Anda di halaman 1dari 10

SIROSIS HEPATIS

DEFINISI

Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh fibrosis, disorganisasi
struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit. (Budhiarta. 2016)

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik
yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan
penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan
regenerasi nodularis parenkim hati. (Sudoyo. 2009)

EPIDEMIOLOGI

Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika.


Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau
karena penyakit yang lain. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata antara golongan umur 30-
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49. (Sudoyo. 2009)

ETIOLOGI

Etiologi sirosis hati di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C. hasil penelitian di Indonesia
menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-
40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B
dan C.

Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik

Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis virus (Hepatitis B, C, D, dan sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi α1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakiti simpanan glikogen
Hemokromatosis (kelebihan zat besi)

28
Intoleransi fluktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak Terbukti
Penyakiti usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
Dikutip dari: Siti Nurdjanah. Sirosis Hati. In: Sudoyo, Aru W, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi ke 5, Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

KLASIFIKASI

Sirosis hati secara klinis/fungsional dibagi menjadi:


1. Sirosis Hati Kompensata (belum ada gejala klinis yang nyata)
Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik. Sering disebut dengan Laten Sirosis
Hati. Pada stadium ini belum terlihat gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan skrining.
2. Sirosis Hati Dekompensata (gejala dan tanda klinis yang jelas)
Dikenal dengan Active Sirosis Hati, dan stadium ini biasanya gejala sudah jelas, seperti
asites, edema, dan ikterus.

Sirosis hati berdasarkan morfologi Sherlock diklasifikasikan sebagai:


1. Makronodular (besar nodul >3 mm)
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, megandung nodul (>3
mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luas dengan
parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
2. Mikronodular (besar nodul <3 mm)
Ditandai dengan terbentuknya septal tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata seluruh nodul. Sirosis mikronodular besar
nodulnya sampai 3 mm.
3. Campuran mikronodular dan makronodular. (Sudoyo. 2009)

Sirosis juga diklasifikasikan secara etiologis menjadi:


1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
3. Biliaris
4. Kardiak
5. Metabolik, keturunan, dan terkait obat.

29
PATOFISIOLOGI

Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol dan destruksi
hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan
merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan
ikat seperti jaringan yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan
jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian
mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi
melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-
benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik. (Sudoyo. 2009)

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya seperti
berikut:
1) Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen
lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang
teroksigenasi (misal daerah perisentral).
2) Infiltrasi/aktivitas neutrophil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrophil oleh hepatosit
yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrophil dan hepatosit yang
melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin.
3) Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan
limfosit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen
ini.
4) Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem yang
mengoksidasi enzim mikrosomal.

Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis tumor,
interleukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi
bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.

Sirosis Hati Pasca Nekrosis


Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus
sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik
konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah
besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan
matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan
proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus
(misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang
membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel
stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klnisi dari Sirosis Hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di
bawah ini:

30
1. Kegagalan fungsi hati
2. Hipertensi portal
3. Asites
4. Ensefalopati hepatikum

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa:


1. Merasa kemampuan jasmani menurun
2. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan
3. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap (seperti teh)
4. Pembesaran perut dan udem tungkai
5. Perdarahan saluran cerna bagian atas
6. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (ensefalopati hepatikum)
7. Perasaan gatal yang hebat

Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang
mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan parenkim hati yang masing-masing
memperlihatkan gejala klinis berupa:

Gejala klinis pada kegagalan fungsi hati berupa:


a. Edema

b. Ikterus
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
kurang dari 2-3 mg/dl tidak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.

c. Koma

d. Spider nevi, spider angio maspider-angiomata (spider telangiektasi), suatu lesi


vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu,
muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan
dengan pengingkatan rasio estradiol/testosterone bebas.

e. Ginekomastia, berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki,


kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.

f. Kerusakan hati

g. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia

h. Kerontokan rambut, hilangnya rambut di dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-
laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Pada wanita menstruasi cepat berhenti
sehingga dikira fase menopause.

i. Eritema palmaris
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal
ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.

j. Atropi testis, hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol
pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

31
k. Asterixis, terjadi bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan tangan mengepak
(dorsofleksi tangan).

l. Kelainan darah (anemia, hematom/mudah terjadi perdarahan)

m. Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.

n. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna
normal kuku. Hal ini diperkirakan akibat hipoalbuminemia.

o. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi suatu
periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

p. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi


jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan
sirosis.

