Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK

A. Aspek Legalitas
1. Etik profesi
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya
bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata
masyarakat. Apabila anggota kelompok profesi itu menyimpang dari kode etiknya,
maka kelompok profesi itu akan tercemar di mata masyarakat. Oleh karena itu,
kelompok profesi harus mencoba menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.
Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam
kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang
menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan
nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku
anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan
pengabdian kepada masyarakat. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode
etik profesi (IAI, 2013) :
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik
profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan
dan yang tidak boleh dilakukan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosialbagi masyarakat atas profesi
yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu
pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu
profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di
lapangan kerja (kalangan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan
bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak
boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Etika kefarmasian juga sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua
negara ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak
berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien dan penelitian. Badan yang

4
mengatur dan memberikan ijin praktek apoteker di setiap negara bisa dan memang
menghukum apoteker yang melanggar etika. Namun etika dan hukum tidaklah sama.
Bahkan etika membuat standar perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum, dan
kadang etika memungkinkan apoteker perlu untuk melanggar hukum yang menyuruh
melakukan tindakan yang tidak etis. Hukum juga berbeda untuk tiap-tiap negara
sedangkan etika dapat diterapkan tanpa melihat batas negara. Namun pengobatan
ilmiah memiliki keterbatasan terutama jika berhubungna dengan manusia secara
individual, budaya, agama, kebebasan, hak asasi, dan tanggung jawab. Secara umum
apoteker diharapkan dapat mengaktualisasikan prinsip etika profesi dengan derajat yang
lebih tinggi dibanding orang lain. Prinsip etika profesi itu meliputi belas kasih,
kompeten, dan otonomi (IAI, 2013) :
a) Belas kasih, memahami dan perhatian terhadap masalah orang lain, merupakan hal
yang pokok dalam praktek pengobatan. Agar dapat mengatasi masalah pasien,
apoteker harus memberikan perhatian terhadapkeluhan/gejala yang dialami pasien
dan memberikan nasehat yang meredakan gejala tersebut dengan pengobatan dan
harus bersedia membantu pasien mendapatkan pertolongan. Pasien akan merespon
dengan lebih baik jika dia merasa bahwa apotekernya menghargai masalah mereka
dan tidak hanya sebatas melakukan pengobatan terhadap penyakit mereka.
b) Kompetensi,yang tinggi diharapkan dan harus dimiliki oleh apoteker. Kurang
kompeten dapat menyebabkan kematian atau morbiditas pasien yang serius.
Apoteker harus menjalani pelatihan yang lama agar tercapai kompetensinya.
Cepatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan
kedokteran, merupakan tantangan tersendiri bagi apoteker agar selalu menjaga
kompetensinya. Terlebih lagi tidak hanya pengetahuan ilmiah dan ketrampilan
teknis yang harus dijaga namun juga pengetahuan etis, ketrampilan, dan tingkah
laku. Masalah etis akan muncul sejalan dengan perubahan dalam praktek
kefarmasian, lingkungan sosial dan politik.
c) Otonomi, atau penentuan sendiri, merupakan nilai inti dari pengobatan yang
berubah dalam tahun-tahun terakhir ini. Apoteker secara pribadi telah lama
menikmati otonomi pengobatan yang tinggi dalam menetukan bagaimana
menangani pasien mereka. Apoteker secara kolektif (profesi kesehatan) bebas
dalam menentukan standar pendidikan farmasi dan praktek pengobatan. Masih ada
ditemukan (walaupun sedikit), apoteker yang menghargai otonomi profesional dan
klinik mereka, dan mencoba untuk tetap menjaganya sebanyak mungkin. Pada saat

