SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan “
Oleh :
Nuri Handayani
NIM. S10032
i
SURAT PERNYATAAN
NIM : S10032
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan dari
Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kumudian hari terdapat
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi.
Nuri Handayani
S.10032
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya serta
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya
bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, Msi. selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns. M.Kep, selaku Pembimbing Utama dan
yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam
skripsi ini.
5. Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang telah memberikan izin
iv
6. Bapak Joko, AMD.Kep selaku kepala ruang ICU RS Panti Waluyo Surakarta
7. Seluruh partisipan yang telah berperan dalam penelitian ini dan telah
persatu.
8. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
9. Bapak dan ibu yang tak pernah berhenti mendoakan penulis, menyediakan
penulis.
10. Kakak dan adik- adik tercinta atas doa dan motivasi yang selalu diberikan
kepada penulis.
11. Teman – teman seperjuangan dan seangkatan yang tak pernah berhenti
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu dalam penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
viii
2.3.1. Pengertian ........................................................... 9
viii
3.5.4. Keabsahan Data ....................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR SKEMA
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA
2014
Nuri Handayani
ABSTRACT
Epistaxis is estimated to occur in 60% of people in the world during their life,
and 6% of them are accompanied with nose bleeding and require medical treatments. The
objective of this research is to investigate the experiences of nurses in the first aids for
epistaxis management by using the epinephrine tamponade.
This research used qualitative phenomenological research method. It was
conducted at the ICU of Panti Waluyo Hospital of Surakarta.The population of the
research was the nurses posted in the ICU whose the tenure is at least two years or who
have ever administered epinephrine tamponade. The samples of the research consisted of
three informants. They were taken by using the purposive sampling technique. The data
of the research were gathered through in-depth.
The result of the research reveals five themes, namely: experience to care,
definition of epistaxis, cause of epistaxis, and function of epinephrine tamponade. Based
on the result of the research, conclusions are drawn as follows. The experiences of nurses
at the ICU are varied, namely: when the clients are recovered and discharged, the causes
found are interesting. Epistaxis is the rupture of blood vessels in the nose. The causes of
epistaxis are hypertension, polyp disorder, anterior and posterior trauma, and facial
trauma existence. The first aids administered to the clients when having epistaxis are
gauze tamponade and epinephrine tamponade. The drugs usually administered to the
clients in addition to epinephrine are Vitamin K and kalnex. Their advantages are that
they are cheap and always available at the ICU.
xiv
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2014
Nuri Handayani
Abstrak
Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% dari orang di seluruh dunia selama
hidup mereka dan sekitar 6% dari mereka dengan mimisan memerlukan penanganan
medis. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengalaman perawat
pada pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan tamponade
epinephrine.
Populasi penelitian ini adalah perawat ICU dengan masa jabatan 2 tahun atau
dan pernah melakukan tamponade epinephrine. Sampel penelitian ini dengan melibatkan
3 informan. Cara pengambilan sampel adalah menggunakan purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview. Metode penelitian adalah
kualitatif dengan fenomenologi. Tempat penelitian adalah di ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan lima tema yaitu pengalaman perawat,
pengertian epistaksis, penyebab epistaksis, penatalaksanaan epistaksis, fungsi tamponade
epinephrine.
Kesimpulan dari penelitian ini, pengalaman perawat di ruang ICU yang beragam
yaitu apabila pasien pulang dengan sembuh, kasus yang ditemukan menarik. Epistaksis
adalah pecahnya pembuluh darah di hidung serta disebut juga dengan mimisan. Penyebab
epistaksis adalah hipertensi, gangguan polip, trauma anterior maupun posterior dan
adanya trauma wajah. Pertolongan pertama pada pada saat terjadi epistaksis yaitu dengan
tampon kassa dan tampon epinephrine. Sedangkan obat obat yang biasa digunakan selain
tampon menggunakan epinephrine adalah vitamin K dan kalnex. Keuntungannya adalah
harga ekonomis dan tersedia di ruang ICU.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring. Epitaksis sering
atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien itu dengan jalan
Epistaksis anterior ini biasa terjadi spontan atau disebabkan trauma pada
septum nasi (Wormald dikutip dalam Budiman 2011). Studi retrospektif, 45%
dari pasien rawat inap untuk epistaksis memiliki gangguan sistemik dengan
1
2
(uremia dan gagal hati), serta penyebab lain misalnya hipertensi (Pope dalam
Bidasari 2007).
pembuluh darah yang berada di bagian anterior septum nasi sebagai sumber
pada 60% dari orang di seluruh dunia selama hidup mereka dan sekitar 6%
akut atau tidak. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam
posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan
larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloro asetat 10%, elektrokauter, atau
kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika.
dengan balon. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang
dalam Budiman2011).
pasien wanita umur 40 tahun awalnya dengan memencet hidung (ala nasi ke
pada bagian anterior septum. Usaha ini awalnya berhasil, tapi sekitar 2 jam
tidak jelas terlihat, dan pasien dipasang tampon anterior pada hidung kiri,
kasus. Tampon anterior harus dilapisi dengan antibiotika topikal, dan pasien
juga diberi antibiotic sistemik selain untuk mencegah infeksi juga untuk
di belakang tampon yang tidak tercapai oleh tampon tersebut, dimana kita
kurang lebih 5 dari 13 orang perawat dengan masa kerja lebih dari 2 tahun
epistaksis berulang. Pendapat salah satu perawat di ruang ICU Rumah Sakit
lanjut ditangani oleh dokter. Pasien yang pernah dijumpai pada pasien
perawat di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta menangani kasus
kepala. Hasil wawancara kasus epistaksis di ruang ICU rumah Sakit Panti
1.3. TujuanPenelitian
epinephrine.
pada epistaksis.
7
tamponade epinephrine.
pembelajaran kegawatdaruratan.
1.4.4 Peneliti
kedaruratan
Tabel 1.1KeaslianPenelitian
Resume Penelitian Sejenis yang Pernah dilakukan
TINJAUAN PUSTAKA
2.3.1. Pengertian
9
10
2.3.2. Etiologi
maksilofacial
hemofilia.
menopause.
sudut mata
(nares anterior). Septum terdiri dari tulang dan tulang rawan. Tulang
dan inferior.
cabang dari arteri oftalmika yang berasal dari arteri carotis interna.
2.3.7. Patofisiologi
sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada
2.3.8. Penatalaksanaan
umum pasien.
a. Menghentikan perdarahan
b. Mencegah komplikasi
anterior
mungkin, kemudian pegang kassa lain 4-5 inci dan buat lapisan
2.5.1. Pengertian
2.5.2. Indikasi:
2.5.3. Dosis:
(berkeringat, hipersalivasi)
METODOLOGI PENELITIAN
Pertolongan pertama
pada penatalaksanaan
Pengalaman perawat epistaksis
menggunakan
tamponade epinephrine
riwayat hidup seseorang dengan cara menguraikan arti dan makna hidup serta
situasi penelitian yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai
22
23
dapat memahami tentang bagaimana dan apa makna yang mereka bentuk dari
2006).
Anggraeni 2010).
atau lebih sesuai hasil studi pendahuluan, sehingga hal ini sangat
adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili sampel
yang ada (Nursalam 2011). Saryono & Anggraeni (2010) konsep sampel
atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang adekuat dan
substansi yang akan diteliti, yang artinya sampel tersebut pernah mengalami
sesuatu hal yang akan diteliti oleh peneliti. Penelitian kualitatif sampel
sumber data yang akurat (Sutopo 2006). Fokus penelitian ini adalah perawat
ICU dengan masa jabatan 2 tahun atau dan pernah melakukan tamponade
penatalaksanaan epistaksis.
penelitian yang tidak terlalu besar akan sangat mendukung kedalaman hasil
terdiri dari latar, perilaku, peristiwa dan proses; ketiga penentuan jumlah
26
partisipan dianggap telah memadai pada saat informasi yang didapat telah
dan proses sehingga pada penelitian ini hanya melibatkan jumlah partisipan
yang sedikit ( sebanyak 5 – 8 orang ). Jumlah sampel yang relatif kecil pada
penelitian ini adalah 3 orang, karena 3 dari 12 perawat ICU yang memenuhi
sesuai dengan kriteria yang telah dibuat dan jawaban dari ketiga partisipan
pengumpulan data.
27
1) Wawancara
2) Dokumen
penatalaksanaan epistaksis.
