Anda di halaman 1dari 9

TUGAS FILSAFAT ILMU

EMPATI DALAM KOMUNIKASI DOKTER


PASIEN

Nama : dr. Fifi Yuniarti

NIM : 04042711822005

Program Studi: Ilmu Penyakit Dalam

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
PENDAHULUAN

Komunikasi dokter pasien merupakan landasan utama dalam proses


diagnosis, terapi, rehabilitasi maupun pencagahan penyakit. Agar komunikasi
dapat berjalan dengan baik, maka kedua belah pihak baik dokter maupun pasien
perlu memelihara agar saluran komunikasi dapat terbuka lebar. Dari pihak dokter
saluran komunikasi akan terbuka lebar jika pasien mempunyai empati dan
bersedia mendengarkan secara aktif. Sedangkan dari segi pasien, saluran
komunikasi akan terbuka lebar jika pasien memiliki motivasi untuk sembuh (atau
diringankan penderitaannya ) serta rasa percaya kepada dokternya.

Unsur kepercayaan pasien terhadap dokter bukan hanya percaya bahwa


dokter akan mampu menyembuhkan tetapi juga yang paling penting adalah pasien
percaya bahwa dokter akan menjaga semua rahasia pasiennya. Rahasia yang
diungkapkan pasien kepada dokter sangatlah penting untuk menegakkan diagnosis
yang tepat dan memilih terapi yang sesuai. Rasa percaya yang begitu besar kepada
dokter, membuat pasien bersedia mengungkapkan rahasianya, bukan kepada
keluarga dekat atau sahabat sekalipun. Kewajiban dokter untuk menyimpan
rahasia telah dilaksanakan sejak zaman Hipocrates dan sampai sekarang setiap
dokter harus mengamalkan kewajiban ini bahkan tertuang dalam sumpah dokter
saat seseorang mendapatkan gelar dokternya. Namun dalam era sekarang ini,
seringkali dokter didesak oleh berbagai pihak dan berbagai kepentingan untuk
membuka rahasia dokter di depan umum. Hendaknya seorang dokter dapat
berpegang teguh kepada sumpah yang telah diucapkannya sehingga kepercayaan
pasien akan tetap terjaga.

DOKTER

Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang


cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada
keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera. Dokter
(dari bahasa Latin yang berarti "guru") adalah seseorang yang karena
keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua
orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter,
seseorang harus menempuh pendidikan dan pelatihan khusus selama beberapa
tahun, setelah itu baru dapat meraih gelar dalam bidang kedokteran.

Kata kedokteran berhubungan dengan penyembuhan. Dalam upaya


penyembuhan pasien, Hakikat dari profesi kedokteran adalah bisikan nurani dan
panggilan jiwa untuk mengabdikan diri pada manusia berlandaskan moralitas
yang kental, prinsip kejujuran, keadilan, empati keikhlasan, dan kepedulian
sesama manusia. Ilmu kedokteran secara bertahap berkembang di berbagai tempat
terpisah. Pada umumnya masyarakat mempunyai keyakinan bahwa seorang yang
terkena musibah dan sakit tidak mampu menolong dirinya sendiri. Ia memerlukan
pertolongan dari orang lain setidaknya dari keluarganya atau dari orang yang
dianggap mampu memberikan perawatan serta penyembuhan.

Ketika ilmu dan teknologi kedokteran semakin berkembang, seorang


dokter dalam melakukan profesinya tidak bisa lagi sendiri. Tugas dokter sesuai
filosofinya adalah menjaga kesehatan serta mencegah penyakit menjadi lebih
penting daripada sekedar menyembuhkan penyakit pasien. Sehingga kerjasama
antara dokter dan petugas medis lainnya dan dokter dengan pasien akan sangat
diperlukan. Kerjasama ini membutuhkan satu hal penting, yaitu komunikasi.

KOMUNIKASI

Istilah komunikasi secara epistemologis atau menurut asal katanya adalah


dari bahasa latin communicatus dan bersumber pada kata communis. Kata
communis memiliki makna”berbagi” atau “menjadi milik bersama”, yaitu usaha
yang memiliki tujuan untukkebersamaan atau kesamaan makna. Secara
terminologi merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh
seseorang kepada orang lain. Sedangkan menurut Harold Lasswell dalam
karyanya , The structure and Function of Communication in Society, komunikasi
melibatkan 5 unsur, yaitu; komunikator, pesan, media, komunikan dan efek.
Secara sederhana proses komunikasi merupakan pihak komunikator (pemberi)
membentuk pesan yang disampaikan melalui media tertentu kepada komunikan
(penerima) sehingga menimbulkan efek tertentu.
Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dan merupakan hal
yang paling dekat dalam kehidupan manusia, dapat diketahui bahwa komunikasi
terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia merupakan makhluk sosial
yang tergantung satu sama lain, serta saling terkait dengan orang lain di
lingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain di
dalam lingkungan adalah melalui komunikasi, baik secara verbal maupun non
verbal.

Komunikasi dokter dan pasien merupakan salah satu kompetensi yang


sangat penting dan harus dikuasai oleh dokter. Kompetensi komunikasi
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan
pasien. Komunikasi yang efektif dapat mengurangi keraguan pasien dan
menambah kepatuhan dari pasien. Baik dokter maupun pasien sama-sama
memperoleh manfaat dari saling berbagi dalam hubungan yang erat. Setiap pihak
merasa dimengerti. Pasien merasa aman dan terlindungi jika dokter yang
menanganinya melakukan yang terbaik untuk pasiennya. Ketika saling terhubung,
sang dokter dapat mengerti dan bereaksi lebih baik pada perubahan perilaku dan
perhatiannya pada pasien setiap saat. Komunikasi yang efektif antara dokter dan
pasien sangatlah diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal, berupa
masalah kesehatan yang dapat diselesaikan dan kesembuhan pasien. (Rusmana,
2009; Hardjodisastro, 2010).

Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa komunikasi antara


dokter dan pasien di Indonesia belum menjadi urusan utama. Selama ini
kompetensi komunikasi cenderung terabaikan. Banyak tuduhan bahwa dokter
melakukan malpraktek. Juga terdapat fenomena pasien berbondong-bondong
berobat ke luar negeri (Rusmana, 2009; Hardjodisastro, 2010). Berdasarkan hasil
konsil kedokteran Indonesia, diketahui bahwa sebagian dokter di Indonesia
merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan
pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter sangat
mungkin tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis
dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Selain itu, pada pasien
umumnya merasa berada dalam posisi yang lebih rendah di hadapan dokter,
sehingga takut bertanya dan hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter. Tidak
mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena pemahaman
menyeluruh memang tidak diperoleh dalam waktu yang singkat. (Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006).

Menyikapi permasalahan diatas, maka perlu dibangun komunikasi efektif


yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan,
maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya komunikasi yang
efektif, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga
dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara tepat
sehingga memberi obat yang tepat pula bagi pasien. Komunikasi yang baik
berlangsung dalam kedudukan setara sangat diperlukan agar pasien mau dan dapat
menceritakan sakit serta keluhanyang dialaminya secara jujur dan jelas.

Menurut Rusmana (2009), empat keinginan pasien yang harus dipenuhi untuk
membangun hubungan yang baik antara dokter dan pasien adalah:
1. Merasa ada jalinan dengan dokter dan mengetahui bahwa pasien
memperoleh perhatian penuh dari dokter
2. Mengetahui bahwa dokter dapat fokus pada setiap tindakan pengobatan
dan interaksinya
3. Merasa rileks dan bebas dari kekhawatiran pada suasana ruang praktek
4. Mengetahui bahwa dokternya dapat diandalkan.

Dari sudut pandang pasien, hubungan yang terjalin akan meningkatkan


kepercayaan dan komunikasi yang efektif. Dokter akan tanggap pada respon
pasien atas informasi yang disampaikannya. Pasien akan lebih terbuka dalam
mendengar dan belajar. Pertukaran pandangan yang sama akan mudah
dikembangkan dan pasien lebih bersedia untuk melakukan tindakan yang sesuai
harapannya. Pasien menjadi lebih siap menerima tindakan pengobatan dan akan
menyarankan orang lain untuk berobat ke dokter yang memiliki kemampuan
komunikasi pasien yang baik.
EMPATI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi empati adalah keadaan
mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam
keadaan perasaan ataupikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
Empati adalah keterampilan seseorang untuk menempatkan diri dalam sepatu
orang lain; dalam arti menempatkan diri dalam situasi / kondisi yang dialami
orang lain.
Pelajaran pertama seseorang mengenai empati dimulai saat masa bayi,
ketika berada dalam timangan orang tua. Ikatan emosi yang terbentuk ini akan
menjadi landasan bagi seseorang dalam perkembangan empati selanjutnya. Lalu
berkembang lagi pada masa kanak-kanak. Menurut Siwi (1992) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi empati, antara lain: pola asuh, kepribadian, usia,
derajat kematangan, sosialisasi dan jenis kelamin.
Empati berbeda dengan simpati. Empati memiliki definisi seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan definisi simpati merupakan rasa kasih;
rasa setuju (kepada); rasa suka. Sehingga dapat dikatakan bahwa simpati berarti
merasakan perasaan (penderitaan) pasien dan dokter ikut terlarut di dalamnya;
sedangkan empati juga berarti merasakan perasaan pasien, tetapi dokter tidak ikut
terlarut di dalamnya. Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisan mereka
tentang Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter (2002),
mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan dalam suatu sistem:
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien.
Level 1 : Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu.
Level 2 : Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit.
Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien.
Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien.
Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien.
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut
pandangpasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

KETERAMPILAN KOMUNIKASI DAN EMPATI


Manusia sudah berlatih komunikasi sejak lahir bahkan sekarang ini banyak
pendapat yang mengemukakan bahwa janin di dalam kandungan juga telah dapat
berkomunikasi. Dengan demikian mahasiswa kedokteran diharapkan sudah
mampu berkomunikasi dengan baik. Keterampilan yang sudah dipunyai
mahasiswa kedokteran tersebut akan menjadi modal utama dalam meningkatkan
keterampilan berkomunikasi dengan pasien secara baik. Namun setiap individu
mengalami perjalanan hidup mulai dari masa kecil, masa sekolah dan pergaulan di
luar sekolah yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Hal inilah
yang membuat kemampuan berkomunikasi mahasiswa kedokteran tidaklah sama.
Padahal dalam melaksanakan pekerjaannya kelak sebagai seorang dokter
keterampilan dalam berkomunikasi merupakan salah satu yang penting untuk
dikuasai. Karena itu dalam pendidikan kedokteran keterampilan komunikasi ini
sangatlah penting untuk dilatih, mungkin dalam bentuk kurikuler. Keterampilan
komunikasi juga dapat dilakukan melalui kegiatan di luar kampus. Pengalaman
dalam mengikuti kegiatan organisasi mahasiswa, organisasi sosial di masyarakat
secara berkesinambungan dapat mendukung proses tumbuhnya empati pada
mahasiswa kedokteran.

Di negeri Timur, termasuk Indonesia komunikasi non verbal menjadi


sangat penting. Bahkan lebih penting bila dibandingkan dengan komunikasi
verbal. Dokter di Indonesia perlu berlatih agar dapat membaca gerak tubuh
pasiennya agar dapat memahami pesan yang disampaikan pasien melalui gerak
tubuhnya tersebut. Dalam masyarakat majemuk di Indonesia, terdapat berbagai
suku yang mempunyai budaya yang beraneka ragam. Keanekaraaman budaya
suku di Indonesia ini perlu dipahami terutama bagi dokter yang akan bertugas di
daerah.

Perkembangan teknologi dapat mempermudah komunikasi. Namun dalam


konteks dokter-pasien hubungan tatap muka tidak akan bisa digantikan dengan
teknologi canggih yang ada. Hubungan dokter-pasien secara pribadi masih tetap
merupakan cara terbaik untuk komunikasi pasien dengan dokter.

Seperti halnya keterampilan komunikasi maka kemampuan empati


seseorang tumbuh sejak seseorang masih kanak-kanak. Beruntunglah mereka
yang tumbuh dalam keluarga yang menumbuhkan empati sejak kecil. Namun
tidak semua orang memperoleh pendidikan empati pada orang lain. Inti dari
empati adalah mendengarkan dengan baik dan tepat. Hal ini mutlak diperlukan
agar komunikasi dokter dan pasien dapat berjalan efektif. Dokter yang mampu
merasakan perasaan pasiennya serta mampu menanggapinya akan lebih berhasil
dengan baik dalam berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan berempati dapat
dilatih dan ditingkatkan. Masyarakat tidak hanya mengharapkan dokter mampu
mengobati pasien dengan cara mutakhir, teliti dan terampil, tetapi berharap juga
dokter mampu mendengarkan, meghormati pendapat pasien, berlaku santun dan
penuh pertimbangan. Dengan demikian dokter diharapkan mampu berkomunikasi
dengan baik serta memberi nasehat tanpa menggurui.

Kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain dan menghormati nilai-


nilai yang dianut pasien perlu ditumbuhkan. Kesediaan ini amat penting dalam
masyarakat Indonesia yang mempunyai banyak suku dan beraneka ragam budaya.
Dokter hendaknya tidak memaksakan nilai yang dianutnya kepada pasien. Meski
dokter berkewajiban menumbuhkan perilaku sehat namun kewajiban tersebut
disertai dengan menghargai pendapat orang lain dan penuh pertimbangan.

Penggunaan teknologi canggih berdampak pada biaya kesehatan yang


meningkat tajam. Padahal sebgain besar masyarakat Indonesia belum mampu
untuk membiayai biaya kesehatan yang mahal. Empati akan menyebabkan
seorang dokter akan lebih berhati-hati dalam memilih pemeriksaan diagnostik
maupun terapi yang tentunya tidak akan terlalu membebani pasien dan
keluarganya.

KOMUNIKASI, EMPATI DAN ETIKA KEDOKTERAN

Sebagian besar pelanggaran etika yang terjadi adalah akibat dokter tidak
terampil berkomunikasi dan kurang mempunyai empati. Bahkan di Amerika
Serikat, latihan keterampilan komunikasi yang diadakan secara rutin setiap
pertemuan tahunan dokter spesialis ilmu penyakit dalam, yang diharapkan dapat
menurunkan tuntutan terhadap dokter.
Dalam era berlakunya Undang-Undang praktek Kedokteran di Indonesia
(2004) yang memungkinkan dokter dituntut baik secara perdata maupun pidana
oleh pasien, maka keterampilan komunikasi dan rasa empati diharapkan akan
dapat meningkatkan mutu hubungan dokter-pasien di indonesia. Hubungan
dokter-pasien yang baik akan menimbulkan suasana saling membantudan
bersahabat menuju keberhasilan pengobatan. Kita harus menghindari hubungan
dokter dan pasien menjadi hubungan produsen dan konsumen. Profesi kedokteran
perlu mengembangkan kemampuan anggotanya untuk berkomunikasi dan
berempati secara terus menerus. Dengan demikian kita tidak akan terperangkap
pada praktek kedokteran defensif yang amat mahal dan tak akan dapat dijangkau
oleh sebagian besar masyarakat kita.

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid I. Jakarta: Interna. 2014:16-17.

Komunikasi-Direktori File UPI. Diperoleh dari


file.upi.edu>FIP>JUR._PSIKOLOGI. Diakses 16 Februari 2018

Komunikasi yang Relevan dan Efektif antara Dokter dan Pasien (PDF Download
Available). Diperoleh dari:
https://www.researchgate.net/publication/320100052_Komunikasi_yang_Relevan
_dan_Efektif_antara_Dokter_dan_Pasien. [Diakses 16 februari 2018].

Kedokteran-Wikipedia Bahasa Indonesia , Ensiklopedia bebas. Diperoleh dari:


hhtps;//id.m.wikipedia.org>wiki>Kedokteran. Diakses 14 Februari 2018

Bakhri, Syaiful. Filsafat, Etika dan Hukum Dalam Profesi Kedokteran.


Universitas Muhammadiyah Jakarta. Available from: hhtp:
//elearning.fkkumj.ac.id. [accessed Feb 2018].

Kamus Besar Bahasa Indonsia (KKBI), kamus versi online. Diperolehdari:


htpss://KKBI.web.id/empati.html. [diakses 14 februari 2018]

Anda mungkin juga menyukai