Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Latar belakang

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu
penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.
Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara
berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK
pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian,
angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK
(yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan
pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka
kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat
orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran
penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak
faktor lain yang saling terkait (Anonimª, 2006). Jantung sanggup berkontraksi tanpa henti berkat
adanya suplai bahanbahan energi secara terus menerus. Suplai bahan energi berupa oksigen dan
nutrisi ini mengalir melalui suatu pembuluh darah yang disebut pembuluh koroner. Apabila
pembuluh darah menyempit atau tersumbat proses transportasi bahanbahan energi akan
terganggu. Akibatnya sel-sel jantung melemah dan bahkan bisa 1 2 mati. Gangguan pada
pembuluh koroner ini yang disebut penyakit jantung koroner

Jantung Koroner
A. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi penyempitan, penyumbatan,
atau kelainan pembuluh darah koroner. penyempitan atau penyumbatan ini dapat
menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi
lebih parah kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol irama
jantung akan terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan kematian

B. Etiologi

Penyakit Jantung Koroner Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada perinsipnya


disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:

1) Aterosklerosis Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri


koroneria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan
jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen
2) pembuluh darah. Pada mulanya, gumpalan darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh
untuk mencegahan perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya gumpalan
darah pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka 5 resistensi terhadap aliran darah akan
meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium (Brown, 2006)

3) Trombosis Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lamakelamaan
berakibat robek dinding dibagian robek tersebut, yang kemudian bersatu dengan keping-
keping darah menjadi trombus.
Trombosis ini menyebabkan sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, dapat
menyebabkan serangan jantung mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh darah otak
menyebabkan stroke (Kusrahayu, 2004).

C. Patofisiologis penyakit jantung koroner

1) Angina pektoris stabil Angina pektoris ditegakkan berdasarkan keluhan nyeri dada yang
khas, yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada
terutama saat melakukan kegiatan fisik, terutama dipaksa bekerja keras atau ada tekanan
emosional dari luar. Biasanya serangan angina pektoris berlangsung 1-5 menit, tidak lebih
dari 10 menit, bila serangan lebih dari 20 menit, kemungkinan terjadi serangan infark akut.
Keluhan hilang setelah istirahat (Kusrahayu, 2004).

2) Angina pektoris yang tidak stabil Pada angina pektoris yang tidak stabil serangan rasa
sakit dapat timbul pada waktu istirahat, waktu tidur, atau aktifitas yang ringan. Lama sakit
dada lebih lama daripada angina biasa, bahkan sampai beberapa jam. Frekuensi serangan
lebih sering dibanding dengan angina pektoris biasa (Kusrahayu, 2004).

3) Angina varian (prinzmetal) Terjadi hipoksia dan iskemik miokardium disebabkan oleh
vaso spasme (kekakuan pembuluh darah), bukan karena penyempitan progesif arteria
koroneria. Episode terjadi pada waktu istirahat atau pada jam-jam tertentu tiap hari. EKG
peningkatan segmen ST (Sutedja, 2008).

4) Sindrom koroner akut (SKA) Sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi yang
sama yaitu erosi, fisur, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan thrombosis
yang menyebabkan ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Termasuk
SKA adalah angina pektoris stabil dan infark miokard akut (Majid, 2007). Sindrom Koroner
Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang
utama dan paling sering mengakibatkan kematian(Anonima , 2006).

D. Gejala umum

Sumber rasa sakit berasal dari pembuluh koroner yang menyempit atau tersumbat. Rasa
sakit tidak enak seperti ditindih beban berat di dada bagian tengah adalah keluhan klasik
penderita penyempitan pembuluh darah koroner. Kondisi 7 yang perlu diwaspadai adalah
jika rasa sakit di dada muncul mendadak dengan keluarnya keringat dinggin yang
berlangsung lebih dari 20 menit serta tidak berkurang dengan istirahat. Serangan jantung
terjadi apabila pembuluh darah koroner tiba-tiba menyempit parah atau tersumbat total.
Sebagian penderita PJK mengeluh rasa tidak nyaman di ulu hati, sesak nafas, dan mengeluh
rasa lemas bahkan pingsan (Yahya, 2010)

E. Faktor Resiko
Secara statistik, seseorang dengan faktor resiko kardiovaskuler akan memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk menderita gangguan koroner dibandingkan mereka yang
tanpa faktor resiko. Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki, semakin berlipat pula
kemungkinan terkena penyakit jantung koroner (Yahya, 2010).