3). Observasi
2006).
data mengenai hal – hal yang dapat dinilai secara obyektif dari
kasus epistaksis.
1) Alat tulis.
lama bekerja.
1) Tahap Orientasi
penelitian ini.
30
2) Tahap Pelaksanaan
data yang telah dibuat oleh peneliti. Pada kesempatan ini peneliti
deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit & Back 2006), adapun langkah –
epistaksis.
pernyataan.
untuk memvalidasi
selama verifikasi.
1. Triangulasi Sumber
beda yang tersedia. Data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
sehingga apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji
2. Triangulasi Metode
3. Triangulasi Peneliti
validitasnya dari beberapa peneliti yang lain. Dari pandangan dan tafsir
akhir penelitian.
ada yang didapat dari beberapa jurnal, salah satunya jurnal Bestari J
epistaksis dari dalam atau faktor dari dalam dapat berupa hipertensi.
4. Triangulasi Teori
fokus utama dari kajiannya secara lebih mendalam daripada teori yang
sumber buku mengenai epistaksis dari Soepardi, Efiaty et al. 2002 dan
penelitian.
diberikan.
informed consent, dan protections for discomfort (Polit & Hungler 2005) :
1. Self determination
ditanggung peneliti.
2. Informed consent
3. Privacy
4. Anonymity
diganti dengan nomor dan inisial penelitian. Nomor dan inisial dari
BAB IV
Dalam bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian tentang pengalaman
literatur. Hasil penelitian diuraikan menjadi dua bagian, bagian yang pertama
1937 dengan nama Balai Pengobatan Panti Waloejo, atas prakarsa dari para bidan
disingkat PVK) RS. Zending (Sekarang RSUD. Dr. Moewardi Surakarta) dan atas
bantuan Mr. Soemardi dan Mr. Moch. Daljono. Pada tanggal 1 Januari 1955
diri dengan JRSK Djateng sebagai RB. Panti Waluyo, dengan kapasitas 25 tempat
tidur. Sejak tahun 1980, RB. Panti Waluyo telah menjadi rumah sakit unit kerja
tempat tidur.
40
41
Surakarta telah terakreditasi sebagai rumah sakit tipe C dengan kapasitas lebih
dari 160 tempat tidur, hingga sekarang telah mencapai lebih dari 200 tempat tidur
dan mempunyai kurang lebih 30 tenaga dokter umum, 41 tenaga dokter spesialis,
10 tenaga dokter gigi, 200 perawat, 50 tenaga paramedis non perawat dan 119
tenaga non medis. Dengan motto cepat tepat memuaskan dan slogan SEGA
mempunyai visi menjadi rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan prima
Ruang Intensif Care Unit (ICU) yang ada di Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta dibangun pada tahun 1995. Kapasitas tempat tidur di ruang ICU Rumah
Sakit Panti Waluyo Surakarta pasien adalah 8 tempat tidur dan 1 kamar isolasi.
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu
pendidikan minimal DIII dan mempunyai sertifikat pelatihan ICU. Kriteria pasien
yang masuk ke ruang ICU adalah kelompok pasien yang kritis yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi, seperti:, dukungan, bantuan ventilasi, alat penunjang
fungsi organ sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif/ inotropik, obat anti
pemantauan canggih di ruang lCU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan
terapi intensif segera misalnya pasien dengan luka bakar. Pasien tersebut
memerlukan perawatan yang lebih intensif karena beresiko untuk terkena infeksi
dari luar, untuk paisen yang berada di kriteria ini di tempatkan di ruangan khusus
4.2.1 Partisipan 1
Tn.J yaitu D III Keperawatan. Pengalaman pekerjaan Tn.J selama kurang lebih
sudah hampir 20 tahun bekerja di ruang ICU, dan Tn.J sudah menjadi Pegawai
Tetap. Sebelum Tn.J diruang ICU Tn. J pertama kali di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta di IGD selama 2 tahunan. Tn. J adalah seorang kepala ruang
ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.Tn. J bekerja di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta sejak tahun 1993 dan bekerja di ruang ICU sejak tahun 1995
nan. Tn. J sudah pernah menangani kasus epistaksis. Tn. J mengikuti pelatihan –
4.2.2 Partisipan 2
terakhir Ny. D yaitu D III Keperawatan. Ny. D adalah seorang perawat di ruang
ICU. Ny. D mempunyai pengalaman kerja selama 11 tahun baik di ruang ICU.