Pada hipertensi portal memperlihatkan gejala klinis berupa:


a. Varises esophagus
b. Splenomegali
Splenomegali paling sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Hepatomegali,
ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Apabila teraba, hati
teraba keras dan nodular.
c. Perubahan sumsum tulang
d. Caput medusa
e. Asites
f. Collateral veinhemorrhoid
g. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni) (Sutadi. 2003)
(Sudoyo. 2009)

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneoskopi karena sulit
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.

a. Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik


1. Hati : Perkiraan besar hati. Biasanya hati membesar pada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya prognosis kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya
kenyal, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati.
2. Limpa : Pembesaran limpa/splenomegali.
3. Perut dan Ekstra abdomen : Pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.
4. Manifestasi diluar perut : Perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian bawah.
Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada
pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

32
b. Laboratorium
1. Aminotransferase: AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan AST>ALT.
Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan sirosis.
2. Fosfatase alkali: biasanya sedikit lebih tinggi.
3. GGT: berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada penyakit hati
kronis karena alkohol.
4. Bilirubin: dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.
5. Albumin: rendah akibat dari menurunnya fungsi sintesis oleh hati dengan sirosis
yang semakin memburuk.
6. Waktu prothrombin: meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.
7. Globulin: meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke jaringan
limfoid.
8. Serum natrium: hiponatremia karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan air
bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosterone.
9. Trombositopenia: karena splenomegali kongestif dan menurunnya sintesis
thrombopoietin dari hati. Namun, ini jarang menyebabkan jumlah platelet
<50.000/ml.
10. Leukopenia dan neutropenia: karena splenomegali dengan marginasi limpa.
11. Defek koagulasi: hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor koagulasi dan
dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan memburuknya penyakit hati.

c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


1. Radiologi: dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk
konfirmasi hipertensi portal.
2. Esofagoskopi: dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal.
3. Ultrasonografi: pada pemeriksaan USG yang dilihat pinggir hati, pembesaran,
permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatica, vena
porta, pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau SOL (space
occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium
dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan
saluran empedu, dan lain-lain.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan
melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bacterial
spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis,
kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

PENATALAKSANAAN

Asites
tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretic bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan adanya edema kaki. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan
dengan furosemide dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemide bisa ditambah dosisnya apabila
tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

33
Ensefalopati hepatik
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk
mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 g/kgBB/hari,
terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Varises esophagus
Sebelum dan sesudah perdarahan bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu
perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan
tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Peritonitis bacterial spontan


Diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.

Transplantasi hati
Terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada
beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.

PENCEGAHAN

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah timbulnya
suatu penyakit dengan menghilangkan atau melindungi diri dari berbagai faktor resiko.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Sirosis hati adalah :
a. Tidak mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol secara berlebihan.
b. Melakukan vaksinasi Hepatitis B dapat diberikan pada kelompok yang beresiko
tinggi seperti pada bayi dari ibu yang mengidap Virus Hepatitis B, kaum
homoseksual, orang yang sering berganti pasangan seksual, penggunaan jarum
suntik, dan orang yang sering mendapatkan transfusi darah.
c. Hindari kontak dengan darah atau cairan tubuh yang berasal dari penderita Hepatitis
B.
d. Pada pasien yang menderita Sirosis hati non-alkoholik, dapat dilakukan penurunan
berat badan.
e. Tidak berganti-ganti pasangan seksual.
f. Menghindari penggunaan narkoba suntik dan pemakaian jarum suntik secara
bergantian.
g. Melakukan transfusi darah yang aman dan steril.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini
suatu penyakit yang dilakukan pada masa sakit yang berupa screening, pemberian terapi
bukan obat dan terapi obat. Terapi bukan obat dilakukan dengan mengurangi faktor
penyebab terjadinya sirosis hati. Contohnya apabila penyebab sirosis hati adalah
alkohol maka pasien harus berhenti minum alkohol. Penderita sirosis hati harus
mengkonsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup dan minum vitamin.

34
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian pada penderita sirosis hati.
Pencegahan yang dapat dilakukan biasanya dapat berupa rehabilitasi fisik, mental dan
sosial. Jika kerusakan hati sangat parah dan mengancam nyawa maka satu-satunya cara
adalah dengan transplantasi hati. Untuk itu perlu seorang donor yang sesuai. Lalu agar
tubuh tidak menolak jaringan hati yang baru, juga harus diberikan obat yang menekan
sistem kekebalan tubuh dan harus diminum seumur hidup. Hasil dari tindakan
transplantasi cukup baik. Walaupun 20-30% dari penderita yang melakukan
transplantasi hati meninggal dalam kurun waktu 1 tahun setelah operasi (akibat keadaan
pasien yang cukup buruk sebelum dilakukannya operasi) dan sisanya dapat tetap hidup
seperti orang normal lainnya.

KOMPLIKASI

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan
dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1. Ensephalopati Hepatikum
Ensephalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat
reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hari setelah mengeksklusi
kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari
derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4
dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma. Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensephalopati hepatikum adalah berupa peningkatan kadar ammonia serum.

2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang
biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat.
Sekitar 20-40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan
perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak 2/3 akan meninggal dalam
waktu satu tahun.

3. Peritonitis Bacterial Spontan (PBS)


Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada
bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat
timbul demam dan nyeri abdomen. PBS timbul pada pasien dengan cairan asites yang
kandungan proteinnya rendah (<1 g/dl) yang juga memiliki kandungan komplemen
yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS
disebabkan oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya
antara lain escherechia coli, streptococcus pneumonia, spesies klebsiella, dan
organisme enterik gram negatif lainnya.

4. Sindrom Hepatorenal
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum dan kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati
lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.

35
5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.

PROGNOSIS

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga
untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut
100%, 80%, dan 45%. Klasifikasi Child A (5-6) tergolong sirosis hati ringan; Klasifikasi Child
B (7-9) tergolong sirosis hati sedang; Klasifikasi Child C (10-15) tergolong sirosis hati berat.

Penilaian prognosis dapat juga dilakukan dengan Model for End Stage Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

Tabel 2. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat Kerusakan Point


1 2 3
Bilirubin < 2,0 2,0-3,0 >3,0
(mg/dl)
Albumin >3,5 3,0-3,5 <3,0
(gr/dl)
Asites - Ringan Sedang-Berat
Ensefalopati - Grade 1-2 Grade 3-4
(Minimal) (Berat/Koma)
Prothrombine Time/ 1-3 / INR <1,7 4-6/ INR 1,7-2,3 >6 / INR >2,3
INR (detik)
Dikutip dari: Nurdjanah, S. Sirosis Hati. In: Sudoyo, Aru W, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi ke 5, Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

36
DAFTAR PUSTAKA

Budhiarta, DMF. 2016. Penatalsanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan Varises
Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. E-Jurnal Medika, Vol. 5 No. 7

David, CW. 2012. Cirrhosis. http:emedicine.medscape.com/article/185856-


overview#showall. Diakses pada tanggal 17 Mei 2018.

Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. 2012. Complication of Cirrhosis. Curr Opin Gastroenterol.
28 (3):223-229

Nurdjanah, S. Sirosis Hati. In: Sudoyo, Aru W, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi ke 5, Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Sutadi, SM. 2003. Sirosis Hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2018.

37

Anda mungkin juga menyukai