Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun oleh: dr. Fauziah Damayanti

Pembimbing :
dr. Agus Suhartono, Sp.OG(K)

dr. Wildan Aulia Firdaus

RSUD KOTA MALANG, JAWA TIMUR


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE OKTOBER 2017 - OKTOBER 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik merupakan suatu keadaan dimana kantung gestasi


berada diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan.
Hal yang menyebabkan besarnya angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik.
Kehamilan ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu pada
triwulan pertama dari kehamilan.

Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa
menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar di saluran tuba maka
suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang
sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik
maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya risiko yang
ditanggungnya.

Prinsip dasarnya jika pada wanita dalam masa reproduksi dengan


gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah,
perlu difikirkan kehamilan ektopik terganggu. Gambaran klinik kehamilan ektopik
yang terganggu amat beragam. Sekitar 10 – 29% pasien yang pernah mengalami
kehamilan ektopik, mempunyai kemungkinan untuk terjadi lagi. Kira-kira
sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai
riwayat infeksi pelvis sebelumnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di


luar kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis
servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik.1

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/


melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.1,3
2. 2. Epidemiologi

Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu


konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka
kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup
telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan
ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang
terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit
radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan
infertilitas dengan terapi induksi superovulasi.

Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam


dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7
per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi
penyebab kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20
kematian ibu pertahun. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.1

Didapatkan 2% dari keseluruhan kehamilan merupakan kehamilan ektopik.


Pada kehamilan ektopik ini merupakan penyebab utama kematian pada trimester
pertama, serta bertanggung jawab atas 9% dari seluruh kematian yang terjadi pada
ibu hamil.6

2. 3. Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian


besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya
menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan
ektopik terganggu.
1. Faktor Mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi
ke dalam kavum uteri, antara lain:
 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi
silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba
sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada
tuba falopii.
 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba
atau penyempitan lumen
 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius
dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia
 Penggunaan IUD.
2. Factor Fungsional
o Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal
o Refluks menstruasi
o Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen
dan progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi
4. Hal lainnya, seperti riwayat KET dan riwayat abortus induksi
sebelumnya.4
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi
pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba,
kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan infundibulum tuba.
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur
dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Beberapa pembagian yang berbeda mengenai factor-faktor yang
memegang peranan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1. Factor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini
sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi
sebab lumen tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometriosis tuba dapat mempermudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba;
b. Divertikel tuba congenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi di tempat ini.
3. Factor di luar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Factor lain
a. migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
implantasi premature.
b. Fertilisasi in vitro.

2. 4. Faktor Resiko

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Lebih dari
setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita
tanpa ada faktor resiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:
a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat
sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.

b. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron


Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.

c. Kerusakan dari saluran tuba

2. 5. Patofisiologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung
atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian
diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen
tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan
mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum


graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat
pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus
mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau
dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan
ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang
degenerative.

Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak


mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba


Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong
oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya
darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina.

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi
pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat
mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba
tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah
menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-
kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat
terjadi kehamilan intraligamenter.

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari
tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita.
Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat
diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal
sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba
akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian
uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.1,2
2. 6. Jenis Kehamilan Ektopik

1) Kehamilan Pars Interstisialis Tuba


Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba.
Rupture pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir
bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan
isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri
dimana tuba pars interstisialis berada.

2) Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined
ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan.
Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan
ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai
dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.

3) Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni :
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal

b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium

c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium

d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan
dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga
tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas
ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.

4) Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan
muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu
dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil
konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.

Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:

a. Ostium uteri internum tertutup

b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian

c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik

d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri

e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus

5) Kehamilan ektopik lanjut


Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena
mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar
panggul, usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur.
Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang
mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan
masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang
akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru.1

2. 7. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis secara umum tergantung dari lokasi terjadinya. Tanda dan
gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan
tersebut. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain4 :

a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai
keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya
di samping keterlambatan diagnosis.

b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis


Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya
dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus
kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang
tidak terlihat sebelum rupture terjadinya.

c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu
sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim
pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak
memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut
biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau
terus-menerus.

e. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik
tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah,
uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh
sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat
disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan
abortus dari kavum uteri.

f. Tekanan darah dan denyut nadi


Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut
nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang terlihat
pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan
darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.

g. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume
darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah
timbul hipovolemi yang serius.

h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan
antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana
pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38⁰ C.

i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai ukuran,
konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm,
sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding
tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa
pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri
tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.

j. Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diukuti
oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum
peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan
keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan
berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan
akhirnya membentuk hematokel pelvis.4

Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga


pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding
tuba sulit untuk dibuat diagnosis.1

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan
penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.

1. Kehamilan ektopik belum terganggu

Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur


sulit untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas.
Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya
amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25%
kasus.3
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah
nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum
mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu
diagnostik yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.3
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus
atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita
dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik
harus ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada
sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat
diatasi dapat membahayakan jiwa penderita.3

2. Kehamilan ektopik terganggu

Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari


perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.1
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau
akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-
tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang
lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin.
Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut
bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.1
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan
berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan
berarti gangguan pembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin).1
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada
pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan
kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba.5 Pada abortus tubabiasanya teraba
dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan
konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di
kavum Douglas.1,2
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu
jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala
kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering
penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada
kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang
demikian, alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.3

2. 8. Diagnosis

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum


terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami
abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu
diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau
kuldoskopi.1

Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang


terdapat gejala subyektif kehamilan muda.1 Nyeri abdominal terutama bagian
bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan
tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-
gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga
sensitif.

Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan


dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak
perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.1 Kehamilan
ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata
atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.


Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-
raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. (Ilmu kebidanan)
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu.
Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5
minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia
kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala
sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan
intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk
dari kehamilan ektopik.

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah


berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik. terganggu, terutama
bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak
biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin
baru terlihat setelah 24 jam.1 Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan
adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan
kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah
leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.1
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah
ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β human chorionic
gonadotropin (β-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling
awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum
yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.
Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.1 Tes
kehamilan positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional.
Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level
β-hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.

Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat


darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.

- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik

- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,


kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan

- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10
ml dilakukan pengisapan.

Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.

Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :


- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.

- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks
yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah
ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan


ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk
mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan
ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri
dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5
minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih
sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.

Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk


kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas
dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit
visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan
laparotomi.
2. 9. Tatalaksana

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam


tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :
1. kondisi penderita saat itu
2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3.lokasi kehamilan ektopik
4. kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.

a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan
hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan
dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang
komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini
akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya
adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus,
jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan
serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.

b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.

c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong
irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup
dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis
yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada
ligamentum latum.

B. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. Pada kasus
kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.
Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
1.Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
2.Diameter kantong gestasi ≤ 4cm
3.Perdarahan dalam rongga perut ≤ 100 ml
4.Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari.
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis
DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate
reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX
dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau
laparoskopi. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan
salpingektomi pada hari ke - 12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus
berhasil diobati dengan lain.

Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis,
dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,
pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian
MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau
citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada
enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel
-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya
penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada
hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa kembali. Bila
kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-
4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun
1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis
tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah
ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan
kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.

2. 10. Prognosis

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu


turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan)
setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.1
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.5
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih
10% mengalami kehamilan ektopik berulang.2
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Pasien

Nama : Ny. LA

No. RM : 11803xxx

Usia : 30 tahun

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMA

Alamat : Jl. Babatan RT 01/RW 03 gg II, Arjowinangun

Suami

Nama : Tn. FF

Usia : 31 tahun

Pekerjaan : swasta

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMK

3.2 Anamnesis

Tanggal Pemeriksaan : 26/6/2018

Tempat Pemeriksaan : IGD RSUD Kota Malang

Cara Masuk : Datang sendiri


Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan hilang timbul
sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri perut kanan bawah dirasakan semakin bertambah
sejak hari Sabtu 23/6/2018 disertai mual dan muntah 2x. Tidak keluar lendir dan
darah dari jalan lahir. Kehamilan tidak diketahui. HPHT : 27/5/2018

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), asma (-), toxoplasmosis (-),
ambeien (+), riw. Pengobatan TB tahun 2014 selama 6 bulan di PKM
Arjowinangun dan dinyatakan sembuh

Riwayat Obstetri

Kehami Perkawi Cara Penolong/tempa BBL L/ usia H/M


lan ke- nan no. persalinan t persalinan P
I 1 spontan Bidan 2900 L 7 th H
II 1 Hamil ini

Riwayat Menstruasi
Menarche : 15 th
Siklus : 28 hari
Banyaknya : 2-3 pembalut / hari
Dismenorrhoe : tidak ada
Teratur : teratur
Lamanya : 7 hari
HPHT : 27/5/2018
UK : 4-5 minggu

Status Pernikahan
Menikah 1x usia 24 tahun, dengan suami usia 25 tahun, usia pernikahan 8 tahun
Riwayat Kontrasepsi
KB suntik 1 bulan, lama pemakaian 7 tahun, berhenti KB 1 tahun yang lalu

Riwayat Antenatal Care

Pasien belum pernah periksa kehamilan

Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki reaksi alergi dengan makanan maupun obat.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit keluarga disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah, Tampak nyeri berat

Kesadaran : Compos Mentis

BB : 60 kg

TB : 145 cm

b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 82/54 mmHg

Nadi : 85 x/menit

Suhu : 36,7 oC

RR : 22 x/mnt

SpO2 : 98 %

Kepala Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-)


Leher Pembesaran KGB (-)
Thoraks Gerakan dinding dada simetris
Cardio: Iktus tidak tampak dan teraba pada ICS V, MCL sinistra
S1, S2 tunggal, reguler, murmur(-), gallop (-)
Pulmo: SF D=S, suaranafas: vesikuler
Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen Flat, BU (+) N,timpani, soepel
Luka bekas operasi (-)
Nyeri tekan abdomen
+ + -
+ + -
+ - -
Status Obstetri TFU : belum teraba
Genitalia Vaginal toucher: v/v lendir (-), darah (-), tidak ada pembukaan
Nyeri goyang portio (+)
Extremities Akral HMK, CRT < 2”, edema (-)
Rectal touche Spingter (+) kuat, nyeri (-), darah (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (26/06/2018) 09.16 WIB - IGD

JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL


Jumlah Sel Darah
Hemoglobin 9.6 12-16 gr/dL
Lekosit 8.2 ribu/uL 3.8-10.6 ribu/uL
Hematokrit 27.9 % 36-47 %
Trombosit 342 ribu/uL 150-440 ribu/uL
Indeks
MCV 86 80-100
MCH 29.9 26-34
MCHC 34.7 32-36
Differential
Limfosit 24.9 % 30-45
Monosit 4.0 % 2-8
Granulosit 71 %
Jumlah Total Sel
Lymp 2.00 ribu/uL
Monosit 0.30 ribu/uL
Gran 6 ribu/uL
JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
URINALISA
Makroskopis
warna Kuning kuning
kemerahan
Berat jenis 1.025 1.003 – 1.030
kejernihan Jernih
pH 6.0 5.0 – 7.4
Kimia urine
protein +1 -
Reduksi - -
Bilirubin - -
urobilinogen normal Normal
keton - -
nitrit - -
Sedimen
leukosit 2-3 0-4
eritrosit 0-2 0-2
epitel 5-7 2-4
bakteri + -
kristal Ca oxalate + -

Plano test POSITIVE

USG 26/6/2018

- Lesi kistik di proyeksi adnexa dextra mengesankan GS disertai clot dengan


cairan bebas kompleks di cavum douglas – cavum pelvis, dan cairan bebas
di cavum abdomen dengan perkiraan volume 1000 cc, sugestif KET
- Tidak jelas tanda primer appendicitis acute antecaecal secara sonografi
EKG

3.5 Diagnosis

G2P1001Ab000 usia kehamilan 4-5 minggu + KET

3.6 Penatalaksanaan

Terapi IGD

- IVFD RL 500 cc (grojok)


- IVFD PZ 500 cc + neurobion (grojok)  TD 100/70
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ranitidin 50 mg
- Inj. Ondancetron 4 mg
- Inj. Dipenhidramin 10 mg
- Cek DL, UL, plano test, EKG

Konsul dr.Agus,sp.OG dan dr.Berty,sp.Rad  USG abdomen, hasil (+) KET


Advice :

- Cito op.laparotomi  konsul dr.Arif, sp.An


- Cek DL, GDA, Goldar, PT, APTT, CT, CB, Ur, Cr
- Inj. Ceftriaxone 1 gr

Premedikasi

- Inj. Ranitidin
- Inj. Metocloperamide

Laboratorium (26/06/2018) 11.32 WIB - IGD

JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL


Jumlah Sel Darah
Hemoglobin 8.1 12-16 gr/dL
Lekosit 13.4 ribu/uL 3.8-10.6 ribu/uL
Hematokrit 23.2 % 36-47 %
Trombosit 234 ribu/uL 150-440 ribu/uL
Indeks
MCV 86 80-100
MCH 29.9 26-34
MCHC 34.7 32-36
Differential
Limfosit 8.3 % 30-45
Monosit 2.4 % 2-8
Granulosit 89 %
Jumlah Total Sel
Lymp 1.10 ribu/uL
Monosit 0.30 ribu/uL
Gran 12 ribu/uL

Pemeriksaan Laboratorium 26/6/2018 jam 11.53 WIB - IGD

JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL


HEMATOLOGI
Bleeding time 1 menit 1-3 menit
Cloting time 12 menit 9-14 menit
Golongan darah A 1.003 – 1.030
Rhesus positif
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 124 < 200
Ureum 24 15 - 45
creatinin 0.4 0.6 – 1.3

Laboratorium (26/06/2018) 14.47 WIB – OK

JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL


Jumlah Sel Darah
Hemoglobin 6.9 12-16 gr/dL
Lekosit 10.2 ribu/uL 3.8-10.6 ribu/uL
Hematokrit 19.1 % 36-47 %
Trombosit 199 ribu/uL 150-440 ribu/uL
Eritrosit 2.25 juta/uL 3.6 – 5.8 juta/uL
RDW-SD 13.6 fL
MPV 7.8 fL 7.2 – 11.1
PCT 0.2 %
Indeks
MCV 85 80-100
MCH 30.6 26-34
MCHC 36.0 32-36
Differential
Limfosit 12.1 % 30-45
Monosit 3.3 % 2-8
Granulosit 86 %
Jumlah Total Sel
Lymp 1.20 ribu/uL
Monosit 0.30 ribu/uL
Gran 9 ribu/uL
Laboratorium (27/06/2018) 05.39 WIB – HCU

JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL


Jumlah Sel Darah
Hemoglobin 9.1 12-16 gr/dL
Lekosit 6.7 ribu/uL 3.8-10.6 ribu/uL
Hematokrit 26.2 % 36-47 %
Trombosit 243 ribu/uL 150-440 ribu/uL
Eritrosit 3 juta/uL 3.6 – 5.8 juta/uL
RDW-SD 13.6 fL
MPV 7.6 fL 7.2 – 11.1
PCT 0.2 %
Indeks
MCV 87 80-100
MCH 30.3 26-34
MCHC 34.8 32-36
Differential
Limfosit 11.7 % 30-45
Monosit 2.9 % 2-8
Granulosit 85 %
Jumlah Total Sel
Lymp 0.7 ribu/uL
Monosit 0.10 ribu/uL
Gran 6 ribu/uL
Laboratorium (28/06/2018) 08.53 WIB – IRNA 1

JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL


Jumlah Sel Darah
Hemoglobin 10.1 12-16 gr/dL
Lekosit 6.5 ribu/uL 3.8-10.6 ribu/uL
Hematokrit 29.3 % 36-47 %
Trombosit 161 ribu/uL 150-440 ribu/uL
Eritrosit 3.36 juta/uL 3.6 – 5.8 juta/uL
RDW-SD 13.6 fL
MPV 7 fL 7.2 – 11.1
PCT 0.1 %
Indeks
MCV 87 80-100
MCH 30.1 26-34
MCHC 34.4 32-36
Differential
Limfosit 12.3 % 30-45
Monosit 4.3 % 2-8
Granulosit 83 %
Jumlah Total Sel
Lymp 0.7 ribu/uL
Monosit 0.20 ribu/uL
Gran 6 ribu/uL
Foto Thorax

EKG

3.7 Prognosis

Dubia ad bonam
3.8 Follow Up pasien

Tanggal S O A P
26/6/2018 Post op. KU : lemah P1001Ab001 - - transfuse PRC kolf
(HCU) badan lemas Kes: CM post 1 (16.00 WIB)
TD : 100/70 laparotomy - - konsul dr.Andi,

N : 102-110/ salphingektomy Sp.PD  advice :

menit dextra - - amiodarone

RR: 24/menit maintenance

T:36oC 600mg/24 jam


- Transfuse PRC kolf
ke 2
- Advice dr.Agus.
sp/OG :
- - cek DL 5 jam post
transfuse, bila Hb <
8 tambah PRC 2
labu, bila Hb <9
tambah PRC 1 labu
- Inj. Ketorolac 3
mg
- Ceftriaxone 1 gr
27/6/2018 Nyeri luka KU : sedang P1001Ab001 - IVFD RL : RD5 2 : 2
(HCU) post op Kes: CM post - Inj.ketorolac 3 x 30
TD : 110/70 laparotomy mg

N : 90/ menit salphingektomy - Inj.ceftriaxone 2 x 1


RR: 24/menit dextra + PVC gr

T:36oC trigeminy - Amiodarone oral

Mata: anemis +/+ 2x1 tab

28/06/2018 Nyeri luka KU : sedang P1001Ab001 - Stop injeksi


(IRNA 1) post op Kes: CM post - Aff kateter
berkurang TD : 110/70 laparotomy - Asam mefenamat

N : 92/ menit salphingektomy 3x1

RR: 20/menit dextra + PVC - Vitromega 1x1


T: 36oC trigeminy -

Mata anemis +/+


Hb 10.1
Phlebitis D/S
Daftar Pustaka

1. Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan,


Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
2. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan
Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 250-8.
3. Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan.
Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005;
198-10.
4. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Kehamilan Ektopik.
Dalam: Obstetri William (William’s Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005; 599-26.
5. Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari Prinsip-
Prinsip Ilmu Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2000; 599-06.
6. Fortner, Kimberly B.; et al_2007_THE JOHNS HOPKINS MANUAL
OF GYNECOLOGY AND OBSTETRICS_3rd EDITON_Lippincott
Williams & Wilkins Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai