Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
Setiap wanita menginginkan proses persalinan berjalan secara normal dan
melahirkan bayi yang sempurna. Proses persalinan dipengaruhi oleh tiga faktor
yang berperan yaitu kekuatan mendorong janin keluar (power) yang meliputi
kekuatan uterus (his), kontraksi otot dinding perut, kontraksi otot dinding perut,
kontraksi diaphragma, dan ligamentum action., faktor lain adalah faktor janin
(passenger) dan faktor jalan lahir (passage). Apabila his normal, tidak ada
gangguan karena kelainan dalam letak atau bentuk janin dan tidak ada kelainan
dalam ukuran dan bentuk jalan lahir maka proses persalinan akan berlangsung
secara normal. Namun apabila salah satu ketiga faktor ini mengalami kelainan,
misalnya keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat, kelainan,
misalnya pada keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat, kelainan
pada bayi atau kelainan jalan lahir maka persalinan tidak dapat berjalan normal
sehingga perlu segera dilakukan persalinan dengan tindakan seperti dengan
ekstraksi vacuum dan forceps untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi dalam
kandungannya. Hal ini sesuai dengan rencana strategis Nasional yang terdapat
dalam pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu: setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrikdan neonatal
mendapatkan pelayanan yang adekuat.1,2
Persalinan tindakan pervaginam dengan ekstraksi pervaginam dengan
ekstraksi vakum atau forcep dilakukan apabila syarat persalinan dipenuhi dan ada
indikasi. Ekstraksi vacum merupakan salah satu dari dua instrumen tindakan dan
ada indikasi. Ekstraksi vacum merupakan salah satu dari dua instrumen tindakan
onstetrik operatif yang bertujuan untuk menolong persalinan melalui jalan lahir
atau pervaginam. Alat ekstraksi vakum terdiri dari mangkuk penghisap, botol
vakum, dan pompa untuk membentuk tekanan negatif. Tindakan ini dilakukan
untuk semua keadaan yang mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi
untuk menjalani persalinan pervaginam dengan bantuan alat. 3
Sebagian besar pertolongan persalinan dengan tindakan disebabkan karena
persalinan lama atau macet. Menurut penelitian di RS Dr. Moch Hoesin,
Palembang tahun 2004-2010, menunjukkan kejadian persalinan tindakan ekstraksi

1|Page
vakum sebanyak 3,46%, dengan indikasi kala II lama (45,33%). Pada penelitian
lainnya yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi selama periode 1 Januari 2011-31
Desember 2011, sebanyak 48 wanita ditolong dengan ekstraksi vakum dan satu
wanita dengan dengan ekstraksi forsep dari 283 persalinan pada wanita hamil
yang berusia lebih dari 35 tahun. Penelitian lainnya yang dilakukan di klinik
Obstetri Gynekologi Kosovo didapatkan persalinan yang menggunakan ekstraksi
vakum sebesar 158 atau (1,74%) dari10742 persalinan, dimana 121 (76,5%) dari
158 kasus ekstraksi vakum tanpa memiliki riwayat aborsi, sebanyak 101 (64%)
wanita dengan melakukan persalinan dengan ekstraksi vakum berusia 21-30
tahun. Pada penelitian tersebut menggambarkan indikasi utama dari tindakan
ekstraksi vakum karena kelelahan seorang ibu pada kala II yang ditemukan pada
115 kasus (72%).2
Persalinan dengan tindakan bertujuan untuk membantu proses persalinan
yang mengalami penyulit, sehingga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan
bayi yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia. Pada periode 2008 sampai dengan 2012 terjadi
penurunan AKI dari 307 kasus per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup dan AKB dari 35 kasus per 1000 kelahiran hidup
menjadi 34 kasus per 1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia, 80% karena komplikasi obstetri dan 20% oleh sebab lainnya.
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
dengan ekstraksi tekanan negatif melalui sebuah cup pada kepala janin sehingga
terbentuk caput buatan. Alat ini dinamakan ekstraksor vakum atau ventouse.
Indikasi dilakukannya ekstraksi vakum ada tiga, yaitu indikasi ibu, indikasi janin
dan indikasi waktu.4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dena Towner seorang
profesor obstetrik dan ginekologi di UC Davis School of medicine dan Medical
Center California sepanjang tahun 2010-2013, didapatkan sebanyak 59.354 bayi
yang lahir dari ekstraksi vakum dari 584.340 persalinan bayi dengan berat badan
bayi normal. Menurut penelitian tersebut, perdarahan intrakranial pada bayi terjadi
pada 1 dari 860 persalinan dengan ekstraksi vakum. Sementara kemungkinan

2|Page
perdarahan intrakranial oleh karena ekstraksi vakum 2 kali dari yang ditemukan
terjadi pada persalinan spontan.4

3|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraksi vakum


Ekstraksi vakum Adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan
ekstraksi tekanan negatif dengan menggunakan ekstraktor vakum dari Malstrom.14
Persalinan dengan ekstraksi vakum dilakukan apabila ada indikasi persalinan dan
syarat persalinan terpenuhi. 6

2.1.1 Indikasi
Indikasi persalinan dengan ekstraksi vakum adalah7 :
1.) Ibu yang mengalami kelelahan tetapi masih mempunyai kekuatan untuk
mengejan
2.) Partus macet pada kala II
3.) Gawat janin
4.) Toksemia gravidarum
5.) Ruptur uteri mengancam.

2.1.2 Syarat ekstraksi vakum


Persalinan dengan indikasi tersebut dapat dilakukan dengan ekstraksi
vakum dengan catatan persyaratan persalinan pervaginam memenuhi. Syarat
untuk melakukan ekstraksi vakum adalah sebagai berikut :
1.) Presentasi belakang kepala / verteks
2.) Janin cukup bulan
3.) Pembukaan lengkap
4.) Penurunan kepala janin boleh pada Hodge III-IV 8

2.1.3 Keuntungan ekstraksi vakum

Keuntungan ekstraksi vakum dibandingkan ekstraksi forseps antara lain adalah7 :


1) Mangkuk dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, Hodge III atau
kurang dengan demikian mengurangi frekuensi seksio sesare

4|Page
2) Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, mangkuk dapat dipasang pada
belakang kepala, samping kepala ataupun dahi
3) Mangkuk dapat dipasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya pada
pembukaan 8 – 9 cm, untuk mempercepat pembukaan. Untuk itu dilakukan
tarikan ringan yang kontinu sehingga kepala menekan pada serviks. Tarikan
tidak boleh terlalu kuat untuk menghindari robekan serviks. Disamping itu
mangkuk tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam untuk menghindari
kemungkinan timbulnya perdarahan otak

