PENDAHULUAN
Setiap wanita menginginkan proses persalinan berjalan secara normal dan
melahirkan bayi yang sempurna. Proses persalinan dipengaruhi oleh tiga faktor
yang berperan yaitu kekuatan mendorong janin keluar (power) yang meliputi
kekuatan uterus (his), kontraksi otot dinding perut, kontraksi otot dinding perut,
kontraksi diaphragma, dan ligamentum action., faktor lain adalah faktor janin
(passenger) dan faktor jalan lahir (passage). Apabila his normal, tidak ada
gangguan karena kelainan dalam letak atau bentuk janin dan tidak ada kelainan
dalam ukuran dan bentuk jalan lahir maka proses persalinan akan berlangsung
secara normal. Namun apabila salah satu ketiga faktor ini mengalami kelainan,
misalnya keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat, kelainan,
misalnya pada keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat, kelainan
pada bayi atau kelainan jalan lahir maka persalinan tidak dapat berjalan normal
sehingga perlu segera dilakukan persalinan dengan tindakan seperti dengan
ekstraksi vacuum dan forceps untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi dalam
kandungannya. Hal ini sesuai dengan rencana strategis Nasional yang terdapat
dalam pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu: setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrikdan neonatal
mendapatkan pelayanan yang adekuat.1,2
Persalinan tindakan pervaginam dengan ekstraksi pervaginam dengan
ekstraksi vakum atau forcep dilakukan apabila syarat persalinan dipenuhi dan ada
indikasi. Ekstraksi vacum merupakan salah satu dari dua instrumen tindakan dan
ada indikasi. Ekstraksi vacum merupakan salah satu dari dua instrumen tindakan
onstetrik operatif yang bertujuan untuk menolong persalinan melalui jalan lahir
atau pervaginam. Alat ekstraksi vakum terdiri dari mangkuk penghisap, botol
vakum, dan pompa untuk membentuk tekanan negatif. Tindakan ini dilakukan
untuk semua keadaan yang mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi
untuk menjalani persalinan pervaginam dengan bantuan alat. 3
Sebagian besar pertolongan persalinan dengan tindakan disebabkan karena
persalinan lama atau macet. Menurut penelitian di RS Dr. Moch Hoesin,
Palembang tahun 2004-2010, menunjukkan kejadian persalinan tindakan ekstraksi
1|Page
vakum sebanyak 3,46%, dengan indikasi kala II lama (45,33%). Pada penelitian
lainnya yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi selama periode 1 Januari 2011-31
Desember 2011, sebanyak 48 wanita ditolong dengan ekstraksi vakum dan satu
wanita dengan dengan ekstraksi forsep dari 283 persalinan pada wanita hamil
yang berusia lebih dari 35 tahun. Penelitian lainnya yang dilakukan di klinik
Obstetri Gynekologi Kosovo didapatkan persalinan yang menggunakan ekstraksi
vakum sebesar 158 atau (1,74%) dari10742 persalinan, dimana 121 (76,5%) dari
158 kasus ekstraksi vakum tanpa memiliki riwayat aborsi, sebanyak 101 (64%)
wanita dengan melakukan persalinan dengan ekstraksi vakum berusia 21-30
tahun. Pada penelitian tersebut menggambarkan indikasi utama dari tindakan
ekstraksi vakum karena kelelahan seorang ibu pada kala II yang ditemukan pada
115 kasus (72%).2
Persalinan dengan tindakan bertujuan untuk membantu proses persalinan
yang mengalami penyulit, sehingga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan
bayi yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia. Pada periode 2008 sampai dengan 2012 terjadi
penurunan AKI dari 307 kasus per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup dan AKB dari 35 kasus per 1000 kelahiran hidup
menjadi 34 kasus per 1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia, 80% karena komplikasi obstetri dan 20% oleh sebab lainnya.
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
dengan ekstraksi tekanan negatif melalui sebuah cup pada kepala janin sehingga
terbentuk caput buatan. Alat ini dinamakan ekstraksor vakum atau ventouse.
