Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal
(gagal ginjal), jantung, mata, kaki (gangren diabetik). Gejala DM dapat timbul
perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari adanya perubahan pada
dirinya seperti minum menjadi lebih banyak (polidipsi), buang air kecil lebih
sering (poliuri), makan lebih banyak (polifagi) ataupun berat badan menurun
tanpa sebab yang jelas (Armstrong, 2007).
Pada penyandang diabetes melitus (DM) dapat terjadi komplikasi pada semua
tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik
dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikro faskuler). Pada
pembuluh darah besar, menisfestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada
pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh
darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan
berlebihan terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran
kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang
menjadi ulkus/gangren diabetes (Sudoyo,2009).
Istilah kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai
gangren yang terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia
perifer, atau keduanya (Grace & Borley, 2005).
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010, pasien
diabetes mellitus tipe 2 (kronis) di Indonesia naik dari 8,4 juta pada 2000
menjadi 21,3 juta tahun 2010. Sedangkan International Diabetes Federation
memperkirakan pada 2030 jumlah penderita diabetes di seluruh dunia
mencapai 450 juta orang (Mayfield, 2007).
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan
klien dengan gangrene (ulkus kaki diabetik).
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Kaki Diabetik
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai.
Istilah kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus
sampai gangren yang terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau
iskemia perifer, atau keduanya.
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus
(Sudoyo, 2009). Masalah khusus pada pasien ini adalah berkembangnya
ulkus pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi
tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik. Kemungkinan lain
ulkus diawali pemakaian sepatu yang tidak pas dan tertusuk benda asing
seperti jarum dan paku pada pasien dengan defisit sensori yang menghalangi
pasien mengalami nyeri (Isselbacher, 2000).
B. Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang
12 – 15 cm dan tranversal membentang pada dinding abdomen posterior
dibelakang lambung, kelenjar inilah yang mengekresikan insulin melalui
pulau langerhans yang berada dalam kelenjar pankreas. Didalam kelenjar
pankreas terdapat sel beta yang menghasilkan insulin, didalam penkreas
mengandung lebih kurang 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100
sel beta. Selain itu pankreas juga terdapat sel alfa, yang bekerja sebaliknya
insulin, sel ini menghasilkan glukagon yang berfungsi untuk meningkatkan
gula darah.
C. Insulin adalah suatu hormon yang menurunkan kadar gula darah dengan
meransang perubahan glukosa menjadi glukagen untuk disimpan dan dengan
meningkatkan ambilan glukosa selular. Insulin berfungsi memperbaiki
kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dan menggunakan glukosa serta
lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah dihasilkan dari pemecahan
karbohidrat dalam berbagai bentuk termasuk monosakarida dan unit-unit
kimia yang komplek, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dikosumsi
didalam tubuh dan dipecahkan menjadi monosakarida kemudian diserap
dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum proksimal.
(Evelyn, 2003)
D. Etiologi Kaki Diabetik
Adapun etiologi dari kaki diabetik adalah sebagai berikut:
1. Suplay darah kurang. Jika sirkulasi terhambat akibat pembuluh darah
menyempit, kaki menjadi kurang peka terhadap gangguan seperti udara
dingin, infeksi, atau luka.
2. Neuropati adalah kondisi kerusakan saraf akibat tingginya tingkat kadar
gula darah sehingga terjadi gejala kesemutan, nyeri, dan akhirnya mati
rasa pada kaki dan tungkai (Sustrani dkk, 2006). Neuropati merupakan
salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes
melitus yang menyebabkan penderita beresiko mengalami kaki diabetes
(Sudoyo dkk, 2009). Hiperglikemia pada penderita diabetes melitus
menyebabkan kerusakan pada saraf (Sudoyo dkk, 2009). Kerusakan pada
saraf membuat kaki kurang peka terhadap rasa sakit dan suhu. Jika kaki
seseorang menjadi kurang peka, memungkinkan orang tersebut tidak
mengetahui bila terjadi luka atau infeksi sehingga memperparah luka jika
tidak segera diobati (Suriadi, 2004).
3. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi . Hal ini dikarenakan kemampuan sel
darah putih untuk membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula
darah diatas 200mg%.
E. Manifestasi Klinik
1. Umumnya pada daerah plantar kaki
2. Kelainan bentuk kaki; deformitas kaki
3. Berjalan yang kurang seimbang
4. Adanya fisura dan kering pada kulit
5. Pembentukan kalus pada area yang tertekan
6. Tekanan nadi pada area kaki kemungkinan normal
7. ABI normal
8. Luka biasanya dalam dan berlubang
9. Sekeliling kulit dapat terjadi selulitis
10. Hilang atau berkurangnya sensasi nyeri
11. Xerosis (keringnya kulit kronik)
12. Hyperkeratosis pada sekeliling luka dan anhidrosis
13. Eksudat yang tidak begitu banyak
14. Biasanya luka tampak merah
F. Gejala permulaannya adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau
peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari) dan
bertambah lanjutnya kaki merasa mati rasa. Di samping itu, penurunan fungsi
proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap
posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan
sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang
terhuyung-huyung. Penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita
kaki diabetes beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa
diketahui (Brunner, 2001).
G. Patofisiologi
Penyakit neuropati dan vaskular adalah faktor utama yang mengkontribusi
terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait
dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki. Pasien dengan
diabetik juga mengalami gangguan pada sirkulasi. Efek sirkulasi inilah yang
menyebabkan kerusakan pada saraf yang sering disebut neuropati dan
berdampak pada sistem saraf autoimun yang mengontrol fungsi otot-otot
halus, kelenjar dan organ viseral. Gangguan pada saraf autonomi pengaruhnya
adalah terjadi perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran
darah, dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun
pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan
perifer, dan atau untuk kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada
autonomi neuropati ini akan menimbulkan kulit menjadi kering, anhidrosis
yang memudahkan kulit menjadi rusak dan luka yang sukar sembuh, dan dapat
menimbulkan infeksi dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak
lain adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi pada saraf
sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri,
tekanan dan perubahan temperatur.
H. Klasifikasi
Menurut Edmond 2004-2005 dalam Sudoyo (2009) klasifikasi kaki diabetes
berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki diabetes terbagi menjadi 6 stage,
yaitu:
1. Stage 1= normal foot
tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus
”claw”
2. Stage 2 = High Risk Foot
ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Stage 3 = Ulcerated foot
ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Stage 4 = Infected foot
abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Stage 5 = Necrotic foot
gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6. Srage 6 = Unsalvable foot
gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Untuk stage 1 dan stage 2, peran pencegahan primer sangat penting dan
semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh
podiatrist/chiropodist maupun oleh dokter umum atau dokter keluarga.
Stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat
pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan
pelayanan spesialistik. Untuk stage 5, apalagi 6 jelas merupakan kasus
rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat
erat, dimana harus ada dokter bedah, terutamanya dokter ahli bedah
vaskuler atau ahli bedah plastik dan rekonstruksi (Sudoyo, 2009)
Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan
luasnya iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dara klasifikasi kaki diabetik
menurut Wagner, yaitu:
Kedalaman luka
I. Defenisi
0 Kaki berisiko, tanpa ulserasi
1 Ulserasi superficial, tanpa infeksi
2 Ulterasi yang dalam sampai mengenai tendon
3 Ulserasi yang luas/ abses
4 Luas daerah iskemia
Defenisi
A Tanpa iskemia
B Iskemia tanpa gangrene
C Patial gangrene
D Complete foot gangrene
(Handaya, 2009)

G. Evaluasi Diagnostik (Pemeriksaan Penunjang)


1. Gula darah meningkat: 200-1000 mg/dl atau lebih.
2. Aceton plasma: positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol
4. Osmolalitas serum: <330 dl="" mos="" span="">
5. Elektrolit
Natrium: Meningkat / menurun
Kaium: Normal/meningkat
Fosphor: Lebih sering meninggi
GDA: Biasanya menunjukkan pH rendah dan menurun pada HCO3
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
Darah:
– Trombosit darah: H+ mungkin meninggi (dehidrasi)
– Ureum kreatinin: Meningkat atau normal
– Insulin darah: Pada tipe I mungkin menurun atau tidak ada. Pada
tipe II mungkin normal.
Urin
– Gula dan aseton +, berat jenis menurun.
– Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih.
J. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
a) Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol
dan larutan kalium permanganate 1:500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa
steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan
tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus
Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah
kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
K. Pemeriksaan Sensitifitas Kaki DM
1. diabetic_foot.jpgMonofilamen
Pemeriksaan dengan monofilamen ini adalah untuk mengevaluasi tekanan
sensasi pada kaki pasien dengan diabetes. Cara melakukan pemeriksaan
monofilamen adalah dengan memberikan sentuhan nilon monofilamen
pada sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan
tumit) dan sisi dorsal.
Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan
cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena
ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil
tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan
nilon monofilamen (Suriadi, 2004).
2. Refleks Hammer
Reflex Hammer/palu refleks adalah alat medis yang digunakan oleh dokter
untuk menguji refleks tendon dalam/lutut. Pengujian refleksitas pasien
merupakan bagian penting dari pemeriksaan fisik neurologis untuk
mendeteksi kelainan pada sistem saraf pusat atau perifer.
Cara pemeriksaan reflek hammer adalah sebagai berikut:
1) Pasien tidur terlentang atau duduk.
2) Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk
pemeriksa jongkok disisi kiri pasien.
3) Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan
diatas kaki berlawanan, bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.
4) Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/
menahan kaki pasien.
5) Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa
keras dan makin tegang bila posisi kaki dorsofleksi.
6) Ayunkan refleks hammer diatas tendon achiles.
3. Pemeriksaan biotesiometer
Biotesiometer merupakan instrumen yang dirancang untuk mengukur
sederhana dan akurat ambang apresiasi getaran pada subyek manusia.
Biotesiometer digunakan sebagai alat penelitian di penyakit saraf banyak.
Pada dasarnya Biotesiometer adalah sebuah “garpu tala listrik” yang
amplitudonya dapat diatur untuk setiap tingkat yang telah ditentukan atau
yang amplitudonya dapat ditingkatkan secara bertahap sampai ambang
sensasi getaran tercapai.
Sebaliknya, amplitudo dapat diturunkan sampai getaran tidak terlihat lagi
dilihat. Biotesiometer tidak hanya jauh lebih unggul garpu tala dalam
akurasi, namun akan mendeteksi perubahan neurologis yang tidak
diungkapkan dengan garpu tala.
L. Pencegahan komplikasi yang dapat dilakukan
1. Gagal ginjal kronik
a) Pengendalian kadar gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes).
b) Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam). Pembatasan asupan
garam adalah 4 sampai 5 gram/hari.
c) Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein). Asupan protein hingga
0,8 g/kg/bb/hari.
d) Mengendalikan kadar lemak dan mengurangi obesitas
e) Melakukan gaya hidup yang sehat meliputi olahraga rutin, diet,
menghentikan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga
rutin yang dianjurkan adalah berjalan 3 sampai 5 km/hari dengan
kecepatan sekitar 10 sampai 12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu.
2. Retinophaty
a) Lakukan pemeriksaan mata setiap setahun sekali atau lebih sering lagi
oleh dokter spesialis mata yang harus dimulai 5 tahun sesudah
diagnosis diabetes tipe I ditegakkan atau pada tahun ketika diagnosis
diabetes tipe II ditegakkan.
b) Lakukan terapi laser dini disertai dengan pengendalian glukosa dan
tekanan darah yang baik dapat mencegah kehilangan penglihatan
akibat retinopati.
c) Kenali gejala hipoglikemia dan hiperglikemia sebagai dua keadaan
yang menyebabkan penglihatan kabur.
3. Cardiovaskuler
a) Pengendalian kadar glukosa darah dalam tingkat normal atau
mendekati normal melalui terapi insulin.
b) Menjaga status gizi.
c) Menjaga kadar kolesterol.
d) Pola hidup sehat.
e) Menjaga tekanan darah.
M. Kolaborasi
Berikan diet kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein, dan 20% lemak dalam
penataan makan/ pemberian makanan tambahan. Kompleks karbohidrat
(seperti jagung, wortel, brokoli, buncis gandum, dan lain-lain) menurunkan
kadar glukosa/ kebutuhan insulin, menurunkan kadar kolesterol darah dan
meningkatkan rasa kenyang. Pemasukan makanan akan dijadwalkan sesuai
karakteristik insulin yang spesifik (misal efek puncaknya) dan respon pasien
secara individual. Catatan : makanan tambahan dari kompleks karbohidrat
terutama sangat penting (jika insulin diberikan dalam dosis terbagi) untuk
mencegah hipoglikemia selama tidur (Doenges, 2000).
Daftar menu makanan seimbang bagi pasien kaki diabetes
Makanan seimbang akan membantu mengontrol diabetes dan menjamin
pengobatan berjalan efektif. Tabel di bawah ini berisi contoh makanan yang
sebaiknya dikonsumsi.
Sarapan
Makanan Ringan
1. Susu krim atau semi krim
2. Pemanis buatan sebagai pangganti gula
3. Sereal kaya akan serat
4. Roti dari beras atau tepung
5. Mentega tak jenuh atau low fat
6. Selai dengan sedikit gula
7. Buah
1. Roti, pasta, atau kentang dengan isi rendah lemak, seperti seiris daging,
kacang-kacangan, keju rendah lemak, atau ikan kalengan
2. Buah segar atau kalengan dengan jus alami
3. Sayuran atau salad
Makanan Utama
Kue-Kue Diantara Waktu Makan
1. Makanan dari tepung, kentang, pasta, nasi, atau roti
2. Sedikitnya dua porsi sayuran, dan termasuk kacang polong dan kacang-
kacangan sesering mungkin
3. Seporsi kecil daging iris atau ikan tanpa lemak, dang hindari digoreng
4. Buah segar atau kalengan dalam jus alami, tidak manis, jeli tidak manis
5. Yogurt tanpa lemak
1. Hindari makan terlalu banyak kue-kue jika ingin mengurangi berat tubuh,
dan menggantinya dengan buah
2. Roti panggang dengan isi rendah lemak
3. Semangkuk sereal atau bubur
4. Keripik rendah lemak
5. Biskuit tawar
Sumber: Bilous, (2008)
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren
yang terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer,
atau keduanya. Adapun etiologi dari kaki diabetik adalah Suplay darah kurang,
Neuropati dan Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Manifestasi Klinik untuk ulkus diabetik adalah Umumnya pada daerah plantar
kaki, Kelainan bentuk kaki; deformitas kaki, Berjalan yang kurang seimbang,
Adanya fisura dan kering pada kulit, Pembentukan kalus pada area yang
tertekan, Tekanan nadi pada area kaki kemungkinan normal, ABI normal,
Luka biasanya dalam dan berlubang, Sekeliling kulit dapat terjadi selulitis,
Hilang atau berkurangnya sensasi nyeri, Xerosis (keringnya kulit kronik),
Hyperkeratosis pada sekeliling luka dan anhidrosis, Eksudat yang tidak begitu
banyak, Biasanya luka tampak merah. Pemeriksaan dignostik yang dapat
dilakukan pada ulkus diabetikum yaitu Gula darah , Aceton plasma, Asam
lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol , Osmolalitas serum, Elektrolit
(Natrium, Kalium, Fosphor, GDA, Darah, Urin.
Penatalaksanaan Medis ulkus diabetik yaitu Obat hiperglikemik oral (OHO),
Insulin dan Terapi Kombinasi dan penatalaksanaan keperawatan nya yaitu
Diet (Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak) .Latihan (Dengan
latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin). Pemantauan (Dengan melakukan
pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal). Adapun Pemeriksaan
Neuropati untuk Ulkus diabetik ini adalah Monofilamen, Refleks Hammer
dan Pemeriksaan biotesiometer
B. Saran
1. Untuk klien diharapkan mengontrol gula darah dan control ke dokter atau
rumah sakit setiap bulan dengan teratur, melakukan perawatan luka,
memperhatikan pola makan, olahraga dan minum obat dengan teratur.
2. Untuk mahasiswa diharapkan melalui makalah ini dapat mengerti dan
memahami Asuhan Keperawatan klien dengan ulkus diabetik dan dapat
mengaplikasikan di Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, D & Lawrence, A . (2007). Diabetic Foot Ulcers,Prevention,Diagnosis


and Classification. Jakarta: EGC.
Bilous, R. W. (2008). Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.
Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT
Gramedia

Grace, P. A & Borley, N.R. (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:
Gramedia.
Handaya, A. Y. (2009). Ulkus Kaki Diabetes.
Hinchliff, S. (2001). Kamus keperawatan. Jakarta: EGC.
Johnson, J. Y. [et al]. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk
Perawat. Jakarta: EGC.
Mayfield, J. A. [et al]. (2007). Preventive Foot Care in People with Diabetes.
Jakarta: EGC
Pendsey, S. [et al]. (2004). Diabetic Foot: A Clinical Atlas. New Delhi: Jaypee
BrothersMedical Publisher (P) Ltd.
Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah &
Penyakit Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo, A. W. [et al]. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta:Interna Publishing.
Suriadi. (2004). Perawatan Luka. Jakarta: Sagung Seto.
Sustrani, L. [et al]. (2006). Diabetes. Jakarta: Gramedia.
Rizki Kurniadi Hari Juli 14, 2016
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link



Beranda
Lihat versi web
PROFIL SAYA

Foto saya
Rizki Kurniadi

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai