Anda di halaman 1dari 9

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah

4.1.1 Letak geografis


Secara geografis kedudukan wilayah Provinsi Maluku Utara terletak antara
3 LU-3 oLS dan antara 124 oBT-129 oBT, dengan batas-batas wilayah sebagai
o

berikut :
• Sebelah Utara dengan Samudera Pasifik
• Sebelah Selatan dengan Laut Seram dan Laut Banda
• Sebelah Timur dengan Selat Halmahera
• Sebelah Barat dengan Laut Maluku
Sedangkan secara administrasi Provinsi Maluku Utara terdiri dari
6 kabupaten dan 2 kota dengan luas keseluruhan + 145.819,1 km2.

4.1.2 Karakteristik iklim


Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi sehari-hari dimana unsur
penyusun iklim utama adalah temperatur dan curah hujan, sehingga untuk
mengetahui tipe iklim suatu wilayah perlu mengetahui karakteristik temperatur
dan curah hujan. Provinsi Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim tropis dengan
suhu udara berkisar antara 27 oC-30 oC dengan curah hujan rata-rata antara 1000 -
2000 mm/tahun. Kelembaban nisbi rata-rata yang tercatat pada stasiun
Metereologi Babullah Ternate (1997) adalah 71% (higher) pada bulan Agustus
dan 87% (lower) pada bulan Februari.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah ini beriklim tipe A dan
B, sedangkan menurut klasifikasi Koppen bertipe A. Wilayah Provinsi Maluku
Utara dipengaruhi oleh 4 musim, yaitu musim utara atau barat dan musim selatan
atau timur dan 2 musim peralihan. Musim angin berlangsung setiap tahun dengan
kecepatan rata-rata 12 km/jam yang dipengaruhi oleh keadaan angin musim utara
dan musim selatan diselingi musim pancaroba yang merupakan transisi antara
kedua musim tersebut. Musim utara terjadi pada bulan Oktober hingga Maret dan
musim selatan terjadi pada bulan April hingga September.
Data Stasiun Meteorologi Babullah Ternate pada tahun 1999 menunjukkan
bahwa musim hujan jatuh pada bulan Desember-Mei dengan curah hujan tertinggi
33

pada bulan Mei (336 mm) dengan jumlah hari hujan 11-21 hari dan curah hujan
terendah pada bulan Oktober (6 mm) dengan jumlah hari hujan 3-4 hari. Suhu
udara maksimum berkisar 29,5-32,3 oC dan suhu minimum berkisar 22,1-24,1oC
dengan suhu rata-rata 26,6 oC. Kelembaban nisbi berkisar 75-87% dengan rata-
rata 80,3%. Persentase penyinaran matahari rata-rata berkisar 37% (Pebruari)-
97% (Agustus). Kecepatan angin pada bulan Nopember-Mei bertiup dari arah
barat daya dengan kecepatan maksimum 24 knot, bulan Juni-September bertiup
dari arah selatan dengan kecepatan maksimum 21 knot.

4.1.3 Krakteristik oseanografi


Informasi dasar tentang kondisi lingkungan perairan sangat diperlukan
dalam kegiatan pemanfaatan kawasan perairan pantai berupa pengetahuan akan
karakteristik fisik dan dinamika perairan sehingga diperlukan data dari parameter
oseanografi yang diperoleh dari data sekunder.
Perairan Maluku Utara secara langsung berbatasan dengan laut lepas,
sehingga kondisi yang terjadi di perairan ini dipengaruhi oleh karakteristik
perairan yang berbatasan dengan wilayah perairan. Beberapa laut yang
mempengaruhi secara langsung wilayah Maluku Utara adalah laut Maluku, laut
Seram dan samudera Pasifik. Selain memiliki topografi yang landai sampai terjal,
di perairan Maluku Utara terdapat beberapa palung yang dalam. Kedalaman
perairan Maluku Utara mulai dari daerah inshore sampai pada daerah ofshore
adalah 200-700 meter. Sedangkan pada daerah atau perairan pantai yang
terlindung dan memiliki topografi yang landai terutama pada kawasan pulau-pulau
kecil kedalamannya tidak lebih dari 200 meter.
Kondisi parameter oseanografi perairan Maluku Utara tidak jauh berbeda
dengan perairan tropis lainnya, kondisi ini bisa terjadi secara harian, tahunan dan
jangka panjang. Kondisi pasang surut bergantung pada tipe pasang surut yang
terjadi di perairan tersebut, terutama di perairan yang kedalamannya dangkal
(inshore), sedangkan untuk pergerakan arus dan gelombang bergantung pada
topografi pulau. Perairan Maluku Utara yang berhadapan langsung dengan
Samudera Pasifik kondisi oseanografi di perairan ini sangat dipengaruhi oleh
kekuatan angin yang besar.
34

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir
periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari.
Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal), atau dua kali
sehari (pasut ganda). Sedangkan pasut yang berprilaku diantara keduanya disebut
sebagai pasut campuran.
Pasang surut yang terjadi di perairan Maluku Utara adalah tipe pasang
diurnal, yaitu pergerakan naik turunnya permukaan air laut pada interval waktu
yang sama antara siang dan malam. Selanjutnya pergerakan arus yang
berlangsung menurut skala waktu dapat dibedakan menjadi arus musiman akibat
perubahan musim, yaitu Barat dan Timur dan arus harian yang dipengaruhi oleh
pergerakan pasang surut. Data Dishidros TNI-AL (1992) diacu dalam Dinas
Perikanan dan Kelautan (2002) kecepatan arus tertinggi terjadi di selat Capalulu
mencapai 90 mil/jam, sedangkan arus lokal bervariasi pada saat arah angin
menuju timur laut sampai tenggara dan ke arah selatan sampai barat dengan
variasi antara 1- 45 cm/detik.
Parameter oseanografi penting lainnya adalah gelombang, informasi
mengenai kondisi gelombang dapat memprediksikan perairan dan aktifitas di laut
termasuk aktifitas perikanan tangkap. Variasi pergerakan gelombang berdasarkan
data Dishidros TNI-AL (1992) dan LON-LIPI Ambon (1994) dalam Dinas
Perikanan dan Kelautan (2002) gelombang besar terjadi pada bulan September-
Desember dengan ketinggian mencapai 1.50 - 2.00 meter.
Pola pasut di beberapa tempat khususnya diperairan Maluku Utara
diperkirakan memiliki ciri yang sama dengan pola pasut di perairan Indeonesi
Timur secara keseluruhan. Pola pasut di daerah ini merupakan rambatan pasut dari
perairan yang jauh lebih luas yaitu lautan Pasifik. Sifat pasang surut (pasut) di
perairan Maluku Utara bersifat campuran, dominasi pasut ganda. Dikatakan pasut
ganda (semidiurnal tide) apabila terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
satu hari.
35

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap

4.2.1 Potensi sumberdaya ikan


Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya ikan yang dapat pulih (renewable
resources) namun terbatas. Bila sumberdaya ikan tersebut dimanfaatkan melebihi
daya dukungnya, kelestarian sumberdaya ikan akan terancam dan produksinya
akan menurun. Kelestarian sumberdaya ikan di Indonesia pada dekade ini
diperkirakan akan menghadapi ancaman semakin meningkat karena, pergeseran
daerah penangkapan armada perikanan dunia ke perairan yang masih potensial,
termasuk perairan di sekitar kepulauan Indonesia, baik secara legal maupun ilegal.
Informasi mengenai potensi sumberdaya ikan sangat diperlukan bagi
perencanaan, pengambilan keputusan, pengusahaan dan lain-lain dalam
pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Apabila sumberdaya ikan dan
tingkat keanekaragaman hayati dapat dipertahankan kelestariannya maka
kelangsungan usaha penangkapan ikan di pusat-pusat konsentrasi nelayan di
pangkalan pendaratan ikan akan terjamin keberlanjutannya.
Berdasarkan hasil penelitian Badan Riset Departemen Kelautan dan
Perikanan dan Komisi Nasional Stock Assessment, wilayah perairan Maluku Utara
berada dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Laut Seram dan Laut
Maluku dengan jumlah potensi sumberdaya ikan (standing stock) yang
diperkirakan mencapai 1.035.230 ton dengan jumlah potensi lestari (MSY) yang
dapat dimanfaatkan sebesar 828.180,00 ton/tahun terdiri dari ikan pelagis
621.135,00 ton/tahun dan ikan demersal 207.045,00 ton/tahun. Komposisi potensi
sumberdaya ikan di WPP 7 disajikan pada Tabel 1.
36

Tabel 1 Komposisi potensi sumberdaya ikan, produksi serta tingkat


pemanfaatannya di WPP 7 Tahun 2003

Tingkat
Kelompok Sumber Potensi Produksi Tahun
No. Pemanfaatan
Daya Ikan (SDI) (Ton/Tahun) 2003 (Ton)
(%)
1 Pelagis Besar 424.260,00 24.667,52 5,81
2 Pelagis Kecil 169.834,33 20.003,09 11,77
3 Demersal 101.872,08 12.727,23 12,41
4 Ikan Karang 67.801,78 10.287,16 15,12
5 Udang Penaeid 26.545,26 3.727,35 14,03
6 Lobster 14.992,37 3.013,16 20,10
7 Cumi-cumi 22.874,18 9.111,18 39,82
Total 828.180,00 83.536,65 -
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006)

Untuk perairan WPP Laut Maluku dan Laut Seram khususnya perairan
Maluku Utara pada tahun 2003, semua kelompok sumberdaya ikan belum ada
yang berada pada kondisi mendekati tangkap lebih (overfishing) terutama jenis
ikan pelagis besar seperti cakalang dan tuna tingkat pemanfaatannya baru
mencapai 5,81%.

4.2.2 Prasarana dan sarana perikanan


Prasarana dan sarana perikanan adalah suatu kesatuan teknis dalam suatu
usaha perikanan, baik tangkap maupun budidaya. Prasarana dan sarana perikanan
tangkap biasanya terdiri dari Pelabuhan Perikanan (PP), Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI), Laboratorium Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan,
Armada Penangkapan, dan Alat Tangkap. Sampai dengan tahun 2005 jumlah
prasarana perikanan tangkap di Provinsi Maluku Utara baik miliki swasta maupun
pemerintah disajikan pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2 Perkembangan prasarana perikanan miliki swasta di Provinsi Maluku


Utara sampai tahun 2005

Jenis dan kapasitas


Nama Perusahaan
Pabrik Es (ton/hr.) Cold Storage (ton)
PT Usaha Mina 60 40
PT Bayatri 100 1200
PT Prima Reva 5000 400
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006)
37

Tabel 3 Perkembangan prasarana perikanan tangkap miliki pemerintah Provinsi


Maluku Utara sampai tahun 2005

Jenis dan kapasitas


Nama unit Lokasi Luas Dermaga Pabrik Es Cold Storage
(m2) (ton/hr.) (ton)
PPN Ternare Ternate 560 20 20
PPP bacan Bacan 102 10 -
PPP Tobelo Tobelo 240 10 10
TPI Weda Weda 100 5 -
TPI Jailolo Jailolo - 10 -
TPI Ternate Dufa-dufa 30 10 10
TPI Tidore Tidore - 5 -
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006)

Sarana perikanan yang dimaksudkan adalah unit armada dan alat


penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Provinsi Maluku Utara. Jenis
armada dikategorikan berdasarkan kapasitas muat dan ukuran antara lain perahu
tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM).
Berdasarkan distribusi keberadaan armada penangkapan ikan di Provinsi Maluku
Utara sampai tahun 2005 menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan masih
terkonsentrasi pada wilayah perairan pesisir. Hal tersebut tercermin dari dominasi
jumlah perahu tanpa motor (51,02%) dan kapal motor < 5 GT (27,48%).
Perkembangan armada penangkapan ikan tahun 2004-2005 dapat dilihat pada
Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan armada penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara


tahun 2005

Perkembangan unit penangkapan


No Jenis alat tangkap Fluktuasi
2004 2005 Kenaikan (%)
1 PTM 1.286 1.713 427 51,02
2 PMT 893 976 83 9,92
3 Kapal Motor 889 1.216 327 39,07
< 5 GT 459 689 230 27,48
5 < 10 GT 344 421 77 9,20
10 < 20 GT 54 57 3 0,36
> 20 GT 32 49 17 2,03
Jumlah 3.957 5.121 1.164 139,08
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006)
38

Perkembangan jumlah alat tangkap di Provinsi Maluku Utara periode 2004-


2005 rata-rata bervariasi. Alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan masih
didominasi oleh jaring insang, bagan, pancing lain dan jenis alat tangkap lain-lain.
Berdasarkan distribusi penggunaan alat penangkapan ikan tersebut menunjukkan
bahwa sebagian besar nelayan di Provinsi Maluku Utara masih menggunakan alat
tangkap sederhana. Perkembangan armada penangkapan ikan tahun 2004-2005
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perkembangan alat penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara


periode 2004-2005

Tahun Kenaikan
No Alat Tangkap
2004 2005 Unit Fluktuasi (%)
1 Pukat cincin 212 239 27 13
2 Huhate 272 313 41 15
3 Jaring insang 505 609 104 21
4 Bagan 454 508 54 12
5 Pancing tonda 305 309 4 1,3
6 Pancing lain 392 507 115 29
7 Rawai 101 112 11 11
8 Lain-lain 452 502 50 11
9 Pukat pantai 312 351 39 13
Jumlah 3.005 3.450 445 15
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2006)