Indikasi dilakukannya ekstraksi vakum ada tiga, yaitu indikasi ibu, indikasi janin
dan indikasi waktu.4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dena Towner seorang
profesor obstetrik dan ginekologi di UC Davis School of medicine dan Medical
Center California sepanjang tahun 2010-2013, didapatkan sebanyak 59.354 bayi
yang lahir dari ekstraksi vakum dari 584.340 persalinan bayi dengan berat badan
bayi normal. Menurut penelitian tersebut, perdarahan intrakranial pada bayi terjadi
pada 1 dari 860 persalinan dengan ekstraksi vakum. Sementara kemungkinan
2|Page
perdarahan intrakranial oleh karena ekstraksi vakum 2 kali dari yang ditemukan
terjadi pada persalinan spontan.4
3|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Indikasi
Indikasi persalinan dengan ekstraksi vakum adalah7 :
1.) Ibu yang mengalami kelelahan tetapi masih mempunyai kekuatan untuk
mengejan
2.) Partus macet pada kala II
3.) Gawat janin
4.) Toksemia gravidarum
5.) Ruptur uteri mengancam.
4|Page
2) Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, mangkuk dapat dipasang pada
belakang kepala, samping kepala ataupun dahi
3) Mangkuk dapat dipasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada
pembukaan 8 – 9 cm, untuk mempercepat pembukaan. Untuk itu dilakukan
tarikan ringan yang kontinu sehingga kepala menekan pada serviks. Tarikan
tidak boleh terlalu kuat untuk menghindari robekan serviks. Disamping itu
mangkuk tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam untuk menghindari
kemungkinan timbulnya perdarahan otak
5|Page
a) Terhadap ibu : robekan serviks atau vagina karena terjepit antara kepala
bayi dan mangkuk
b) Terhadap anak :
- Edema scalp: yang akan hilang dalam 1-2 hari
- Sefal hematom, akan hilang dalam 3-4 hari
- Aberasi dan laserasi kulit kepala
- Perdarahan intrakranial sangat jarang
6|Page
dengan wanita multipara dan juga peningkatan risiko sebesar 2,2 kali
untuk terjadinya robekan perinium
c. Jarak kehamilan dengan sebelumnya
Seorang wanita yang hamil dan melahirkan kembali dengan jarak yang
pendek dari kehamilan sebelumnya, akan memberikan dampak yang yang
buruk terhadap kondisi kesehatan ibu dan bayi. Hal ini disebabkan, karena
bentuk dan fungsi organ reproduksi belum kembali dengan sempurna.
Sehingga fungsinya akan terganggu apabila terjadi kehamilan dan
persalinan kembali. Sedangkan jarak kehamilan yang terlalu jauh
berhubungan dengan bertambahnya umur ibu. Sehingga kekuatan fungsi –
fungsi otot uterus dan otot panggul melemah , hal ini sangat berpengaruh
pada proses persalinan apabila terjadi kehamilan lagi. Kontraksi otot – otot
uterus dan panggul yang lemah menyebabkan kekuatan his pada proses
persalinan tidak adekuat, sehinnga banyak terjadi partus lama
d. Penyulit kehamilan dan persalinan
Seorang ibu yang memiliki penyakit – penyakit kronik sebelum
kehamilan, seperti paru, ginjal, jantung, diabetes melitus dan lainnya akan
sangat mempengaruhi proses kehamilan dan memperburuk keadaan pada
saat proses persalinan. Ibu yang hamil dengan kondisi penyakit ini
termasuk dalam kehamilan resiko tinggi
7|Page
2.1.9 Vacuum Mnemonic
A ANAESTHESIA - Adequate pain relief
ASSISTANCE - Neonatal support
B BLADDER - Bladder empty
C CERVIX - Fully dilated, membranes ruptured
D DETERMINE - Position station and pelvic adequacy
- Think possible shoulder dystocia
E EQUIPMENT - Inspect vacuum cup, pump, tubing, and
check pressur
F FONTANELLE - Position the cup over the posterior
fontanelle
- Sweep finger around cup to clear maternal
tissue
G GENTLE - 100 mmHg initially and between
TRACTION contractions
- Pull with contractions only
- As contraction begins:
Increase pressure to 600 mmHg
Prompt mother to good expulsive
effort
Traction in axis of birth canal
H HALT - No progress with three traction aided
contractions
- Vacuum pops-off three times
- No significant progress after 30 minutes of
assisted vaginal delivery
I INCISION - Consider episiotomy if laceration imminent
J JAW - Remove vacuum when jaw is reachable or
delivery assured
8|Page
Gambar. Peralatan Ektraksi vakum
1. Mangkuk (cup
Mangkuk ini digunakan untuk membuat kaput suksedaneum buatan
sehingga mangkuk dapat mencekam kepala janin. Sekarang ini terdapat
dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang terbuat dari bahan logam dan
plastik. Beberapa laporan menyebutkan bahwa mangkuk plastik kurang
traumatis dibanding dengan mangkuk logam. Mangkuk umumnya
berdiameter 4 cm sampai dengan 6 cm. Pada punggung mangkuk terdapat:
Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk
dengan pipa penghubung
9|Page
Tonjolan landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin
(point of direction) Pada mangkuk bagian depan terdapat
logam/plastik yang berlubang untuk menghisap cairan atau udara.