2.1.4 Kerugian ekstraksi vakum

1) Memerlukan waktu lebih lama untuk pemasangan mangkuk sampai dapat


ditarik relatif lebih lama daripada forseps (+ 10 menit) cara ini tidak dapat
dipakai apabila ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti
misalnya pada fetal distres (gawat janin).17
2) Kelainan janin yang tidak segera terlihat (neurologis).14
3) Tidak dapat digunakan untuk melindungi kepala janin preterm. 10
4) Memerlukan kerjasama dengan ibu yang bersalin untuk mengejan.14

2.1.5 Beberapa ketentuan mengenai ekstraksi vakum

1) Mangkuk tidak boleh dipasang pada ubun – ubun besar


2) Penurunan tekanan harus berangsur – angsur
3) Mangkuk dengan tekanan negatif tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
4) Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibu
mengedan
5) Apabila kepala masih agak tinggi (H III) sebaiknya dipasang mangkuk
yang terbesar
6) Mangkuk tidak boleh dipasang pada muka bayi
7) Vakum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi prematur.17

2.1.6 Komplikasi ekstraksi vakum

5|Page
a) Terhadap ibu : robekan serviks atau vagina karena terjepit antara kepala
bayi dan mangkuk
b) Terhadap anak :
- Edema scalp: yang akan hilang dalam 1-2 hari
- Sefal hematom, akan hilang dalam 3-4 hari
- Aberasi dan laserasi kulit kepala
- Perdarahan intrakranial sangat jarang

2.1.7 Karakteristik ibu yang bersalin dengan ekstraksi vakum


A. faktor ibu
a. Umur
Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim , organ - organ reproduksi
belum berfungsi dengan sempurna. Akibatnya apabila ibu hamil pada
umur ini mungkin mengalami persalinan lama atau macet, karena ukuran
kepala bayi lebih besar sehingga tidak dapat melewati panggul. Selain itu,
kekuatan otot – otot perinium dan otot – otot perut belum bekerja secara
optimal sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet yang
memerlukan tindakan seperti ektraksi vakum dan forseps.24
Sedangkan pada umur ibu yang lebih dari 35 tahun,kesehatan ibu
sudah mulai menurun seperti terjadinya tekanan darah tinggi, gestasional
diabetes (diabetes yang berkembang selama kehamilan), jalan lahir kaku,
sehingga rigiditas tinggi
b. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu. Pada ibu dengan primipara
(wanita yang melahirkan bayi hidup pertama kali) kemungkinan terjadinya
kelainan dan komplikasi cukup besar baik pada kekuatan his (power),
jalan lahir (passage) dan kondisi janin (passager) karena pengalaman
melahirkan belum pernah dan informasi yang kurang tentang persalinan
dapat pula mempengaruhi proses pesalinan. Wanita nulipara (belum
pernah melahirkan bayi hidup) mempunyai peningkatan risiko sebesar 5,6
kali untuk persalinan dengan bantuan ekstraksi vakum dibandingkan

6|Page
dengan wanita multipara dan juga peningkatan risiko sebesar 2,2 kali
untuk terjadinya robekan perinium
c. Jarak kehamilan dengan sebelumnya
Seorang wanita yang hamil dan melahirkan kembali dengan jarak yang
pendek dari kehamilan sebelumnya, akan memberikan dampak yang yang
buruk terhadap kondisi kesehatan ibu dan bayi. Hal ini disebabkan, karena
bentuk dan fungsi organ reproduksi belum kembali dengan sempurna.
Sehingga fungsinya akan terganggu apabila terjadi kehamilan dan
persalinan kembali. Sedangkan jarak kehamilan yang terlalu jauh
berhubungan dengan bertambahnya umur ibu. Sehingga kekuatan fungsi –
fungsi otot uterus dan otot panggul melemah , hal ini sangat berpengaruh
pada proses persalinan apabila terjadi kehamilan lagi. Kontraksi otot – otot
uterus dan panggul yang lemah menyebabkan kekuatan his pada proses
persalinan tidak adekuat, sehinnga banyak terjadi partus lama
d. Penyulit kehamilan dan persalinan
Seorang ibu yang memiliki penyakit – penyakit kronik sebelum
kehamilan, seperti paru, ginjal, jantung, diabetes melitus dan lainnya akan
sangat mempengaruhi proses kehamilan dan memperburuk keadaan pada
saat proses persalinan. Ibu yang hamil dengan kondisi penyakit ini
termasuk dalam kehamilan resiko tinggi

2.1.8 Persiapan ektrakasi vakum


Persiapan ekstraksi vakum untuk mencapai hasil yang optimal yaitu 16:
a) Persiapan untuk ibu
 Duk steril untuk menutupi bagian operasi
 Desinfektan ringan non iritan di bagian tempat operasi
 Pengosongan vesika urinaria.
b) Persiapan untuk bayi
 Alat resusitasi
 Partus pak
 Tempat plasenta.15

7|Page
2.1.9 Vacuum Mnemonic
A ANAESTHESIA - Adequate pain relief
ASSISTANCE - Neonatal support
B BLADDER - Bladder empty
C CERVIX - Fully dilated, membranes ruptured
D DETERMINE - Position station and pelvic adequacy
- Think possible shoulder dystocia
E EQUIPMENT - Inspect vacuum cup, pump, tubing, and
check pressur
F FONTANELLE - Position the cup over the posterior
fontanelle
- Sweep finger around cup to clear maternal
tissue
G GENTLE - 100 mmHg initially and between
TRACTION contractions
- Pull with contractions only
- As contraction begins:
 Increase pressure to 600 mmHg
 Prompt mother to good expulsive
effort
 Traction in axis of birth canal
H HALT - No progress with three traction aided
contractions
- Vacuum pops-off three times
- No significant progress after 30 minutes of
assisted vaginal delivery
I INCISION - Consider episiotomy if laceration imminent
J JAW - Remove vacuum when jaw is reachable or
delivery assured

2.1.10 Susunan ekstraktor vakum


Susunan terdiri dari

8|Page
Gambar. Peralatan Ektraksi vakum

1. Mangkuk (cup
Mangkuk ini digunakan untuk membuat kaput suksedaneum buatan
sehingga mangkuk dapat mencekam kepala janin. Sekarang ini terdapat
dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang terbuat dari bahan logam dan
plastik. Beberapa laporan menyebutkan bahwa mangkuk plastik kurang
traumatis dibanding dengan mangkuk logam. Mangkuk umumnya
berdiameter 4 cm sampai dengan 6 cm. Pada punggung mangkuk terdapat:
 Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
 Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk
dengan pipa penghubung

9|Page
 Tonjolan landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin
(point of direction) Pada mangkuk bagian depan terdapat
logam/plastik yang berlubang untuk menghisap cairan atau udara.

