Anda di halaman 1dari 9

Hubungan antara Gender dan Kesehatan

Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan


aktivitasnya, ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan
dengan mereka. Namun, perempuan memiliki akses ked an control yang kurang
atas sumber daya daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas
pelatihan yang terbatas.

Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena


perbedaan berbasis gender daalam peran dan tanggung jawab, pembagian
pekerjaan, akses ked an control atas sumber daya, dalam kekuasaan dan keputusan
mempunyai konsekuensi maskulinitas dan feminitas yang berbeda berdasarkan
budaya, suku dan kelas social. Sangat penting memilikin pemahaman yang baik
tentang konsep dan mengetahui karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki
yang berhubungan dengan proses pembangunan.

Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi


meliputi: “risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi
kesehatan,” mebuat banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan tindakan
yang tepat, akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh
penyakit dan konsekuensi social yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.

WHO (2001) telah membuat daftar cara bagaimana dampak gender


terhadap status kesehatan:
 Pembongkaran, risiko atau kerawanan
 Sifat dasar, kekerasan dan frekuensi masalah kesehatan yang
gejalanya dapat dirasakan
 Perilaku mencari kesehatan
 Akses ke layanan kesehatan
 Konsekuensi social jangka panjang dan konsekuensi kesehatan
Seks, gender dan tindakan yang disarankan
Untuk memahami bagaimana seks dan gender dikaitkan
dengan kesehatan, perlu sekali meneliti kasus tentang tuberculosis.

Gender dan tuberculosis


Secara global, 8,4 juta penduduk diperkirakan mengidap penyakit
tuberculosis setiap tahun dan hamper 2 juta kematian penduduk disebabkan oleh
penyakit ini. Secara umum, sepertiga penduduk dunia saat ini terinfeksi oleh
kuman tuberculosis, lebih dari 90 persen terjadi di Negara berkembang.

Kebanyakan yang terinfeksi tuberculosis adalah penduduk miskin dari


Negara miskin. Mereka tidah hanya rentan terhadap penyakit ini karena
kehidupan dan kondisi kerja mereka, tetapi mereka juga terpuruk dalam
kemiskinan akibat tuberculosis. Orang yang mengidap TB kehilangan 20 sampai
30 persen pendapatan rumah tangga pertahun karena penyakit ini.

Situasi ini memerlukan tindakan yang cepat untuk meberantas epidemic


ini. Meneliti dimensu gender pada TB penting sekali untuk mengatasi hambatan
yang ditemukan dalam pencegahan yang efektif, cakupan dan tindakan untuk
membasmi tuberculosis. Timbulnya tuberculosis dan prevalensinya lebih tingggi
pada laki-laki dewasa. Di berbagai tempat, tingkat timbulnya tuberculosis
lebih tinggi pada laki-laki disegala usia kecuali pada masa kanak-kanak,
ketika mereka lebih tinggi dari perempuan. Hasil penelitian menyatakan
bahwa perbedaan jenis kelamin dalam tingkat prevalensi mulai muncul pada
usia 10 dan 16 tahun dan semakin tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
Penyebab timbulnya dan prevalensi yang tinggi pada laki-laki adalah
minimalnya pemahaman dan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi
faktor-faktor risiko yang berhubungan. Laporan tentang tingkat timbulnya
TB boleh jadi di bawah gambaran perempuan. Norma penyaringan yang
standar dapat menyebabkan lebih banyak perempuan yang mengidap TB
tidak terdeteksi daripada laki-laki. Gejala yang muncul pada perempuan
tidak seperti pada laki-laki yaitu batuk, mengeluarkan dahak, atau hasil tes
yang positif pada mikroskopi dahak.

Tingkat pemberitahuan yang rendah boleh jadi merupakan konsekuensi


dari proporsi perempuan yang lebih kecil daripada laki-laki dalam kunjungan ke
fasilitas kesehatan dan pemberian contoh dahak untuk diperiksa. Ada beberapa
perbedaan seks dalam perkembangan dan akibat tuberculosis. Sekali
terinfeksi TB, perempuan di usia produktif lebih mudah jatuh sakit daripada
laki-laki dan juga meninggal karena TB tersebut. Pada perempuan hamil,
perbedaan ini belum terbukti.

Daya tahan tubuh orang muda yang terinfeksi HIV dan terkena
tuberculosis dapat melemah dan orang yang menderita HIV positif dan
menderita tuberculosis penyakitnya akan menjadi lebih aktif dibandingkan dengan
orang terinfeksi TB tetapi tidak mengidap HIV. Karena perempuan yang lebih
muda lebih beresiko terkena HIV daripada laki-laki di usia yang sama, dibeberapa
bagian di Afrika yang banyak ditemukan HIV, perempuan yang menderita TB
lebih banyak daripada laki-laki.

Tuberculosis yang diidap oleh perempuan hamil dapat mengakibatkan


buruknya kehamilan. Studi kasus di Meksiko dan India menyatakan bahwa TB
paru-paru pada ibu meningkatkan risiko kelahiran premature dan bayi yang lahir
dengan berat yang rendah menjadi dua kali lipat dan risiko kematian menjelang
atau satu bulan setelah kelahiran bayi meningkat antara tiga sampai enam kali
lipat.
Perempuan hamil yang menderita tuberculosis paru-paru, tetapi
terlambat di diagnosa penyakit yang berkaitan dengan kandungan meningkat
menjadi enam kali lipat, menurut ulasan terakhir pada tuberculosis dan kehamilan.
Ulasan tersebut juga melaporkan risiko lain, yakni keguguran, toksemi dan
komplikasi pada proses persalinan.

Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender merupakan perlakuan yang setara antara perempuan
dan laki-laki dalam hukum dan kebijakan serta akses yang sama ke sumber daya
dan pelayanan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat luas.

Ketidaksetaraan Gender dalam Kesehatan


Status perempuan begitu rendah karena akibat ketidaksetaraan gender yang
dibiarkan terus berlangsung. Dengan potret buram yang sudah dijelaskan
sebelumnya, perhatian yang lebih besar mestinya diberikan kepada perempuan.
Bukan berarti laki-laki terlupakan. Tetapi perhatian terhadap perempuan menjadi
lebih utama sebab perempuan sedemikian tertinggalnya dan teramat lama
terabaikan nasibnya. Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan
gender terhadap kesehatan baik laki-laki maupun perempuan sejak lahir
hingga lanjut usia.