43
Ny. D mengikuti pelatihan ICU kurang lebih 3 kali pelatihan. Ny. D sudah
4.2.3 Partisipan 3
terakhir D III Keperawatan , pernah mengikuti pelatihan ICU dan Ny.Y bekerja
selama kurang lebih 3 tahun di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
Sebelum Ny.Y bekerja sebagai perawat di ruang ICU Ia bekerja sebagai perawat
di IGD Panti Waluyo dan sebelum bekerja di Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta beliau bekerja di salah satu Rumah Sakit sekitar solo juga. Setelah itu
Ny. Y bekerja di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta selama kurang
lebih 3 tahun ini. Ny. Y menangani kasus epistaksis sudah sekitar 5 kali.
bekerja > 2 tahun 2) Perasaan selama dinas di ruang ICU 3) Pengalaman di ruang
ICU
Dalam kategori lama bekerja perawat ini dapat ditemukan dalam ungkapan
“......hampir 20 tahunan,,”
bahwa lama bekerja partisipan di ruang ICU lebih dari 2 tahun. Namun demikian
pada pengakuan partisipan yang lama bekerjanya sampai puluhan tahun. Hal ini
memungkinkan pengalaman perawat lebih banyak dan kasus- kasus yang ditemui
lebih variatif.
perasaan selama dinas di ruang ICU adalah : 1) Ada suka ada sedih 2)
berikut ini :
Panti Waluyo Surakarta, mereka juga mengungkapkan perasaan senang ada pula
senangnya karena dapat menolong pasien dan pasien bisa sembuh, sedangkan
selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta perasaannya
selalu menegangkan, karena kasus yang ditemui selama ini adalah kasus gawat
karena sudah terbiasa dengan kasus yang ada di ruang ICU Rumah Sakit Panti
Sub tema ini dapat ditemukan dalam ungkapan ketiga partisipan yang telah
menceritakan pengalaman selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
mengesankan dan kasus – kasus yang sudah ditangani oleh setiap partisipan . Hal
ICU, dapat diketahui bahwa pengalaman perawat selama dinas di ruang ICU
“....satu minggu yang lalu ada pasien dengan luka bakar sampai 85
%,,,,itu kami tangani dan kami rawat menggunakan mebo itu lho
mbak,,sudah ada perubahannya,,dan ada juga kemarin yang trauma di
wajahh, , pasien mimisan terus menerus,,ya tindakan kami dengan tampon
epinephrine itu, mbak...” ( P01 )
“...kalau pasien yang datang ke kita itu sudah jelek.,seperti satu bulan
yang lalu kami terima pasien bayi dari bidan,,usianya empat bulan
dengan dehidrasi berat,,sesampainya di sini nggak ada 10 menit sudah
meninggal,,,,saat di rujuk kesini orang kondisi sudah jelek ya,,mau di
kasih tindakan apapun tidak bisa tertolong,,ya,,kita itu mbak,,tinggal
motivasi ke pasien,,ke keluarganya,,
“....kondisi di rujuknya kesini sudah jelek duluan,itu sih mbak yang,,yang
ap ya,,,menjadikan beban moral,,”( P03 )
pernah ditangani, yaitu pada pasien dengan luka bakar 85% yang diberikan terapi
mebo dan pasien tersebut juga mengalami trauma di wajah dan mengalami
dengan pasien bayi usia empat bulan, pasien tersebut rujukan dari salah satu
rumah sakit dan datang ke ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sudah dalam
a. Mimisan
berikut ungkapannya :
Epistaksis adalah kondisi klinis dengan berbagai variasi penyebabnya. Pada tema
hipertensi. Ada hubungan epistaksis dengan hipertensi, hal ini terdapat di dalam
48
jurnal dari Bestari 2011, hipertensi merupakan faktor sistemik dari epistaksis.
