ABSES SKROTUM
Disusun Oleh:
Luluk Wulandari
170070301111080
Kelompok 2A
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 14 RSSA Malang
Oleh :
Luluk Wulandari
NIM. 170070301111080
( ) ( )
ABSES SKROTUM
A. Pengertian
Abses Skrotum merupakan salah satu kasus dalam bidang urologi yang harus segera
ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada testis dan terjadinyaFournier’s
gangrene. Abses Srotum adalah kumpulan purulen pada ruang diantara tunika vaginalis
parietalis dan viseralis yang berada mengelilingi Testis. Absesskrotum,terjadiapabila terjadi
infeksibakteri dalamskrotum. Bakteridapat menyebardarikandung kemih
atauuretraataudapat berasal daripenyakit menular seksual(PMS). Apabila bila tidak diobati,
infeksidapatmengakibatkan terjadinya absesskrotum.
Abses Skrotum terjadi akibat suatu infeksi,dan membutuhkan tindakan pembedahan.
Pembentukan abses merupakan suatu komplikasi dari abses pelvis,dan komplikasi dari
infeksi pada suatu luka. Abses Skrotum dapat terjadi superficial maupun
intraskrotal.Skrotummerupakan kelanjutan dari lapisan dinding perut.Isiskrotumterdiri
daritestis, epididimis, danstruktur korda spermatika.
B. Anatomi Skrotum
Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis dan skrotum( kantung
zakar).Struktur dalamnya terdiri dari: sepasang testis,epididimis,vas deferens. Sedangkan
kelenjar tambahan terdiri dari: vesikula seminalis,kelenjar prostat,dan bulbourethralis.
Skrotum merupakan kantong longgar yang tersusun dari: kulit,fasia,dan otot polos yang
membungkus dan melindungi testis di luar tubuh dan pada suhu optimum berfungsi untuk
memproduksi sperma. Skrotum juga merupakan sebuah kantong dari jaringan fibromuskular
yang terdapat septum atau sekat dibagian tengahnya yang memisahkan skrotum kiri dan
kanan. Setiap skrotum terdiri dari: testis,epididimis dan bagian dari spermatic cord.
C. Etiologi
Anamnesis
Dari anamnesis dapat di temukan: pasien yang baru menderita epididimitis atau
orchitis namun tidak menjalani pengobatan secara teratur,komplikasi dari perforasi
appendisitis, komplikasi dari operasi,sirkumsisi,vasektomi dan Chron’s disease. Pasien
datang dengan keluhan nyeri dan dapat pula disertai dengan demam. Hal ini juga dapat
terjadi pada pasien yang telah di drainase atau pada pasien dengan gejala massa pada
testis.
Pasienbiasanya mengeluhrasa sakitskrotumyang hebat,kemerahan, panas,
nyeridan toksisitassistemiktermasukdemam danleukositosis. Pasienmungkin atau tidak
mengeluh muntah.
Gambar abses skrotum pada anak:
Apabila terjadi trauma pada skrotum maka dapat ditemukan gambaran klinis
:Nyeri akut pada skrotum, pembengkakan, memar, dankerusakan akibat cedera kulit
skrotum yang merupakangejala klinisutama. Bahkan dapat terjadi
padalukaterisolasi/tertutup, sakit perut, mual, muntah, dan dapat menimbulkan
kesulitanberkemih.
Pemeriksaan Fisik
E. Pemeriksaan diagnostik
Laboratorium
Ultrasonografi
Scrotal sonogram showing the testes adjacent to the inflamed epididymis with
a reactive hydrocele.
CT-Scan
G. Komplikasi
Tindakan bedah menjadi penanganan yang paling utama yang disertai dengan
pemberian Antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi akibat flora genitourinari.
