lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa secara
benar.7

2. Pemeriksaan Fisik

Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,


pernafasan dan suhu badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu
badan meningkat dan nadi cepat.

3. Inspeksi

Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila


ketuban baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini
akan makin jelas.

21
4. Pemeriksaan dengan inspekulo

Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan


pertama. Pemeriksaan dengan spekulum akan tampak keluar cairan
dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau lakukan
manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak
keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks
anterior/posterior.

5. Pemeriksaan Dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum
dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam karena pada
waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan
dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit
mungkin.

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Lab
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina.
a) Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas
mustard emas yang sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua
pada keberadaan bahan basa. pH normal vagina selama kehamilan

22
adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan
sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik
spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.9
b) Mikroskopik (tes pakis)
Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis.9

Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban


dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion
ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi
bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain
itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan
usia janin.

2.6 Penatalaksanaan

Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 39 minggu.

23
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.7

Aktif
 Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap
6 jam maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

24
Gambar. 2 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.

25
Antibiotik
Ampicillin 1g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan
dengan erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari.Diikuti
dengan pemberian antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap 8 jam
dan erythromycin 333 mg tiap 8 jam selama lima hari.Pemberian
antibiotik terbukti memperpanjangkan masa laten dan mengurangi
resiko infeksi seperti postpartum endometritis, chorioamnionitis,
neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan
intraventricular. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak
berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan
terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.10

Kortikosteroid Antenatal

Pada penelitian meta analisis yang mencakup lebih dari 1400


wanita dengan KPD, didapatkan bahwa kortikosteroid dapat
menurunkan resiko respiratory distress syndrome, intraventricular
haemorrhage dan necrositing enterocolitis. Selain itu,
kortikosteroid dapat menurunkan resiko kematian neonatus.
Pengobatan menggunakan dua dosis betametason 12 mg IM dalam
24 jam terpisah atau empat dosis dexametason 6 mg IM dalam 12
jam terpisah.

Tokolitik

Setelah kehamilan 34 minggu, pertimbangan keruntungan dan


kerugian secara enyeluruh terhadap pengambilan keputusan untuk
memperpanjang kehamilan dengan obat tidak dianjurkan. Terapi
tokolitik harus diberikan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan
segera dihentikan ketika kontraksi sudah berhenti. Pemberian
tokolitik yang lebih dari 48 jam dan setelah kontraksi

26
berhentihanya diindikasikan terhadap beberapa kasus diantaranya
plasenta previa dan amniotic sac prolaps. Tokolitik yang banyak
digunakan adalah betamemetik (fenoterol, ritodrine dan terbutalin),
oksitosin antagonist (astobian), Ca antagonist (Nifedipin) NO
donnors, penghambat sintesis prostaglandin (Indometasin) dan
MgSO4.

Indikasi dan kontraindikasi tokolitik

Indikasi:

1. kehamilan 24 minggu-34 minggu.


2. Kontraksi premature spontan
3. Nyeri, kontraksi nyata yang berlangsung > 3 kali/30”/30’
4. Panjang serviks ,25mm dan/ sudah terjadi dilatasi serviks

Kontraindikasi:

1. Indikasi untuk melahirkan bayi


2. Indikasi ibu untuk melahirkan
3. Amniotic infection syndrome
4. Malformasi dan bayi non viabel

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal5.

1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada ketuban kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. 11

27
2. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. 10
3. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali


pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat olligohidramnion, semakin sedikit
air ketuban, janin semakin gawat. 10
4. Sindrom deformitas janin

Ketuban pecah dini yang terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin


terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonar.10

2.8 Prognosis

Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-


komplikasi yang mungkin timbul.2

28
BAB III
ANALISA KASUS

3.1 Permasalahan
1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
3. Apakah penyebab KPD pada kasus ini?
4. Apakah komplikasi pada kasus ini?

1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat?


Diagnosis KPD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien
mengeluh telah mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan
lahir, kemudian merembes, mengganti kain sebanyak 3 kali. Cairan berwarna
bening dan tidak berbau. Pasien sudah inpartu ditandai dengan mulas yang
menjalar kepinggang semakin teratur dan sering serta disertai keluarnya lendir
dan darah sejak.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan peningkatan suhu tubuh dan nadi yang
cepat. Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi
janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Pada pemeriksaan
dalam didapatkan ada cairan dalam vagina, selaput ketuban sudah pecah.

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya


cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah
pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban,
bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam

29
normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali
amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun
pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum
cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol
membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi,
apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.2

Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi. USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak
janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban1

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?


Pentalaksanaan pada pasien dengan KPD yaitu dengan terapi konservatif
maupun terapi aktif. Penatalaksanakan awal yang dilakukan pada awal yaitu
dengan perbaikkan keadaan umum maka yang harus dilakukan adalah
menstabilkan hemodinamik dengan infus. Pada pasien ini kehamilan sudah
aterm dan sudah inpartu sehingga dilanjutkan persalinan pervaginam dan
dipantau kemajuan persalinanannya. Pasien juga diberikan antibiotik
Ampisilin 3 x 1 gr untuk mengatasi infeksi dan mencegah terjadinya infeksi
sistemik.

Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 39 minggu.

30
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.7

Aktif
 Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap
6 jam maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
c. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
d. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9

31
32
3. Apakah penyebab KPD pada kasus ini?
Faktor risiko untuk terjadinya KPD, antara lain: inkompetensi servik,
ketegangan rahim yang berlebihan pada keadaan kehamilan ganda dan
hidramnion, kelainan letak seperti letak sungsang dan letak lintang,
kemungkinan kesempitan panggul, kelainan bawaan dari selaput ketuban, dan
infeksi.

Penyebab KPD pada kasus ini kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
karena infeksi genitalia eksterna yang asimptomatik akibat higyne yang
kurang baik. Infeksi menyebabkan ketuban pecah dini dengan cara
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Secara
teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang
besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan
jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau
rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di
daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan
retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada
lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion).
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan
inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi
menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan
mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.3

33
4. Apakah komplikasi pada kasus ini?
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal
mengikuti terjadinya ketuban pecah dini.
a. Persalinan prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode


laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada ketuban kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
PPROM infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebading dengan lamanya
periode laten.
c. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion. semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
d. Sindrom Deformitas Janin
PROM menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan
kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonary.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. edisi ke-4. Cetakan IV. 2014. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2. Cunningham, FG, et al. Obstetri Williams. Edisi ke-21. 2006. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

3. Saifudin, Abdul Bari, et al. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. 2009. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

4. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.

5. Kenyon S, Boulvain M, Neilson JP. Antibiotics for Preterm Rupture of


Membranes. Cochrane Database of Systematic Reviews, 2010;8:p2-13.

6. Allison B. Practice Bulletin no.139: Management of Premature Rupture of


Membranes. Obstet Gynecol, 2013;p122:918.

7. Practice Bulletin. Premature Rupture of Membranes. The American College


of Obstetricians and Gynecologists. 2013;122(4):p918-930.

8. Moegni EM, Ocviyanti D. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Moegni EM,


Ocviyanti D. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;
2013:p122-123.

9. El-Messidi A, Cameron A. Diagnosis of Premature Rupture of Membrane:


Inspiration from the Past and Insights for the Future. J Obstet Gynaecol Can.
2010;32(6):p561-569.

10. Harotono, P. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Ketuban Pecah


Dini. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Himpunan
Kedokteran Feto Maternal

35

Anda mungkin juga menyukai