 Kesetaraan gender dalam hak, yaitu adanya kesetaraan hak dalam


peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam bidang
kesehatan.
 Kesetaraan hak dalam rumah tangga yaitu perempuan dan laki-laki
mempunyai hak yang sama dalam kesehatan, misalnya menentukan
jumlah anak, jenis persalinan, pemilihan alat kontrasepsi, dll.
 Kesetaraan hak dalam ekonomi/keuangan yaitu perempuan dan
laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memilih alat
kontrasepsi.
 Kesetaraan hak dalam masyarakat yaitu adanya budaya di
beberapa daerah yang mengharuskan masyarakat mengikuti budaya
tersebut sehingga tidak terjadi kesehatan yang responsif gender.
Selain itu, perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama
dalam berpolitik dan dalam pengambilan keputusan.
 Kesetaraan gender dalam sumber daya, yaitu adanya kewenangan
dalam penggunaan sumber daya terhadap kesehatan.
 Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai
alokasi yang sama untuk mengakses pelayanan kesehatan.
 Di tingkat ekonomi, perempuan dan laki-laki mempunyai
kemampuan yang sama untuk membelanjakan uang untuk
keperluan kesehatan. Selain itu, perempuan dan laki-laki
mempunyai kesempatan yang sama dalam membelanjakan
pendapatannya untuk kesehatan.
 Di tingkat masyarakat, tidak tersedianya sarana dan pra-sarana
publik yang responsif gender, seperti tidak adanya tempat untuk
menyusui, tempat ganti popok bayi.
 Kesetaraan gender dalam menyuarakan pendapat, yaitu ekspresi
terhadap kebutuhan akan kesehatan dan laki-laki tidak lagi
mendominasi pendapat dalam kesehatan.
 Di tingkat rumah tangga, perempuan dan laki-laki mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengekspresikan rujukan kesehatan
yang diharapkan, sesuai tingkat pendidikannya, kesempatan untuk
memberikan umpan balik atas pelayanan yang diterimanya.
 Di bidang ekonomi, pengetahuan ibu untuk memilih tempat
rujukan yang tepat tidak didukung oleh kemampuan ekonomi
suami. Perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama
dalam menyampaikan keluhan atau komplainterhadap kepuasan
pelayanan.
 Di tingkat masyarakat, pendapat tentang memiliki anak yang
sehat didukung dengan ajaran agama yang diyakini.
 Masalah gender meliputi berbagai aspek yang memerlukan
penanganan oleh berbagai sektor termasuk sektor kesehatan.
 Kebijakan publik merupakan pedoman dalam pelaksanaan publik,
termasuk kebijakan bidang kesehatan. Kebijakan kesehatan menjadi
acuan dalam pelayanan kesehatan di sarana kesehatan. Kebijakan
terbagi dalam tiga strata, yaitu:
 Kebijakan strategis yang mencakup kebijakan pada tingkat
tertinggi seperti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.
 Kebijakan manajerial yang mencakup kebijakan pada tingkat
menengah seperti Keputusan Menteri.
 Kebijakan teknis yang mencakup kebijakan pada tingkat
pelaksanaan seperti Keputusan Direktur Jenderal Departemen.
 Kebijakan publik ditetapkan pemerintah dengan dalil lebih
mengetahui kepentingan rakyat publik (public interest). Setelah suatu
kebijakan ditetapkan, kelemahan paling utama adalah kemampuan
pelaksanaan (policy implentation). Pelaksanaan kebijakan ini juga
menjadi kendala dalam implementasi kebijakan makro dan mikro dari
pengurustamaan gender di Indonesia.

Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO


mengandung dua aspek:

1. Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu tercapainya derajat kesehatan yang


setinggi mungkin (fisik,psikologis, dan sosial) bagi setiap warga negara.
2. Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan diberikan
sesuai dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan sosial
seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari
masyarakat, dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan
kemampuan bayar seseorang.

Keadilan dalam kesehatan didefinisikan sebagai “keadaan untuk


mengurangi kesenjangan dalam kesehatan dan determinan kesehatan, yang
dapat dihindarkan antara kelompok masyarakat yang mempunyai latar
belakang sosial (termasuk gender) yang berbeda”.
Untuk mengupayakan keadilan dalam kesehatan, fokus perlu
diberikan kepada kelompok masyarakat yang paling rawan dan upaya
mengurangi kesenjangan. Dalam kaitan gender, perempuan dalam posisi
yang tersisih dan status kesehatannya lebih buruk dari laki-laki.

Ketidakadilan Gender dalam Kesehatan


Dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering
ditemukan pula ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan (unfairness,
unjustice) berdasarkan norma dan standar yang berlaku, dalam hal distribusi
manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan
pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan
kebutuhan dan kekuasaan).

Keadilan antara lain ditentukan oleh norma atau standar yang


dianggap pantas atau adil dalam suatu masyarakat, yang mungkin berbeda
satu dengan yang lain dan mungkin berubah dari waktu ke waktu. Sering kali
sulit untuk menentukan norma atau standar yang dapat diterima oleh
berbagai pihak, karena terkait dengan nilai-nilai dan penentuan keputusan,
sehingga istilah ketidaksetaraan lebih sering digunakan. Istilah
“ketidaksetaraan” menyiratkan bahwa kesenjangan yang terjadi tidak
dinilai apakah hal tersebut dapat dianggap pantas atau adil dalam suatu
tatanan masyarakat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ketidakadilan
adalah ketidaksetaraan yang tidak pantas atau tidak adil.