5
yang sama, juga terjadi penerimaan oleh apoteker di penjuru dunia untuk menerima
otonomi dari pasien, yang berarti pasien seharusnya menjadi pembuat keputusan
tertinggi dalam masalah yang menyangkut diri mereka sendiri.
Selain terikat dengan ketiga nilai inti tersebut, etika kefarmasian berbeda dengan
etika secara umum yang dapat diterapkan terhadap setiap orang. Etika kefarmasian
masih terikat dengan Sumpah dan Kode Etik Apoteker. Sumpah dan kode etik beragam
di setiap negara bahkan dalam satu negara, namun ada persamaan, termasuk janji
bahwa apoteker akan mempertimbangkan kepentingan pasien diatas kepentingannya
sendiri, tidak akan melakukan deskriminasi terhadap pasien karena ras, agama, atau
hak asasi menusia yang lain, akan menjaga kerahasiaan informasi pasien, dan akan
memberikan pertolongan darurat terhadap siapapun yang membutuhkan (IAI, 2013).
2. Peraturan perundang-undangan
Landasan hukum pendirian sebuah apotek berpedoman pada:
a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Pada undang-undang kesehatan membahas tentang pengertian kesehatan, di mana
kesehatan merupakan suatu keadaan dalam kondisi sehat, baik secara mental,
spiritual maupun moral yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara social dan ekonomi. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran , kemauan, dan kemampuan hidup sehat untuk setiap orang. Selain itu di
bahas tentang hak dan kewajiban seseorang untuk memperoleh informasi tentang
kesehatan, tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan akses informasi tentang
kesehatan, sumber daya di bidang kesehatan, penyelenggaraan upaya kesehatan,
dan pembiayaan kesehatan.
b. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan.
Pada undang-undang ini membahas tentang kualifikasi dan pengelompokan tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam tenaga medis, tenaga
psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga
kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, dan tenaga
kesehatan lain.
c. Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib
Apotek
Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib
Apotek, berisi daftar obat yang dapat diserahkan tanpa resep oleh apoteker di

6
apotek, mencakup oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat system neuromuscular,
obat kulit topical, antiseptic local, antifungi local, anestesi local, dan enzim anti
radang topical.
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat
yang dapat Diserahkan Tanpa Resep
Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat
yang dapat Diserahkan Tanpa Resep, membahas tentang criteria obat yang tidak
dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2
tahun, orang tua di atas 65 tahun, pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan resiko pada kelanjutan penyakit, penggunaan tidak memerlukan cara
atau penggunaan khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, dan obat
yang memiliki rasio kemanfaatan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk
pengobatan sendiri.
e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 Tentang Apotek.
Peraturan ini membahas tentang aturan dan syarat dalam pendirian apotek, cara
memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dan perubahan Surat Izin Apotek (SIA), dan
aturan mengenai pemasangan papan nama apotek dan papan praktik apoteker.
f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Obat Wajib
Apotek No.2
Peraturan ini memuat tambahan daftar obat wajib apotek yang dapat diserahkan
oleh apoteker.
g. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Obat Wajib
Apotek No.3
Peraturan ini memuat tambahan daftar obat wajib apotek yang dapat diserahkan
oleh apoteker.
h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 925/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar
Perubahan Golongan Obat No.1
Peraturan ini memuat perubahan golongan obat terhadap daftar obat wajib apotek
No. 1, beberapa obat yang semula obat wajib apotek berubah menjadi obat bebas
terbatas atau obat bebas.
i. Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/Menkes/Per/VII/1997 Tentang Peredaran
Psikotropik
Peraturan ini memuat tentang penggolongan obat psikotropika, peredaran,
penyaluran, penyerahan, pencatatan dan pelaporan psikotropika.

7
j. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek
Peraturan ini membahas tentang persayaratan apoteker pengelola apotek,
persyaratan apotek, tata cara pemberian izin apotek, pengelolaan dan pelayanan di
apotek, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek, dan pencabutan surat izin
apotek.
k. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Peraturan ini membahas tentang setiap tenaga kerja kefarmasian wajib memiliki
surat tanda registrasi, surat izin praktek berupa SIPA bagi apoteker yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan, SIKA bagi apoteker yang melakukan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas produksi, dan SIKTTK bagi tenaga teknis kefarmasian
yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kesehatan, serta tata cara
memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK.
l. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Pada undang-undang perlindungan konsumen membahas tentang tujuan
dikeluarkannya undang-undang perlindungan konsumen, hak dan kewajiban
konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha, tanggung jawab pelaku usaha, pembinaan dan pengawasan, dan badan
perlindungan konsumen nasional.
m. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek membahas tentang pengelolaan sumber daya
yang terdiri dari sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pengelolaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya, serta administrasi. Selain itu membahas
juga tentang pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan,
n. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika membahas tentang
penggolongan obat psikotropika, tujuan pengaturan obat psikotropika, produksi,
peredaran, penyaluran, penyerahan, ekspor dan impor sampai dengan ketentuan
pidana yang akan diberikan apabila dilakukan penyalagunaan obat psikotropika.