2. Rantai penghubung
Rantai penghubung tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan
mangkuk dengan pemegang
3. Pipa penghubung
Terbuat dari karet atau plastik yang lentur yang tidak akan berkerut oleh
tekanan negatif. Pipa penghubung berfungsi sebagai penghubung tekanan
negatif mangkuk dengan botol.
4. Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan
cairan yang mungkin ikut tersedot ( air ketuban, lendir serviks, dan darah)
Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran yaitu :
1) Saluran manometer
2) Saluran menuju mangkuk
3) Saluran menuju ke pompa penghisap
4) Pompa penghisap Dapat berupa pompa penghisap manual maupun
listrik.
5) Alat pemegang

2.1.11 Cara melakukan ektraksi vakum


1. Persetujuan tindakan medis
2. Persiapkan alat-alat sebelum tindakan: untuk pasien, penolong dan bayi.
3. Periksa dalam untuk menilai posisi kepala bayi dengan meraba sutura sagitalis
dan ubun-ubun kecil
4. Masukkan mangkok vakum melalui introitus vagina secara miring dan pasang
pada kepala bayi dengan titik tengah mangkok pada sutura sagitalis ± 1cm
anterior dari ubun-ubun kecil dan menjauhi ubun-ubun besar

10 | P a g e
5. Nilai apakah perlu dilakukan episiotomi, jika episiotomi tidak diperlukan pada
saat pemasangan mangkok, mungkin diperlukan pada saat perineum meregang,
ketika kepala akan lahir.
6. Pastikan tidak ada bagian vagina atau portio yang terjepit
7. Pompa hingga tekanan skala 10 (silastik) atau negatif -0,2 kg/cm2 (Malmstrom)
dan periksa aplikasi mangkok
8. Setelah 2 menit naikkanhingga skala 60 (silastik) atau negatif -0,6 kg/cm2
(malm strom), periksa aplikasi mangkok, tunggu 2 menit lagi.
9. Periksa adakah jaringan vagina yang terjepit, jika ada, turunkan tekanan dan
lepaskan jaringan yang terjepit tersebut
10. Secara mencapai tekanan negatif yang maksimal, lakukan traksi searah dengan
sumbu panggul dan tegak lurus pada mangkok
11. Tarikan dilakukan pada puncak his dengan mengikuti sumbu jalan lahir. Pada
saat penarikan (pada puncak his) minta pasien meneran. Posisi tangan :
tangan luar menarik pengait. Ibu jari tangan dalam pada mangkok, telunjuk
dan jari tengah pada kulit kepala bayi.
12. Tarikan bisa diulangi sampai 3 kali saja
13. Lakukan pemeriksaan di antara kontraksi, denyut jantung janin, aplikasi
mangkok
14. Saat suboksiput sudah berada di bawha simfisis, arahkan tarikan ke atas
hingga lahirlah berturut-turut dahi,muka, dan dagu. Segera lepaskan mangkok
vakum dengan menghilangkan tekanan negatif.
15. Selanjutnya kelahiran bayi dan plasenta dilakukan seperti pertolongan
persalinan normal
16. Eksplorasi jalan lahir dengan menggunakan spekulum sims atas dan bawah
untuk melihat apakah ada robekan pada dinding vagina atau perluasan luka
episiotomi

11 | P a g e
Gambar. Pemasangan mangkok `ekstraksi vakum

2.1.12 Kegagalan ekstraksi vakum


1. Kepala tidak turun pada tarikan
2. Jika tarikan sudah tiga kali dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah
30 menit, mangkok terlepas pada tiga tarikan pada tekanan maksimum

2.2 Faktor – faktor yang berperan dalam proses persalinan


Faktor – faktor yang berperan dalam proses persalinan adalah faktor yang
berasal dari kondisi ibu sendiri dalam menghadapi persalinan dan kondisi janin
dalam kandungan, yaitu :
1) Faktor kekuatan atau his (power)
His yang baik terdiri dari kontraksi yang simetris, adanya dominasi di
fundus uteri, dan sesudah itu terjadi relaksasi. Kesulitan dalam proses
persalinan karena kelainan his yaitu karena his yang tidak normal,
sehingga menghambat kelancaran proses persalinan. Faktor yang
memegang peran penting dalam kekuatan his antara lain faktor herediter,
emosi, ketakutan, salah pimpin persalinan
2) Faktor Jalan lahir (passege)

12 | P a g e
Faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya persalinan
tindakan antara lain: ukuran panggul sempit, kelainan pada vulva, kelainan
vagina, kelainan serviks uteri dan ovarium
3) Faktor Bayi (passenger)
Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan.
Penyulit persalinan yang disebabkan oleh bayi antara lain
a. Kelainan pada letak kepala
b. Letak sungsang
c. Letak melintang
d. Presentasi ganda

2.3 Embriogenesis Traktus Gastrointestinal


Akibat pelipatan mudigah ke arah sefalokaudal dan lateral, sebagian dari
rongga yolk-sac yang dilapisi oleh endoderm masuk ke dalam mudigah untuk
membentuk usus primitif. Dua bagian lain dari rongga yang dilapisi endoderm ini,
yolk-sac dan alantois, tetap berada di luar mudigah.6 Di bagian sefalik dan kaudal
mudigah, usus primitif membentuk sebuah saluran buntu, masing-masing adalah
usus depan dan usus belakang. Bagian tengah, usus tengah, untuk sementara tetap
berhubungan dengan yolk-sac melalui ductus vitelinus atau yolk-sac.6
Perkembangan usus primitif dan turunan-turunan biasanya dibahas dalam empat
bagian:
1. Usus faring atau faring yang berjalan dari membrana bukofaringealis
hingga divertikulum trakeobronkus; karena sangat penting untuk
pembentukan kepala dan leher.12
2. Usus depan terletak kaudal dari tabung faring dan berjalan ke kaudal
sejauh tunas hati. Usus depan membentuk esofagus, trakea dan tunas paru,
lambung dan duodenum proksimal dari muara duktus biliaris. Selain itu,
terbentuk hati, pancreas dan perangkat saluran empedu dari pertumbuhan
epitel endoderm bagian atas duodenum. Karena bagian atas usus depan
dibagi oleh suatu septum, menjadi esofagus di posterior dan tunas paru

13 | P a g e
serta trakea di anterior, deviasi septum dapat menyebabkan adanya lubang
abnormal antara trakea dan esofagus.6
3. Usus tengah dimulai dari sebelah kaudal tunas hati dan meluas
kepertemuan dua pertiga kanan dan sepertiga kiri kolon tranversum pada
orang dewasa. Usus tengah membentuk lengkung usus primer,
menghasilkan duodenum distal dari muara duktus biliaris, dan berlanjut
hingga ke taut antara dua pertiga proksimal kolon tranversum dengan
sepertiga distalnya. Selama minggu keenam, lengkung tumbuh sedemikian
pesat sehingga menonjol ke dalam tali pusat (herniasi fisiologis). Selama
minggu ke-10, lengkung usus kembali di dalam rongga abdomen. Selagi
proses ini berjalan, lengkung usus tengah berputar 270o berlawanan arah
jarum jam. Sisa duktus vitelinus, kegagalan usus tengah untuk kembali ke
rongga abdomen, malrotasi, stenosis dan duplikasi bagian-bagian usus
adalah kelainan yang umum dijumpai.6 3
4. Usus belakang berjalan dari sepertiga kolon tranversum hingga ke
membrana kloakalis. 6
Usus belakang membentuk bagian dari sepertiga
distal kolon tranversum hingga ke bagian atas kanalis analis; bagian distal
kanalis analis berasal dari ectoderm. Usus belakang, masuk ke bagian
posterior kloaka (bakal analis anorektalis), dan alantois masuk ke bagian
anteriornya (bakal sinus urogenitalis). Pecahnya membrana kloakalis yang
menutupi bagian ini menghasilkan komunikasi ke bagian eksterior bagi
anus dan sinus urogenitalis. Kelainan dalam ukuran regio posterior dan
kloaka menyebabkan bergesernya lubang anus ke arah anterior sehingga
terjadi atresia dan fistula rektovagina dan rektouretra. 6

2.4 Kelainan Kongenital Traktus Gastrointestinal


Kelainan kongenital traktus gastrointestinal adalah kelainan yang terjadi pada
traktus gastrointestinal dan sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh
faktor genetik maupun non genetik. Prevalensi terjadinya kelainan kongenital
traktus gastrointestinal adalah 1,3 dari 1000 kelahiran hidup.7

2.4.1 Atresia Usus

14 | P a g e
Atresia dan stenosis merupakan penyebab utama obstruksi yang terjadi
pada neonatus. Atresia dan stenosis dapat terjadi di mana saja di sepanjang usus.
Sebagian besar terjadi di duodenum, paling sedikit di kolon, dan sama banyaknya
di jejunum dan ileum (1/1500 kelahiran). Atresia di duodenum atas mungkin
disebabkan oleh tidak terjadinya rekanalisasi. Namun bagian distal duodenum ke
arah kaudal, stenosis dan atresia paling besar kemungkinannya disebabkan oleh
gangguan mendadak vaskular yang menyebabkan iskemik. Peran genetik juga
dapat menyebabkan atresia usus.

2.4.2. Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum


Atresia ileum bersama dengan atresia jejunum adalah penyebab utama dari
obstruksi intestinal pada neonatus, kedua terbanyak setelah malformasi anorektal.
Penyebab terjadinya atresia ileum pada awalnya diperkirakan berkaitan dengan
tidak sempurnanya proses revakuolisasi pada tahap pembentukan usus. Terdapat
banyak teori mengenai penyebab terjadinya atresia ileum. Akan tetapi, teori yang
banyak digunakan adalah terjadinya kondisi iskemik sampai dengan nekrosis pada
pembuluh darah usus yang berakibat terjadinya proses reabsorpsi dari bagian usus
yang mengalami kondisi nekrosis tersebut. Pendapat lain berkata bahwa atresia
ileum terjadi karena ketidaksempurnaan pembentukan pembuluh darah
mesenterika selama intrauterin. Ketidaksempurnaan ini dapat diakibatkan karena
terjadinya volvulus, intusepsi, hernia interna, dan konstriksi dari arteri
mesenterika pada gastrochisis dan omphalokel. Pada sebuah penelitian dari 250
neonatus dengan atresia ileum, 110 diantaranya terbukti terdapat gangguan
vaskuler intrauterin pada ususnya, sperti terjadi malrotasi atau volvulus pada 84
kasus, eksomphalokel pada 5 kasus, Gastrochisis pada 3 kasus, ileum mekoneum
pada 5 kasus, peritonitis mekoneum pada 7 kasus, Hisrchprung pada 5 kasus dan
hernia internal pada 1 kasus.
Pada suatu penelitian dilaporkan terjadinya atresia ileum karena intusepsi
intra uterin. Tidak terdapat kaitan antara kejadian atresia ileum dan usia pada
orang tua saat mengandung ataupun usia ibu saat melahirkan.
Gejala klinis dari atresia ileum adalah polyhidramnion pada kehamilan
(15%), muntah hijau (81%), distensi abdomen (98%), kuning (20%), dan tidak
keluarnya mekoneum dalam 24 jam pertama setelah lahir (71%). Usg pada ibu

15 | P a g e
hamil dengan polihidramnion dapat menentukan adanya sumbatan pada usus
halus, baik berupa atresia, volvulus, dan peritonitis mekoneum. Untuk
mendiagnosisinya dengan cara melihat adanya gambaran pembesaran multipel
dari usus dengan peristaltik yang aktif. Diagnosis dari atresia ileum biasanya
dipastikan dengan pemeriksaan radiologis setelah lahir. Adanya gambaran air
fluid level menunjukkan telah terjadi obstruksi usus pada bayi. Semakin distal
atresia yang terjadi maka semakin tampak pula distensinya. Gambaran dari atresia
ileum adalah gambaran microcolon atau unused colon.Terdapat 4 tipe dari atresia
ileal yaitu:

1. Atresia ileum tipe I


Pada atresia ileum tipe I ditandai dengan terdapatnya membran atau
jaringan yang dibentuk dari lapisan mukosa dan submukosa. Bagian
proksimal dari usus mengalami dilatasi dan bagian distalnya kolaps.
Kondisi usus tersambung utuh tanpa defek dari bagian mesenterium.
2. Atesia ileum tipe II
Pada atresia ileum tipe II bagian proksimal dari usus berakhir pada bagian
yang buntu dan berhubungan dengan bagian distalnya dengan jaringan
ikat pendek di atas dari mesenterium yang utuh. Bagian proksimal dari
usus akan dilatasi dan mengalami hipertrofi sepanjang beberapa
centimeter dan dapat menjadi sianosis diakibatkan proses iskemia akibat
peningkatan tekanan intraluminal.
3. Atresia ileum tipe III
Pada atresia ileum tipe III bagian akhir dari ileum yang mengalami atresia
memiliki gambaran seperti tipe II baik pada bagian proksimal dan
distalnya akan tetapi tidak terdapat jaringan ikat pendek dan terdapat

16 | P a g e
defek dari mesenterium yang berbentuk huruf V. Bagian yang dilatasi
yaitu proksimal sering kali tidak memiliki peristaltik dan sering terjadi
torsi atau distensi dengan nekrosis atau perforasi sebagai kejadian
sekunder,. Panjang keseluruhan dari usus biasanya kurang sedikit dari
normal.
4. Atresia ileum tipe IV
Pada atresia ileum tipe IV terdapat atresia yang multipel dengan
kombinasi dari tipe I sampai dengan tipe III, memiliki gambaran sperti
sosis. Terdapat hubungan dengan faktor genetik, dan tingkat mortalitas
yang lebih tinggi. Multipel atresia dapat terjadi karena iskemia daninfarka
yang terjadi pada banyak tempat, proses inflamasi intrauterin, dan
malformasi dari saluran cerna yang terjadi pada tahap awal proses
embriogenesis.

Gambar.2 Tipe atresia ileum

2.4.3 Faktor Risiko Kelainan Kongenital Traktus Gastrointestinal

17 | P a g e
1. Genetik
Kelainan kongenital traktus gastrointestinal dapat disebabkan oleh karena mutasi
gen, perubahan pada tingkat molekul (DNA). Kelainan kongenital traktus
gastrointestinal dapat terjadi hubungan langsung dengan penyimpangan
kromosom. Misalnya atresia duodenum, anular pankreas, malrotasi usus tengah
dan penyakit hirschprung kadang berhubungan dengan sindrom Down. Pada Ibu
multigravida (anak ke-3 atau lebih) mempunyai risiko untuk terjadinya mutasi
yang lebih sering. Mutasi dari 3 jenis gen, NMYC, SOX2 dan CHD7 menyebabkan
terjadinya atresia esofagus. 8
Lebih dari 30% kasus atresia esofagus atau fistula trakeo-esofageal merupakan
penyakit genetik yang mempunyai hubungan dengan penyakit VACTERL
(vertebral, anal, cardiovascular, tracheoesophageal, renal, limb anomalies ).14

2. Lingkungan
Pada lingkungan janin yang mengalami hipoksia, yang disebabkan oleh faktor
rnaternal dan gangguan plasenta atau gangguan pada suplai darah pada sebagian
atau seluruh hasil konsepsi. Hal ini menyebabkan adanya daerah yang mengalami
kematian sel, sehingga sebagian dari traktus gastrointestinal tidak berkembang.15

3. Infeksi Intrauterin
Ibu yang mengalami infeksi virus, seperti rubella, toxoplasmosis, sifiilis, herpes
simpleks, cytomegalovirus, varicella zoster, venezuelan equine encephalitis,
parvovirus B19, pada awal kehamilan dapat mengganggu organogenesis dan
menyebabkan berbagai malformasi. Infeksi yang didapat pada akhir kehamilan
bermanifestasi sebagai penyakit kongenital, bukan sebagai malformasi, misalnya
sifilis kongenital dan toksoplasmosis. 15 Beberapa tanda dan gejala infeksi
intrauterin
 Keadaan mirip flu (demam, nyeri otot, serak) 9
 Kelenjar limfe membesar atau membengkak, khususnya pada kelenjar
cervical posterior.
 Kemerahan pada kuli
 Hepatomegali, ikterik pada ibu

18 | P a g e
 Ketuban pecah dini
 Leukositosis (5.000-18.000 sel/mm3)
 Denyut jantung janin >160 kali/menit
 Takhikardi ibu (>120 kali/menit)
Mayoritas, infeksi yang terjadi pada ibu mempunya tanda dan gejala yang
tidak jelas atau tidak ada gejala. Oleh karena itu, perlu dipastikan dengan tes
serologi.

4. Usia Ibu
Sebuah hasil penelitian di Singleton, ibu yang mengandung bayi di saat
umur >35 tahun mempunyai risiko 1% lebih besar untuk mengalami kelainan
kongenital daripada kelompok umur <25 tahun. Untuk kelompok usia >40 tahun,
risikonya naik sebesar 2,5% dari kelompok umur <25 tahun. Kejadian kelainan
jantung, club foot, dan hernia diafragma akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan ibu. Makin bertambahnya usia ibu ketika hamil,
akan meningkatkan terjadinya kromosom abnormal. 18,19

5. Penggunaan Obat
Interaksi antara pseudoephedrine dan acetaminophen kemungkinan dapat
menyebabkan perkembangan dari gastroschisis dan atresia usus. Zat teratogenik
yang dikonsumsi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-8 akan menyebabkan
defek. Waktu pengonsumsian akan menyebabkan adanya defek itu terjadi, dimana
pertumbuhan janin yang cepat dan sensitif sedang berlangsung.13,15,20

6. Status Sosial Ekonomi


Pada ibu dengan sosial ekonomi yang rendah, kejadian atresia esofagus
lebih meningkat. Rendahnya status ekonomi seorang ibu tidak secara langsung
akan menyebabkan terjadinya kelainan kongenital traktus gastrointestinal, tetapi
melalui faktor risiko yang lain. 19,21

7. Merokok

19 | P a g e
Merokok adalah salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan kelainan
kongenital traktus gastrointestinal, atresia esofagus. Darah yang mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk mengikat karbon monoksida daripada oksigen
sehingga menyebabkan peredaran oksigen ke janin menurun dan menyebabkan
hipoksia pada janin. 22

8. Obesitas Maternal
Obesitas maternal akan meningkatkan faktor risiko terjadinya anomali
kongenital. Obesitas maternal akan menyebabkan defek tuba neuralis, kelainan
jantung bawaan, omphalocele. Obesitas maternal berhubungan dengan terjadinya
defisiensi nutrisi, salah satunya asam folat yang berperan dalam embriogenesis. 3

9. Diabetes Melitus Maternal


Hiperglikemi, beta-hidroksibutirat (badan keton mayor yang diproduksi
dalam keadaan (ketoasidosis) dan inhibitor somatomedis berhubungan dengan
terjadinya kelainan kongenital mayor.

10. Prematur
Pada bayi yang lahir kurang dari 37 minggu, dimana traktus
gastrointestinal belum mengalami perkembangan yang sempurna, dapat
meningkatkan terjadinya kelainan kongenital traktus gastrointestinal, contohnya
adalah atresia esofagus.

Faktor mediko obstetrik


1. Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid
yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:

20 | P a g e
1.1. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan
28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-
2.500 gram.
1.2. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-
40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
1.3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
Penelitian Prabawa (1998) menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan
kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).36

2. Riwayat Kehamilan Terdahulu


Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan prematur,
perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-lain.45 Dengan
memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan ibu pada masa
Universitas Sumatera Utara lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat
memperberat keadaan ibu dan janin dapat diatasi dengan pengawassan obsetrik
yang baik

3. Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu penderita
diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering daripada
bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari ibu
dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk
menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube
defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6% untuk
timbulnya celah bibir dan PJB dari ibu penderita epilepsi.2,9,11,

g. Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita

21 | P a g e
diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih
besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

h. Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada
orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang
mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya.

i.Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya
defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat
menaikkan kejadian & kelainan kongenital.

j. Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.