Sayatan, debridement,merupakan penanganan dari pengobatan abses intrascrotal, dan
kegagalan yang terjadi dapat menyebabkan tindakan debridementdan drainase harus
dilanjutkan. Fournier gangren (necrotizing fasciitis) adalah sebuah operasi darurat dan
membutuhkan resusitasi hemodinamik cepat, antibiotik spektrum luas, dan intervensi
bedah yang agresif. Hal ini membutuhkan ruang operasi untuk debridement. Bahkan di
era bedah modern, tingkat kematian untuk Fournier gangren (necrotizing fasciitis) tetap
tinggi, mendekati 50%. Cedera isi intrascrotal mungkin terjadi akibat eksplorasi. Selain
itu, epididimitis yang parah dapat menyebabkan nekrosis epididimis dan hilangnya
fungsi kemudian terjadi perluasan ke testis dapat menyebabkan abses testis dan
nekrosis.
H. Prognosis
Abses skrotum dapat kambuh kembali apabila fokus infeksi primernya tidak diatasi
dengan baik. Kegagalan untuk mengidentifikasi sumber infeksi, seperti striktur uretra
yang mendasarinya, dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan.Meskipun resusitasi
agresif, antibiotik spektrum luas, dan intervensi bedah agresif, angka kematian dengan
Fournier gangren tetap tinggi.
Asuhan Keperawatan pada Abses Skrotum
A. Pengkajian.
Pengkajian adalah usaha untuk mengumpulkan data-data sesuai dengan
respon klien baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawacara,
observasi dan dokumentasi secara bio-psiko-sosio-spiritual (Doenges,
2001).Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian yang dilakukan pada
kasus abses menurut Doenges, (2001) adalah sebagai berikut :
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
B. Prioritas keperawatan
a. Mengurangi ansietas dan trauma emosional
b. Menyediakan keamanan fisik
c. Mencegah komplikasi
d. Meredakan rasa sakit
e. Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
f. Menyediakan informasi mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan,
prognosis dan kebutuhan pengobatan
g. Tujuan pemulangan
h. Komplikasi dicegah/diminimalkan
i. Rasa sakit dihilangkan/dikontrol
j. Luka sembuh/fungsi organ berkembang ke arah normal
k. Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapeutik
dipahami
C. Diagnosa Keperawatan
Menurut T. Heather Herdman, et.al (2007), diagnosa keperawatan yaitu :
a. Nyeri Akut yang berhubungan dengan egen injuri biologi
b. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit
c. Kerusakan Intergritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik.
D. Rencana Keperawatan
Menurut Johnson, Marion Meridean Maas dan Sue Moorhead, ed (2000) rencana
keperawatan terdiri dari :
1. Nyeri Akut yang berhubungan dengan Agen Injury Biologi
a. Tujuan
Level nyaman.
b. Kriteria hasil :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan secara fisik sehat
2. Meloporkan puas dapat mengontrol gejala
3. Mengekspresikan puas dengan fisiknya
4. Mengekspresikan kepuasan dengan
berhubungan
Sosial
5. Mengekspresikan kepuasan secara spiritua
6. Melaporkan puas dengan kemandiriannya
7. Melaporkan puas dengan kontrol nyeri
Keterangan :
1 : Sangat tidak sesuai
2 : Sering tidak sesuai
3 : Kadang tidak sesuai
4 : Jarang tidak sesuai
5 : Sesuai
c. Intervensi (Joane C, Mc.Closkey, 1996)
1) Manajemen Nyeri
a) Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi,
dan faktor presipitas.
b) Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
c) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
d) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri, klabrasi dengan dokter jika ada
komplai dan tindakan nyeri yang tidak berhenti
e) Ajarkan teknik non farmakologi, lbiotedback, leahsasi, distraksi, anagenh
administrasi
f) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum obat
g) Cek riwayat alergi
h) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
i) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat sesuai porgram
j) Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan gejala efek samping
k) Laksanakan terapi dokter untuk pemberian obat
Grace, P.A, Borley, N R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Erlangga
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Selemba Medika.
Rubenstein, david. 2003. Lecture Notes: kedokteran Klinis, ed:6. Jakarta : Erlangga
Patofisiologi