8
o. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Pada undang-undang ini membahas tentang penggolongan obat narkotika,
pengadaan, ekspor dan impor, peredaran, pengaturan precursor narkotika,
pembinaan dan pengawasan narkotika, pencegahan dan pemberantasan, sampai
dengan ketentuan pidana yang diberikan jika terjadi penyalagunaan obat narkotika.
B. Tata Cara Pendirian Apotek dan Studi Kelayakan
1. Pembuatan studi kelayakan
Untuk menghindari kegagalan perlu dilakukan studi sebelum proyek
dilakukan, studi tersebut dinamakan studi kelayakan. Tujuan dari studi kelayakan ini
adalah untuk mencari jalan keluar agar dapat meminimalkan hambatan dan resiko
yang mungkin timbul di masa yang akan datang. Prinsip studi kelayakan yaitu
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima
atau menolak suatu gagasan usaha yang direncanakan. Sebelum Apotek didirikan,
diperlukan perencanaan dan studi untuk melihat kelayakan calon Apotek dari segi
bisnis maupun tempat pengabdian profesi. Studi kelayakan apotek mencakup
beberapa aspek yaitu lokasi, analisis pasar, modal, keuangan, secara teknis dan
managerial. Pembuatan studi kelayakan terbagi dalam 5 tahapan proses yaitu
penemuan gagasan (ide), penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan perencanaan
dan pelaksanaan kerja (Kasmir, 2013) :
1. Tahap Penemuan Gagasan
Gagasan yang baik adalah gagasan yang sesuai dengan visi organisasi,
dapatmenguntungkan organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya yang
dimilikiorganisasi, tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan aman
untukjangka panjang. Apabila gagasan tersebut dapat memberikan gambaran
yang baikbagi organisasi, maka dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
2. Tahap Penelitian Lapangan
Penelitian di lapangan membutuhkan data-data antara lain, data ilmiah seperti
data nilai strategis sebuah lokasi, kelas konsumen, peraturan yang berlaku di
daerah tersebut dan tingkat persaingan yang ada, dan data non ilmiah yang
merupakan suatu intuisi atau perasaan yang diperoleh melihat lokasi dan kondisi
lingkungan disekitarnya.
3. Tahap Evaluasi
Setelah selesai dilakukan penelitian lapangan, maka dilakukan evaluasi terhadap
data-data yang didapatkan dengan cara :

9
 Memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh yaitu faktor eksternal (tipe
konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi keamanan, dan
peraturan yang berlaku) dan faktor internal (kemampuan keuangan organisasi,
ketersediaan produk dan kemampuan manajemen).
 Membuat usulan proyek yang meliputi : (1) pendahuluan, terdiri dari latar
belakang dan tujuan, (2) analisa teknis, meliputi lokasi, lingkungan sekitar,
desain eksterior dan interior serta produk yang akan dijual, (3) analisa pasar,
meliputi potensi dan target pasar, (4) analisa manajemen, meliputi struktur
organisasi, jenis pekerjaan, jumlah kebutuhan tenaga kerja dan program kerja,
(5) analisa keuangan, meliputi meliputi jumlah biaya investasi dan modal
kerja, sumber pendanaan serta aliran kas.
4. Tahap Rencana Pelaksanaan
Setelah usulan proyek disetujui, kemudian dilakukan penetapan waktu
(timeschedule) untuk memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas
untukmenyediakan dana biaya investasi dan modal kerja, mnegurus izin,
membangundan merehabilitasi gedung, merekrut karyawan, menyiapkan barang
dagangan dansarana pendukung dilanjutkan dengan memulai operasional.
5. Tahap Pelaksanaan Rencana Kerja
Dalam pelaksanaan setiap pekerjaan dibutuhkan jadwal pelaksanaan setiap jenis
pekerjaan, pencatatan setiap penyimpangan yang terjadi dan hasil evaluasi serta
solusi penyelesaiaanya.
2. Tata cara pendirian apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker yang bekerja sama dengan pemilik
sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan
termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik
sendiri atau milik orang lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi
yang lain di luat sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan
farmasi.

10
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek
adalah (Permenkes, 2016):
a. Lokasi
Lokasi pendirian apotek harus memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
dan dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan dan
komoditi lainya diluar sediaan farmasi.
b. Bangunan
1. Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan
orang lanjut usia.
2. Bangunan apotek harus bersifat permanen.
3. Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah
toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
Apotek harus memiliki:
1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/
materi informasi.
3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4. Ruang racikan.
5. Tempat pencucian alat.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan
obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari
debu,kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi
ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas (Permenkes, 2016):
a. instalasi air bersih;
b. instalasi listrik;
c. sistem tata udara; dan
d. Sistem proteksi kebakaran.

11
Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan antara lain meliputi rak obat, alat
peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem
pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain
sesuai dengan kebutuhan (Permenkes, 2016).
d. Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan apotek dapat dibantu
oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi
(Permenkes, 2016).
C. Pengelolaan Apotek
1. Manajemen pendukung
a. Struktur organisasi
Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan fungsi-fungsi yang
terdapat dalam suatu organisasi. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek disetai dengan uraian fungsi dan
tugas/wewenang dan tanggung jawabnya agar dapat mengetahui kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan
fungsi kegiatan ttersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana.
Organisasi apotek keselamatan dikelola oeh seorang Apoteker Pengengola Apotek
(APA) yang juga merupakan Pemilik Sarana Apotek (PSA) yang membawahi satu
orang Asisten Apoteker (AA), satu orang juru resep, satu orang tenanga
administrasi dan kasir, dan satu orang tenaga pembantu (Ranny, 2011)
b. Sistem informasi manajemen apotek
Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) dituntut memiliki pengetahuan
dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga
dalam bidang lain, seperti manajemen agar dapat mengelola apotek dengan baik
dan benar. Prinsip dasar manajemen apotek yang perlu diketahui seorang APA
adalah sebagai berikut (Umar, 2011) :
1. Arti dan kegunaan manajemen pemasaran
Secara umum pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan yang meliputi
kegiatan-kegiatan bisnis yang saling mempengaruhi yang ditujukan untuk
merencanakanm, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
produk agar dapat memuaskan kebutuhan untuk mencapai pasar sasaran
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi.

12
Aktivitas pemasaran merupakan hasil kerja dan interaksi beberapa hal
yang terkoordinasi dalam proses yang integrative, menyeluruh dalam
aktifitas penjualan, merencanakan serta mengembangkan yang tepat untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Supaya semua aktifitas
pemasaran terkoordinasi diperlukan menajemen pemasaran yang terpadu,
menyeluruh dan menyangkut semua pihak dalam perusahaan dari tingkat atas
sampai tingkat bawah.
2. Konsep pemasaran
Konsep pemasaran meruapakan suatu filosofi bisnis berorientasi pada
konsumen yang menekankan pada pemuasan kebutuhan dan keinginan
konsumen. Secara intern keputusan yang menguntungkan, sekarang beralih
tidak hanya kepada taksiran produksi atau penjualan, tapi juga termasuk
bagian kepegawaian, keuangan, manajemen dan accounting. Tiap bagian
perusahaan mempunyai aspek pemasaran, sebaliknya pemasaran
mengandung fungsi dari semua bagian yang lain.
Konsep dasar pemasaran ialah :
a. Kebutuhan konsumen
b. Keinginan konsumen
c. Kemampuan membeli
d. Adanya produk
e. Transaksi (Ukuran dan pemasaran)
f. Pasar (kumpulan pembeli)
Konsep dasar pemikiran manajemen pemasaran :
a. Memperbaiki produksi dan distribusi supaya sedapat mungkin yang
efisien
b. Meningkatkan mutu dan penampilan produk
c. Melakukan promosi penjualan
d. Memasarkan kebutuhan pelanggan
e. Memikirkan kepentingan konsumen, perusahaan dan masyarakat
c. Sumber daya manusia
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek
dan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan kefarmasian,
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

13
1. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dalam menjalankan praktik
kefarmasian apoteker harus memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) dan
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). SIPA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada apoteker sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik kefarmasian. STRA
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Tenaga Kefarmasian kepada
apoteker yang telah diregistrasi.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi,
ahli madya farmasi dan analis farmasi. Pengertian ini sedikit berbeda
dibandingkan peraturan sebelumnya (Permenkes RI No. 73, 2016) yang
mengatur tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, peraturan
terbaru tidak menyebutkan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker dalam
pengertian tenaga teknis kefarmasian. Dalam menjalankan praktik
kefarmasian tenaga teknis kefarmasian harus memiliki Surat Izin Praktik
Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK). SIPTTK adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada tenaga teknis
kefarmasian sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kefarmasian.
d. Keuangan (finance)
1) Laporan laba rugi
Laporan laba rugi adalah laporan yang menyajikan sumber pendapatan
dan beban suatu perusahaan (dagang) selama periode akuntansi (Mulyadi,
2006).
2) Laporan neraca akhir tahun
Neraca adalah laporan keuangan yang menyajikan posisi ruangan
perusahaan pada saat tertentu unsur-unsur neraca terdiri dari (Mulyadi, 2006) :
 Harta
 Kewajiban/utang
 Modal

14
Laporan neraca adalah laporan yang disusun untuk menggambarkan posisi
keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu. Pada dasarnya neraca
disiapkan pada akhir periode akuntansi yaitu pada akhir bulan atau akhir
tahun. Bentuk laporan neraca terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk laporan dan
bentuk scontro/sebelah (Mulyadi, 2006).
3) Laporan hutang piutang
Hutang piutang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu uang yang
dipinjamkan dari orang lain, sedangkan piutang mempunyai arti uang yang
dipinjamkan (dapat ditagih dari orang lain). Pengertian hutang piutang sama
dengan perjanjian pinjam meminjam yang dijumpai dalam ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 yang berbunyi ; “pinjam
meminjam adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula.” (Poerwadarminto,
2003).
e. Perpajakan
Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan apotek mengacu
kepada Undang – Undang RI No. 6 tahun 1983 sebagai mana telah di rubah
terakhir dengan UU RI No.16 Tahun 2000. Ketentuan yang dimaksud adalah :
1. Tahun Pajak
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenalan identitas diri atau identitas wajib pajak.
3. Surat Pemberian (SPT)
Adalah surat yang oleh wajib pajak dipergunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak.
4. Surat Setoran Pajak
Surat setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara
melalui kantor pos dan atau Bank Badan Usaha milik Pemerintah atau tempat
pembayaran yang ditunjuk Menteri Keuangan.

15
5. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
PPh 21 mengatur pajak pribadi atau perorangan besarnya PPh pasal 21 adalah
berdasarkan penghasilan neto dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
Pajak itu dikenakan pada karyawan tetap yang mempunyai gaji melebihi
PTKP. Yang termasuk PPh 21 adalah penghasilan berupa gaji upah dan
honorarium.Keterlambatan pembayaran dikenai denda sebesar Rp. 50.000,00
ditambah 2% dari nilai pajak yang harus dibayarkan.berdasarkan PerMenKes
RI No. 564/KMK/2003 tanggal 29 November besarnya PTKP dan
pelaksanaannya berdasarkan surat Direktur Pajak No. 5-03/PJ43/2006 tentang
Perlakuan PPh Pasal 21.
2. Pengelolaan Obat, Perbekalan farmasi, dan barang lain
a. Pemilihan (selection)
Seleksi merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan
yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi
sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat
merupakan peran aktif apoteker dalam panitia farmasi dan terapi untuk menetapkan
kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian (Permenkes,
2016).
b. Procurement
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pelihan jenis, jumlah dan harga
dalam rangkah pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan barang.
Dalam giatan perencanaan perlu dilakukan pengumpulan data obat yang akan
dipesan. Data obat tersebut biasanya ditulis dalam defekta, yaitu jumlah
barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang
tersediah pada bula-bulan sebelumnya (Permenkes, 2016).
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perluh diperhatikan pola penyakit,
pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat (Permenkes, 2016).
2) Pengadaan
Dalam pengadaan perbekalan farmasi penting mempertimbangkan
pemilihan distributor yang meliputi legalitas, harga yang kompetitif, palayanan

16
yang cepat, potongan harga yang diberikan, taenggang waktu pembayaran,
serta dapat membelih barang dalam jumlah yang sedikit. Pemesanan barang
dapat dilakukan dengan menghubungi pemasok melalui telepon atau dengan
menggunakan serat pesanan yang dibaeah oleh salesman (Permenkes, 2016).
c. Distribution Inventory
Inventory adalah material dan persediaan yang keduanya dimiliki oleh suatu
badan usaha atau institusi untuk penjualan atau persediaan masukan untuk proses
produksi. Seluruh badan usaha atau institusi membutuhkan inventory dan biasanya
inventory merupakan bagian yang besar dari total asset. Inventory sangat penting
bagi perusahaan manufaktur secara finansial, inventory biasanya mewakili 20%
sampai 60% dari total asset di dalam balance sheet. Tujuan dasar dari inventory
adalah memisahkan antara permintaan dan penawaran. Inventory bertugas sebagai
penyangga/perantara antara :
 Permintaan dan penawaran
 Permintaan pelanggan dan barang jadi
 Barang jadi dan ketersediaan komponen
 Persyaratan untuk suatu operasi dan output dari operasi sebelumnya
 Bagian dan material untuk memulai produksi dan persediaan material.
Sistem inventory obat adalah suatu sistem yang bertanggungjawab untuk
merencanakan dan mengawasi inventory obat mulai dari tahap penerimaan stok
sampai distribusi ke pelanggan. Agar rumah sakit memperoleh keuntungan yang
optimum maka sistem inventory harus bertujuan sebagai berikut :
 Pelayanan pelanggan yang maksimal
 Biaya operasional yang rendah
 Investasi inventory yang minimal
Karena inventory disimpan di gudang, maka secara fisik manajemen inventory
dan gudang sangat berkaitan. Dalam beberapa kasus, inventory mungkin disimpan
untuk jangka waktu tertentu. Dalam situasi lain, perputaran inventory sangat cepat
dan gudang farmasi berfungsi sebagai pusat distribusi.
d. Aspek Asuhan Kefarmasiaan
1) Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

17
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi obat yang diberikan meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi, rute,
cara pemberian, farmakokinetik, farmakologi, keamaan penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, harga, dan lain-lain
(Permenkes, 2016).
2) Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien,
atau keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahanman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dlam
penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk
mengawali konseling, apoteker wajib mengawali denga three primequestion.
jika dinilai pengetahuan pasien rendah, akan dilanjutkan dengan metode
Health Belief Model. Apoteker wajib melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien benar-benar mengerti tentang obat yang digunakan
(Permenkes, 2016).
Kriteria pasien yang perlu diberikan konsumen adalah pasien kondisi
khusus (pediatrik, geriatri, gangguan fungsi hati atau ginjal, ibu hamil dan ibu
menyusui), pasien dengan terapi obat jangka panjang (TB, DM, AIDS,
epilepsi), pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid), pasien yang menggunakan obat dengan indeks
terapi sempit (digoksin, fenitoi, teofilin), pasien dengan polifarmasi, dan
pasien denga tingkat kepatuhan rendah (Permenkes, 2016).
3) Pengobatan Mandiri
Menurut Permenkes No 919/MENKES/PER/X/1993 swamedikasi adalah
upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa
berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Pasien harus mengetahui mencari tahu informasi obat yang sesuai dengan
penyakitnya. Apoteker berperan dalam hal ini untuk memberikan informasi
obat secara tepat dan benar.
Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum
dan tidak akut.Ada lima komponen informasi yang diperlukan untuk
swamedikasi secara tepat yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat,
indikasi, dosis, efek samping dan kontra indikasi

18
Kriteria obat yang di dapat diserahkan tanpa resep dokter menurut
Permenkes No 919/MENKES/PER/X/1993 :
a. Tidak di kontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
dibawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun
b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko
pada kelanjutan penyakit
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
4) Pelayanan Obat dan Resep
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep adalah menjadi tanggung Apoteker Pengelola Apotek.
Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung dengan keahlian
profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker wajib
memberi informasi tentang penggunaan secara tepat, aman, rasional, kepada
pasien atas permintaan masyarakat. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah
bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada
Pharmaceutical Care. Kegiatan palayanan kefarmasian yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Bentuk interaksi antara apoteker dan pasien antara lain adalah melaksanakan
pemberin informasi, monitoring pnggunaan obat untuk mengetahui tujuan
akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus
memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pelayanan (Permenkes, 2016).
5) MESO (Monitoring Efek Samping Obat) terlaporkan
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap onbat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjad pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis (Permenkes, 2016).

19
6) Dispensing (therapeutic cycle)
Dispensing terdirih dari penyiapan, penyarahan dan pemberian informasi
obat. Setelah melakukan pengkajian resep maka dilakukan hal-hal seperti
menyiapkan obat sesuai dengan resep, melakukan peracikan jika perlu,
memberikan etiket, memasukkan obat dalam wadah. Setelah dilakukan
penyiapan obat, dilakukan cek kembali kesesuaian obat yang telah disiapkan
dengan yang tertulis pada resep (Permenkes, 2016).
7) Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi penggunanaan obat merupakan proses yang memastikan bahwa
pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping (Permenkes, 2016).

20

Anda mungkin juga menyukai