Teori dari Herkner, dkk ada dua hipotesis yang menerangkan kenapa epistaksis
dapat terjadi pada pasien dengan hipertensi, yang pertama pasien dengan
hipertensi yang lama memiliki kerusakan pembuluh darah yang kronis. Hal ini
berisiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan darah yang abnormal.
perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persarafan autonom
yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan konka
inferior.
kerusakan yang berat pada pembuluh darah di hidung (terjadi proses degenerasi
perubahan jaringan fibrous di tunika media) yang dalam jangka waktu yang lama
pasien dengan riwayat hipertensi yang lama. Tidak ditemukan hubungan dengan
partisipan selama ini temui di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
adalah gangguan polip, yang mana gangguan polip tersebut biasanya diatasi
ungkapannya:
selama dinas di ruang ICU, kasus yang biasanya terjadi adalah epistaksis di
belakang hidung. Jurnal Bestari, Yolazenia 2012 dijelaskan bahwa pada umumnya
terdapat dua sumber perdarahan dari hidung yaitu dari bagian anterior dan bagian
posterior.
d. Trauma wajah
“..yang biasa kami temui selama ini adanya trauma di wajah..” (P03 )
selama dinas di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sering ditemui adalah
dan harus segera diatasi perdarahan pada hidung agar tidak terjadi komplikasi.
Jurnal Bestari, Al hafiz 2011 dipaparkan bahwa penyebab epistaksis selain trauma
50
diwajah adalah faktor lokal yang meliputi: Trauma nasal; obat semprot hidung
(nasal spray), penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama
diungkapkan oleh ketiga partisipan ada dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari
luar. Faktor dari dalam misalnya, hipertensi, gangguan polip. Sedangakan faktor
dari luar karena adanya trauma wajah, dan juga trauma dibagian anterior dan
epistaksis 2) Pertolongan pertama pada epistaksis 3 ) alat dan bahan 4) obat yang
biasa digunakan
Dari sub tema tersebut ketiga partisipan pernah menangani kasus epistaksis. Hal
sudah tidak terhitung lagi, dikarenakan juga lama bekerja yang sudah 11 tahunan.
51
b. Pertolongan Pertama
bersifat sementara dan hanya pertolongan pertamanya saja. Hal ini dapat
“...kalau kita disini biasanya pake epinephine,, selama ini dengan tampon
mbak,,tampon epinephrine.... ” ( P03 )
memakai kassa steril, apabila masih rembes atau perdarahannya belum berhenti
epinephrine.
Perawat juga harus memperhatian alat dan bahan apa saja yang digunakan dalam
4) Aquabides 5) Kassa steril 6) Kom kecil 7) Pinset 8) Spuit, hal ini sesuai dengan
ungkapannya:
“...handscoon,,” ( P01 )
“...handscoon,,” ( P02 )
“...handscoon,,” ( P03)
“..masker...” ( P01 )
“..masker...” ( P02 )
“..masker...” ( P03)
“...aquabides,,” ( P01 )
“..aquabides, ( P03 )
ungkapannya:
“...pinset,,..” ( P01 )
“..pinset..” ( P03 )
“...spuit..” ( P03 )
54
epinephrine, ada obat yang biasa digunakan untuk mencegah perdarahan yaitu : 1)
a. Fungsi epinephrine
Sub tema fungsi epinephrine dalam setiap obat yang akan perawat berikan kepada
pasien,harus mengerti juga cara kerja obat tersebut dan fungsinya sehingga dapat
55
kardiovaskular sebagi obat pacu jantung juga untuk menghambat perdarahan yang
b. Keefektifan
Didalam penggunaan obat kita juga perlu mensurvey ulang dan melakukan
observasi ulang setiap kita memberikan obat baik sebelum maupun sesudah
56
c. Cara tamponade
ada beberapa pendapat menurut pengalaman ketiga partisipan, akan tetapi pada
2) Menengadah
57
hidung, kassa dibasahi dengan epinephrine yang sudah dioplos dengan aquabides,
berikut ungkapannya:
pelindung diri. Kassa steril di rendam kedalam kom yang sudah berisi epinephrine
satu ampul dan aquabides 10 cc, kemudian di peras sampai setengah basah. Kassa
d. Keuntungan
1) Harga ekonomis
ungkapannya:
”.....ya,,seperti yang saya bilang tadi mbak pasti ada di rung ICU seluruh
rumah sakit,,...”( P03 )
59
4.4 Pembahasan
pasien yang ada di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Pada saat
saja.
saat di dinas diruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dan pengalaman
perbedaan yang signifikan. Karena partisipan 3 dengan lama bekerja di ruang ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta tiga tahun, partisipan juga mengungkapkan
kasus pasien yang pernah ditangani. Ketiga parisipan juga mengungkapkan hal
yang sama mengenai perasaan saaat dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti
2006 ). Bahwa ketiga partisipan juga mengalami, merasakan dan mendapat suatu
60
pengalaman dari fenomena yang ada di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta.
Ketiga partisipan dan juga perawat di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta pernah mengikuti pelatihan – pelatihan ICU, akan tetapi tiap partisipan
tenaga kesehatan yang mampu dalam melayani dan merawat klien serta
ditempuh. Hal ini juga tertera di Undang-undang Kesehatan No 23, Tahun 1992
pembuluh darah di hidung. Pernyataan partisipan ini juga ada di dalam teori,
patologis yang sering. Biasanya terjadi sebagai erosi spontan salah satu pembuluh
epistaksis adanya trauma di wajah, dan satu partisipan juga ada yang
maupun posterior. Sumber lain menyebutkan dua faktor faktor penyebab lokal
maupun umum atau kelainan sistemik pada epistaksis. Penyebab lokal epistaksis
berulang pada anak dan remaja, trauma epistaksis dapat terjadi setelah membuang
ingus dengan kuat, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofacial,
Iritasi , zat kimia udara panas pada mukosa hidung, benda asing dan rinolit, dapat
berupa hipertensi. Ada hubungan epistaksis dengan hipertensi, hal ini terdapat di
dalam jurnal dari Bestari 2011 , hipertensi merupakan faktor sistemik dari
epistaksis. Teori dari Herkner, dkk ada dua hipotesis yang menerangkan kenapa
epistaksis dapat terjadi pada pasien dengan hipertensi, yang pertama pasien
dengan hipertensi yang lama memiliki kerusakan pembuluh darah yang kronis.
Hal ini berisiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan darah yang
perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persarafan autonom
62
yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan konka
inferior.
kerusakan yang berat pada pembuluh darah di hidung (terjadi proses degenerasi
perubahan jaringan fibrous di tunika media) yang dalam jangka waktu yang lama
pasien dengan riwayat hipertensi yang lama. Tidak ditemukan hubungan dengan
partisipan selama ini temui di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
adalah gangguan polip, yang mana gangguan polip tersebut biasanya diatasi
mengungkapkan selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta,
kasus yang biasanya terjadi adalah epistaksis di bagian anterior bagian depan.
dua sumber perdarahan dari hidung yaitu dari bagian anterior dan bagian
63
yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri
etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien
duduk, darah akan keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti
spontan dan mudah diatasi. Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari
selama dinas di ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sering di temui adalah
dan harus segera diatasi perdarahan pada hidung agar tidak terjadi komplikasi.
Jurnal Bestari, Al hafiz 2011 dipaparkan bahwa penyebab epistaksis salah satunya
adalah faktor lokal yang meliputi: Trauma nasal; obat semprot hidung (nasal
spray), penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama golongan
epitel pada septum nasi. Epitel ini akan mudah berdarah jika krusta terlepas.
efek samping pada mukosa; Kelainan anatomi: adanya spina, krista dan deviasi
septum; Tumor intranasal atau sinonasal. Sering ditandai dengan adanya riwayat
diungkapkan oleh ketiga partisipan ada dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari
luar. Faktor dari dalam misalnya, hipertensi, gangguan polip. Sedangkan faktor
64
dari luar karena adanya trauma wajah, dan juga trauma dibagian anterior dan
posterior. Pada umumnya kasus epistaksis yang ditemukan di ruang ICU Rumah
epistaksis yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, dan satu partisipan baru
menangani kasus epistaksis sebanyak kurang lebih lima kali. Partisipan juga
bahannya adalah sebagai berikut: satu ampul epinephrine, aquabides, kassa steril,
kom kecil, pinset untuk membantu memasukkan kassa yang sudah di masukkan
ke dalam kom yang berisi denagan aquabides dan epinephrine kemudian diperas
dan di masukkan ke hidung sebagai tampon. Hal ini sesuai dengan teori yang ada
epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien. ( Soepardi 2002)
pengisap untuk membersihkan hidung dan alat bekuan darah kemudian tampon
kapas yang telah dibasahi adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2%
65
Dengan cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya dibagian
memasukkan tampon yang telah dibasahi dengan adrenalin, kalau perlu dengan
obat anestesi lokal kedalam rongga hidung kemudian menekan ala nasi kearah
septum selama 3-5 menit. Setelah tampon dikeluarkan tepat asal perdarahan
10 %. Dapat juga dipakai elektrokauter untuk kaustik itu. Dari teori yang ada
posterior, yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini harus tepat menutup koana.
Pada tampon Bellocq terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan
sinusitis, otitis media dan bahkan septikemia (Soepardi 2002). Apabila dengan
pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostasis, uji faal hati dan faal ginjal.,
pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring, CT scan dan MRI
epistaksis sangat efektif, selain harga yang ekonomis juga pasti tersedia di setiap
ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Teori yang sudah ada
bahwa Alat pelindung diri sangat penting. Hal ini juga disebutkan dalam teori ,
Jika sumber perdarahan anterior tidak dapat diidentifikasi atau jika perdarahan
masukkan alat sepanjang dasar rongga hidung. Perluasan dan tampon peradahan
forsceps, jepit kasa sepanjang 4 atau 5 inci dan masukkan ke dalam rongga hidung
sejauh mungkin, kemudian pegang kassa lain 4-5 inci dan buat lapisan di puncak.
(Shah 2013)
perasaan saat di dinas dirung ICU dan pengalaman yang mengesankan. Di tinjau
dari lama bekerja partisipan tidak menjadi perbedaan yang signifikan. Karena
partisipan 3 dengan lama bekerja di ruang ICU tiga tahun, partisipan juga
mengungkapkan hal yang sama mengenai perasaan saaat dinas diruang ICU yaitu
fenomena yang ada di ruang ICU sesuai dengan teori Endarmoko 2006 .
Ketiga partisipan dan juga perawat di ruang ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta pernah mengikuti pelatihan – pelatihan ICU, akan tetapi tiap
merupakan tenaga kesehatan yang mampu dalam melayani dan merawat klien
serta melakukan tindakan sesuai ilmu yang sudak diperoleh di pendidikan yang
ditempuh. Hal ini juga tertera di Undang-undang Kesehatan No 23, Tahun 1992
penyebab dari epistaksis adanya trauma di wajah, dan satu partisipan juga ada
yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, dan satu partisipan baru menangani
kasus epistaksis sebanyak kurang lebih lima kali. Partisipan juga mengungkapkan
bahwa obat yang biasa digunakan saat menangani kasus epistaksis selain
bahannya adalah sebagai berikut: satu ampul epinephrine, aquabides, kassa steril,
kom kecil, pinset untuk membantu memasukkan kassa yang sudah di masukkan
ke dalam kom yang berisi denagan aquabides dan epinephrine kemudian diperas
epistaksis sangat efektif, selain harga yang ekonomis juga pasti tersedia di setiap
ruang ICU. Cara menamponnya sendiri dengan memperhatikan posisi kepala yaitu
ke dalam kom kecil, kemudian di campur dengan aquabides dan diperas lalu
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Pengalaman Perawat
yang pertama adalah lama bekerja perawat di ruang ICU lebih dari 2
tahun, yang kedua adalah perasaan selama dinas di ruang ICU. Ketiga
2. Pengertian epistaksis
70
71
3. Penyebab epistaksis
4. Penatalaksanaan Epistaksis
kasus epistaksis dan kira – kira sudah berapa kali menanganinya selama
dinas di ruang ICU, pertolongan pertama pada pada saat terjadi epistaksis
yaitu dengan tampon kassa dan tampon epinephrine yang mana tindakan
steril, kom kecil, pinset dan spuit. Sedangkan obat obat yang biasa
kalnex.
harga satu ampul epinephrine yang ekonomis dan juga tersedia di ruang
ICU.
5.2 Saran
1. Bagi perawat Intensif Care Unit lebih peka atau cepat tanggap dalam
3. Bagi institusi pendidikan, dapat dijadikan bahan acuan dalam mata kuliah
Irma, Indah & Ayu Intan2013, Penyakit Gigi, Mulut dan THT, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Soepardi, Efiaty et al. 2002, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Lehe edisi 5, FKUI, Jakarta.