Faktor-faktor resiko yang dimaksud adalah merokok, alkohol, aktivitas fisik, berat badan,
kadar kolesterol, tekanan darah (hipertensi) dan diabetes. Faktor-faktor resiko dibagi menjadi
dua, yaitu faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.

1) Faktor resiko lain yang masih dapat diubah


a. Hipertensi Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang akan
mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah (termasuk
pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini mengawali proses pembentukan kerak yang dapat
mempersempit liang koroner. Pengidap hipertensi beresiko dua kali lipat menderita penyakit
jantung koroner. Resiko 8 jantung menjadi berlipat ganda apabila penderita hipertensi juga
menderita DM, hiperkolesterol, atau terbiasa merokok. Selain itu hipertensi juga dapat
menebalkan dinding bilik kiri jantung yang akhirnya melemahkan fungsi pompa jantung
(Yahya, 2010).

F. Penatalaksanaa

Terapi didasarkan pada pengetahuan tentang mekanisme, manifestasi klinis,


perjalanan alamiah dan patologis baik dari sisi selular, anatomis dan fisiologis dari kasus
PJK. Pada prinsipnya terapi ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat,
intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau
kematian mendadak.

Menejemen Farmakologi Angina Pektoris

Niat kerja pendek sublingual atau buccal


Aspirin 75-150mg satu kali sehari

Clopidrogel 75mg
Tidak toleran atau kontra indikasi satu kali sehari

Statin, titrasi dosis sampai mencapai target


Ganti jenis statin, atau
ezetimibe + statin dosis
Tidak toleran atau kontra indikasi
rendah atau ganti obat
penurun lipid
ACE-1 pada pasien terbukti CVD

Tidak toleran atau kontra inikasi


Beta bloker pasca MA
Beta bloker tanpa riwayat MA
Antagonis kalsium atau
nitrat kerja panjang atau
Gejala tidak terkontrol setelah dosis optimal
antagonis kalsium atau
inhibitor nodal SA
Tambahan antagonis kalsium atau
nitrat kerja panjang
Tidak toleran Gejala tidak
terkontrol setelah dosis
Substitusi dengan nitrat optimal
kerja panjang atau
antagonis kalsium
Kombinasi nitrat dan
Gejala tidak terkontrol setelah dosis optimal
antagonis kalsium atau
pembuka kanal kalsium

Pikirkan revaskularisasi Gejala tidak terkontrol dengan dua obat setelah dosis optimal

Keterangan :
Pasien resiko tinggi yang menjadi kandidat revaskularisasi berdasarkan prognosis sebaiknya
diidentifikasi dan dirujuk.
* kontraindikasi relatif beta bloker antara lain: asma, ganguan pembuluh darah perifer
simptomatik, dan AV blok derajat 1
** hindari dihydropyridin kerja pendek bila tidak kombinasi dengan beta bloker Tingkat
pembuktian prognosis merujuk kepada bukti penurunan mortalitas kardiovaskular atau mortalitas
akibat infark miokard Tingkat pembuktian gejala termasuk penurunan revaskularisasi dan
hospitalisasi untuk nyeri dada

Gambar 1. Algoritme Terapi Farmakologis Angina Pektor

Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia tahun 2009 obat yang disarankan
untuk penderita PJK adalah :

a. Golongan Nitrat
Mekanisme kerja golongan nitrat vasodilatasi, menurunkan pengisian diastolik, menurunkan
tekanan intrakardiak dan meningkatkan perfusi subendokardium. Nitrat kerja pendek
penggunaan sublingual untuk profilaksis, nitrat kerja panjang penggunaan oral atau
transdermal untuk menjaga periode bebas nitrat. Nitrat kerja jangka pendek diberikan pada
setiap pasien untuk digunakan bila terdapat nyeri dada. Dosis nitrat diberikan 5 mg
sublingual dapat diulang tiga kali sehari (Anonim, 2009)

b. Golongan Penyekat β (beta bloker)


Terdapat bukti-bukti bahwa pemberian beta bloker pada pasien angina yang sebelumnya
pernah mengalami infark miokard, atau gagal jantung memiliki keuntungan dalam prognosis.
Berdasarkan data tersebut beta bloker merupakan obat lini pertama terapi angina pada pasien
tanpa kontraindikasi (Anonim, 2009).

Beta bloker dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pencernaan, mimpi buruk,
rasa capek, depresi, reaksi alergi blok AV, dan bronkospasme. Beta bloker dapat
memperburuk toleransi glukosa pada pasien diabetes juga mengganggu respon metabolik
dan autonomik terhadap hipoglikemik (Anonim, 2000).
Dosis beta bloker sangat bervariasi untuk propanolol 120-480/hari atau 3x sehari 10-40mg
dan untuk bisoprolol 1x sehari 10-40mg

c. Golongan antagonis kalsium


Mekanisme kerja antagonis kalsium sebagai vasodil koroner dan sistemik dengan inhibisi
masuknya kalsium melalui kanal tipe-L. Verapamil dan diltiazem juga menurunkan
kontraktilitas miokardium, frekuensi jantung dan konduksi nodus AV. Antagonis kalsium
dyhidropyridin (missal: nifedippin, amlodipin, dan felodipin) lebih selektif pada pembuluh
darah (Anonim, 2009).
Pemberian nifedipin konvensional menaikkan risiko infark jantung atau angina berulang
16%, Penjelasan mengapa penggunaan monoterapi nifedipin dapat menaikkan mortalitas
karena obat ini menyebabkan takikardi refleks dan menaikkan kebutuhan oksigen miokard
(Anonimª, 2006).
Dosis untuk antagonis kalsium adalah nifedipin dosis 3x5-10mg, diltiazem dosis 3x30-60mg
dan verapamil dosis 3x 40-80mg.

d. Obat Antiplatelet
Terapi antiplatelet diberikan untuk mencegah trombosis koroner oleh karena keuntungannya
lebih besar dibanding resikonya. Aspirin dosis rendah (75- 150mg) merupakan obat pilihan
kebanyakan kasus. Clopidogrel mungkin dapat dipertimbangkan sebagai alternative pada
pasien yang alergi aspirin, atau sebagai tambambahan pasca pemasangan sent, atau setelah
sindrom koroner akut. Pada pasien riwayat perdarahan gastrointestinal aspirin dikombinasi
dengan inhibisi pompa proton lebih baik dibanding dengan clopidogrel. Untuk Clopidogrel
dengan dosis 75 mg satu kali sehari (Anonim, 2009)

Aspirin bekerja dengan cara menekan pembentukan tromboksan A2 dengan cara


menghambat siklooksigenase dalam platelet (trombosit) melalui 17 asetilasi yang ireversibel.
Kejadian ini menghambat agregasi trombosit melalui jalur tersebut. Sebagian dari
keuntungan dapat terjadi karena kemampuan anti inflamasinya dapat mengurangi ruptur plak
(Anonimª, 2006).

e. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE-I)


ACE-I merupakan obat yang telah dikenal luas sebagai obat antihipertensi, gagal jantung,
dan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai tambahan, pada dua penelitian besar randomized
controlled ramipril dan perindopril penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada
pasien penyakit jantung koroner stabil tanpa disertai gagal jantung.
ACE-I merupakan indikasi pada pasien angina pectoris stabil disertai penyakit penyerta
seperti hipertensi, DM, gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri asimtomatik, dan pasca infark
miokard. Pada pasien angina tanpa disertai penyakit penyerta pemberian ACE-I perlu
diperhitungkan keuntungan dan resikonya (Anonim, 2009).
Dosis untuk penggunaan obat golongan ACE-I untuk captopril 6,25-12,5 mg tigakali sehari.
Untuk ramipril dosis awal 2,5 mg dua kali sehari dosis lanjutan 5 mg duakali sehari,
lisinopril dosis 2,5-10 mg satu kali sehari (Lacy et al, 2008)

f. Antagonis Reseptor Bloker


Mekanisme dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasikan otot
polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan eksresi garam dan air di ginjal,
menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. Antagonis reseptor angiotensin
II secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACEI (Oates and Brown, 2007).
Antagonis reseptor bloker diberikan bila pasien intoleran dengan ACE-I (Anonim, 2009).
Dosis untuk 18 valsartan 40 mg dua kali sehari dosis lanjutan 80-160mg, maximum dosis
320 mg (Lacy et al,2008).

g. Anti kolesterol
Statin menurunkan resiko komplikasi atherosklerosis sebesar 30% pada pasien angina stabil.
Beberapa penelitian juga menunjukkan manfaat statin pada berbagai kadar kolesterol
sebelum terapi, bahkan pada pasien dengan kadar kolesterol normal. Terapi statin harus slalu
dipertimbangkan pada pasien jantung koroner stabil dan angina stabil. Target dosis terapi
statin untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler sebaiknya berdasarkan
penelitian klinis yang telah dilakukan dosis statin yang direkomendasi adalah simvastatin 40
mg/hr, pravastatin 40 mg/hr, dan atorvastin 10 mg/hr. Bila dengan dosis diatas kadar
kolesterol total dan LDL tidak mencapai target, maka dosis dapat ditingkatkan sesuai
toleransi pasien sampai mencapai target (Anonim, 2009).

Statin juga dapat memperbaiki fungsi endotel, menstabilkan plak, mengurangi pembentukan
trombus, bersifat anti inflamasi, dan mengurangi oksidasi lipid. Statin sebaiknya diteruskan
untuk mendapatkan keuntungan terhadap kelangsungan hidup jangka panjang (Anonimª,
2006). Kontraindikasi pasien dengan penyakit hati yang aktif, pada kehamilan dan menyusui.
Efek samping miosis yang reversibel merupakan efek samping yang jarang tapi bermakana.
Statin juga menyebabkan sakit kepala, perubahan nilai fungsi ginjal dan efek saluran cerna
(Anonim, 2000).

H. Gejala Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau sesak di dada,
gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa nyeri terasa pada dada
bagian tengah, lalu menyebar keleher, dagu dan tangan. Rasa tersebut akan beberapa menit
kemudian. Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan supplay oksigen.
Gejala ini lain menyertai jantung koroner akibat penyempitan pembuluh nadi jantung adalah
rasa tercekik (angina pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak terduga dan hanya timbul jika
jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa bekerja keras atau mengalami tekanan
emosional. Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering tidak disrtai keluhan apapun,
sebagian hanya merasa tidak enak badan. Gejala penyakit jantung koroner pada umumnya
tidak spesifik untuk didiagnosa angina pectoris (masa tercekik). Biasanya diperoleh riwayat
penyakit orang bersangkutan, sedangkan pemeriksaan fisik kurang menunjukkan data yang
akurat. Pada keadaan tenang eletro diagram pada orang yang menghidap angina pectoris
akan terlihat normal pada keadaan istirahat. Sebaliknya menjadi normal saat melakukan kerja
fisik. Riwayat angina pectoris tidak stabil lebih sulit dikendalikan karena terjadi secara tidak
terduga kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika disertai dengan nyeri sangat hebat di dada,
disertai dengan gejala mual, takut dan merasa sangat tidak sehat. Berbeda dengan kasus infak
miokardia pada kelainan jantung yang satu ini dapat diketahui melalui penyimpanan irama
jantung saat pemeriksaan melalui elektro kardiografi dan dikatikan dengan peningkatan
kadar enzim jantung dalam darah, juga dalam perkembangan penyakit jantung koroner
biasanya disertai kelainan kadar lemak dan trombosit darah penderita yang diikuti oleh
kerusakan endoterium dinding pembuluh nadi (Krisnatuti dan Yenria, 1999).

I. Klasifikasi PJK

Menurut Braunwald (2001), PJK memiliki beberapa klasifikasi sebagai berikut:


1. Angina Pektoris Stabil Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya
suatu ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau lengan yang sulit
dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas fisik atau stres emosional dan
menghilang dalam 5-15 menit dengan istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual
(Yusnidar, 2007).

Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang
merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
miokard. Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri
koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di dalam darah (Aladdini, 2011).

2. Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis ekuivalen ketidaknyamanan
iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal berikut;

a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya berakhir setelah lebih
dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin)
b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset baru
(dalam 1 bulan).
c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau lebih sering dari
sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan iskemik dapat datang dengan atau tanpa
elevasi segmen ST pada EKG (yusnidar, 2007).

Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan dimaksudkan untuk
menandakan keadaan antara infark miokard dan kondisi lebih kronis dari pada angina stabil.
Angina tidak stabil merupakan bagian dari sindrom koroner akut, dimana tidak ada
pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard. Angina dari sindrom koroner akut (SKA)
cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang dengan
istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin sublingual. SKA
menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup otot jantung. Kadang-kadang
obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung selama waktu yang singkat dan tidak ada
nekrosis jantung yang terjadi, SKA memiliki dua dua bentuk gambaran EKG yantu:

1. Infak Otot Jantung tanpa ST Elevasi (Non STEMI)


Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan
oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi dan ruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada non STEMI,
trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh pada lumen
arteri koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip
dengan angina tidak stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis
Non STEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis angina tidak stabil
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokardberupa peningkatan biomarker jantung.

2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) STEMI umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis
yang sudah ada sebelumnya (Kasma, 2011). Bagan dibawah 2.2. memperlihatkan suatu
reorganisasi manifestasi klinis infark miokard akut yang sekarang disebut sindroma
koroner akut.

Sindroma Koroner Akut

Tanpa Elevasi ST Elevasi ST

Angina tak stabil Infark miokard

Gambar 2.2 Nomenklatur Sindroma Koroner Akut


sumber ; brawnwald, acute myocardial infarction. Heart disease. 2001
J. Komplikasi

Adapun komplikasi PJK adalah:


1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa Elevasi ST Infark
miokard Angina tak stabil
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak
(Karikaturijo, 2010).

K. Pameriksaan Penunjang/Pemeriksaan Diagnostik PJK

Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan penunjaung
diantaranya:

a. EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan saat
sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :

1. Depresi segmen ST > 0,05 mV


2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordia

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung,
terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan
segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis
APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan
kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan
berbagai ciri dan katagori:

1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang
T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam (Kulick, 2014)
b. Chest X-Ray (foto dad

Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif)
atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014)

c. Latihan tes stres jantung (treadmill)

Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk
mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan
darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat
melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick,
2014).

d. Ekokardiogram

Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung,


selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung
berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin
telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012).

e. Kateterisasi jantung atau angiografi


Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal dengan
memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh darah ke pembuluh darah
koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung.
Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai
angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus
sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012).

f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)

Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner adalah


pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu memvisualisasikan arteri
koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan,
sehingga dapat menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT
scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit
arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya
PJK (Mayo Clinik, 2012).
g . Magnetic resonance angiography (MRA)

Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan


zat pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau
penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung
(Mayo Clinik, 2012).

h. Pemeriksaan biokimia jantung (profil jantung)


Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai
prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan
konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin C sama dengan sel otot
jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI
atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan
revaskularisasi dalam 30 hari. Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB
merupakan indikator penting dari nekrosis miokard, risiko yang lebih buruk pada pasien
tanpa segment elevasi ST namun mengalami peningkatan nilai CKMB (Depkes, 2006).

L. Prognosis

Prognosis penyakit jantung koroner akan sangat tergantung pada jumlah plak koroner,
keparahan obstruksi fungsi ventrikel kiri dan adanya aritmia kompleks. Buruk jika
penderita penyakit jantung koroner telah mengalami gejala klinis berupa infark miokard
hingga terjadi mati mendadak akibat aritmia ventrikel.
penderita dikatakan beresiko tinggi jika sudah terjadi kerusakan pada pangkal arteri
koroner kiri tetapi baik jika fungi ventrikel kanan masih normal.

M. Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :


1. Mengerti dan memahami tentang penyakit jantung koroner
2. Dapat mengintragasikan teori terhadap pasien dengan penyakit jantung koroner
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi kepanitraan klini progam pendidikan profesi
dokter Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sumatera Utara
N. Manfaat

Manfaat laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis serta masyarakat secara umum
agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih mengenai penyakit jantung koroner

O. Diagnosa Banding

Penyakit jantung hipertensi, angina pectoris stabil dan tidak stabil,infark miokard,
gambaran EKG T inverted : miokarditis, kardiomiopati
DAFTAR PUSTAKA

Pocket synopsis : obat di Indonesia dr.Rohmantuah Trada Purba

Ensiklopedia Tubuh Manusia


GOLONGAN OBAT PENYAKIT JANTUNG KORONER

Golongan Generik Dosis Indikasi Kontraindikasi

Obat Golongan Anti Aspirin Tab 81-162 ttPencegahan dan -Riwayat alergi terhadap
Pletelet mg/hari pengobatan berbagai aspilet dan komponen
keadaan thrombosis asam asetil salisilat
atau agrerasi platelet -Riwayat asma
(pembekuan darah) -Riwayat sakit maag dan
yang terjadi pada tubuh tukak lambung
terutama pada saat -Penyakit kelainan
mengalami serangan pembekuan darah
jantung atau pada -Gangguan fungsi hati
penyakit jantung dan -Riwayat sering
pasca stroke mengalami perdarahan
dibawah kulit
-Ibu hamil dan menyusui

Clopidogrel Tab 75 Menurunkan Pasien yang hipersensitif


mg/hari atherotrombosis yang terhadap komponen yang
menyertai serangan terkandung didalam CPG,
infark miokard, pasien yang mengalami
serangan stroke atau perdarahan patologis
penyakit pembuluh seperti ulkus peptikum
darah perifer atau perdarahan
intrakranial

Obat Golongan Bisoprolol Tab 2,5-5 Terapi hipertensi, -Riwayat diabetes mellitus
Beta Blocker mg/hari angina dan gagal -Riwayat asma
jantung -Adanya gangguan ginjal
-Myasthenia gravis atau
kondisi yang
menyebabkan otot
melemah
-Detak jantung lambat
atau tidak teratur
-Riwayat alergi

Anda mungkin juga menyukai