Anda di halaman 1dari 11

9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perang Bayu
Perang Bayu atau Perang Puputan Bayu (ada yang
menyebut Pemberontakan Jagapati) adalah salah satu
Perang Bayu
perlawanan yang dilakukan oleh para pejuang Blambangan Tanggal 5 Agustus 1771 - 11 Oktober 1772
yang dipimpin Mas Rempeg atau Pangeran Jagapati (Perang Lokasi Desa Bayu, Kecamatan Songgon,
Bayu I) dan Bapa Endha (Perang Bayu II) melawan Pasukan Kabupaten Banyuwangi
VOC yang dibantu oleh laskar-laskar pribumi dari Madura
Hasil Blambangan menjadi salah satu
dan daerah Jawa Timur lainnya. Perwira VOC yang terlibat di
taklukan VOC, yang akhirnya
Blambangan dalam peperangan ini adalah Residen
masuk ke dalan wilayah Hindia
Blambangan Cornelis van Biesheuvel dan penggantinya
Belanda dengan nama
Hendrik van Schopoff. Selain itu terdapat nama-nama lain
Banjoewangi
seperti Sersan Mayor Van Schaar, Letnan Kornet Tine,
Vandrig Ostrousley, Kapten Reygers (Perang Bayu I) dan
Kapten Heinrich, Vaandrig Guttenberg, Vaandrig Lenigen, Peltu Mirop, Peltu Djikman (Perang Bayu II).

Daftar isi
Penyebab
Persiapan
Pecahnya Perang
Perang Bayu I
Setelah Perang Bayu I dan persiapan Perang Bayu II
Perang Bayu II
Setelah Perang
Referensi

Penyebab
Pada tahun 1743, terjadi perjanjian sepihak yang dilakukan oleh Pakubuwana II dan Gubernur Jenderal Van Imhoff
yang menyatakan bahwa Mataram melepaskan daerah taklukan sebelah timur Pasuruan. Sebenarnya Belanda sendiri
menyadari bahwa yang merasa melepaskan haknya itu sebenarnya tak pernah berkuasa secara sungguh-sungguh atas
daerah tersebut dan penguasa daerah itu menolak untuk tunduk patuh.[1][2] Berdasarkan perjanjian ini berarti
Blambangan telah menjadi wilayah kekuasaan Belanda. Sementara di Blambangan, Kerajaan Mengwi telah
mengambil alih kekuasaan dengan menempatkan Gusti Kuta Beda dan Gusti Ketut Kabakaba sebagai penguasa.

Inggris yang sejak lama melakukan perdagangan di Ulupangpang mengadakan kerja sama dengan Kerajaan Mengwi
dengan konsesi memberikan izin kepada pihak Inggris untuk mendirikan kantor dagang. Ulupampang lalu menjadi
daerah perdagangan yang sibuk. Agresivitas perdagangan Inggris di Blambangan akhirnya mencemaskan VOC,
ditambah keamanan yang kacau di jalur tepi laut Jawa yang menjadi jalan utama perdagangan VOC, mendorong
Johanes Vos, gubernur VOC di Semarang mengeluarkan perintah tanggal 12 Agustus 1766 agar mengadakan patroli di
Selat Bali dan sekitarnya. Pemerintah Belanda di Batavia memutuskan untuk menangkapi kapal-kapal Inggris dan
elemen-elemen lain yang tidak disukai serta mengambil tindakan-tindakan pengamanan terhadap batas-batas wilayah
yang dianggap miliknya.[3]

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 1/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Keadaan di Blambangan yang genting tak terkendalikan menjadikan VOC mengirimkan ekspedisi militer besar-
besaran di bawah pimpinan Erdwijn Blanke terdiri atas 335 serdadu Eropa, 3000 laskar Madura dan Pasuruan, 25
kapal besar dan sejumlah yang kecil lainnya. Tanggal 20 Februari 1767, ekspedisi Belanda berkumpul di Pelabuhan
Kuanyar Madura. Pada tanggal 27 Februari 1767 Panarukan diduduki dan didirikan benteng. Pada tanggal 11 Maret
pasukan inti di bawah komandan dari Semarang Erdwijn Blanke bergerak melalui darat sepanjang pantai. Tanggal 23
Maret 1767 ekspedisi Belanda tiba di Banyualit. Pertempuran meletus. Ratusan laskar Blambangan pimpinan Gusti
Kuta Beda terbunuh. VOC menguasai benteng di Banyualit. Selat Bali mulai dari Meneng sampai Grajagan
diblokir.[1][3]

Mas Anom dan Mas Weka (keturunan Kerajaan Blambangan) memperoleh kesempatan memberontak terhadap
penguasa Bali Gusti Ketut Kabakaba dan Gusti Kuta Beda. Mas Anom memberontak karena pemimpin Bali tersebut
menjalankan kekuasaan di Blambangan secara tidak simpatik dan menimbulkan rasa benci rakyat. Orang-orang Bali
dibantu orang-orang Bugis dan Mandar melakukan penyerangan terhadap orang-orang Blambangan di bawah
pimpinan Mas Anom dan Mas Weka di Loh Genta yang berakhir dengan kemenangan Mas Anom. Kuta Beda ditawan
dan dibunuh. Ketut Kabakaba melarikan diri ke Ulupampang. Ia beserta keluarga dan pengikutnya yang terdesak,
melakukan puputan dan akhirnya Kutha Bedhah beserta semua pengikutnya terbunuh. Mas Anom dan Mas Weka
diangkat menjadi regen (bupati) pertama di Blambangan. Namun tidak berapa lama ia membelot dan mendukung
perjuangan Wong Agung Wilis. Wong Agung Wilis terlibat peperangan di Ulupampang, benteng VOC di Banyualit,
namun akhirnya ia kalah di Kuta Lateng pada tanggal 18 Mei 1768.[2][3]

Setelah Blambangan dikuasai, VOC mengangkat Sutanagara dengan patih Surateruna dan Wangsengsari dengan patih
Jaksanegara sebagai regen. Untuk memutuskan hubungan dengan Bali, bupati dwitunggal itu diajak memeluk Agama
Islam. Taktik VOC soal agama ini tidak berpengaruh apa-apa terhadap orang Blambangan. Mereka tidak menaruh
perhatian agama apa yang dipeluk pemimpin. Yang mereka inginkan hanya hidup merdeka tanpa dirampas oleh
orang-orang asing. Mereka memang anti Jawa, ingatan tentang pengerusakan atas negeri mereka, atas kekejaman
yang diperlakukan atas mereka dan atas pengiriman-pengiriman orang-orang Blambangan oleh raja-raja Jawa
(Mataram), masih dalam ingatan mereka yang membeku menjadi rasa benci.[2] Sikap ini di kemudian hari terbukti
saat orang-orang Blambangan menolak keras pengangkatan Kertawijaya, Patih Surabaya menjadi bupati Blambangan.