Contoh-contoh tentang ketidakadilan gender dalam bidang kesehatan:

1. Ketidakadilan dalam Hal Penyakit dan Kematian


Dibeberapa wilayah dunia, ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki
berkaitan langsung dengan perkara hidup dan mati, terutama bagi kaum
perempuan. Misalnya tergambarkan dari tingginya angka kesakitan dan
kematian perempuan. Hal ini terjadi karena berbagai bentuk pengabaian
terhadap kesehatan, gizi an kebutuhan perempuan secara langsung kualitas
hidupnya.

2. Ketidakadilan dalam Kelahiran Bayi


Anak laki-laki lebih diinginkan kehadirannya daripada anak perempuan.
Sekalipun kitas tahu semua agama tidak membedakan jenis kelamin anak.
Namun karena kebanyakn laki-laki lebih tinggi status di masyarakat, maka
mencuatnya isu ketidaksetaraan gender yang tercermin dari kuatnya
keinginan orangtua untuk mempunyai anak laki-laki dari pada anak
perempuan.

3. Ketidakadilan dalam Rumah Tangga


Seringkali terdapat ketidakadilan gender yang mendasar di dalam rumah
tangga dan bentuknya bermacam-macam. Dari perkara yang sederhana
sampai kepada yang rumit. Begitu juga pembagian peran dan tanggung
jawabdalam rumah tangga, sering kali tidak adil. Misalnya dalam pembagian
tugas mengurus rumah tangga dan mengurus anak.

Diskriminasi Gender
Adanya perbedaan, pengecualiaan atau pembatasan yang dibuat
berdasarkan peran dan norma gender yang dikontruksi secara sosial yang
mencegah seseorang untuk menikmati hak asasi manusia secara penuh.

Analisis Gender dalam Kesehatan


Memahami teknik analisis gender dalam layakaan kesehatan ini,
setidaknya difokuskan untuk mengetahui :
 Situasi aktual pria dan wanita meliputi peranan, tingkat
kesejahteraan, kebutuhan, dan permasalahan yang dihadapi dalam
berbagai unit sosial, budaya dan eonomi.
 Pembagian beban kerja wanita dan pria yang mliputi tanggung
jawab, curahan tenaga dan curahan waktu.
 Saling berkaitan, saling ketergantungan dan saling mengisi antara
peranan wanita dan pria khususnya dalam kluarga.
 Tingkat akses dan kekuatan kontrol wanita dan pria terhadap
sumber produktif maupun sumber daya manusia dalam keluarga.

Anak laki-laki dan perempuan didorong untuk mengekspresikan


emosi mereka dengan cara yang berbeda. Stereotipe anak laki-laki adalah
bersuara keras dan lantang, berantakan, bertubuh atletis, agresif, kasar dan
tidak berperasaan karena mereka tidak sepantasnya menangis. Anak laki-laki
juga diharapkan lebih pintar daripada anak perempuan. Anak perempuan
dideskripsikan sebagai makhluk yang patuh, mau mengalah, emosional, rapi
atau bersih dan kaku. Mereka tidak mengekspresikan pendapatnya. Oleh
karena itu laki-laki dicap lebih kuat dan anak perempuan lebih lemah.

Seks dan gender merupakan hal yang berbeda, namun konsepnya


saling berkaitan. Seks berarti perbedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan sementara gender merujuk pada atribut ekonomi, sosial dan
kultural serta kesempatan yang diasosiasikan dengan peran laki-laki dan
perempuan dalam situasi sosial pada saat tertentu. (WHO 2001).

FUNGSI BIDAN DALAM GENDER DAN HAM

Fungsi Bidan dalam Gender


Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang
berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak
disalah artikan sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam
perkembangannya kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak
menerima tekanan, hanya karena secara kodrati perempuan dianggap lemah
dan tak berdaya.

Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan


Manusia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi
yang bias tersebut pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk
mendapatkan akses pada berbagai segi kehidupan, utamanya bidang
kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian perempuan. Secara
biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara pria
tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-
laki tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak
dimiliki kaum hawa.

Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan


menyusui bagi perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku
dan kegiatan serta atribut lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat
budaya tertentu sebagai sesuatu yang pantas untuk perempuan atau pantas
untuk laki-laki, masih bisa dirubah.Di beberapa wilayah dengan adat istiadat
dan budaya tertentu, isu gender memang sangat membedakan aktivitas
yang boleh dilakukan antara pria dan wanita. Pada masyarakat Jawa dari
strata tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi
tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang
perempuan. Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan
pernah dalam satu masa, dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa.
Juga mitos gender seputar hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta
suaminya untuk pakai kondom. Jadi yang ber-KB adalah kaum perempuan.
Dalam masalah ini bidan berperan untuk member penyuluhan kepada
pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita yang diharuskan
memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila ingin
meminimalisir kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan
Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka
Kematian Bayi (AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi,
perempuan seringkali menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses
terhadap pelayanan kesehatan. Hal itu disebabkan tiga hal, yakni jarak
geografis, jarak sosial budaya serta jarak ekonomi.

Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah


sakit atau puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan
pelayanan kesehatan. Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada
di daerah terpencil sangat berperan penting untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang layak kepada para wanita ataupun pria yang menduduki
tempat terpencil.

Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada


keengganan kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas
kesehatan laki-laki. Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau
melahirkan di rumah dan ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila
terjadi perdarahan dalam proses persalinan, sulit sekali mendapatkan
layanan dadurat dengan segera. Bidan pun berperan dalam member
penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa bantuan tenaga
medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap
tahunnya.

Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi.


Banyak keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk
menuju rumah sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan
melihat klien berdasarkan status ekonominya karena bidan berperan sebagai
penolong bagi semua kliennnya dan tidak membedakan status
ekonominya. Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa
kaum pria. Di bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima
program pelayanan dan informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi dan anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi
ada kaitannya dengan stereotip gender yang melabelkan urusan hamil,
melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya sebagai urusan
perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana norma
dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap
kesehatan.Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai
gender dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB).

Fungsi Bidan dalam HAM


Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa
fungsi, diantaranya:
 Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk
memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu
untuk mempunyai anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan
hal tersebut. Contohnya bidan memberikan informasi selengkap-
lengkapnya kepada klien saat klien tersebut ingin menggunakan jasa KB
(Keluarga Berencana) dan bidan memberi hak kepada klien untuk
mengambil keputusan sesuai keinginan kliennya.
 Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan
kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta
memberikan hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal
tersebut dapat terwujud. Misalnya, bidan membrikan penyuluhan
tentang kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat
dan memberikan pelayanan serta informasi selengkap-lengkapnya kepada
masyarakat agar masyarakat mendapatkan kehidupan seksual dan
kesehatan reproduksi yang terbaik.
 Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan
dengan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan
kekerasan. Hak-hak reproduksi merupakan hak asasi manusia. Baik ICPD
1994 di Kairo maupun FWCW 1995 di Beijing mengakui hak-hak
reproduksi sebagai bagian yang tak terpisahkan dan mendasar dari
kesehatan reproduksi dan seksual. Contohnya setelah bidan memberikan
informasi kepada klien, bidan tidak boleh memaksakan klien atau
menekan klien untuk mengambil keputusan secepatnya.
 Memberikan hak privasi kepada klien
 Memberikan hak pelayanan dan proteksi kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan. Jakarta;EGC.


http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian-
regulasi/
http://id.shvoong.com/

Anda mungkin juga menyukai