4.2.3 Sumberdaya manusia dan kelembagaan


Kapasitas sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaan di bidang
perikanan dan kelautan merupakan aset pembangunan, karena kesiapan
sumberdaya manusia dan kelembagaan merupakan stakeholders yang
melaksanakan kegitan perikanan dan kelautan secara langsung di lapangan. Oleh
karena itu perkembangan sumberdaya manusia dan kelembagaan tidak hanya
terukur dari jumlah tetapi diukur pada kapasitas dan kemampuan dalam
mengadopsi teknologi dan modal usaha.
Jumlah masyarakat pesisir yang memanfaatkan dan berusaha dalam bidang
perikanan di Provinsi Maluku Utara terdiri dari rumah tangga perikanan (RTP).
RTP merupakan gambaran tentang seberapa banyak pelaku usaha perikanan di
suatu daerah. Diantara RTP di Provinsi Maluku Utara adalah nelayan, buruh,
juragan kapal, bakul ikan dan pengolah ikan. Nelayan terdiri dari juru mudi dan
anak buah kapal (ABK).
39

Sampai dengan tahun 2004 jumlah nelayan sebanyak 36.984 orang atau
4,4% dari total jumlah penduduk Maluku Utara. Dari jumlah tersebut tergabung
dalam 320 kelompok usaha bersama (KUB) dengan jumlah kelompok antara 5-7
orang, dengan demikian jumlah nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha
berjumlah 533 orang.
Penguatan kelembagaan di bidang perikanan dan kelautan merupakan salah
satu strategi untuk meningkatkan produktivitas usaha dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan di Propinsi Maluku Utara. Kelembagaan perikanan yang
penting lainnya adalah koperasi perikanan, terdiri dari koperasi primer dan
sekunder. Dari 30 koperasi nelayan yang ada memiliki jumlah anggota sebanyak
2.836 orang atau 7,7%, sedangkan koperasi sekunder berjumlah 2 koperasi, yaitu
Pusat Koperasi Perikanan Kie raha di Kecamatan Bacan dan Pusat Koperasi
Sonyinga Bahari di Kecamatan Tidore.

4.2.4 Pengolahan
Produksi pengolahan hasil perikanan masih bergantung pada dukungan
perikanan tangkap, karena bahan bakunya masih diperoleh dari hasil penangkapan
di laut. Namun demikian produksi pengolahan memiliki distribusi pemasaran
yang cukup luas dibandingkan dengan budidaya dan dan penangkapan ikan.
Pengolahan hasil perikanan di Maluku Utara terbagi atas tiga skala usaha, yaitu
skala kecil yang meliputi pengeringan, penggaraman, pengasapan, fermentasi dan
pemindangan dan skala menengah meliputi filet, pengeringan dan penggaraman,
sedangkan skala besar meliputi pembekuan (frozen), pengasapan (smoked), dan
filet (fillet).
Sampai tahun 2005 jumlah pengolahan hasil perikanan skala kecil yang
tersebar di seluruh kabupaten/kota sebanyak 1.825 unit perorangan, skala
menengah sebanyak 66 unit dan skala besar 8 unit.

4.2.5 Pemasaran
Berdasarkan tujuan pemasarannya, komoditas perikanan dan kelautan di
Propinsi Maluku Utara dapat dipasarkan baik lokal, interinsuler maupun eksport.
Sampai tahun 2005 pemasaran produksi ikan sebagian besar masih berorientasi
pasar lokal yakni mencapai 75.242,41 ton atau 60% dari total produksi.
Pemasaran interinsuler terutama daerah tujuan, yaitu ke Jakarta, Surabaya,
40

Banyuwangi, Makassar, dan Manado. Hingga tahun 2005 pemasaran produksi


perikanan sebesar 41.041,32 ton atau 25% dari total produksi. Sedangkan tujuan
pasar ekspor sampai tahun 2005 sebanyak 20.520,66 ton atau 15% dari total
produksi. Terdapat 7 jenis komoditas perikanan dengan tujuan eksport antara lain;
kerapu hidup, napoleon hidup, lobster hidup, cakalang beku, tuna beku, ikan beku
campuran dan ikan hidup campuran.

Anda mungkin juga menyukai