Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Hukum adalah ilmu yang sangat menarik, namun pada pelaksanaannya sering di jumpai
kejanggalan,dan perbedaan dalam penafsiran, di indonesia begitu banyak peraturan atau undang-undang
yang diciptakan. Hukum Nasional Sebagai Hasil Pengembangan Hukum Adat, dimana Hukum adat tidak
pernah mundur atau tergeser dari percaturan politik dalam membangun hukum nasional, adalah untuk
terwujudnya hukum nasional dengan mengangkat hukum rakyat yaitu hukum adat menjadi hukum
nasional terlihat pada naskah sumpah pemuda pada tahun 1928 bahwa hukum adat layak diangkat
menjadi hukum nasional yang modern.
Tiap bangsa di Dunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri yang satu dengan yang lain tidak
sama. Oleh karena itu ketidaksamaan inilah yang menyebabkan adat tersebut menjadi unsur terpenting
yang memberikan identitas kepada bangsa yang bersangkutan. Didalam Negara RI adat yang dimiliki oleh
suku-suku bangsa adalah berbeda-beda meskipun dasar serta sifatnya adalah satu yaitu Indonesia. Namun
dari ketidaksamaan itulah muncul persekutuan hukum adat, dan diharapkan dari persekutuan tersebut
tidak terjadi perpecahan dalam NKRI. Oleh sebab itulah saya disini akan membahas makalah mengenai
persekutuan Hukum adat, yang mencakup didalamnya wilayah Hukum adat dan struktur sosial
masyarakat Indonesia.
Persekutuan hukum (rechtsgemeenschap) adalah perikatan atau perkumpulan antar manusia yang
mempunyai anggota-anggota yang merasa dirinya terikat satu-sama lainnya dalam satu kesatuan yang
penuh solidaritas, dimana dalam anggota-anggota tertentu berkuasa untuk bertindak atas nama
mewakili kesatuan itu dalam mencapai kepetingan atau tujuan bersama.
Persekutuan adat menurut beberapa Ahli :
Soeroyo W.P mengartikan persekutuan hukum sebagai kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata
susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri baik kekayaan
materiil maupun imateriil.
Djaren Saragih mengatakan, Persekutuan hukum adalah: Sekelompok orang-orang sebagai satu
kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik
berwujud maupun tidak berwujud dan mendiami alam hidup diatas wilayah tertentu.
Van Vollenhoven mengartikan persekutuan hukum sebagai suatu masyarakat hukum yang menunjukkan
pengertian-pengertian kesatuan-kesatuan manusia yang mempunyai:
Famili di Minangkabau :
– Pengurus sendiri yaitu yang diketuai oleh Penghulu Andiko, sedangkan Jurai dikepalai oleh seorang
Tungganai atau Mamak kepala waris.
– Harta pusaka sendiri
Oleh karena itu suku disini diartikan bukanlah dalamarti suku bangsa, tetapi disini diartikan
sebagai golongan manusia yang berasaldari satu turunan menurut „‟matriarchat‟‟ (matrilineal). Pada
mulanya sukupada masyarakat Minangkabau ada empat yaitu: Koto, Piliang, Bodi, danChaniago,
kemudian lagi suku Bodi dan Chaniago digabungkan menjadi „‟larehBodi Chaniago‟‟.Karena penduduk
bertambah terus dan banyak pula dari mereka yangberpindah-pindah, maka diadakan cabang-cabang dari
kedua suku lareh KotoPiliang dan lareh Bodi Chaniago. Akhirnya banyak nama suku yang sekarangtidak
jelas lagi asal usulnya.
3. Masyarakat yang bilateral atau parental
Pada masyarakat yang bilateral/parental, susunan masyarakatnya ditarik dariketurunan orang
tuanya yaitu Bapak dan Ibu bersama- sama sekaligus. Jadihubungan kekerabatan antara pihak bapak dan
ibu berjalan seimbang atausejajar, masing-masing anggota kelompok masuk kedalam klen Bapak dan
klen Ibu, seperti terdapat di Mollo (Timor) dan banyak lagi di Melanesia. Tetapikebanyakan sifatnya
terbatas dalam beberapa generasisaja seperti dikalanganmasyarakat Aceh, Melayu, Kalimantan, Jawa dan
Sulawesi.
Tentu saja tidak semua persekutuan hukum teritorials dapat ditetap kandengan begitu saja
termasuk kedalam salah satu golongan (type) tersebut,sebab ada yang mempunyai bentuk-bentuk yang
agak menyimpang dan adapula yang berbentuk campuran, akan tetapi kebanyakan dari padanya
jelassesuai dengan tipe-tipe tadi.
Teer Har menulis bahwa susunan rakyat semacam itu barangkali terdapat didaerah pedalaman
dipulau-pulau Enggano, Buru, Seram dan Flores. Ditepi-tepi laut dari pulau-pulau adalah kampong-
kampong yang berbaur dengan penduduknya yang terdiriatas beberapa family yang telah memisahkan diri
dari golongan-golongan (clan) di pedalaman pun terdapat pula pada tepi-tepi laut tersebut penduduk-
penduduk orang Indonesia yang berasal dari seberang lautan.
Didaerah pedalaman Irian Barat adalah clan-clan yang masing-masing mendiami daerah sendiri-
sendiri, akan tetapi dekat tepi laut adalah terdapat beberapa golongan kecil, bernama keret yang berdiri
sendiri dan masing-masing mendiami tanah tertentu. Tempat-tempat kediaman para family tersebut
berada dalam daerah kampong yang dikepalai oleh seorang kepala kampong. Kepala kampong inihanya
mempunyai sedikit kekuasaan terhadap orang-orang diluargolongannya sendiri.
1. Di Tapanuli terdapat tata susunan rakyat sebagai berikut. Bagian-bagian calan (marga) masing-
masing mempunyai daerah tersendiri, akan tetapi didalam daerah tertentu dari suatu marga,
didalam huta-huta yang didirikan oleh suatu marga itu, ada juga terdapat satu atau beberapa marga
lain yang masukmenjadi anggota badan persekutuan huta didaerah itu, yang mendirikan huta-huta
didaerah tersebut, disebut marga asal, marga raja, atau marga tanah, yaitu marga-marga yang
menguasai tanah-tanah didaerah itu, sedang marga-marga yang kemudian masuk didaerah itu
disebut marga rakyat. Kedudukan suatu marga rakyat didalam suatu huta adalah kurang daripada
kedudukan marga raja. Antar marga rakyat dan marga asal ada hubungan perkawinanya yang erat.
2. Jenis ketiga dari suatu persekutuan masyarakat hukum adat genealogis territorial ialah yang kita
dapati di Sumba Tengah dan Sumba Timur. Disitu terdapat suatu clan yang mula-mula mendiami
suatu daerah yang tertentu dan berkuasa didaerah itu, akan tetapi kekuasaan itu kemudian
berpindah kepada clan lain, yang masuk kedaerah tersebut dan merebut kekuasaan pemerintah dari
clan yang asli itu. Kedua clan itu kemudian berdamai dan bersama-samamerupakan kesatuan badan
persekutuan daerah kekuasaan pemerintah dipegang oleh clan yang datang kemudian, sedangkan
clan yang asli tetapmenguasai tanah-tanah didaerah itu sebagai wali tanah.
3. Jenis keempat dari suatu persekutuan masyarakat hukum adat genealogis territorial ialah ini kita
dapati dibeberapa nagari Minangkabau dan dibeberapa marga di Bengkulu. Disitu tidak ada
golongan yang menumpang atau menguasai tanah, melainkan segala golongan suku yang
bertempat didaerah nagari yang berkedudukan sama (setingkat) dan bersama-sama merupakan
suatu badan persekutuan territorial (nagari) sedang daerah nagari itu terbagi dalam daerah-daerah
golongan (daerah suku) dimana tiap-tiap golongan mempunyai daerah sendiri-sendiri.
4. Jenis kelima dari suatu persekutuan masyarakat hukum adat genealogis territorial ialah terdapat
dinagari-nagari lain di Minangkabau dan pada dusundidaerah Rejang (Bengkulen), dimana dalam
satu nagari atau dusun berdiambeberpa bagian clan, yang satu sama lain tidak bertalian family.
Seluruhdaerah-daerah nagari atau dusun menjadi daerah bersama (yang tidak dibagi-bagi) dan
segala bagian clan pada badan persekutuan nagari (dusun) itu.
Pada dasarnya orang luar tidak diperkenankan masuk dalam persekutuan. Masuknya orang luar dalam
persekutuan ada beberapa macam, yaitu:
1. Atas izin atau persetujuan kepala persekutuan
2. Masuknya sebagai hamba.
3. Karena pertalian perkawinan
4. Karena pengambilan anak
Istilah adat dalam persekutuan :
– Nagari (Minangkabau) dikepalai oleh seorang yang disebut “Penghulu Andiko” laki-laki tertua, bagian
dari Nagari disebut Jurai yang diketuai oleh mamak kepala adat atau Tungganai.
Di Sumatera Selatan :
– Persekutuan daerah disebut Marga, yang dikepalai oleh “Pasirah” dengan gelar depati/ Pangeran.
– Marga terdiri dari dusun-dusun yang dikepalai oleh Proati, Kria, Mangku dan “Panggawa”.
Daerah Banten :
– Tanah datar,
– 50 Kota,
– Padang pariaman,
– Kurinci,
– Daerah kampar
– Mentawai (pagai)
4. Sumatera Selatan
5. Bengkulu
– Rejang
1. Lampung
– Abung,
– Paminggir,
– Pubian,
– Rebang,
– Gedung tatakan,
– Tulang bawang
1. Palembang
– Anak Lakican,
o Jelma daya,
o Pasemah,
– Semendo
1. Jambi
– Penduduk batin, dan pengulu
5. Daerah Melayu ( Lingga Riau, indragiri, sumatera timur dan banjar)
6. Bangka Belitung
7. Kalimantan, dayak, Kalbar, kapuas hulu, Kalimantan Tenggara, mahakam Hulu, Pasir, Dayak
Kenya, Dayak kelemanten, Dayak Landak, Dan Tayan, Dayak lawangan, Lepo Alim, Lepo Time,
Longgla, dayak Makanyanpatai, Dayak Makanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak od Danun dan
dayak Penyambung punan.
8. Minahasa (menado)
9. Gorontalo (Goalemo dan Bolangmongondo)
10. Daerah toraja (sulawesi tengah, toraja, Toraja barih, toraja barat, sigi,khaili, tawaili, toraja sadan,
tomori, tolainang dan kapulauan banggai)
11. Sulawesi Selatang (Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makassar, salajar dan Muna).
12. Kepulauan ternate (ternate, Tidore, Halmahera)
13. Maluku (Ambon, Hitu, Banda, uliasa,saparua, Buru, Seram, Kepulauan Kai, Kepulauan Haru dan
Kisar)
14. Irian
15. Kepulauan Timor (Timor, Timor Tengah, Molo, Sumba, Karang Asem, Buleleng, Jembrana,
Lombok,Sumbawa)
16. Bali dan Lombo (Bali, Kastala, Karang Asem, Buleleng. Jembrana, Lombok, Sumbawa)
17. Jawa Tengah dan Jawa Timur Serta Madura (Jawa tengah, kedu, purworwjo, tulungagung, jawa
timur, Surabaya, dan madura)
18. Swapraja solo dan jogja
19. Jawa Barat (Sunda, Jakarta, Banten, Dan Preanger)
Lingkungan Hukum Adat yang bersamaan letaknya dengan pembagian daerah-daerah tetapi tidak
jarang juga dari Batas-batas daerah seperti : Karo dan simalungun berada di sumatera Timur Bukan di
tapanuli begitupula gayo dan alas diaceh.
Perpindahan penduduk secara berkelompok membawa adat kebiasaannya ketempat kediaman yang
baru, perpindahan ini ada karena kehendak sendiri dan ada pula karena diatur oleh Pemerintah dengan
cara seperti Transmigrasi sedang dengan kemauan sendiri contohnya :
Selo Soemardjan menekankan pada faktor perbedaan “culture” dari setiap suku bangsa, yang
menjadi titik tolak adanya suatu masyarakat majemuk. Konsepsi tersebut di atas, kemudian diperhalus
dan diperluas dengan mengambil kriteria cirri-ciri struktur sosial dan kebudayaan, sehingga menimbulkan
klasifikasi tiga bentuk masyarakat sebagai berikut :
1. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana, yang ciri-ciri utamanya adalah :
2. Hubungan dalam keluarga dan dalam masyarakat setempat amat kuat.
3. Organisasi sosial pada pokoknya didasarkan atas adat-istiadat yang terbentuk menurut tradisi.
4. Kepercayaan kuat pada kekuata-kekuatan gaib yang mempengaruhi kehidupan manusia, akan
tetapi tidak dapat dikuasai olehnya.
5. Tidak ada lembaga-lembaga khusus untuk memberi pendidikan dalam bidang teknologi;
keterampilan diwariskan oleh orang tua kepada anak sambil berpraktek dengan sedikit teori dan
pengalaman, dan tidak dari hasil pemikiran atau eksperimen.
6. Tingkat buta huruf tinggi.
7. Hukum yang berlaku tidak ditulis, tidak kompleks dan pokok-pokoknya diketahui dan dimengerti
oleh semua anggota dewasa dari masyarakat.
8. Ekonominya sebagaian besar meliputi produksi untuk keperluan keluarga sendiri atau buat pesanan
kecil setempat, sedang uang sebagai alat penukar dan alat pengukur harga berperan terbatas.
9. Kegiatan ekonomi dan sosial yang memerlukan kerja sama orang banyak dilakukan secara
tradisional dengan gotong royong tanpa hubungan kerja antara buruh dengan majikan.
10. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan madya, yang ciri-ciri
utamanya :
1. Hubungan dalam keluarga tetap kuat, tetapi hubungan dalam masyarakat setempat sudah
mengendor dan menunjukkan gejala-gejala hubungan atas dasar perhitungan ekonomi.
2. Adat-istiadat masih dihormati, tetapi sikap masyarakat mulai terbuka buat pengaruh dari luar.
3. Dengan timbulnya rasionalitas dalam cara berfikir orang maka kepercayaan pada kekuatan-
kekuatan gaib baru timbul apabila orang sudah kehabisan akal untuk menanggulangi sesuatu
masalah.
4. Didalam masyarakat timbul lembaga-lembaga pendidikan formal kira-kira sampai tingkat sekolah
lanjutan pertama, tetapi masih jarang sekali adanya lembaga pendidikan keterampilan atau
kejuruan.
5. Tingkat buta huruf bergerak menurun
6. Hukum tertulis mulai mendampingi hukum tidak tertulis.
7. Ekonomi masyarakat memberi kesempatan lebih banyak kepada produksi buat pasaran, halmana
mulai menimbulkan deferensiasi dalam struktur masyarakat; dengan sendirinya peranan uang
meningkat.
8. Gotong royong tredisional tinggal buat keperluan sosial di kalangan keluarga besar dan tetangga,
tetapi gotong-royang buat keperluan umum dan buat kegiatan ekonomis dilakukan atas dasar upah
uang.
3. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan pra modern atau modern, yang mempunyai ciri-
ciri:
4. Hubungan antara manusia didasarkan terutama atas kepantingan-kepentingan pribadi.
5. Hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain dilakukan secara terbuka dalam suasana saling
pengaruh mempengaruhi, kecuali dalam penjagaan rahasia penemuan baru dalam industri.
6. Kepercayaan kuat pada manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk senantiasa
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
7. Masyarakat tergolong-golong menurut bermacam-macam profesi serta keahlian yang masing-
masing dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga pendidikan keterampilan dan
kejuruan. Tingkat pendidikan formal adalah tinggi dan merata.
8. Hukum yang berlaku pada pokoknya hukum tertulis yang amat kompleks adanya.
9. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarka atas penggunaan uang dan
alat-alat pembayaran lain
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Persekutuan hukum adat adalah perikatan atau perkumpulan antar manusia yang mempunyai
anggota-anggota yang merasa dirinya terikat satu-sama lainnya dalam satu kesatuan yang penuh
solidaritas, dimana dalam anggota-anggota tertentu berkuasa untuk bertindak atas nama
mewakili kesatuan itu dalam mencapai kepetingan atau tujuan bersama.
Terbentuknya Persekutuan Hukum ada tiga asas atau macam, yaitu :
1. Pertalian darah menurut garis Bapak (Patrilineal) seperti Batak, Nias, Sumba.
2. Pertalian darah menrut garis Ibu (Matrilineal) seperti Minangkabau.
3. Pertalian darah menurut garis Bapak dan Ibu (Unilateral) seperti di Pulau Jawa, Aceh, Dayak.
2. Persekutuan Hukum Territorial
Yaitu berdasarkan pada daerah tertentu atau wilayah. Ada tiga macam persekutuan territorial yaitu :
Menurut Van Vollen Hoven lingkungan Hukum adat di Indonesia dibaginya ke dalam 19 lingkungan
hukum (lingkaran Hukum) yang dapat di bagi lagi di dalam beberapa daerah yang lebih kecil yang
diberinya nama Rechtskringan yang terdiri dari beberapa Rechtsgouwen.
Masyarakat hukum adat dari segi bentuknya dibagi menjadi tiga golongan yaitu:masyarakat
hukum adat tunggal, masyarakat hukum adat bertingkat dan masyarakat hukum adat berangkai
Struktur sosial masyarakat Indonesia menurut Selo Soemardjan menekankan pada factor perbedaan
“culture” dari setiap suku bangsa, yang menjadi titik tolak adanya suatu masyarakat majemuk. Konsepsi
tersebut di atas, kemudian diperhalus dan diperluas dengan mengambil kriteria cirri-ciri struktur sosial
dan kebudayaan, sehingga menimbulkan klasifikasi tiga bentuk masyarakat sebagai berikut :
Dalam pembutan makalah ini tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan dari saya dan kurangnya rujukan atau referensi yang saya peroleh. Dan saya banyak
berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran guna membangun saya demi
sempurnanya makalah ini.