Mayor Colmond lalu menggantikan Coop a Groen, sebagai komandan tertinggi pasukan VOC Belanda di Blambangan.
Ia adalah sosok penjajah yang kejam. Tindakan-tindakannya yang keras terhadap penduduk menyebabkan
kesengsaraan di mana-mana. Rakyat hidup tertekan baik secara sosial maupun ekonomi. Untuk keperluan Belanda ia
berpatroli ke pelosok-pelosok kampung untuk menyita semua beras simpanan dan hasil panen, serta bahan makanan
lainnya dan mengangkutnya. Dan apabila tidak dapat diangkut, dia menyuruh membakarnya. Kemudian dia
menyuruh rakyat menanam padi kembali dengan perintah yang sangat memaksa. Setelah panen, jerih payah
penduduk itupun disita lagi. Selain itu Colmond menekan penduduk untuk kerja paksa membangun dan memperkuat
benteng VOC di Ulupampang dan Kota Lateng. Memerintahkan mereka membuat jalan-jalan, membersihkan
pepohonan yang ada di antara laut dan benteng di Ulupampang. Membuat penangkis air dalam membangun pos
pengintaian di Gunung Ikan (yaitu semenanjung yang menutupi Teluk Pangpang). Tetapi ia tidak menyediakan
makanan bagi rakyat yang bekerja dengan kelaparan dan kekurangan dan kesengsaraan penyakit. Banyak warga yang
akhirnya lari ke hutan untuk menghindari kerja paksa.[1][2] Keadaan inilah yang menyebabkan bupati Sutanagara dan
Wangsengsari serta Patih Surateruna mengajak Gusti Agung Menguwi untuk menyerang Kompeni. Sebelum
penyerangan terjadi, ketiga orang tersebut ditangkap dan dibuang ke Ceylon (Sri Lanka).[2] Keadaan tambah parah
ketika penetrasi VOC semakin berat, misalnya setiap bekel (lurah) harus menyerahkan dua ekor kerbau. Selain itu
VOC menuntut 3,5 gulden kepada setiap kepala keluarga, dan harus diserahkan setiap tahun. Sesuatu yang sangat
berat di tengah sedikitnya waktu untuk pergi ke sawah dan ladang karena kewajiban kerja paksa tanpa upah dan
makan.[3]

Penetrasi VOC yang sedemikian keras mengakibatkan rakyat memilih untuk menyingkir ke hutan. Tempat yang paling
banyak menampung pengungsian itu adalah dusun Bayu. Sebuah tempat yang subur di lereng Gunung Raung sebelah
barat Songgon dan Derwana. Di Bayu berkumpul para penentang Belanda di bawah pimpinan Mas Rempek yang

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 2/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

didukung oleh para guru yaitu Bapa Rapa, Bapa Endha dan Bapa Larat.[4]

Persiapan
Kepergiannya Mas Rempeg ke Bayu diperkirakan setelah tanggal 18 Mei 1768, sebab pada waktu Wong Agung Wilis
tertangkap para jagabela dan orang-orang dekat Wong Agung Wilis menyingkir ke Bayu. Mas Rempek datang ke Bayu
bersama seorang lurah dari Kuta Lateng.[3] Ketika menyadari bahwa kekuatan senjata yang dimiliki masih terbatas,
hanya mempunyai senjata yang sedikit, yakni tombak, lembing, keris serta pedang, sedangkan senapan dan meriam
yang dibanggakan waktu itu telah jatuh ke tangan VOC waktu perang Ulupampang, Banyualit dan Lateng, sedang
orang Tionghoa dan Bugis yang dulunya bersedia memberikan senjata juga sudah ditangkap pada waktu Ulupampang
jatuh, maka dengan cerdik untuk menambah moral dan kepercayaan rakyat, Mas Rempeg berkata kepada
pengikutnya bahwa Tuhan akan menganugerahkan meriam kepadanya.[5]

Maka banyak penduduk Ulupampang dan dari daerah-daerah lain di seluruh Blambangan berbondong-bondong
sambil membawa senjata bergabung dengan Mas Rempek di Bayu. Dukungan tidak hanya datang dari rakyat kecil
wadwa alit, namun juga datang dari para bekel agung yaitu pembantu regen yang berkedudukan di Kuta Lateng
seperti Wiramanggala dan Jagakrasa, serta Lembu Giri dari Tomogoro selain menyatakan bergabung dengan Mas
Rempek juga memberikan sejumlah senjata. Datang juga rombongan orang-orang Lateng di bawah pimpinan Lurah
Manowadi dan Bapa Cele dari Grajagan di pesisir selatan. Dukungan untuk Mas Rempek juga datang dari para bekel
dari 62 desa; 25 desa di bagian barat, 14 desa di wilayah selatan, 9 desa di wilayah timur dan 2 desa di sebelah utara.
Kemudian masih datang lagi 12 bekel dari desa lainnya. Nama desa dan lurahnya sebagaimana disebutkan dalam
Babad Bayu pupuh vi 11-20 adalah sebagai berikut: Desa Dhadhap (Kidang Wulung), Rewah-Sanji (Kidang Wulung),
Suba/Kuwu (Kidang Wulung), Songgon (Ki Sapi Gemarang), Tulah (Ki Lempu Putih), Kadhu (Ki Sidamarga),
Derwana (Ki Kendit Mimang), Mumbul (Ki Rujak Sentul), Tembelang (Ki Lembupasangan), Bareng (Ki Kuda
Kedhapan), Balungbang (Ki Sumur Gumuling), Lemahbang (Ki Suranata), Gitik (Ki Rujak Watu), Banglor (Ki
Suragati), Labancina (Ki Rujak Sinte), Kabat (Ki Pandholan), Kapongpongan (Ki Kamengan), Welaran (Ki Jeladri),
Tambong (Ki Reksa), Bayalangun (Ki Sukanandi), Desa Penataban (Ki Singadulan), Majarata (Ki Maesandanu),
Cungking (Ki Jangkrik Suthil), Jelun (Ki Lembu Singa), Banjar (Ki Bakul). Itulah nama-nama desa di bagian utara
(Banglor). Sedang desa bagian selatan adalah: Desa Pegambuiran (Ki Serandil), Ngandong (Ki Seja), Cendana (Ki
Kebo Waleri), Kebakan (Ki Kebo Waluratu), Cekar (Ki Gundol), Desa Gagenteng (Ki Kudha Serati), Kadhal (Ki Jaran
Sukah), Sembulung (Ki Gagak Sitra), Jajar (Ki Gajah Anguli), Benculuk (Ki Macan Jingga), Pelancahan (Ki
Butangerik), Keradenan (Ki Jala Sutra), Gelintang (Ki Maesagethuk), Grajagan (Ki Caranggesing). Sedang desa
diwilayah timur: Desa Dhulangan, Pruwa/Purwa (Ki Tulup Watangan), Lalerangan (Ki Menjangan Kanin), Mamelik
(Ki Surya), Papencan (Ki Bantheng Kanin), Kelonthang (Ki Lembu-Ketawan), Repuwan (Ki Butānguri), Rerampan (Ki
Kidang Bunto), Singalatrin (Ki Banyak Ngeremi). Wilayah utara 2 desa yaitu Desa Jongnila (Ki Gagakngalup) dan
desa Konsul (Ki Maesasura). Kemudian Kepala desa yang menyusul: Desa Bubuk (Ki Marga-Supana), Gebang (Ki
Jangkrik-Gondhul), Gebang (Ki Jangkrik-Gondhul), Gambor (Ki Bajuldahadhi), Gembelang (Ki Butakorean), Muncar
(Ki Genok), Bama (Ki Baluran), Geladhag (Ki Margorupit), Susuhan (Ki Tambakboyo), Ngalian (Ki Kidang-
Garingsing), Tamansari (Ki Gajah Metha), Danasuke (Ki Kebowadhuk), dan Kalisuca (Ki Jaransari).[6]

Dengan dukungan tersebut Bayu berkembang menjadi suatu kekuatan yang tangguh dan kuat. Bayu dijadikan
semacam sebuah negara. Bayu yang terletak di barat-laut dari kota Ulupampang di lereng timur Gunung Raung, dekat
desa Songgon, saat itu berjarak kira-kira masih 2 jam (jalan kaki) di atas dusun Derwana. Bekas bangunan tembok
yang ditemukan dekat Songgon pada sebuah peneitian merupakan sisa dari Bayunya Mas Rempek tersebut.[7] Kurang
lebih 2000 orang berada di dalam naungan Benteng Bayu yang sangat kuat, di depan terdapat pagar yang terbuat dari
batang-batang pohon besar yang bagian atasnya dibuat runcing dan batang-batang pohonnya berjajar sangat rapat
satu sama lain yang disebut palisada. Di belakang pagar terdapat lubang-lubang perlindungan di dalam tanah. Di
dalam benteng, cadangan pangan sangat melimpah serta dilengkapi dengan gamelan beserta pemainnya sebagai
lambang kekuasaan dan kekuatan. Perlengkapan perang sudah lengkap untuk memulai peperangan. Atas
pengaruhnya yang kuat ia oleh pengikutnya dianugerahi gelar Pangeran Jagapati.

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 3/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pengikut Pangeran Jagapati dengan demikian berasal dari seluruh wilayah Blambangan baik di ibukota (nagari)
Lateng maupun di luar ibukota (jawikuta). Dukungan yang sangat besar dari luar terutama dari Blambangan sendiri
membuat kedudukan Pangeran Jagapati sangat kuat, sehingga mampu menguasai sember daya yang lain. Pangeran
Jagapati dapat menguasai daerah penghasil beras di seluruh Blambangan. Lurah Manowadi berhasil menimbun beras
yang dihasilkan dari seluruh Blambangan di Tomogoro di sebelah selatan Bayu. Para pedagang yang telah
memindahkan pusat kegiatannya ke pantai selatan di Nusa Barung mengirimkan telur, garam dan ikan kering yang
diangkut memakai kuda ke Bayu.[8][9] Dengan dukungan ekonomi yang kuat maka dengan mudah akan membangun
kekuatan militer dan cadangan logistik perang. Maka berkobarnya peperangan tinggal menunggu waktu saja.[4]

Pecahnya Perang

Perang Bayu I
Pada tanggal 2 Agustus 1771, Kertawijaya dan Jaksanegara berangkat bersama serombongan pasukan dari
Ulupampang menuju Bayu. Kepergian mereka bermaksud memisahkan penduduk Blambangan dari pengaruh Mas
Rempeg. Setibanya di Bayu orang-orang Blambangan pengikut kedua pemimpin itu justeru membelot dan memihak
kepada Pangeran Jagapati. Kedua pemimpin ditinggal pengikutnya dan hanya ditemani beberapa orang yang berasal
dari Surabaya, yaitu Mindoko, Bawalaksana dan Semedirono. Kemudian para pembelot mengamuk terhadap para
Tumenggung dan pengikutnya yang tinggal beberapa itu. Kertawijaya terluka tembak di bahu kirinya dan kaki
kanannya terkena tombak. Mantri Semedirono mati tertembak di kepalanya, yang lainnya terluka. Sementara rakyat
Blambangan terus bergerak ke Bayu sambil membawa harta benda yang mereka miliki.[10]

Peristiwa di atas diceritakan dalam terjemahan Babad Bayu pupuh ii 5-20 sebagai berikut:

Ketika pasukan Kertawijaya dan Jaksanagara tiba di Bayu, Pangeran Jagapati bersama 30 orang
pengikutnya menempatkan diri di sebelah menyebelah bagian jalan yang sempit. Jayaleksana
memberikan aba-aba menembak, tapi ia dan pasukannya segera terkurung. Meskipun begitu, ia
masih juga menuntut supaya Pangeran Jagapati takluk. Kalau mau takluk, orang Bayu akan
diampuni dan selamat, mereka tak usah bekerja untuk Kompeni dan akan menerima hadiah sarung
pedang dari baja dua warna, dan akan disambut dengan segala penghormatan apabila datang
berseba. Tiba-tiba pasukan Jayalaksana kabur masuk hutan, maka para punggawa sendirilah yang
harus mengangkut pulang jenazah patih. Gegerlah seluruh kota.[11]

Tanggal 5 Agustus 1771, VOC mengirim pasukan bersenjata menuju ke benteng Bayu. Di luar dugaan VOC pada waktu
terjadi pertempuran awal, terdapat sebagian prajurit VOC dari pribumi membelot memihak kepada Pangeran
Jagapati. Biesheuvel,Residen Blambangan, beserta pasukan VOC bergerak menyerang Benteng Bayu. Namun, mereka
dikalahkan Pangeran Jagapati karena pertahanan benteng Bayu yang ternyata sangat kuat. Pada waktu yang
bersamaan, Schophoff, Wakil Residen Bischeuvel masuk ke berbagai desa di Blambangan, bermaksud mempengaruhi
penduduk untuk tidak memihak Pangeran Jagapati. Pada hari yang sama pasukan VOC menyerang Gambiran, sebuah
dusun penghasil beras yang sangat subur yang menjadi salah satu penyangga logistik beras benteng Bayu. Tujuannya
agar Pangeran Jagapati yang berkedudukan di Bayu kekurangan bahan makanan. Namun, ketika ia beserta
pasukannya berada di Desa Gambiran, mereka diserang oleh sekitar 200 pasukan Blambangan sambil meneriakkan
kata-kata: “Amok! Amok!” yang artinya mengamuk atau marah. Pasukan VOC kemudian menuju Tomogoro yang
terletak sekitar 6 km di sebelah tenggara Bayu merupakan penghasil beras yang paling dekat dengan Bayu dan
Tomogoro merupakan tempat yang sangat penting bagi Pangeran Jagapati. Selain itu Tomogoro juga menjadi tempat
menimbun semua persediaan yang diperlukan sebelum diangkut ke Bayu.[3][12]