2.7. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara
lain:
2.7.1. Penelaahan Prenatal

22 | P a g e
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus,
varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi,
kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.

2.7.2. Riwayat Persalinan


Posisi anak dalam rahim, cara lahir, lahir mati, abortus, status kesehatan neonatus.

2.7.3. Riwayat Keluarga


Adanya kelainan kongenital yang sama, kelainan kongenital yang lainnya,
kematian bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.

2.7.4. Pemeriksaan Fisik


Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor.
Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai kelainan
mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen
disertai dengan kelainan mayor.

2.7.5. Pemeriksaan Penunjang


Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam,
ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang teliti
terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang
melakukan pemotretan terhada bayi dengan kelainan konenital adalah merupakan
hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratorium

2.8.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital2,9


Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor
yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

23 | P a g e
BAB III
LAPORAN KASUS

2.1.Identitas Pasien
No. Rekam Medik : 22 35 01
Nama Penderita : Ny. P.P.
Umur : 32 Tahun
Alamat : Kotaraja
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Serui
Tanggal MRS : 30-1-2016
Tanggal KRS : 2-2-2016

2.2. Anamnesa
2.2.1 Keluhan utama
Mules-mules sejak ± 10 jam SMRS

2.2.2 Riwayat penyakit sekarang


Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Sentani, Pasien mengaku hamil 9
bulan, HPHT 22-04-2015 TP: 29-1-2016 ~ hamil 39+4 minggu. Selama ini pasien
memeriksakan kehamilan di Puskesmas Sentani 3 kali dan 1 kali di dokter
Spesialis Kandungan. Dilakukan pemeriksaan USG pada tanggal 25 Januari 2016,
dikatakan janin dengan kecurigaan hidrocephalus dan hidrops fetalis. Riwayat
suntikan TT disangkal. Pasien datang dengan keluhan mules-mules sejak ± 10 jam
SMRS. Keluar air-air disangkal, keluar lendir darah sejak 7 jam SMRS, gerakan
janin dirasakan aktif. Adanya riwayat keputihan disangkal. Keluhan lain
pandangan kabur tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri ulu hati tidak
ada.Riwayat penggunaan obat-obatan pada saat awal kehamilan disangkal.

24 | P a g e
2.2.3 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Asma (-), HT (-), DM (-), allergy(-), TBC (-), hepatitis (-), HIV (-) .

2.2.4 Riwayat penyakit keluarga


Riwayat Asma (-), HT (-), DM (-), TBC (-), hepatitis (-)

2.2.5 Riwayat menarche dan haid


Usia 12 tahun, siklus teratur 28 hari, lamanya ± 5-7 hari, Ganti pembalut 2-
3x/hari, dismenorea(-).

2.2.6 Riwayat menikah


Pasien menikah.

2.2.7 Riwayat kehamilan


G4P3: Hamil I: Perempuan, spontan, ditolong bidan, 3000 gr, hidup 12 thn
Hamil II: Perempuan, spontan, ditolong bidan, 3000 gr, hidup 11 thn
Hamil III: Laki-laki, spontan, ditolong bidan, 3000 gr, hidup 7 tahun
Hamil IV: Hamil ini

2.2.8 Riwayat kontrasepsi


Riwayat penggunaan kontrasepsi (-)

2.3. Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status generalis
Keadaan umum : baik kesadaran : CM
Tinggi Badan : 155 cm Berat Badan : 65 kg
Tanda-tanda vital : TD : 100/70 mmHg N: 84 x/m
RR: 20 x/m SB: 36,50C
Kepala : anemis -/-, ikterik -/-, pupil isokor +/+
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : SN Ves +/+, Rh -/-, Whe -/-, BJ I-II regular murni
Abdomen : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (+)

25 | P a g e
Ekstremitas : akral hangat, anemis (-), udem (-)
2.3.2 Status obstetric:
TFU 38 cm, DJJ 131 x/m, puki, kepala, 2/5, His 4/10 mnt/40-45 detik
I : v/u bloody show
Io : portio licin, oue terbuka, flour (-), fluxus (+), valsava (-),
VT : portio lunak, tipis, anterior, Ø 7 cm, ketuban (+), kepala H III.
CTG
Frekuensi dasar : 150 bpm
Variabilitas : Normal, 5-25 dpm
Akselerasi : Ada, 1 kali/ 10 menit
Deselerasi : Tidak ada
His : Ada, > 2x/10 menit
Gerak janin : Ada, >2x/10 menit
Kesan : Kategori I

2.4.Pemeriksaan Penunjang

DARAH LENGKAP
29 Januari 2016

WBC 9,8x103/mm3

RBC 4.95x106/mm3

HGB 10,6 g/dL

HCT 32,2%

PLT 239x103/mm3

Masa perdarahan (BT) 2.00

Masa Pembekuan (CT) 9.00

26 | P a g e
2.5. Hasil USG
USG : Janin presentasi kepala tunggal hidup, plasenta di fundus maturasi
grade III
Biometri janin: BPD 94,4 / HC 34,4 / AC 40,12 / FL 76,2 / EFW 3910 gram/
AFI 8,5/ SDAU 2,61 ~ 39 wga. Tidak didapatkan gambaran pelebaran
ventrikel.
Pada abdomen, potongan transversa dan sagital, didapatkan kecurigaan suatu
obstruksi/ atresia pada jejunoileal. Tidak ditemukan gambaran hidrops fetalis

27 | P a g e
2.6.Resume
Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Sentani, Pasien mengaku hamil 9
bulan, HPHT 22-04-2015 TP: 29-1-2016 ~ hamil 39+4 minggu. Selama ini pasien
memeriksakan kehamilan di Puskesmas Sentani 3 kali dan 1 kali di dokter
Spesialis Kandungan. Dilakukan pemeriksaan USG pada tanggal 25 Januari 2016,
dikatakan janin dengan kecurigaan hidrocephalus dan hidrops fetalis. Riwayat
suntikan TT disangkal. Pasien datang dengan keluhan mules-mules sejak ± 10 jam
SMRS. Keluar air-air disangkal, keluar lendir darah sejak 7 jam SMRS, gerakan
janin dirasakan aktif. Riwayat keputihan disangkal, gerak janin dirasakan aktif.
Status obstetrik ditemukan TFU 38 cm, punggung kiri, presentasi kepala, 2/5, DJJ
: 131 x/m, His 4x/10’/40-45”, TBJ 3910 gram, pada inspeksi v/u tidak ditemukan
kelainan, VT : portio tipis lunak, anterior, θ 7 cm, ketuban (+), kepala hodge III.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan darah lengkap (HB 10,6 g/dl, THR
239.000 m/mm3, HCT 32.2%, Wbc 9800 m/mm3 ).

2.7.Diagnosa awal
PK I aktif G4P3A0 hamil 39-40 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup,
janin dengan kecurigaan atresia jejunoileal, air ketuban berkurang

28 | P a g e
2.8. Penatalaksanaan
- Hemodinamik ibu dan janin ( KU/TTV/DJJ/his per 30 menit)
- Observasi kemajuan persalinan
- Rencana persalinan spontan pervaginam
- Nilai ulang kemajuan persalinan 3 jam kemudian

2.9 Observasi

Hari/ S O A P

Tanggal

Sabtu/ 30.1.16 Mules-mules ku: baik kes: cm PK I aktif pada


- - Hemodinamik
sejak 10 jam G4P3A0 hamil ibu dan janin (
Jam 07.50 TD: 100/70 mmHg, N: 84x/m,
SMRS, 39-40 minggu, KU/TTV/DJJ/his
Rr: 20 x/m, Sb: 36,50C.
keluar lendir janin presentasi per 30 menit)
darh 7 jam Status generalis : dalam batas kepala tunggal
- - Observasi
SMRS normal hidup, janin kemajuan

Status obstetric: TFU 38 cm, dengan persalinan

DJJ 131 x/m, puki, kepala, kecurigaan - - Rencana

2/5, His 4/10 mnt/40-45 detik atresia persalinan spontan


I : v/u bloody show jejunoileal, air pervaginam

Io : portio licin,oue ketuban - - Nilai ulang

terbuka, flour (-), fluxus (+), berkurang. kemajuan

valsava (-), persalinan 3 jam

VT : portio lunak, tipis, kemudian

anterior, Ø 7 cm, ketuban (+),


kepala H III.

29 | P a g e
Tgl 30-1-2016 mules ku: baik kes: cm
jam 09.50 bertambah TD: 110/80 mmHg, N: 82x/m,
PK I aktif pada Ibu dipimpin
sering, Rr: 20 x/m, Sb: 36,70C.
G4P3A0 hamil meneran sesuai
gerakan Status generalis : dalam batas
39-40 minggu, datangnya HIS
aktif. Keluar normal
janin presentasi
air-air
Status obstetric: his kepala tunggal
spontan
4x/10’/45” DJJ: 138 dpm hidup, janin
dengan
I: v/u tenang, perdarahan aktif
kecurigaan
(-)
atresia
VT: Ø lengkap, ketuban (-), jejunoileal, air
kepala hodge III ketuban
berkurang.

Bayi belum edukasi keluarga


lahir, Ibu ku: baik kes: cm PK I aktif pada
Persiapan vakum
kelelahan, G4P3A0 hamil
TD: 110/70 mmHg, N: 89x/m, ekstrasi
tidak mampu 39-40 minggu,
0
Rr: 24 x/m, Sb: 36,8 C.
Jam 10.50 meneran janin presentasi Syarat ekstraksi
Status generalis : dalam batas kepala tunggal vakum terpenuhi,
normal hidup, janin dilakukan ekstraksi
dengan vakum
Status obstetric: his
kecurigaan
4x/10’/45” DJJ: 144 dpm, Jam 11.03
atresia
Kepala hodge III, UUK kiri
jejunoileal, air Lahir bayi
anterior
ketuban perempuan BB:
I: v/u tenang, perdarahan aktif berkurang. 3950 gram, Pb: 48
(-) cm, A/S : 8/9. anus
(+), bayi dengan

30 | P a g e
jejunoileal atresia

Dilakukan
penjahitan pada
luka episiotomi

Jam 12.45 Bak spontan, ku: baik kes: cm P4A0 post


observasi
perdarahan partum per
TD: 110/70 mmHg, N: 89x/m, hemodinamik ibu (
tak aktif 0 vaginam
Rr: 24 x/m, Sb: 36,8 C. ku, ttv,
dengan ekstrasi
Status generalis : dalam batas vakum a/i ibu perdarahan)
normal kelelahan, Co Amoxiclav 3 x

Status obstetric: TFU 2 jari di rupture 625 mg

bawah pusat perineum grade


As.Mefenamat
II-episiotomy
I: v/u tenang, perdarahan aktif 3x500 mg
dengan
(-) Sulfat Ferros 1x1
perineoraphy,
bayi dengan tab
atresia Hygiene vulva
jejunoileal
Motivasi Asi dan
Kb

2.9.Diagnosa Akhir
P4A0 post partum per vaginam dengan ekstrasi vakum a/i ibu kelelahan, rupture
perineum grade II-episiotomy dengan perineoraphy, bayi dengan atresia
jejunoileal

2.10. Terapi Pulang


- Co Amoxiclav 3 x 625 mg

31 | P a g e
- As.Mefenamat 3x500 mg
- Sulfat Ferros 1x1 tab

2.11. Prognosis
- Qua ad vitam : ad bonam
- Qua ad funtionam : dubia ad bonam
- Qua ad sanationam : dubia ad bonam

32 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
1. Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sudah benar?
Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 30 januari 2015, Ny. P.P umur
32 tahun, datang dengan keluhan mules-mules ± 10 SMRS. Pasien mengaku
hamil 9 bulan, HPHT /22/04/2015, TP : 29/1/2016 hamil 39 minggu.
Memeriksakan kehamilan di puskesmas sentani 3 kali, dan ke dokter spesialis
kandungan 1x. Pasien di USG 1x, dikatakan janin memiiki kelainan
kongenital yaitu hidrochepalus dan hidrops foetalis. suntik TT (-). Keluar air-
air belum ada SMRS, keluar lendir darah (+), keputihan (+), gatal(+), bau(-),
gerak janin dirasakan aktif. Status obstetric ditemukan TFU 38 cm, PU-KI,
presentasi kepala, DJJ : 131 x/m, TBJ 4030 gr, pada inspeksi v/u tidak
ditemukan kelainan, VT : portio tipis lunak, anterior, θ 7 cm, ketuban (+),
kepala hodge III. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan darah lengkap (HB
10,6 g/dl, THR 239.000 m/mm3, HCT 32.2%, Wbc 9800 m/mm3 ). Hasil
USG: Janin presentasi kepala tunggal hidup, plasenta di fundus maturasi grade
III, Biometri janin: BPD 94,4 / HC 34,4 / AC 33,82 / FL 76,2 / EFW 3910
gram/ AFI 8,5/ ICA SDAU 2,61 ~ 39 wga. Tidak didapatkan gambaran
pelebaran ventrikel. Dimana hal ini merupakan tanda bahwa janin tidak
mengalami hidrochepalus dan tidak ditemukannya edema pada minimal 2
kompartemen dari hasil USG membuktikan tidak adanya hidrops foetalis pada
janin.
Pada abdomen, potongan transversa dan sagital, didapatkan kecurigaan suatu
obstruksi/ atresia pada jejunoileal. Dimana ditemukannya gambaran double
buble yang lebih dari 3.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien ini dapat didiagnosis awal dengan PK I aktif G4P3A0 hamil 39-40
minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup, janin dengan kecurigaan
atresia jejunoileal, dengan air ketuban berkurang.
Pada kasus ini janin dikatakan suspect jejunum ileal atresia berdasarkan
gambaran USG sesuai dengan literatur bahwa ditemukan gambaran bubble
yang lebih dari 2. 1

33 | P a g e
Pada kasus ini tidak ditemukan adanya polihidramnion pada USG, karena
dari literature didapatkan Gejala klinis dari atresia ileum jejunum dengan
polihidramnion pada kehamilan (15%), muntah hijau (81%), distensi
abdomen (98%), kuning (20%), dan tidak keluarnya mekoneum dalam 24 jam
pertama setelah lahir (71%).USG pada ibu hamil dengan polihidramnion
dapat menentukan adanya sumbatan pada usus halus, baik berupa atresia,
volvulus, dan peritonitis mekoneum dan juga dilatasi dari usus yang besar. 6
Untuk mendiagnosisnya dengan cara melihat adanya gambaran
pembesaran multipel dari usus dengan peristaltik yang aktif. Diagnosis dari
atresia ileum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan radiologis. Adanya
gambaran pembesaran usus halus, dan adanya gambaran airfluid level
menunjukkan telah terjadi obstruksi usus pada bayi. Semakin distal atresia
yang terjadi semakin tampak pula distensinya. Gambaran dari atresia ileum
pada colon adalah gambaran microcolon atau unused colon.5
Terjadinya kondisi iskemik tidak hanya menyebabkan abnormalitas dari
morfologi, tetapi juga mempengaruhi struktur dan fungsi dari usus bagian
proksimal dan distal yang tersisa. Bagian proksimal dari atresia mengalami
dilatasi dan hipertrofi dengan gambaran histologi.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?


Pada kasus ini tidak ditemukan adanya indikasi Sectio secarea, dan
direncanakan persalinan per vaginam, dimana janin memiliki TBJ 3810, ibu
dengan multipara, tidak ada penyakit yang diderita ibu yang dapat
menghambat jalannya persalinan, His yang adequat, dan tidak ada literature
yang mengharuskan untuk janin dengan kelainan kongenital atresia
ileojejunal untuk dilahirkan secara sectio cesarea. 2
Pada pasien ini dilakukan ekstraksi vakum, karena setelah satu jam setelah
pembukaan lengkap, bayi belum lahir, dikarenakana ibu yang kelelahan dan tidak
kuat untuk mengedan. Hal ini disebabkan karena ibu mengedan sebelum
pembukaan lengkap, asupan makanan sebelumnya yang kurang menjadi faktor ibu
menjadi tidak memiliki tenaga untuk megedan, dan akhirnya diputuskan untuk

34 | P a g e
dilakukan ekstraksi vakum. Dimana Indikasi persalinan dengan ekstraksi vakum
adalah7 :
1.) Ibu yang mengalami kelelahan tetapi masih mempunyai kekuatan untuk
mengejan
2.) Partus macet pada kala II
3.) Gawat janin
4.) Toksemia gravidarum
5.) Ruptur uteri mengancam.
Dan Karena indikasi ibu yang kelelahan dan syarat ekstraksi vakum telah
terpenuhi maka dilakukan persalinan secara ekstraksi vakum pada kasus ini,
diantaranya:
1. Presentasi belakang kepala / verteks
2. Janin cukup bulan
3. Pembukaan lengkap
4. Penurunan kepala janin boleh pada Hodge III-IV4
.

35 | P a g e
BAB IV
KESIMPULAN
1. Persalinan per vaginam sangat ditentukan oleh power, passage dan
passanger.
2. Kelainan kongenital dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
genetik, infeksi selama kehamilan, gizi ibu, obat-obatan.
3. Kelainan kongenital Atresia ileojejunal tidak diharuskan untuk
persalinan secara Sectio cesarea

36 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusydi S.D. Tindakan Ekstraksi Vakum dan Forsep di Departemen Obstetri


dan Ginekologi di RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (
periode Agustus 1999 – Juli 2004). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
[Internet]. 2005 [cited 2011 Oct 5]. Available from: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan
2. Pacarda M, Zeqiri F, Hoxha S, Dervishi Z, Kongjeli N, Qavdarbasha H, et
al. Impact of parity and intrauterine fetal condition during vacuum
extraction. Med arh [Internet] 2010 [cited 2010 Oct 5]; 64(3):175 .Available
from : Scopemed
3. Efendi. 2014. “Tinjauan Pustaka Ekstraksi vakum”.
repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/39717/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 28 Januari 2016.
4. Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John
C., Rouse, Dwight J. & Spong, Catherine Y. eds. (2010) Williams
Obstetrics. 23rd. United States : The McGraw Hill Companies, Inc.
5. Dimitry, G. 2013. “Atresia jejunoileal”. CDK-206/ vol. 40 no. 7, th. 2013.
6. Cristamaya, 2013. Perubahan fisiologi selama kehamilan. Fakultas
kedokteran Padjajaran.
7. Lazarus JH. Ekstraksi vakum. Women’s Health 2005;1:97-104
8. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid I Edisi 2. Jakarta : EGC; 1998.
9. Mose C.J., Alamsyah M. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo:
Persalinan Lama. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2010.
10. Martinus G. Bedah Kebidanan Martinus. Jakarta: EGC; 1997.
11. Al- Azzawi F. Atlas Teknik Kebidanan. Jakarta : EGC; 2002.
12. Marx, Helen, Amin, Pina & Lazarus, John H. (2008) Atresia jejunoileal
and Pregnancy. British Medical Journal, Vol 336 March, pp. 663-667.
13. Rusnawa, A. 2005. “Persalinan dengan ekstraksi vakum RSHS/FKUP
Bandung.

37 | P a g e
14. Chan GW, Mandel SJ. Therapy Insight: management of Graves’ disease
during pregnancy. Nature clinical practice endocrinology & metabolism
2007;3:470-8.

38 | P a g e
39 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai