Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya membrane anus
sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total, kadangkala sebuah lubang sempit
masih memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai
lekukan kulit perineum, keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh
kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat
muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki
lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan
sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani
juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah
anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada perempuan.
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang
didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang
yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.
Berdsarkan hasil penelitian Zainul Arifin pada tahun 2011 di RSUP H Adam malik
Meda pada gambaran klinis didapati tidak bisa buang air besar, sedangkan pada
gambaran radiologi didapati pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel urin, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm
dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 2 kelainan yaitu kelainan fistel tidak ada
dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I
dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, fistel vagina, fistel rektovestibular, fistel tidak ada dan
pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 3
kelainan yaitu kelainan fistel perineum,, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1
cm dari kulit

1.2 RUMUSAN MASALAH


1) Apa pengertian dari?
2) Apa etiologi dari Sistemik Atresia Ani ?

1
3) Apa saja klasifikasi dari Atresia Ani ?
4) Bagaimana patofisiologi dari Atresia Ani ?
5) Apa saja manifestasi klinis dari Atresia Ani ?
6) Apa saja komplikasi dari Atresia Ani ?
7) Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Atresia Ani ?
8) Bagaimana penatalaksanaan Atresia Ani ?
9) Bagaimana Asuhan Keperawatan pada An H dengan kasus Post Sygmoidectomy e.c
Atresia Ani ?

1.3 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan memahami mengenai penyakit Atresi ani , Kolonostomi serta
Dapat memahami dan mengetahui Asuhan keperawatan pada kasus atresia ani.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu memahami pengertian dari Atresia Ani
2. Mampu memahami etiologi dari Atresia Ani
3. Mampu memahami klasifikasi dari Atresia Ani
4. Mampu memahami patofisiologi dari Atresia Ani
5. Mampu memahami manifestasi klinis dari Atresia Ani
6. Mampu memahami komplikasi dari Atresia Ani
7. Mampu memahami pemeriksaan diagnostik pada pasien Atresia Ani
8. Mampu memahami tatalaksana medis dari Atresia Ani
9. Mampu Memahami Asuhan Keperawatan pada An H dengan kasus Post
Sygmoidectomy e.c Atresia Ani ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ATRESIA ANI
A. DEFINISI

2
Istilah atresia ani berasal dari bahasa yunani, yaitu “a” yang artinya tidak ada

dan trepis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani

adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate

meliputi anus, rectum atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).Atresia ini

merupakan kelainan bawaan (Kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus

(Donna, 2003).Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan ebrionik pada

distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).


Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah

suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk

Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat

muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra,

Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).


Malformasi anorektal mencakup spetrum luas defek-defek pada pembentukan

saluran makanan dan urogenital bagian paling bawah.Banyak anak-anak dengan

malformasi ini dikatakan memiliki anus imperforata karena mereka tidak mempunyai

lubang dimana anus seharusnya berapa.Walaupun istilah tersebut dapat secara akurat

mendeskripsikan penampakan pada anak tersebut, selalu diyakini bahwa kebenaran

kompleksitas dari malformasi tersebut jauh diatasnya. Ketika muncul malformasi

pada anus, otot dan saraf-saraf yang berhubungan dengan anus selalu memiliki

derajat keterlibatan yang sama.


Jadi, dapat disimpulkan bahwa, Anus imperforata merupakan defek kongenital

dimana lubang anus hilang atau tersumbat.Anus merupakan lubang menuju rektum

dimana kotoran meninggalkan tubuh.


B. ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya dari atresia ini belum diketahui pasti, namun ada sumber yang

mengatakan ada kelainan bawaan anus disebabkan oleh :

3
1. Karena kegagalan pembentukan sektum urorektal secara komplit karena

gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.


2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehinggan bayi lahir

tanpa lubang anus.


3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada

kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3

bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot

dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin

tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli, bahwa gen autosomal

ressesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah

mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang

tua yang carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25%-30% dari bayi

yang mempunyi sindrom genetic, abnormalitas kromosom, atau kelainan

2001).
Factor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital

saat lahir, seperti :


1. Kelainan system pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomaly

pada gastrointestinal.
2. Kelainan system perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinary.
C. KLASIFIKASI
1. Secara Fungsional
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai

melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi

perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang relatif

besar,dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan

dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.


b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.

Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan

4
dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah

segera.
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat

sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan

tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.


b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal dan

sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.


c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini

biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria) atau

rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit

perineum lebih dari 1 cm.


3. Klasifikasi Wingspread
a. Jenis Kelamin Laki-laki
 Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium

eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika

urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang

kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak

uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin

mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi

feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera.


- Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada

atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok

dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi

mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.


- Perineum datar

5
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya

terletak lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus

yang buntu menimbulkan obstipasi.


- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di

bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan

terapi definit secepat mungkin.


- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis

anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat

sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera

dilakukan terapi definitif.


- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2

Gambar 1. Malformasi anorektal pada laki-laki

b. Jenis Kelamin Perempuan


 Golongan I
- Kelainan kloaka

6
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus

urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya

tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.


- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.

Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan

kolostomi.
- Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya

evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi

mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.

Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.


- Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada

pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.

Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan

kolostomi.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,

maka perlu segera dilakukan kolostomi.

 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan

tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu

menimbulkan obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang

seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga

biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.

- Fistel tidak ada

7
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,

maka perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 2. Malformasi anorektal pada perempuan

D. PATOFISIOLOGI
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor

dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury

dan struktur anorektal.Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal

anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan

perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan

fetal.Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan

abnormalitas pada uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar

anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami

obstrksi.
kelainan ini terjadi Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara

komplit karena gangguan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.

Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot

dasar panggul.Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internus mungkin tidak

memadai.Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka

menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan

perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.Dalam hal ini terjadi fistula

antara saluran kemih dan saluran genital.Kegagalan migrasi dapat juga karena

8
kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.Tidak ada

pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak

dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.Putusnya saluran

pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang

anus.Atresia ini adalah suatu kelainan bawaan.


Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rectum berakhir di atas M. levator ani (M

pubrorektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit

perineum lebih dari 1 cm. letak upralevator biasanya disertai dengan

fistel ke saluran kencing atau saluran genital.


2. Intermediate : rectum terletak pada M. levator ani tetapi tidak

menembusnya.
3. Rendah : rectum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak

antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

Kelainan kongenital

Gagguan Pertumbuhan , fusi , Abnormalitas uretra dan


Agenesis Sacral
pembentukan anus dan tonjolan vagina
abnormal
embrionik

Perkembangan migrasi kolon pada fetal usia 7 – 10 Minggu tidak sempurna

Pembentukan septum urogenital gagal

ATRESIA ANI
9
Tidak ada pembukaan usus besar Hubungan abnormal rectum dan vagina
melalui anus

KONSTIPASI
Feses tidak keluar Kebocoran isi anus
Feses meningkat Feses Menumpuk Feses masuk uretra

Tekanan Intra abdominal Meningkat Mual dan Muntah Microorganisme masuk dalam sal
kemih
Pembedahan Nafsu makan menurun
Infeksi Saluran Kemih
GGN ELIMINASI URINE
Kurangnya Informasi NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
DEFISIT PENGETAHUAN Trauma pada jaringan
Perubahan defekasi

Terputusnya kontinuitas Perawatan Inadekuat


Defekasi tidak terkontrol Jaringan RESIKO INFEKSI
INKONTINENSIA NYERI

E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi muntah muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi

meconium, Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.


Pada golongan tiga hampir selalu disertai fistula rektovaginal (dengan gejala bila

bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah

rektourinarius. Sedang pada bayi laki laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan

berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan

timbul :
1. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan
2. Tidak dapat dilakukan suhu rektal pada bayi
3. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung
5. Bayi muntah muntah pada umur 24-48 jam
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terdapat pada atresia ani antara lain :
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang bias berkepanjangan
3. Kerusakan uretra( akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panJang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat

konstriksi jaringan perut dianastomosis)


5. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan tolit training
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
7. Prolaps mukosa anurektal

10
8. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:1
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan

adalah letak rendah


2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
 Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke

daerah yang melebar.


 Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran

mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.


b. Biopsi hisap rektum
 Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel

ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut

saraf yang menebal.


 Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:
a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
 Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti

atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti

(PSARP) tanpa kolostomi


 Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi

terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila

akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1

cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis,

rektouretralis dan rektoperinealis.

b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel


 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP (Posterio

Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.

11
 Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih

dahulu.
 Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit

dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit

dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,

vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada

pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah.

Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis,

dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal

dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar

udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan

fistulografi.1
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu

menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus

ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah

perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.3,5


Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula

rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama

beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui

fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal

rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga

rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi

untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus

ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada

bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.

12
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,

ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan

bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini

berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan

colostomy.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi

anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-

handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada

anus (tempat keluarnya mekonium).

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi

harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia

ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak

menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan

Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero

sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan

muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan

fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka

panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi

trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran

rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik,

radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh

karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,

keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta

13
perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya

berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada:
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,

setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)


2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes

provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana

dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.


Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet

dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif

setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital

anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.


Posterior Sagital Anorektal Plasty (PSARP)
Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum.Sfingter rektal sebenarnya

terdiri dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula dipisahkan dari

rektum.Pembuatan lubang anus dimana saraf dan otot rektum berada, bertujuan untuk

memaksimalkan kemampuan bayi dalam mengontrol pergerakan usus.Kolostomi

tidak ditutup selama prosedur operasi. Kotoran akan tetap keluar melalui kolostomi

dan memberi waktu bagi lubang anus yang baru untuk sembuh.

14
2.2 KOLOSTOMI

A. DEFINISI

Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka

(assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (Pearce, 2009 dalam N ainggolan &

Asrizal, 2013).

Pembentukan kolostomi dapat dilakukan secara permanen atau sementara tergantung

tujuan dilakukan operasi dan 10% diantaranya adalah kolostomi permanen (Vonk -

Klassen, et al 2015) Lubang kolostomi yang muncul di permukaan/dinding abdomen

yang berwarna kemerahan disebut stoma.

Menurut Kalibjian (2013 ), kolostomi biasanya disebabkan oleh kanker kolorektal ,

pecahnya livertikulitis, perforasi usus, trauma usus atau penyakit /kerusakan sumsum

tulang belakang sehingga tidak adanya control dalam buang air besar. Dari beberapa

penyebab kolostomi, penyebab tersering menurut Indonesian Ostomy Association/INOA

(2010) adalah kanker kolorektal . Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan yang

15
menyerang usus besar (Manggarsari, 2013). Jenis kanker ini paling sering ditemui,

terutama pada wanita atau pria yang berusia 50 tahun atau lebih (Irianto, 2012)

Colostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid,

sedangkan colon accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat

colostomy karena kedua bagian tersebut terfixir retroperitoneal.

Beberapa perbedaan antara stoma pada orang dewasa daan anak-anak telah diketahui.

Kebanyakan stoma pada orang dewasa biasanya di buat pada ileum distal atau kolon

untuk penanganan inflamatory bowel disease, keganasan dan trauma; stoma yang

lebih proksimal jarang dibuat. Berbeda dengan stoma pada bayi dan anak-anak yang

bisa dibuat di mana saja sepanjang traktus gastrointestinalis karena begitu

bervariasinya masalah kongenital dan didapat yang mengharuskan dibuatnya stoma.

Juga efek dari sebuah stoma pada tumbuh kembang fisik dan emosional merupakan

pertimbangan yang harus dipikirkan pada anak. Colostomy pada bayi dan anak

hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa

merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat

sementara.

Kolostomi juga merupakan salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada

kelainan congenital Atresia Ani. Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang

cukup sering dijumpai, menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang

tidak sempurna. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari

tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan

kongenital pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan

kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah.

Secara embriologis atresi ani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-6

16
kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang

menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan gangguan

perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani

letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot

sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau rudimenter.

Kolostomi desenden seperti yang dianjurkan Pena (2000) merupakan prosedur

yang ideal untuk pelaksanaan atresia ani. Tindakan kolostomi merupaka upaya

dekompresi, deversi sebagai proteksi terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai

tahap akhir. Tindakan kolostomi ini juga memungkinkan dilakukannya prosedur

kolostogram distal yang merupakan prosedur diagnostik akurat untuk memberikan

gambarananatomi

Menurut Pena dilakukannya perbaikan atresia ani tanpa dilakukan kolostomi

terlebih dahulu akan meningkatkan risiko infeksi dan tidak dapat menggambarkan

anatomi secara lengkap. Infeksi dan dehisensi masih merupakan komplikasi yang

serius terhadap mekanisme konstinensi. Kolostomi desenden mempunyai beberapa

keuntungan dibanding dengan kolostomi kanan atau transversum. Bagian dari

kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan.

Dengan kolostomi desenden maka segmen yang mengalami disfungsi akan lebih

kecil. Atropi dari segmen distal akan berakibat terjadinya diare cair sampai beberapa

periode setelah dilakukan penutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan

melakukan kolostomi desenden. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah

dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desenden. Pada kasus dengan fistula

urorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi distal akan keluar melalui

stoma bagian distal tanpa adanya absorbsi. Bila stoma terletak di kolon proksimal,

17
urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan risiko

terjadinya asidosis metabolik. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari

stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran

distal rektum. Distensi rektum yang lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus

yang irreversibel yang dapat disertai dengan kelainan hipomotilitas usus yang

menetap hal ini akan menyebabkan konstipasi dikemudian hari.

B. JENIS JENIS KOLOSTOMI

Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada

beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara

permanen maupun sementara.

 Kolostomi Permanen

Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak

memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan,

atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses

melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu

ujung lubang).

 Kolostomi temporer/ sementara

Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk

mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan

18
abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang

dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.

C. INDIKASI

Indikasi colostomy yang permanent. Pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma

pada usus. Kondisi infeksi tertentu pada colon:

a. Trauma kolon dan sigmoid


b. Diversi pada anus malformasi

c. Diversi pada penyakit Hirschsprung

d. Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal

D. KOMPLIKASI

 Prolaps, merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit.

Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan:

o Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-kadang

sampat loop ilium.

o Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan.

o Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor peristaltik usus meningkat,

fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra

abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta

kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.

 lritasi Kulit

Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar

mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara

19
membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan

plaster.

 Diare

Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid

biasanya normal.

 Stenosis Stoma

Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase

normal feses.

 Eviserasi

Dinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar

melalui celah.

 Obstruksi/ penyumbatan

Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya

pengerasan feses yang sulit dikeluarkan, udem ataupun timbunan feses. Stricture

atau total obstruksi pada stroma dapat terjadi jika pembuatan lobang untuk

colostomy terlalu sempit , iritasi yang berulang , Infeksi yang mengalami

penyembuhann, dll. Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan

irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi permanen tindakan

irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya sendiri di kamar mandi.

 Infeksi

Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab

terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus

20
menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan

mengganti kantong kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.

 Retraksi stoma/ mengkerut

Terjadi karena tidak cukupnya panjang stoma. Komplikasi ini dapat ditangani

dengan menyediakan kantong khusus. Memperbaiki stoma dapat pula menjadi

pilihan penanganan.Sering juga terjadi pada penderita yang gemuk atau overweight.

Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan

juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami

pengkerutan.

 Prolaps pada stoma

Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong

stoma yang kurang adekuat pada saat pembedahan.

 Stenosis

Penyempitan dari lumen stoma.

 Perdarahan stoma

 Hernia Parastomal

Hernia parastomal merupakan problem paling sering yang memerlukan tindakan

koreksi pembedahan berkenaan dengan konstruksi kolostomi. Komplikasi ini terjadi

mungkin karena pembuatan lubang stoma yang terlalu besar atau peletakkan stoma

diluar muskulus rektus. Indikasi tindakan koreksinya adalah adanya gejala obstruksi,

nyeri para stomal, kesulitan perawatan stoma atau pemasangan stoma bag /

appliance. Relokasi stoma dan penutupan defek hernia adalah tindakan yang paling

efektif.

 Nekrosis pada stoma

21
Terjadi diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini biasanya terlihat

12-24 jam setelah pembedahan dan biasa diperlukan pembedahan tambahan untuk

menanganinya.

 fistula parastomal

Dapat terjadi jika terjadi in feksi yang cronis atau abces para stoma yang tidak di

tangani dengan baik sehingga abses akan membentuk fistel enterocutan.Dapat juga

terjadi sewaktu operasi berupa kesalah , penjahitan sehingga ada bagian yang

mengalami perforasi dll.

 dermatitis pada stoma

Terjadi akibat makanan yang di makan penderita karena keluar melalui stoma

menimbulkan allergi atau iritasi yang berulang.atau bisa juga karena penderita

mengalami allergi terhadap bahan colostomi bag seperti lem pelengker , plastik dll.

 dehischence parastoma.

Terjadi karena infeksi yang berat dan kronis berulang - ulang sehingga jahitannya

lepas , ini memerlukan repair ulang sesegera mungkin sebab berpotensi untuk menjadi

infeksi seluruh rongga perut atau diffuse peritonitis.

 Sepsis dan kematian

Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan teknik benar serta perawatan

pasca bedah yang baik, selain itu pre-operatif yang memadai.

E. KONTRA INDIKASI

Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Foto polos abdomen 3 posisi

22
 Colon inloop

 Colonoscopy

 USG abdomen

E. PENDIDIKAN PADA PASIEN DAN KELUARGA

Perawatan stoma harus diajarkan pada pasien dan keluarga. Singkatnya masa

perawatan (2-4 minggu) membuat pasien dan keluarga belum sepenuhnya terlatih dalam

teknik perawatan luka stoma sebelum pulang Pasien membutuhkan orang lain ketika

meninggalkan Rumah Sakit (WHO, 2005). Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu

berbagai penjelasan baik sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang perawatan

kolostomi bagi pasien yang harus menggunakan kolostomi permanen. Pada pasien anak,

peran orang tua sangatlah penting dalam melakukan perawatan kolostomi di rumah

sehingga dapat menghindari factor-faktor komplikasi akibat kolostomi yang akan

berdampak pada status kesehatan kesehatan anak.

Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien/ keluarga adalah:

 Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar.

 Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma.

 Waktu penggantian kantong kolostomi.

 Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien.

 Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan.

 Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien.

 Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi.

 Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien.

 Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika pasien

sudah dirawat dirumah).

23
 Berobat/ control ke dokter secara teratur.

 Makanan yang tinggi serat

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST SIGMOIDESTOMY ec ATRESIA
ANI DAN PROLAPS STOMA PRO REPAIR STOMA

1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. H No. Register :11269411
Umur : 1 Thn 9 Bulan Tgl Masuk :19-12-2016 (Pkl. 07.18 WIB)
Jenis Kelamin : Perempuan Tgl pengkajian : 26-12-2016
Alamat : Jati Tamban RT.003 RW. 004 Sumber informasi: Orang tua
Kab. Bondowoso
Nama Orang tua: Tn. S :
Pekerjaan :
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku : Jawa

B. Status kesehatan sekarang


1. Keluhan Utama

24
 Saat MRS :
Klien datang dengan keluhan sudah terpasang stoma namun selalu keluar ketika
klien mengejan
 Saat Pengkajian :
Saat dilakukan pengkajian An. H tampak rewel saat didatangi petugas kesehatan,
stoma selalu keluar saat klien mengejan.
2.Upaya yang telah dilakukan:
Mengunjungi pelayanan kesehatan, post op sigmoidestomy

3.Diagnosa Medis :
Post sigmoidestomy ec atresia ani + prolaps stoma pro repair stoma

C. Riwayat Kesehatan saat ini :


bu klien mengatakan sejak lahir An. H tidak memiliki anus namun keluarga tidak
mengetahuinya. Saat berusia 9 bulan An.H dipasang stoma di RSSA. Saat ini dirawat
diruang 15 bedah anak menunggu jadwal bedah (pro repair stoma).

D. Riwayat Kesehatan Terdahulu


1. Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelakaan : Tidak Pernah
b. Operasi : Sigmoidektomy 1 tahun yang lalu
c. Penyakit :
 Kronis : Atresia Ani
 Akut : batuk, pilek
d. Terakhir MRS : 1 Tahun yang lalu
2. Alergi : Klien tidak ada alergi makanan maupun obat-obatan

E. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. Prenatal
Ibu kontrol ke bidan, ANC setiap bulan, tidak memiliki riwayat HT, DM, Keputihan
(-), Perdarahan (-)
2. Natal
Klien lahir dibantu bidan dengan BBL 2,8 Kg, Lahir normal, ketuban jernih, dan
langsung menangis
3. Postnatal
Klien mendapatkan ASI hingga sekarang,sudah mengkonsumsi nasi Tim

25
4. Imunisasi
Imunisasi lengkap

F. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


1. Pertumbuhan
BB : 10 kg TB : 77 cm
2. Perkembangan
Saat ini klien dapat berbicara namun ketika berbicara dengan perawat An. H terlihat
takut. An. H dapat berjalan.

G. Riwayat keluarga
Menurut ibu, tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit seperti klien

H. Pola aktifitas
Jenis Rumah Rumah sakit
Makan / minum Dibantu Dibantu
Mandi Dibantu Dibantu
Berpakaian Dibantu Dibantu
Toileting Dibantu Dibantu
Mobilitas di tempat Mandiri Dibantu
tidur
Berpindah dan berjalan Dibantu Dibantu
Bermain Mandiri dan aktif bermain Aktifitas anak diatas tempat
tidur

I. Pola Nutrisi
Jenis Rumah Rumah sakit
Jenis makanan Nasi, sayur, ikan Nasi 50 gram
Frekuensi makan 3 x sehari 3 x sehari
Porsi yang dihabiskan Habis 1 porsi Habis 1 porsi
Komposisi menu Nasi, lauk hewani, nabati Nasi, lauk hewani, nabati,
sayur, buah, susu.
Pantangan Tidak ada Tidak ada
Nafsu makan Baik Baik
Jenis minuman Air putih, susu Air putih, susu
Frekuensi minum 3 – 5 kali sehari 3 – 6 kali sehari
Jumlah minuman 4 gelas 5 gelas
Kesulitan Tidak ada Tidak ada

26
J. Pola eliminasi
1. BAB
Jenis Rumah Rumah sakit
Frekuensi 3 – 4 kali / hari
Konsistensi Lembek, padat Lembek, padat
Warna / bau Kekuningan Kekuningan
Kesulitan Tidak ada
Upaya menangani Tidak ada

2. BAK
Jenis Rumah Rumah sakit
Frekuensi 3 – 4 kali / hari 3 – 4 kali / hari
Warna / bau Kekuningan Kekuningan
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Upaya menangani Tidak ada Tidak ada

K. Pola istirahat tidur


1. Tidur siang
Jenis Rumah Rumah sakit
Lama tidur 2 jam 2 – 3 jam
Kenyamanan setelah tidur Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan

2. Tidur malam
Jenis Rumah Rumah sakit
Lama tidur 5 – 8 jam 5 – 8 jam
Kenyamanan setelah tidur Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan
Kebiasaan sebelum tidur Ditemani oleh ibunya Ditemani oleh ibunya
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Upaya menangani Tidak ada Tidak ada

L. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran Composmentis
TTV N : 114 x/menit
S : 36 0C
RR : 32 x/mnit

27
TB : 77 cm
BB : 10 Kg
2. Abdomen
Inspeksi : Tampak Stoma ukuran ± 5 cm, menonjol
Palpasi : Supel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)

M. Pemeriksaan Penunjang 26 Desember 2012 :


Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 10,40 g/dl

Eritrosit 5,48 106/µl

Leukosit 13,74 103 /µl

Hematocrit 36,9 %

Trombosit 611 103 /µl

Neutrofil 18,3 %

Limfosit 76,4 %

SGOT 37 U/L

ALT/SGPT 8 U/L

Albumin 4,58 g/dl

Gula Darah sewaktu 107 /dl

II. ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS : Atresia ani Ketakutan
DO :
Tindakan Sigmoidostomy
-Klien suka rewel ketika
petugas datang Mengejan
-Klien sering menangis Prolaps stoma
ketika tenaga kesehatan
Pro repair stoma
akan memeriksa
kondisinya (petugas kesehatan
melakukan pemeriksaan-
-Ketika berbicara dengan Petugas kesehatan sebagai
perawat,klien tampak takut stranger bagi anak)

28
- Nadi : 114x/m
Ketakutan

DS : Atresia Ani Resiko Infeksi

DO : Prosedur invasif
- Leukosit : 11.300 (Sigmoidostomi}

103µL
- Terpasang stoma pada Resiko Infeksi
abdomen klien,ukuran
≤ 5 cm.
DS:
Orang tua klien Atresia Ani

mengatakan stoma selalu Tindakan sigmoidostomy Ketidakefektifan Managemen Keluarga

keluar kalau klien sedang


Mengejan
mengejan
Prolaps stoma

DO : Kerumitan regimen
terapeutik

Ketidakefektifan manajemen
keluarga

DS : Ibu Klien mengatakan Atresia Ani


Kecemasan Orangtua
memikirkan kondisi
Sigmoidostomy
anaknya saat ini
Tekanan intrabdomen
DO : -
meningkat

Prolaps Stoma

Pro Repair stoma

Perubahan Status Kesehatan

Cemas

III. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

29
1. Kecemasan ibu b/d perubahan Status kesehatan anaknya
2. Ketakutan b/d lingkungan yang tidak dikenal
3. Resiko infeksi b/d prosedur invasif
4. Ketidakefektifan manajemen keluarga b.d kerumitan regimen terapeutik

30
IV. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI


NO TGL
KEPERAWATAN (NOC ) (NIC)
1 Kecemasan Ibu b/d Tujuan : NIC : Pengurangan Kecemasan
Perubahan status - Mengurangi kecemasan ibu klien terhadap perubahan - Gunakan pendekatan yang tenang dan
kesehatan status kesehatan anaknya meyakinkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
Kriteria hasil :
perilaku klien
- Setelah 1 x 24 jam diberikan intervensi ibu klien tidak
- Pahami situasi krisis yang terjadi dari
menunjukkan tanda kegelisahan
perspektif klien
- Setelah 1 x 24 jam diberikan intervensi klien mampu
- Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
mengontrol kecemasannya
perawatan dan prognosis
- Setelah 1x24 jam klien menunjukkan tindakan personal
- Dengarkan keluhan ibu klien
yang menyesuaikan terhadap perubahan dalam status - Bantu klien mengidentifikasi situasi yang

kesehatan memicu kecemasan


- Kaji untuk tanda verbal dan non verbal
NOC: Tingkat Kecemasan
Skala
kecemasan
Kategori NIC : Peningkatan Koping
No. Indikator Saat
Target Skala
Pengkajian
Target - Gunakan pendekatan yang tenang dan
1 Rasa Cemas yang 2 4 1 : Berat
memberikan jaminan
disampaikan 2 : Cukup
- Berikan suasana penerimaan terhadap ibu
secara lisan 2 4 Berat
klien
3 : Sedang - Dukung penggunaan sumber-sumber spiritual
2 Perasaan gelisah 2 4 4 : Ringan
jika diinginkan

31
3 Kesulitan dalam 2 4 5 : Tidak - Eksplorasi bersama ibu pasien mengenai
belajar/memahami 2 4 ada metode sebelumnya pada saat menghadapi
sesuatu
masalah kehidupan
4 Tidak bisa 2 4 - Evaluasi kemampuan ibu dalam membuat
mengambil
keputusan
NOC : Kontrol Kecemasan Diri - Berikan penilaian mengenai pemahaman ibu

Skala terhadap proses penyakit anaknya.


No Indikator Saat Kategori
Target
Pengkajian Skala Target
1 Mengurangi penyebab 2 4 1: Tidak
kecemasan pernah
2 Mencari informasi untuk 2 4 dilakukan
mengurangi kecemasan 2: Jarang
3 Menggunakan strategi 2 4 dilakukan
koping efektif 3: Kadang-
4 Mempertahankan kadang
penampilan peran 2 4 dilakukan
4: Sering
dilakukan
5: Dilakukan
secara
konsisten

NOC : Penerimaan Status Kesehatan


No Indikator Skala

32
Saat Kategori
Target
Pengkajian Skala Target
1 Mengenali realita 2 4 1: Tidak
pernah
situasi kesehatan
2 4 dilakukan
Menyesuaikan
2 2: Jarang
perubahan dalam 2 4 dilakukan
status kesehatan 3: Kadang-
3 Mengatasi status kadang
2 4 dilakukan
kesehatan yang ada
4: Sering
dilakukan
5: Dilakukan
secara
konsisten

DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI


NO TGL
KEPERAWATAN (NOC ) (NIC)
2 Ketakutan b/d Tujuan : NIC :
lingkungan yang tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 a) Pengurangan Kecemasan

33
dikenal jam,diharapkan anak dapat beradaptasi dengan lingkungan - Gunakan pendekatan yang tenang dan
hospitalisasi yang ditandai dengan kenyamanan saat meyakinkan
perawatan. - Jelaskan semua prosedur pada keluarga

Kriteria Hasil : termasuk sensasi yang akan dirasakan,yang

-Anak tidak takut selama dilakukan perawatan mungkin akan dialami klien selama prosedur

-Anak mendapat dukungan keluarga sehingga merasa dilakukan


- Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa
nyaman.
aman dan mengurangi ketakutan
NOC : - Dorong keluarga untuk mendampingi klien
-Tingkat Rasa Takut : anak
Skala dengan cara yang tepat
No. Indikator
Kategori - Berikan objek yang menunjukkan perasaan
Saat
Target Skala
Pengkajian aman
Target
1. Peningkatan 2 4 1 : Berat - Lakukan usapan pada punggung/leher dengan
Denyut jantung 2 : Cukup cara yang tepat
2. Menangis 2 4 Berat - Jauhkan peralatan perawatan dari pandangan
3. Perilaku 3 : Sedang - Ciptakan atmosfer rasa aman untuk
Menghindar 2 4 4 : Ringan meningkatkan kepercayaan
4. Gelisah 2 4 5 : Tidak b) Teknik Menenangkan
5. Perilaku 2 4 ada
- Pertahankan sikap tenang dan hati-hati
- Pertahankan kontak mata
Menempel
- Kurangi stimuli yang menciptakan perasaan
6. Ketakutan 2 4
takut maupun cemas
- Identifikasi orang-orang terdekat klien yang
-Dukungan Keluarga Selama Perawatan bisa membantu klien
No Indikator Skala
- Peluk dan beri kenyamanan pada bayi/anak
- Bicara dengan lembut atau bernyanyi pada

34
Saat
Target
Kategori bayi/anak
Pengkajian Skala Target - Duduk dan bicara dengan klien
1. Anggota keluarga 3 5 1 : Tidak
- Tawarkan cairan hangat atau susu hangat
mengungkapkan keinginan pernah
c) Peningkatan Sistem Dukungan
untuk mendukung anggota menunjukan - Identifikasi respon psikologis terhadap situasi
keluarga yang sakit 2 : Jarang
dan ketersediaan system dukungan
2. Anggota keluarga bertanya 3 5 menunjukkan
- Identifikasi tingkat dukungan
bagaimana mereka dapat 3 : Kadang
membantu menunjukkan keluarga,dukungan keuangan,dan sumber
3. Meminta informasi 3 5 4 : sering daya lainya
mengenai prosedur menunjukkan - Libatkan keluarga,orang terdekat,dan teman-
4. Anggota keluarga 3 5 5 : Secara
teman dalam perawatan dan perencanaan
mempertahankan konsisten
- Identifikasi sumber daya yang tersedia
komunikasi dengan anggota menunjukkan
keluarga yang sakit terkait dengan dukungan pemberi perawatan
5. Anggota keluarga 3 5
memberikan dorongan
kepada anggota keluarga
yang sakit
6. Bekerja sama dengan 3 5
penyedia layanan kesehatan
dalam menentukan
perawatan
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
NO TGL
KEPERAWATAN (NOC ) (NIC)
3 Resiko infeksi Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan NIC : Infection Control
1. Membersihkan lingkungan di sekitar
berhubungan dengan diharapkan pasien tidak mengalami infeksi. Didapatkan skor
pasien untuk meminimalisir
prosedur invasif pada indikator

35
NOC Infection Severity (Keparahan Infeksi) perkembangbiakan mikroorganisme
Skala penyebab infeksi
Kategori 2. Ganti peralatan perawatan per pasien
No. Indikator Saat
Target Skala
Pengkajian
Target sesuai protocol institusi
1. Demam 5 5 1 : Berat 3. Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga
2. Kemerahan 5 5 2 : Cukup
kesehatan
3. Hilang nafsu 5 5 Berat 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
makan 3 : Sedang kegiatan perawatan pasien
4. Ketidakstabilan 5 5 4 : Ringan 5. Lakukan tindakan-tindakan
suhu 5 : Tidak pencegahan yang bersifar universal
5. Peningkatan 4 5 ada 6. Pakai pakaian ganti atau jubbah saat
jumlah sel darah menangani bahan bahan yang
. putih
infeksius
7. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
8. Mengajarkan kepada pasien dan
keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus segera lapor
ke tenaga kesehatan
9. Mengajarkan pasien dan anggota
keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi.
NIC : Pengecekan Kulit
1. Periksa kulit terkait dengan adanya
kemerahan,kehangatan

36
ekstrim,edema.
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor kulit dan selaput lendir
terhadap area perubahan
warna,memar dan dan pecah.
4. Monitor kulit untuk adanya
kekeringan yang berlebihan dan
kelembaban.
5. Monitor kulit untuk adanya ruam
dan lecet.
6. Ajarkan anggota keluarga/pemberi
asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit dengan tepat.

37
4 Ketidakefektifan Tujuan: NIC :
manajemen keluarga Manajemen kesehatan keluarga yang efektif Peningkatan Keterlibatan Keluarga:
b.d kerumitan regimen Kriteria Hasil: 1.Identifikasi kemampuan anggota keluarga
terapeutik Pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam proses untuk terlibat dalam perawatan pasien.
keluarga,suatu program untuk pengobatan penyakit sangat 2.Ciptakan budaya fleksibilitas untuk keluarga
memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan 3.Tentukan sumber daya fisik,emosional,dan
NOC: edukasi dari pemberi perawatan utama
-Partisipasi Keluarga Dalam Perawatan Profesional 4.Identifikasi harapan anggota keluarga untuk
Skala pasien
-No. Indikator Saat
Target
Kategori Skala
Pengkajian Target 5.Dorong anggota keluarga dan pasien untuk
1. Berpartisipasi 4 5 1 : Tidak pernah
membantu dalam mengembangkan rencana
dalam menunjukan
2 : Jarang perawatan,termasuk hasil yang diharapkan dan
perencanaan
perawatan
menunjukkan pelaksanaan rencana perawatan
3 : Kadang
2. Memperoleh 1 4 6.Monitor keterlibatan anggota keluarga dalam
menunjukkan
informasi yang
4 : sering perawatan pasien
diperlukan menunjukkan 7.Fasilitasi pemahaman mengenai aspek medis
3. Mengidentifikasi 1 4 5 : Secara
dari kondisi pasien pada anggota keluarga
faktor-faktor yang konsisten
menunjukkan 8.Tentukan tingkat ketergantungan pasien pada
. mempengaruhi
perawatan anggota keluarga,yang sesuai untuk usia atau
penyakit

- Pengetahuan:Manajemen Penyakit akut

38
Identifikasi Risiko
Skala
Saat 1.Kaji ulang data yang didapatkan dari
No Indikator Kategori
Pengkaji Target pengkajian risiko secara rutin
Skala Target
an
1 Manfaat manajemen 2 4 1.Tidak ada 2.Identifikasi adanya sumber-sumber agensi
penyakit pengetahuan
untuk membantu menurunkan faktor risiko
2. Tanda dan gejala 2 4 2.Pengetahu
3.Pertimbangkan pemenuhan terhadap perawatan
penyakit an terbatas
3. .Rejimen pengobatan 2 4 3.Pengetahu
medis dan keperawatan
an sedang 4.Instruksikan faktor risiko dan rencana untuk
4.Pengetahu mengurangi faktor risiko
an banyak 5.Implementasikan aktivitas-aktivitas
5.Pengetahu
pengurangan risiko.
an sangat
banyak

39
BAB IV
KESIMPULAN

Merupakan defek kongenital dimana lubang anus hilang atau tersumbat.Anus merupakan
lubang menuju rektum dimana kotoran meninggalkan tubuh yang mana penyebabnya masih
belum diketahui secara pasti . salah satu tanda yang dapat dicurigai ketika seorang anak
menderita atresia ani yaitu tidak keluarnya meconium 24 jam pertama saat bayi baru lahir.
Penatalaksanaan pada atresia nai tergantung klasifikasinya . Untuk atresia ani yang
lebih tinggi perlu adanya tindakan kolostomi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan tindakan
PSARP. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma
psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang
dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan
USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk.
Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian
akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
Ada beberapa komplilkasi yang kemungkinan dapat terjadi pada pasien post
kolostomi salah satunya yang terjadi pada An H yaitu prolaps pada stoma yang dpat terjadi
dikarenakan beberapa hal yaitu seperti peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna,
mesocolon yang panjang, tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan
tonusnya yang lemah serta kemungkinan omentum yang pendek dan tipis. Untuk itu
prntingnya pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga pasien dengan stoma untuk
mencegah komplikasi yang terjadi.

40
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek Gloria M dkk , 2013 . Nursing Outcomes Classifications Edisi Kelima . United
Kingdom . Elsevier Global Rights

Herdman T Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
klasifikasi 2015-2017 . Jakarta . EGC

Manjoer , Arief dkk . 2008 . Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta . Media Aesculapius

Moorhead Sue dkk , 2013 . Nursing Outcomes Classifications Edisi Kelima . United
Kingdom . Elsevier

Suriadi , 2008 . Asuhan Keperawatan Pada anak , Jakarta , fajar Interpratama

De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Zainul Arifin , 2011 , Gambaran jenis Atresia Ani pada pada penderita atresia ani di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2008 – 2010 , Medan . USU Repository

Yuliansyah Jeri ,2012 , Hubungan tingkat pengetahuan orang tua dalam perawatan kolostomi
pada anak dengan komplikasi kolostomi , Medan . USU Repository

41

Anda mungkin juga menyukai