Melihat posisi Tomogoro yang strategis, VOC mendirikan kubu pertahanan dengan maksud untuk memudahkan
penyerangan ke Bayu. Rakyat Blambangan yang mengetahui aktivitas VOC berusaha menghindarinya serta membawa
semua perbekalan ke Bayu bergabung dengan Pangeran Jagapati. Sementara di sepanjang jalan menuju Bayu yang

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 4/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

menanjak dan licin, Pangeran Jagapati memerintahkan pejuang Bayu untuk menebangi pohon agar menutup jalan
sehingga tidak bisa dilewati. Pasukan VOC yang sudah kelelahan dalam menempuh perjalanan yang sulit dan
kehabisan perbekalan terpaksa mengehentikan penyerangan dan mundur ke Ulupampang.[3]

Keadaan yang mengkhawatirkan memaksa Biesheuvel minta dikirim 300 pasukan pribumi dari Jawa Timur dan satu
pasukan tentara Eropa berkekuatan 40 prajurit. Di Bayu Pangeran Jagapati membicarakan tentang pasukan-pasukan
kompeni yang terpaksa berhenti di tengah jalan, mundur ke Ulupampang. Kemudian Pangeran Jagapati menyusun
strategi perang dengan membagi pasukan menjadi dua sayap. Sayap kiri yang terdiri dari 3.000 orang diserahkan
kepada Kebo Undha, sayap kanan dipercayakan kepada Kidang Salendhit. Kedua pemimpin pasukan ini ingin
membalas kekalahan yang telah dialami di Gegenting (Gambiran dan Tomogoro).[13]

Pada tanggal 22 September 1771 malam pukul 20.00 WIB, Residen Biesheuvel menerima laporan dari Sersan Rood
yang membawa berita dari Letnan Imhoff komandan VOC di Kuta Lateng yang menyatakan bahwa pagi hari, 22
September 1771, kereta VOC telah mulai bergerak maju dalam medan perang yang memuat berbagai keperluan untuk
menyerang Bayu. Misi pasukan VOC itu adalah mengusir pejuang Blambangan dan memusnahkan semua yang ada.
Pasukan VOC telah masuk dalam kubu pertahanan bagian luar pejuang Bayu dengan pasukan pribumi di depan,
sehingga keselamatan pasukan orang Eropa VOC terjamin. Namun ternyata dukungan orang-orang prajurit pribumi
tidak dapat diharapkan. VOC menambah pasukan Eropa untuk melindungi penyerangan. Yang terjadi malah pasukan
pribumi VOC mengelompokkan dirinya menjadi 2 kelompok. Satu pihak berdiri di sebelah kiri pasukan VOC, sedang
kelompok satunya lagi di sebelah kanan. Tiba-tiba mereka berlari-lari bersamaan masuk ke dalam hutan dan
menghilang. Pimpinan pasukan VOC memanggil-manggil dan mengancam pasukannya yang masuk ke hutan itu
namun tak dihiraukannya. Dengan begitu pasukan VOC ditinggal begitu saja oleh pasukan pribumi. Akibat larinya
pasukan pribumi, maka serdadu VOC asal Eropa saja yang terlibat perang dalam 3 jam terus menerus. Sampai-sampai
semua peluru, termasuk persediaan yang terakhir dikeluarkan dari peti penyimpanannya untuk dibagikan. Juga
amunisi untuk senjata berat, semuanya telah terpakai habis untuk menembak. Banyak serdadu Eropa yang tewas dan
terluka. Diantaranya yang terluka adalah Letnan Imhoff setelah 2 jam dihujani tembakan terus menerus oleh pejuang
Blambangan dari tempat persembunyiannya. VOC terpaksa meninggalkan semua perlengkapannya termasuk sebuah
kanon berukuran satu pon dan dua buah mortir. Serta, semua tukang pikul perbekalan mati.[10]

Hari itu juga, 22 September 1771 dilakukan penghitungan berapa sisa pasukan VOC asal pribumi. Oleh para
pemimpinnya dilaporkan bahwa 13 orang tewas yang terdiri dari 5 komandan dan 8 tamtama, 94 orang terluka
tembakan kena duri karena tatkala mundur mereka tergesa-gesa. Sisanya 87 orang luka kena sungga
(ranjau/sunggrak). Datang kapal dari Pasuruan dengan mengangkut beras. Biesheuvel mengirim surat pada
atasannya di Surabaya tertanggal Ulupangpang, 22 September 1771 guna memohon bantuan militer sebanyak 1000
laskar Sumenep dengan 150 serdadu Belanda. Juga diminta sepuluh peti peluru karena empat peti sebelumnya telah
habis dalam penyerangan yang gagal. Pasukan ekspedisi bantuan itu direncanakan untuk merusak segala jenis
makanan di daerah Bayu. Karena tidak ada cara lain bagi VOC selain mengadakan aksi yang membuat orang Bayu
kelaparan dan kekurangan.

Babad Bayu menceritakan peristiwa di atas sebagai berikut:

Berkecamuklah perang. Tanda pertempuran dibunyikan dengan tambur, beri, kendang dan gong.
Jayasengara, adipati Bangil maju berkuda, diikuti yang lain. Pasukan Kompeni membentuk segi
empat. Bunyi bedil, meriam dan tiktak (meriam kecil) mereka memekakkan telinga. Udara gelap
karena asapnya. Jayasengara berpendapat, mustahil orang Bayu menang. Jayasengara kena peluru
meskipun kebal dan berlindung di belakang sebuah pohon. Ia melihat Kompeni kehilangan banyak
prajurit, ada yang luka banyak yang mati. Dan hilanglah harapannya untuk menang. Di pihak
Belanda hanya kumendanlah yang masih hidup. Orang Surabaya, apalabi orang Bangil, mendapat
kekalahan dan lari tunggang-langgang, disoraki orang Bayu. Komandan Kompeni terluka perutnya
oleh peluru Keboundha. Kudanya dicambuknya sehingga lari terus sampai Ulupampang. Patih

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 5/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jatasengara yang paling akhir pulang meninggalkan medan perang, menyusuri kali. Orang Bayu
yang mabuk kejayaan mengejar musuh di jalan-jalan sampai Gegenting, bahkan sampai Cendhana.
Maka orang Bayu pulang sambil menembang atau meniru suara gamelan dan menandak.[14]

Ketika bala bantuan datang untuk VOC, bersamaan dengan itu Pangeran Jagapati mendapatkan bantuan 300 orang
dari Bali lengkap dengan senjata dan bahan makanan, dan berhasil mengepung benteng VOC di Kuta Lateng. Jalan-
jalan ke Panarukan oleh para pejuang Bayu dijaga dengan ketat dan diberi penghalang-penghalang dari kayu
gelondongan, jembatan-jembatan dirusak untuk mempersulit transportasi pasukan dan perbekalan VOC. Penyerbuan
Pangeran Jagapati ke Lateng ini mampu menangkap dan menawan banyak serdadu VOC dan merebut sepeti mesiu
dan 1200 peluru serta senjata.[1] Sedangkan VOC mengerahkan seluruh kekuatannya dengan mendatangkan bantuan
tentara dari garnisun-garnisun Batavia, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Pasuruan dengan pasukan Dragonders
dari Semarang sebagai pasukan inti.[2]

Karena kekalahan yang ditimbulkan oleh Pangeran Jagapati dan para pejuang Bayu itu maka memaksa Gubernur Van
der Burgh mengirim surat ke Pieter Luzac (gezaghebber Ujung Timur), agar penduduk Senthong (dekat Bondowoso)
dicegah berhubungan dengan penduduk Blambangan dan Lumajang. Juga agar dilakukan penelitian sebab-sebab
kekalahan serdadu VOC.

Biesheuvel pada bulan November 1771 meninggal ia digantikan oleh wakilnya, Hendrik Schophoff. Pada bulan itu,
bantuan tentara VOC tiba di Ulupampang di bawah komando Kapten Reygers dan Heinrich. Pasukan VOC berhasil
mengalahkan para pejuang Blambangan di Kuta Lateng. Sedangkan kapten Reygers berhasil menghancurkan gudang
persediaan makan di Banjar (Kecamatan Glagah), menguasai Grajagan di Pantai Selatan dan membakar sekitar 300
koyan beras (1 koyan sekitar 185 kg) atau 55,5 ton. Pada waktu yang bersamaan VOC mengeluarkan surat-surat
pengampunan bagi penduduk yang mau meninggalkan Bayu.[4]

Kapten Reygers setelah berhasil mendesak para pejuang Blambangan di Kuta Lateng, pada tanggal 13 Desember 1771
beserta pasukannya berangkat menyerang benteng Bayu. Pengalaman pahit VOC menyerang Bayu dari arah selatan,
memaksa VOC menyerang Bayu dari arah utara, yaitu Songgon. Keesokan harinya 14 Desember 1771 Reygers
memerintahkan penyerangan dengan kekuatan 2000 laskar Madura di bawah pimpinan Alapalap, sebagai laskar
terdepan. Di belakangnya dilapisi oleh serdadu Eropa yang dilengkapi dengan meriam yang dipimpin oleh Sersan
Mayor van Schaar. Barisan belakang menggempur Bayu sebelum Alap-alap bergerak maju. Mendengar penyerbuan
VOC dari arah utara, dengan gerak cepat Pangeran Jagapati memimpin sendiri penyerangan ke Songgon pada tanggal
15 Desember 1771, bersama 1000 orang jagabela yang bersenjatakan keris, pedang dan tombak. Kekuatan jagabela
yang di Bayu dikerahkan menyerang Songgon.[4]

Taktik perang pejuang Bayu yang terencana matang dan menguasai medan, menyebabkan pasukan VOC yang
menyerang dari dua arah, yakni Susukan dan Songgon, telah terjebak dan disergap oleh pasukan Bayu dan
dihancurkan sama sekali. Kapten Reygers terluka parah di kepalanya dan kemudian ia meninggal di Ulupampang.
Puncak penyerangan para pejuang Blambangan terjadi pada tanggal 18 Desember 1771. Dalam peristiwa itu para
pejuang Blambangan melakukan serangan umum dan mendadak terhadap serdadu VOC. Belanda sendiri
menyatakannya sebagai “de dramatische vernietiging van Compagniesleger” (kehancuran dramatis pasukan
kompeni). Prajurit Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Jagapati maju ke medan tempur dengan membawa
senjata golok, keris, pedang, tombak, dan senjata api yang diperoleh sebagai rampasan dari tentara VOC. Serangan
pejuang Bayu yang mendadak, membuat pasukan VOC terdesak. Demikian juga pasukan Eropa VOC yang berada di
belakang. Ketika posisinya terus terdesak, mereka mundur dan lari meninggalkan semua perlengkapan perang.
Pejuang Bayu mengejar pasukan VOC. Saat itulah pasukan VOC banyak yang terjebak dalam jebakan yang dinamakan
sungga (parit yang di dalamnya dipenuhi sunggrak) yang telah dibuat oleh pejuang Bayu. Pasukan VOC yang terjebak
dan dihujam dari atas. Sersan Mayor van Schaar, komandan pasukan VOC, Letnan Kornet Tinne dan ratusan serdadu
Eropa lainnya yang tewas dalam perang itu. Dari serdadu yang tersisa yang sempat melarikan diri, jumlahnya tidak
seberapa, umumnya dalam keadaan terluka dan sakit. Namun demikian, di pihak Blambangan harus membayar

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 6/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

mahal dengan kehilangan pemimpinnya. Pangeran Jagapati gugur karena luka-lukanya sehari berikutnya yakni
tanggal 19 Desember 1771. Sebagai ungkapan balas dendam atas gugurnya Pangeran Jagapati, beberapa jagabela
mencincang mayat van Schaar.[15][16]

Peristiwa ini dikisahkan dalam Babad Tawang Alun xi.5-21, sebagai berikut:

Pangeran Jagapati bertempur melawan Alap-alap dari Madura. Keduanya tak terkalahkan. Lalu
ketahuan oleh Pangeran Jagapati bahwa Alap-alap memakai baju zirah. Maka dengan lembing
pusakanya, Si Kelabang, dari jenis biring lanangan, ditusuknya Alapalap dari bawah. Dan Alap-alap
roboh tetapi masih sempat melukai Pangeran Jagapati. Alap-alap diusung ke perkemahan, lalu
meninggal. Jagapati yang luka parah dibawa ke benteng. Dengan luka parah Pangeran Jagapati
masih mampu mengatur strategi peperangan dengan menunjuk Jagalara dan Sayu Wiwit sebagai
wakilnya untuk melanjutkan peperangan. Keesokan harinya pertempuran dilanjutkan diiringi suara
kendang, gong, beri dan tambur dan berlangsung sampai malam tiba. Setelah kembali ke benteng
para prajurit Bayu mengetahui bahwa Pangeran Jagapati telah meninggal. Babad Tawang Alun xii.1-
2 melanjutkan: Pangeran Sumenep dan Panembahan Bangkalan sangat marah karena kematian
Alap-alap. Pasukan Madura dan Kompeni bertempur lagi dan kehilangan 2.000 orang sebagai akibat
amukan orang Bayu.

Pada tanggal 20 Desember 1771 pasukan VOC turun kembali ke Kuta Lateng. Orang Eropa yang masih tersisa juga
ikut turun, diantaranya Sersan Mayor Ostrousky yang terluka berat. Sebagian terbesar dari mereka sudah tidak
bersenjata lagi. Mereka dalam keadaan sangat lelah, letih. Mereka berjalan berkelompok-kelompok kembali ke Kuta
Lateng. Mereka menumpahkan kesalahan atas kekalahannya pada diri Sersan Mayor van Schaar yang bersikap
pengecut. Ia dipersalahkan karena setalah menembak pejuang Bayu sekali saja, terus melemparkan senjatanya dan
melarikan diri pertama kali. Kerugian di pihak VOC prajurit yang gugur dan hilang adalah : Sersan Mayor van Schaar,
Peltu kornet Tinne, 41 prajurit Infanteri, 15 prajurit korps khusus Dragonders, para bintara dan tamtama, 1 prajurit
arteleri dan sejumlah besar laskar pribumi. JR Vander Burgh, gubernur VOC urusan pantai timur Jawa pada 13
Januari 1772 di Semarang mengirim laporan pada atasannya, bahwa setelah penyerangan ke Bayu mengalami
kekalahan pada 20 Desember 1771, maka banyak anggota pasukan pribumi yang melarikan diri. Bahkan pada 31
Desember 1771 terdapat 300 laskar Madura secara bersama melewati Panarukan kembali ke daerah mereka di
Sumenep Madura.

Babad Bayu xvi 1-13 menceritakan:

Bambang Sutama dan Jayareca membawa pasukannya ke Panarukan lewat Watu Dodol, Bajulmati
dan Banyuputih. Mereka terpaksa mengaku kepada komandan VOC di Panarukan bahwa Bayu
belum jatuh, karena orang Bayu terlalu kuat. Dan bahwa Guntur Geni mati, begitu juga semua orang
Belanda. Komandan itu hampir tidak percaya. Rupanya, siapapun yang menaklukkan Bayu tidak
akan kembali hidup. Bambang Sutama dan Jayareca minta diri pada komandan VOC, pertama
pulang ke Sumenep. Di sini penduduknya keheranan melihat mereka kembali dalam keadaan
selamat. Bupati Semenep ingin tahu mengapa dia dan Sutadipa masih hidup. Kedua orang itu
menundukkan kepala rendah-rendah, malu takut dapat murka tuan mereka. Adapun Bambang
Sutama pergi ke Surabaya untuk menyerahkan surat CVD Biesheuvel, penguasa di Ulu Pampang
pada penguasa di Surabaya, Pieter van Luzac. Selanjutnya pulang ke Madura atas izin penguasa VOC
itu.[17]

Setelah Perang Bayu I dan persiapan Perang Bayu II


Kekuatan pasukan VOC telah berkurang, membuat VOC menghentikan peperangan. Kemudian para penguasa VOC
mengambil sikap berhati-hati dan mendorong pasukannya untuk menggunakan cara-cara lain untuk menangkis
serangan yang mendadak demi menyelamatkan bengsanya. Karena itu selama musim hujan, sebagian terbesar

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 7/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

pasukan VOC bersikap defensif saja. Pasukan Eropa ditempatkan pada pertahanan di Ulupampang dan Kuta Lateng
saja, yang dipandang tempatnya paling sehat.

Sementara itu laskar Madura, Sumenep dan Pamekasan bersama 2 kompi orang pribumi lainnya, pembentukan dan
persiapannya sedang diproses. Tatkala itu 118 orang sedang dalam perjalanan ke Blambangan. Mereka ditempatkan di
Ulupampang, Kuta Lateng, dan ditempatkan diberbagai benteng yang ada, dan dijalur-jalur jalan ke arah Bayu.
Tujuannya adalah untuk menghalangi dan menghentikan penyaluran bahan makanan ke pusat pertahanan Bayu.
Segala jenis bahan makanan yang sekiranya dapat digunakan oleh para pejuang Bayu, agar segera dimusnahkan. VOC
memerintahkan untuk membunuh siapapun yang mencoba menghalangi-halangi rencananya.

Dengan kemenangan yang dicapai oleh para pejuang Bayu, penguasa VOC mengatur kembali strateginya. Karena itu,
maka penguasa VOC telah memperbaharui rekomendasi kedudukannya di darat. Diadakannya patroli di laut dan di
sepanjang pantai Blambangan, khususnya disekitar Meneng dan Grajagan untuk menghalangi hubungan Pejuang
Bayu dengan oarang Bali. Kemudian VOC mengadakan patroli dengan ketat terhadap segala jenis kapal dan perahu
melewati Selat Bali.

Akibat perang selama bulan Desember VOC banyak kehilangan sejumlah pejabat dan perwira militer yang tewas.
Karena banyak kehilangan perwira dan prajurit, VOC menjadi depensif dan menarik semua pasukannya ke Kuta
Lateng dan Ulupampang. VOC yang mengalami kekalahan besar membutuhkan waktu setahun untuk memulihkan
kekuatannya. Dengan kenyataan benteng Bayu yang sangat kuat, VOC harus mempersiapkan pasukan yang lebih
besar untuk mengalahkan laskar Blambangan. Untuk keperluan itu VOC mengadakan panggilan umum kepada semua
bupati dan penguasa taklukan Belanda untuk mendatangkan bala bantuan. Semua tentara Eropa dari semua garnisum
dikonsinyasikan di Blambangan. Kemudian 2000 pasukan Madura segera dikirim ke Jawa. Pada bulan Agustus 1772
Heinrich tiba di Blambangan dengan 5.000 prajurit. Heinrich menjadi komandan dan dibantu residen Schophoff dari
Ulupampang. Sedangkan Van der Burgh, Gubernur Jawa Bagian Timur, secara pribadi datang sendiri ke Blambangan.

Perang Bayu II
Pada 1 Oktober 1772, setelah hampir satu tahun gagal menyerang Bayu, VOC mengadakan penyerangan lagi ke Bayu.
Songgon yang tidak diduduki sisa pengikut Pangeran Jagapati kembali dijadikan benteng pertahanan untuk
menyerang Bayu. Kapten Heinrich beserta pasukan Expedisi V bergerak dari kota Ulupampang. Pada 5 Oktober 1772,
pagi hari pasukan VOC itu telah berkemah di Sontong. Untuk menghindari sungga Kapten Heinrich memerintahkan
bawahannya membuat jalan dengan cara menumbangkan pepohanan hutan. Kemudian pada Peltu Mirop dan Peltu
Dijkman ditempatkan satu pasukan sebanyak 900 orang untuk menguasai daerah ketinggian sebelah kanan dari
benteng Bayu, dengan dipersenjatai meriam. Sedang Vaandrig Guttenburger dan Koegel, ditempatkan di Sontong.
Kemudian Kapten Heinrich dengan 1.500 orang berikut Vaandrig Ienigen di Sentum berjaga-jaga di posisi antara
ketinggian yang saling dapat berhubungan melalui satu jurang yang menganga di antaranya. Benteng Bayu terkepung
secara ketat.

Dari tanggal 5 sampai 11 Oktober 1772 itu Kapten Heinrich mengadakan konsolidasi dengan elemen-elemen militer
lainnya. Pada tanggal 10 Oktober 1772, Letnan Imdeken meyakinkan Kapten Heinrich bahwa Kapten Heinrich dapat
menerobos, sehingga Kapten itu mengadakan perundingan. Kapten Heinrich memutuskan untuk mulai melakukan
penerobosan.

Pada 11 Oktober 1772 pagi hari, VOC mengerahkan semua kekuatannya menggempur Bayu dengan tembakan-
tembakan meriam. Tetapi selama dua bulan Bapa Endha dapat bertahan bersama 1000 orang pengikutnya yang setia.
Pengiriman perbekalan di pihak VOC cukup lancar karena jalan dari Ulupampang menuju Songgon bebas dari
halangan pejuang Bayu. Sekitar bulan Desember 1772 Bapa Endha dan pejuang Bayu mengalami kekurangan
perbekalan karena bahan makanan yang ada ternyata tak mampu mencukupi kebutuhan semua laskar yang ditarik
dan dipusatkan ke Bayu. Bayu sudah sulit dipertahankan lagi. Namun mereka masih mengadakan perlawanan
sekuatnya. Vaandrig Mierop sesuai dengan perintah komandannya, membuat alarm tipuan pada sayap kanan dengan

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 8/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

membuat api untuk memancing membagi kekuatan musuh supaya tepat didepan dan di sayap kiri Kapten Heinrich.
Kemudian Kapten Heinrich dengan kekuatan intinya 1.500 pasukannya menerobos dan menyerang benteng Bayu dari
sayap kiri tepat pukul 08.00. Benteng Bayu yang amat kuat akhirnya dapat direbut pasukan VOC. Setelah benteng
Bayu dapat direbut VOC merusak dan membakarnya.

Pasukan Kapten Heinrich mendapat rampasan beberapa jenis senjata berupa 1 meriam dan 3 mortir ukuran 4 dim
milik pejuang Bayu. Para prajurit pribumi VOC mendapat rampasan 100 pucuk senjata berlaras panjang dan 200
kuda serta masih banyak lainnya dari dalam benteng Bayu.

Para pejuang Bayu telah meloloskan diri ke daerah pegunungan. Kapten Heinrich telah memerintahkan mengejar
mereka sampai malam hari. Semua milik para pejuang Bayu agar diambil. Pada pagi hari keesokannya juga dilakukan
pengejaran dengan patroli yang kuat. Ternyata memerlukan perjalanan sehari penuh ke pegunungan.

Kapten Heinrich menyuruh bawahannya untuk membunuh para tawanan pria dan memotong kepalanya. kemudian
kepala mereka yang terpotong digantung di pepohanan yang tinggi untuk membuat pejuang Bayu lainnya takut.
Pengejaran terhadap musuh masih terus dilakukan bagi pejuang Bayu lainnya. Atas perintah dari Residen Schophoff,
VOC di Bayu turun tanggal 24 Oktober 1772.[18]

Babad Bayu menceritakan penyerbuan ini sebagai berikut:

Panembahan Madura sanggup memenuhi permintaan VOC Surabaya sebanyak 10.000 orang
Madura. Laskar ini dipimpin oleh Suradiwira. Pasukan Madura barat ini berlayar dan berlabuh di
Panarukan disambut oleh pasukan VOC. Madura timur di Sumenep telah menyiapkan 3.000 orang
laskarnya yang dipimpin langsung oleh Pulangjiwa. Mereka ini berangkat dari pantai Pamaringan
menuju Purwasari di Pantai Jawa. Semuanya bertemu di Panarukan. Esok harinya barisan maju
seperti badai. Bermalam di Bajulmati, malam berikutnya sampailah mereka di kota Ulupampang.

Di Ulupampang Raden Pulangjiwa disambut VOC. VOC menghormatinya dan menyanjung dengan
tembakan meriam. Esok harinya pasukan VOC Madura bergerak maju, gong dan gendhang dipukul.
Di Songgon mereka berkemah dan beristirahat.

Para pejuang Blambangan di Bayu telah mengetahui kedatangan pasukan VOC dan Madura dari
mata-matanya. Raja mereka Pangeran Jagapati sudah meninggal. Pasukan dibagi menjadi dua,
sayap kiri dan sayap kanan. Pimpinan di pegang Keboundha yang perkasa..

Tembakan dimulai diiringi sorak sorai dari kedua belah pihak. Orang Madura banyak yang mati,
banyak yang ditawan. Pertahanan Bayu memang tangguh, tatkala R. Pulangjiwa maju sebutir peluru
Bayu menyambar topinya, peluru lainnya menembus Langlangpasir. R. Pulangjiwa mundur dan
memerintahkan pasukannya untuk membuat benteng bergerak dan setiap mantri diberi tunggul
bambu sebagai pertahanan. Orang Madura mulai menembak lagi, namun pelurunya jauh dari
sasaran. Laskar Bayu membalasnya, setiap pelurunya menewaskan orang Madura yang disasar.
Suradiwira marahnya tak alang-kepalang. Laskarnya diperintahkan supaya menyerang namun
terhalang sungga dan suda. Pulangjiwa dipukul mundur.

Pulangjiwa dan VOC telah menyelesaikan pertahanan mereka. Satu untuk setiap mantri, dan satu
benteng bergerak untuk pasukan. Suara gong, gendhang, tambur, dan biring bergema di langit
ditambah sorak sorai laskar Madura. Pasukan VOC maju di belakang pertahanan mereka yang anti
tembus peluru. Medan perang dekat benteng Bayu sudah bersih dari sungga dan suda, sehingga VOC
dapat membawa meriam-meriam mendekati benteng Bayu. Dengan dilindungi tembakan meriam,
laskar Sumenep dan VOC berhasil memasuki beteng Bayu. Atas perintah VOC, rumah-rumah Bayu
dibakar habis. Benteng Bayu diratakan dengan tanah..

Sedangkan Babad Tawang Alun memberikan gambaran peristiwa ini sebagai berikut:
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 9/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pangeran Sumenep sangat marah mendengar kematian Tumenggung (Alap-alap)nya dalam perang
Bayu pertama. Demikian pula Panembahan Bangkalan juga sangat marah. Karena itu, dia segera
mengerahkan balatentaranya. Baik VOC maupun Madura maju perang ke Bayu. Kedua pihak saling
menombak dan saling menembak. Mengamuklah para pejuang Bayu, sehingga balatentara VOC
banyak yang mati. Kemudian datang lagi 2.000 bala bantuan musuh. Pejuang Bayu kalah dalam
perang. Banyak pejuangnya yang gugur. Lamanya perang Bayu itu selama 2 tahun. Maka takluklah
Bayu. Banyak rakyat kecil yang mati, yang tersisa menyelamatkan diri, mengungsi kehutan belantara
atau ke dalam jurang di hutan pegunungan, sedang yang tertangkap, segera diangkut. Banyak yang
diangkut ke daerah Ulupampang. Selanjutnya dibawa ke barat, terutama para tokohnya dibuang ke
Selong.

Setelah Perang
Pemimpin Blambangan banyak yang menyingkir ke Nusa Barung. Schophoff menyuruh mengirimkan 264 orang
Blambangan ke Surabaya baik pria, wanita dan anak-anak. Sampai tanggal 7 November 1772 sudah 2.505 orang pria
dan wanita yang tertangkap. Schophoff memerintahkan untuk menenggelamkan tahanan laki-laki yang dituduh telah
memakan daging mayat van Schaar. Orang Madura telah merebut para wanita dan anak-anak Blambangan sebagai
hasil rampasan perang. Sebagian dari mereka telah melarikan diri ke dalam hutan, telah meninggal karena kelaparan
dan kesengsaraan yang mereka alami. Sehingga bau mayat-mayat yang membusuk, menggangu sampai jarak yang
jauh. Mereka yang masih hidup menetap di hutan-hutan, membuka perladangan baru di Pucangkerep, Kaliagung,
Petang dan lain-lain. Mereka tetap bersikeras untuk melepaskan diri dari penjajahan VOC.

Perlawanan rakyat dalam bentuk pemberontakan-pemberontakan lokal masih terjadi di berbagai daerah di
Blambangan sampai sepuluh tahun kemudian. Pemberontakan-pemberontakan itu antara lain: Pemberontakan yang
terjadi di Gendoh yang dipimpin oleh Hanggapati. Pemberontakan yang dipimpin oleh Ki Mus Aceh. Pemberontakan
yang dipimpin oleh Pangeran Singo pada tahun 1781 dan sisa-sisa laskar Bayu yang hidupnya masih berpindah-
pindah. Pemberontakan yang dipimpin oleh Mas Sekar pada tahun 1797 yang bermaskud membunuh semua orang
Belanda yang ada di Blambangan. Untuk menghadapi pemberontakan ini Belanda harus mendatangkan lagi bantuan
beberapa kompi tentaranya dari Surabaya dan Semarang. Pemberontakan ini gagal, Mas Sekar tertangkap dan para
pengikutnya banyak yang disiksa dan dibuang ke Semarang. Pemberontakan yang dipimpin oleh Berengos Perada
pada tahun 1800, yang berpusat di Rajekwesi.

Wikkerman (residen di Blambangan pada tahun 1800-1818) melaporkan bahwa sensus penduduk pertama setelah
berdirinya kabupaten Banyuwangi jumlah penduduk belum mencapai 300 keluarga. Akibat perang yang menelan
korban sekitar 60 ribu orang, penduduk Blambangan hanya tersisa sekitar 5 ribu jiwa.[19] Hampir habisnya penduduk
Blambangan akibat perang, pihak VOC mendatangkan tenaga kerja dari luar Blambangan untuk mengolah tanah-
tanah pertanian yang kosong. Mereka ditempatkan di rumah penduduk yang kosong yang ditinggalkan ketika perang.
Akibat kedatangan berbagai macam penduduk dari luar Blambangan, menjadikan Blambangan berpenduduk sangat
majemuk.

Akibat perang, VOC banyak kehilangan sejumlah pejabat dan perwira militernya. Mereka itu adalah Residen Cornelis
van Biesheuvel, Sersan Mayor van Schaar, Letnan Kornet Tinne, Vandrig Ostrousley, Kapten Reygers, dan ratusan
pasukan Eropa. Sebanyak 10 ribu pasukan yang didatangkan oleh VOC dari berbagai daerah untuk menggempur
Blambangan banyak yang tewas. VOC juga mengeluarkan kebijakan untuk menarik simpati agar orang-orang yang
kembali ke Blambangan diberikan hadiah 2,5 rijksdalder ( sekitar 6 gulden). Pada tahun 1773 sebanyak 12 keluarga
berhasil diboyong dari Surabaya ke Banyuwangi, sedangkan sebelumnya sebanyak 285 orang telah menetap di
Blambangan karena motif untuk mendapatkan hadiah uang. VOC juga membebaskan penarikan pajak selama 15
tahun. Baru pada tahun 1786, VOC bisa menerima 9600 pikul beras, persewaan tempat-tempat sarang burung walet,
ikan, teripang, serta kulit mutiara.

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 10/11
9/22/2018 Perang Bayu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Referensi
1. ^ a b c d J.K.J. de Jonge, De Opkomst Van Het Nederlansch Gesag Over Java-XI, ML van Deventer, 1883
2. ^ a b c d e f C. C. Lekkerkerker, Balambangan, Indische Gids II, 1932
3. ^ a b c d e f g I Made Sudjana, Nagari Tawon Madu, Larasan-Sejarah, Kuta-Bali, 2001.
4. ^ a b c d Pangeran Jagapati dalam Perang Bayu (https://hasanbasri08.wordpress.com/2009/11/23/pangeran-jagap
ati-dalam-perang-bayu/) diakses 1 Agustus 2015, 10.51 WIB
5. ^ J.C. Wikkerman, Originele aparte missive van den Gouverneur van den Burg., ARA, VOC 3337
6. ^ Babad Bayu (ditulis pada tahun 1826) pupuh vi 11-20 dalam Winarsih PA, op.cit., hal.153-154.
7. ^ Inventaris Hindoe oudheden III, 1923:123 nomor 2547 dalam C. Leckerkerker, op.cit., hal.1056.
8. ^ Eebidige voordracht…” ARA, VOC 3389 hal. 239-242
9. ^ Memorie totnaricht…” ARA, VOC 3589 hal. 1040
10. ^ a b J.K.J. de Jonge, op.cit., hal. 175, Surat CVD Biesheuvel (Residen) dan Hendrik Schophoff (Wakil Residen)
Blambangan kepada Yang Mulia Penguasa di Surabaya tertanggal Ulupampang, 4 Agustus 1771.
11. ^ Babad Bayu dalam Winarsih PA, op.cit., hal. 227.
12. ^ ARA, VOC 3337 hal. 263-266; “Copie verklaring van Balem-boangsche……”
13. ^ Babad Bayu pupuh v.23-28, dalam Winarsih PA, op.cit., hal. 231.
14. ^ Babad Bayu pupuh v-vi.8, dalam Winarsih PA, op.cit., hal. 231-232.
15. ^ J.C. van Wikkerman, “Copie resolutie…”, ARA, VOC 3416, hal. 150.
16. ^ Ali, Hasan. Sekilas Perang Puputan Bayu, Pemda TK II Kabupaten Banyuwangi, 1997.
17. ^ Babad Bayu dalam Winarsih PA, op.cit.., hal. 239.
18. ^ J.K.J. de Jonge, Ibid., hal 228-230, Berdasarkan surat laporan Kapten Heinrich, komandan pasukan VOC di
Kuta Lateng kepada pada Pieter luzac penguasa VOC di Surabaya, tertanggal Bayu, 12 Oktober 1772 yang
dikirimkan dari markas utama Kompeni di Bayu.
19. ^ F. Epp, Banjoewangi, TNI I/ii/1849, hal. 242-261.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perang_Bayu&oldid=13321151"

Halaman ini terakhir diubah pada 18 November 2017, pukul 00.51.

Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku.
Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Bayu 11/11

Anda mungkin juga menyukai