2. Rantai penghubung
Rantai penghubung tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan
mangkuk dengan pemegang
3. Pipa penghubung
Terbuat dari karet atau plastik yang lentur yang tidak akan berkerut oleh
tekanan negatif. Pipa penghubung berfungsi sebagai penghubung tekanan
negatif mangkuk dengan botol.
4. Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan
cairan yang mungkin ikut tersedot ( air ketuban, lendir serviks, dan darah)
Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran yaitu :
1) Saluran manometer
2) Saluran menuju mangkuk
3) Saluran menuju ke pompa penghisap
4) Pompa penghisap Dapat berupa pompa penghisap manual maupun
listrik.
5) Alat pemegang
10 | P a g e
5. Nilai apakah perlu dilakukan episiotomi, jika episiotomi tidak diperlukan pada
saat pemasangan mangkok, mungkin diperlukan pada saat perineum meregang,
ketika kepala akan lahir.
6. Pastikan tidak ada bagian vagina atau portio yang terjepit
7. Pompa hingga tekanan skala 10 (silastik) atau negatif -0,2 kg/cm2 (Malmstrom)
dan periksa aplikasi mangkok
8. Setelah 2 menit naikkanhingga skala 60 (silastik) atau negatif -0,6 kg/cm2
(malm strom), periksa aplikasi mangkok, tunggu 2 menit lagi.
9. Periksa adakah jaringan vagina yang terjepit, jika ada, turunkan tekanan dan
lepaskan jaringan yang terjepit tersebut
10. Secara mencapai tekanan negatif yang maksimal, lakukan traksi searah dengan
sumbu panggul dan tegak lurus pada mangkok
11. Tarikan dilakukan pada puncak his dengan mengikuti sumbu jalan lahir. Pada
saat penarikan (pada puncak his) minta pasien meneran. Posisi tangan :
tangan luar menarik pengait. Ibu jari tangan dalam pada mangkok, telunjuk
dan jari tengah pada kulit kepala bayi.
12. Tarikan bisa diulangi sampai 3 kali saja
13. Lakukan pemeriksaan di antara kontraksi, denyut jantung janin, aplikasi
mangkok
14. Saat suboksiput sudah berada di bawha simfisis, arahkan tarikan ke atas
hingga lahirlah berturut-turut dahi,muka, dan dagu. Segera lepaskan mangkok
vakum dengan menghilangkan tekanan negatif.
15. Selanjutnya kelahiran bayi dan plasenta dilakukan seperti pertolongan
persalinan normal
16. Eksplorasi jalan lahir dengan menggunakan spekulum sims atas dan bawah
untuk melihat apakah ada robekan pada dinding vagina atau perluasan luka
episiotomi
11 | P a g e
Gambar. Pemasangan mangkok `ekstraksi vakum
12 | P a g e
Faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya persalinan
tindakan antara lain: ukuran panggul sempit, kelainan pada vulva, kelainan
vagina, kelainan serviks uteri dan ovarium
3) Faktor Bayi (passenger)
Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan.
Penyulit persalinan yang disebabkan oleh bayi antara lain
a. Kelainan pada letak kepala
b. Letak sungsang
c. Letak melintang
d. Presentasi ganda
13 | P a g e
serta trakea di anterior, deviasi septum dapat menyebabkan adanya lubang
abnormal antara trakea dan esofagus.6
3. Usus tengah dimulai dari sebelah kaudal tunas hati dan meluas
kepertemuan dua pertiga kanan dan sepertiga kiri kolon tranversum pada
orang dewasa. Usus tengah membentuk lengkung usus primer,
menghasilkan duodenum distal dari muara duktus biliaris, dan berlanjut
hingga ke taut antara dua pertiga proksimal kolon tranversum dengan
sepertiga distalnya. Selama minggu keenam, lengkung tumbuh sedemikian
pesat sehingga menonjol ke dalam tali pusat (herniasi fisiologis). Selama
minggu ke-10, lengkung usus kembali di dalam rongga abdomen. Selagi
proses ini berjalan, lengkung usus tengah berputar 270o berlawanan arah
jarum jam. Sisa duktus vitelinus, kegagalan usus tengah untuk kembali ke
rongga abdomen, malrotasi, stenosis dan duplikasi bagian-bagian usus
adalah kelainan yang umum dijumpai.6 3
4. Usus belakang berjalan dari sepertiga kolon tranversum hingga ke
membrana kloakalis. 6
Usus belakang membentuk bagian dari sepertiga
distal kolon tranversum hingga ke bagian atas kanalis analis; bagian distal
kanalis analis berasal dari ectoderm. Usus belakang, masuk ke bagian
posterior kloaka (bakal analis anorektalis), dan alantois masuk ke bagian
anteriornya (bakal sinus urogenitalis). Pecahnya membrana kloakalis yang
menutupi bagian ini menghasilkan komunikasi ke bagian eksterior bagi
anus dan sinus urogenitalis. Kelainan dalam ukuran regio posterior dan
kloaka menyebabkan bergesernya lubang anus ke arah anterior sehingga
terjadi atresia dan fistula rektovagina dan rektouretra. 6
14 | P a g e
Atresia dan stenosis merupakan penyebab utama obstruksi yang terjadi
pada neonatus. Atresia dan stenosis dapat terjadi di mana saja di sepanjang usus.
Sebagian besar terjadi di duodenum, paling sedikit di kolon, dan sama banyaknya
di jejunum dan ileum (1/1500 kelahiran). Atresia di duodenum atas mungkin
disebabkan oleh tidak terjadinya rekanalisasi. Namun bagian distal duodenum ke
arah kaudal, stenosis dan atresia paling besar kemungkinannya disebabkan oleh
gangguan mendadak vaskular yang menyebabkan iskemik. Peran genetik juga
dapat menyebabkan atresia usus.
15 | P a g e
hamil dengan polihidramnion dapat menentukan adanya sumbatan pada usus
halus, baik berupa atresia, volvulus, dan peritonitis mekoneum. Untuk
mendiagnosisinya dengan cara melihat adanya gambaran pembesaran multipel
dari usus dengan peristaltik yang aktif. Diagnosis dari atresia ileum biasanya
dipastikan dengan pemeriksaan radiologis setelah lahir. Adanya gambaran air
fluid level menunjukkan telah terjadi obstruksi usus pada bayi. Semakin distal
atresia yang terjadi maka semakin tampak pula distensinya. Gambaran dari atresia
ileum adalah gambaran microcolon atau unused colon.Terdapat 4 tipe dari atresia
ileal yaitu:
16 | P a g e
defek dari mesenterium yang berbentuk huruf V. Bagian yang dilatasi
yaitu proksimal sering kali tidak memiliki peristaltik dan sering terjadi
torsi atau distensi dengan nekrosis atau perforasi sebagai kejadian
sekunder,. Panjang keseluruhan dari usus biasanya kurang sedikit dari
normal.
4. Atresia ileum tipe IV
Pada atresia ileum tipe IV terdapat atresia yang multipel dengan
kombinasi dari tipe I sampai dengan tipe III, memiliki gambaran sperti
sosis. Terdapat hubungan dengan faktor genetik, dan tingkat mortalitas
yang lebih tinggi. Multipel atresia dapat terjadi karena iskemia daninfarka
yang terjadi pada banyak tempat, proses inflamasi intrauterin, dan
malformasi dari saluran cerna yang terjadi pada tahap awal proses
embriogenesis.
17 | P a g e
1. Genetik
Kelainan kongenital traktus gastrointestinal dapat disebabkan oleh karena mutasi
gen, perubahan pada tingkat molekul (DNA). Kelainan kongenital traktus
gastrointestinal dapat terjadi hubungan langsung dengan penyimpangan
kromosom. Misalnya atresia duodenum, anular pankreas, malrotasi usus tengah
dan penyakit hirschprung kadang berhubungan dengan sindrom Down. Pada Ibu
multigravida (anak ke-3 atau lebih) mempunyai risiko untuk terjadinya mutasi
yang lebih sering. Mutasi dari 3 jenis gen, NMYC, SOX2 dan CHD7 menyebabkan
terjadinya atresia esofagus. 8
Lebih dari 30% kasus atresia esofagus atau fistula trakeo-esofageal merupakan
penyakit genetik yang mempunyai hubungan dengan penyakit VACTERL
(vertebral, anal, cardiovascular, tracheoesophageal, renal, limb anomalies ).14
2. Lingkungan
Pada lingkungan janin yang mengalami hipoksia, yang disebabkan oleh faktor
rnaternal dan gangguan plasenta atau gangguan pada suplai darah pada sebagian
atau seluruh hasil konsepsi. Hal ini menyebabkan adanya daerah yang mengalami
kematian sel, sehingga sebagian dari traktus gastrointestinal tidak berkembang.15
3. Infeksi Intrauterin
Ibu yang mengalami infeksi virus, seperti rubella, toxoplasmosis, sifiilis, herpes
simpleks, cytomegalovirus, varicella zoster, venezuelan equine encephalitis,
parvovirus B19, pada awal kehamilan dapat mengganggu organogenesis dan
menyebabkan berbagai malformasi. Infeksi yang didapat pada akhir kehamilan
bermanifestasi sebagai penyakit kongenital, bukan sebagai malformasi, misalnya
sifilis kongenital dan toksoplasmosis. 15 Beberapa tanda dan gejala infeksi
intrauterin
Keadaan mirip flu (demam, nyeri otot, serak) 9
Kelenjar limfe membesar atau membengkak, khususnya pada kelenjar
cervical posterior.
Kemerahan pada kuli
Hepatomegali, ikterik pada ibu
18 | P a g e
Ketuban pecah dini
Leukositosis (5.000-18.000 sel/mm3)
Denyut jantung janin >160 kali/menit
Takhikardi ibu (>120 kali/menit)
Mayoritas, infeksi yang terjadi pada ibu mempunya tanda dan gejala yang
tidak jelas atau tidak ada gejala. Oleh karena itu, perlu dipastikan dengan tes
serologi.
4. Usia Ibu
Sebuah hasil penelitian di Singleton, ibu yang mengandung bayi di saat
umur >35 tahun mempunyai risiko 1% lebih besar untuk mengalami kelainan
kongenital daripada kelompok umur <25 tahun. Untuk kelompok usia >40 tahun,
risikonya naik sebesar 2,5% dari kelompok umur <25 tahun. Kejadian kelainan
jantung, club foot, dan hernia diafragma akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan ibu. Makin bertambahnya usia ibu ketika hamil,
akan meningkatkan terjadinya kromosom abnormal. 18,19
5. Penggunaan Obat
Interaksi antara pseudoephedrine dan acetaminophen kemungkinan dapat
menyebabkan perkembangan dari gastroschisis dan atresia usus. Zat teratogenik
yang dikonsumsi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-8 akan menyebabkan
defek. Waktu pengonsumsian akan menyebabkan adanya defek itu terjadi, dimana
pertumbuhan janin yang cepat dan sensitif sedang berlangsung.13,15,20
7. Merokok
19 | P a g e
Merokok adalah salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan kelainan
kongenital traktus gastrointestinal, atresia esofagus. Darah yang mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk mengikat karbon monoksida daripada oksigen
sehingga menyebabkan peredaran oksigen ke janin menurun dan menyebabkan
hipoksia pada janin. 22
8. Obesitas Maternal
Obesitas maternal akan meningkatkan faktor risiko terjadinya anomali
kongenital. Obesitas maternal akan menyebabkan defek tuba neuralis, kelainan
jantung bawaan, omphalocele. Obesitas maternal berhubungan dengan terjadinya
defisiensi nutrisi, salah satunya asam folat yang berperan dalam embriogenesis. 3
10. Prematur
Pada bayi yang lahir kurang dari 37 minggu, dimana traktus
gastrointestinal belum mengalami perkembangan yang sempurna, dapat
meningkatkan terjadinya kelainan kongenital traktus gastrointestinal, contohnya
adalah atresia esofagus.
20 | P a g e
1.1. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan
28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-
2.500 gram.
1.2. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-
40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
1.3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
Penelitian Prabawa (1998) menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan
kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).36
3. Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu penderita
diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering daripada
bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari ibu
dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk
menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube
defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6% untuk
timbulnya celah bibir dan PJB dari ibu penderita epilepsi.2,9,11,
g. Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita
21 | P a g e
diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih
besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
h. Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada
orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang
mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya.
i.Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya
defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat
menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
j. Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.
2.7. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara
lain:
2.7.1. Penelaahan Prenatal
22 | P a g e
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus,
varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi,
kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.
23 | P a g e
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1.Identitas Pasien
No. Rekam Medik : 22 35 01
Nama Penderita : Ny. P.P.
Umur : 32 Tahun
Alamat : Kotaraja
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Serui
Tanggal MRS : 30-1-2016
Tanggal KRS : 2-2-2016
2.2. Anamnesa
2.2.1 Keluhan utama
Mules-mules sejak ± 10 jam SMRS
24 | P a g e
2.2.3 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Asma (-), HT (-), DM (-), allergy(-), TBC (-), hepatitis (-), HIV (-) .
25 | P a g e
Ekstremitas : akral hangat, anemis (-), udem (-)
2.3.2 Status obstetric:
TFU 38 cm, DJJ 131 x/m, puki, kepala, 2/5, His 4/10 mnt/40-45 detik
I : v/u bloody show
Io : portio licin, oue terbuka, flour (-), fluxus (+), valsava (-),
VT : portio lunak, tipis, anterior, Ø 7 cm, ketuban (+), kepala H III.
CTG
Frekuensi dasar : 150 bpm
Variabilitas : Normal, 5-25 dpm
Akselerasi : Ada, 1 kali/ 10 menit
Deselerasi : Tidak ada
His : Ada, > 2x/10 menit
Gerak janin : Ada, >2x/10 menit
Kesan : Kategori I
2.4.Pemeriksaan Penunjang
DARAH LENGKAP
29 Januari 2016
WBC 9,8x103/mm3
RBC 4.95x106/mm3
HCT 32,2%
PLT 239x103/mm3
26 | P a g e
2.5. Hasil USG
USG : Janin presentasi kepala tunggal hidup, plasenta di fundus maturasi
grade III
Biometri janin: BPD 94,4 / HC 34,4 / AC 40,12 / FL 76,2 / EFW 3910 gram/
AFI 8,5/ SDAU 2,61 ~ 39 wga. Tidak didapatkan gambaran pelebaran
ventrikel.
Pada abdomen, potongan transversa dan sagital, didapatkan kecurigaan suatu
obstruksi/ atresia pada jejunoileal. Tidak ditemukan gambaran hidrops fetalis
27 | P a g e
2.6.Resume
Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Sentani, Pasien mengaku hamil 9
bulan, HPHT 22-04-2015 TP: 29-1-2016 ~ hamil 39+4 minggu. Selama ini pasien
memeriksakan kehamilan di Puskesmas Sentani 3 kali dan 1 kali di dokter
Spesialis Kandungan. Dilakukan pemeriksaan USG pada tanggal 25 Januari 2016,
dikatakan janin dengan kecurigaan hidrocephalus dan hidrops fetalis. Riwayat
suntikan TT disangkal. Pasien datang dengan keluhan mules-mules sejak ± 10 jam
SMRS. Keluar air-air disangkal, keluar lendir darah sejak 7 jam SMRS, gerakan
janin dirasakan aktif. Riwayat keputihan disangkal, gerak janin dirasakan aktif.
Status obstetrik ditemukan TFU 38 cm, punggung kiri, presentasi kepala, 2/5, DJJ
: 131 x/m, His 4x/10’/40-45”, TBJ 3910 gram, pada inspeksi v/u tidak ditemukan
kelainan, VT : portio tipis lunak, anterior, θ 7 cm, ketuban (+), kepala hodge III.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan darah lengkap (HB 10,6 g/dl, THR
239.000 m/mm3, HCT 32.2%, Wbc 9800 m/mm3 ).
2.7.Diagnosa awal
PK I aktif G4P3A0 hamil 39-40 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup,
janin dengan kecurigaan atresia jejunoileal, air ketuban berkurang
28 | P a g e
2.8. Penatalaksanaan
- Hemodinamik ibu dan janin ( KU/TTV/DJJ/his per 30 menit)
- Observasi kemajuan persalinan
- Rencana persalinan spontan pervaginam
- Nilai ulang kemajuan persalinan 3 jam kemudian
2.9 Observasi
Hari/ S O A P
Tanggal
29 | P a g e
Tgl 30-1-2016 mules ku: baik kes: cm
jam 09.50 bertambah TD: 110/80 mmHg, N: 82x/m,
PK I aktif pada Ibu dipimpin
sering, Rr: 20 x/m, Sb: 36,70C.
G4P3A0 hamil meneran sesuai
gerakan Status generalis : dalam batas
39-40 minggu, datangnya HIS
aktif. Keluar normal
janin presentasi
air-air
Status obstetric: his kepala tunggal
spontan
4x/10’/45” DJJ: 138 dpm hidup, janin
dengan
I: v/u tenang, perdarahan aktif
kecurigaan
(-)
atresia
VT: Ø lengkap, ketuban (-), jejunoileal, air
kepala hodge III ketuban
berkurang.
30 | P a g e
jejunoileal atresia
Dilakukan
penjahitan pada
luka episiotomi
2.9.Diagnosa Akhir
P4A0 post partum per vaginam dengan ekstrasi vakum a/i ibu kelelahan, rupture
perineum grade II-episiotomy dengan perineoraphy, bayi dengan atresia
jejunoileal
31 | P a g e
- As.Mefenamat 3x500 mg
- Sulfat Ferros 1x1 tab
2.11. Prognosis
- Qua ad vitam : ad bonam
- Qua ad funtionam : dubia ad bonam
- Qua ad sanationam : dubia ad bonam
32 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
1. Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sudah benar?
Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 30 januari 2015, Ny. P.P umur
32 tahun, datang dengan keluhan mules-mules ± 10 SMRS. Pasien mengaku
hamil 9 bulan, HPHT /22/04/2015, TP : 29/1/2016 hamil 39 minggu.
Memeriksakan kehamilan di puskesmas sentani 3 kali, dan ke dokter spesialis
kandungan 1x. Pasien di USG 1x, dikatakan janin memiiki kelainan
kongenital yaitu hidrochepalus dan hidrops foetalis. suntik TT (-). Keluar air-
air belum ada SMRS, keluar lendir darah (+), keputihan (+), gatal(+), bau(-),
gerak janin dirasakan aktif. Status obstetric ditemukan TFU 38 cm, PU-KI,
presentasi kepala, DJJ : 131 x/m, TBJ 4030 gr, pada inspeksi v/u tidak
ditemukan kelainan, VT : portio tipis lunak, anterior, θ 7 cm, ketuban (+),
kepala hodge III. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan darah lengkap (HB
10,6 g/dl, THR 239.000 m/mm3, HCT 32.2%, Wbc 9800 m/mm3 ). Hasil
USG: Janin presentasi kepala tunggal hidup, plasenta di fundus maturasi grade
III, Biometri janin: BPD 94,4 / HC 34,4 / AC 33,82 / FL 76,2 / EFW 3910
gram/ AFI 8,5/ ICA SDAU 2,61 ~ 39 wga. Tidak didapatkan gambaran
pelebaran ventrikel. Dimana hal ini merupakan tanda bahwa janin tidak
mengalami hidrochepalus dan tidak ditemukannya edema pada minimal 2
kompartemen dari hasil USG membuktikan tidak adanya hidrops foetalis pada
janin.
Pada abdomen, potongan transversa dan sagital, didapatkan kecurigaan suatu
obstruksi/ atresia pada jejunoileal. Dimana ditemukannya gambaran double
buble yang lebih dari 3.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien ini dapat didiagnosis awal dengan PK I aktif G4P3A0 hamil 39-40
minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup, janin dengan kecurigaan
atresia jejunoileal, dengan air ketuban berkurang.
Pada kasus ini janin dikatakan suspect jejunum ileal atresia berdasarkan
gambaran USG sesuai dengan literatur bahwa ditemukan gambaran bubble
yang lebih dari 2. 1
33 | P a g e
Pada kasus ini tidak ditemukan adanya polihidramnion pada USG, karena
dari literature didapatkan Gejala klinis dari atresia ileum jejunum dengan
polihidramnion pada kehamilan (15%), muntah hijau (81%), distensi
abdomen (98%), kuning (20%), dan tidak keluarnya mekoneum dalam 24 jam
pertama setelah lahir (71%).USG pada ibu hamil dengan polihidramnion
dapat menentukan adanya sumbatan pada usus halus, baik berupa atresia,
volvulus, dan peritonitis mekoneum dan juga dilatasi dari usus yang besar. 6
Untuk mendiagnosisnya dengan cara melihat adanya gambaran
pembesaran multipel dari usus dengan peristaltik yang aktif. Diagnosis dari
atresia ileum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan radiologis. Adanya
gambaran pembesaran usus halus, dan adanya gambaran airfluid level
menunjukkan telah terjadi obstruksi usus pada bayi. Semakin distal atresia
yang terjadi semakin tampak pula distensinya. Gambaran dari atresia ileum
pada colon adalah gambaran microcolon atau unused colon.5
Terjadinya kondisi iskemik tidak hanya menyebabkan abnormalitas dari
morfologi, tetapi juga mempengaruhi struktur dan fungsi dari usus bagian
proksimal dan distal yang tersisa. Bagian proksimal dari atresia mengalami
dilatasi dan hipertrofi dengan gambaran histologi.
34 | P a g e
dilakukan ekstraksi vakum. Dimana Indikasi persalinan dengan ekstraksi vakum
adalah7 :
1.) Ibu yang mengalami kelelahan tetapi masih mempunyai kekuatan untuk
mengejan
2.) Partus macet pada kala II
3.) Gawat janin
4.) Toksemia gravidarum
5.) Ruptur uteri mengancam.
Dan Karena indikasi ibu yang kelelahan dan syarat ekstraksi vakum telah
terpenuhi maka dilakukan persalinan secara ekstraksi vakum pada kasus ini,
diantaranya:
1. Presentasi belakang kepala / verteks
2. Janin cukup bulan
3. Pembukaan lengkap
4. Penurunan kepala janin boleh pada Hodge III-IV4
.
35 | P a g e
BAB IV
KESIMPULAN
1. Persalinan per vaginam sangat ditentukan oleh power, passage dan
passanger.
2. Kelainan kongenital dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
genetik, infeksi selama kehamilan, gizi ibu, obat-obatan.
3. Kelainan kongenital Atresia ileojejunal tidak diharuskan untuk
persalinan secara Sectio cesarea
36 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
37 | P a g e
14. Chan GW, Mandel SJ. Therapy Insight: management of Graves’ disease
during pregnancy. Nature clinical practice endocrinology & metabolism
2007;3:470-8.
38 | P a g e
39 | P a g e