Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KESEHATAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Kesehatan dan Penanggulangan Bencana


Yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc dan Ibu Vita Ria Mustikasari,
S.Pd., M.Pd.

Oleh kelompok 1
Choirun Nisa 160 351606466
Desta Wahyu Maharani 160351606457
Kiki Sarah May R S P 160351606421
Muti’atul Lailiyah 160351606447

Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Agustus 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Permasalahan, Penanggulangan dan Tindakan
Kesehatan Kebencanaan di Indonesia untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kesehatan dan Penanggulangan Bencana ini.
Makalah ini kami susun dengan sebaik mungkin. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Permasalahan,
Penanggulangan dan Tindakan Kesehatan Kebencanaan di Indonesia ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Malang, 30 Agustus 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Bencana ............................................................................................. 3
B. Tanggapan Terhadap Bencana .......................................................... 5
C. Permasalahan Bencana ...................................................................... 6
D. Penanggulangan Bencana.................................................................. 10
E. Tindakan Kesehatan Pra-Saat-Pasca Bencana .................................. 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 24
B. Saran .................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,
geologis, hidrologis serta demografis yang memungkinkan terjadinya bencana,
baik yang disebabkan faktor alam, non alam ulah tangan manusiayang
menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda serta dampak psikoologis yang dalam keadaan
tertentudapat menghambat pembangunan nasional.
Berdasarkamn UU Nomor 24 Tahun 2007, Bencana merupakan
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan nonalam maupun faktor manusia sehingga megakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis. Kondisi ini merupakan ancaman yang sulit diprediksi
dengan perhitungan kapan, dimana, bencana apa yang terjadi, berapa kekuatan
bahkan kita tidak dapat memperkirakan estimasi korban jiwa maupun harta
benda.
Dengan sering terjadinya bencana tersebut perlu adanya
penanggulangan bencana dan resiko yang ditimbulkan. Secara periodik,
Indonesia membangun sistem nasional penanggulangan bencana. Sistem
nasional ini mencakup beberapa aspek antara lain: legislasi, kelembagaan, dan
pendanaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari bencana?
2. Apa permasalahan kebencanaan di Indonesia?
3. Bagaimana sistem penanggulangan kebencanaan di Indonesia?
4. Bagaimana tindakan kesehatan pada pra-saat-pasca terjadinya bencana di
Indonesia?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari bencana.
2. Dapat mengetahui permasalahn kebencanaan di Indonesia.
3. Dapat mengetahui sistem penanggulangan kebencanaan di Indonesia.
4. Dapat mengetahui tindakan kesehatan pada pra-saat-pasca kebencaan di
Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bencana
Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana atau
International Strategy for Disaster Reduction - Perserikatan Bangsa-Bangsa
(ISDR 2004), mendefinisikan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius
terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian
yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk
mengatasinya dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Dalam UU
No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan
beberapa istilah terkait dengan bencana. Bencana merupakan peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan nonalam
maupun faktor manusia sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian
yang menyebabkan kerusakan, gangguan psikologis, hilangnya nyawa
manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada
skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah
yang terkena. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bencana adalah situasi dan
kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tergantung pada
cakupannya, bencana bisa merubah pola kehidupan dari kondisi masyarakat
yang normal menjadi rusak, menghilangnya harta benda dan jiwa manusia,
serta merusak struktur sosial masyarakat.
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007, jenis bencana dibedakan menjadi
3, yaitu :
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang
disebabkan oleh alam, antara lain seperti banjir, kekeringan, gempa
bumi, angin topan dan badai.

3
2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh rangkain
peristiwa nonalam atau kelalaian manusia seperti kebocoran nuclear
plant atau pipa gas, kebakaran karena kelalaian, tumpahan minyak
dilaut yang tidak disengaja, arus pendek listrik, penyebaran virus,
wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yag diakibatkan oleh manusia atau kejahatan
manusia, seperti sabotase, pembakaran, peledakan, konflik sosial
antarkelompok, teror.
Berdasarkan cakupan wilayah bencana, bencana terdiri dari:
1. Bencana lokal
Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan
disekitarnya. Biasanya akibat ulah manusia.
2. Bencana regional
Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis
yang cukup luas dan biasanya disebabkan oleh faktor alam.

Menurut Barbara Santamaria (1995), ada tiga fase dapat terjadinya


suatu bencana, yaitu:
1. Fase pre impact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya
pada fase inilah segala persiapan dilakukan dengan baik oleh pemerintah,
lembaga dan masayarakat.
2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks bencana. Inilah saat
dimana manusia sekuat tenaga mencoba unutuk bertahan hidup, fase ini
terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat
dilakukan.
3. Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan
penyembuhan dari fase darurat. Tahap dimana masyarakat mulai berusaha
kembali pada fungsi kualitas normal. Secara umum, pada tahap ini para

4
korban akan mengalami tahap respon fisiologi, mulai dari penolakan
(denial). Marah (angry), depresi hingga penerimaan (acceptance).

B. Tanggapan Terhadap Bencana


Tanggapan terhadap bencana adalah jumlah total tindakan yang
dilakukan oleh orang-orang atau institusi-institusi dalam menghadapi bencana.
Tindakan-tindakan ini mulai dengan peringatan akan datangnya satu kejadian
yang mengancam atau dengan kejadian itu sendiri jika kejadian itu muncul
tanpa memberi peringatan. Tanggapan terhadap bencana mencakup
implementasi dari rencana-rencana kesiapan bencana dan prosedur-
prosedurnya, dengan demikian ada persamaannya dengan kesiapan bencana.
Akhir dari tanggapan terhadap bencana muncul dengan penyelesaian program-
program rehabilitasi bencana. Tahapan aktivitas penanggulangan bencana
tersebut adalah seperti tampak pada Gambar 4.

Gambar 1. Aktivitas Penanganan Bencana


Sumber: Tinjauan Umum Manajemen Bencana UNDP-United Nations
Development Programme, 1992 (dimodifikasi)

5
C. Permasalahan Bencana
Bencana alam adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Jika ditinjau dari
penyebabnya dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: bencana alam geologis,
klimatologis, dan ekstra-terestrial (Buletin KAMADHIS UGM. 2007:3).
Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh
gaya-gaya dari dalam bumi. Sedangkan bencana alam klimatologis adalah
bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca.
Bencana alam ekstra-terestrial yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya
atau energi dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis yang
sering berdampak terhadap manusia.
Terkait hal tersebut, faktor penyebab bencana dapat diuraikan sebagai
berikut. Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster)
maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan bencana antara lain (Bappenas, 2008):
a. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-
madehazards) yang menurut United Nations International Strategy for
DisasterReduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya
geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi
(hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards),
bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas
lingkungan (environmental degradation).
b. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana.
c. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.

Dari banyaknya pengamatan akan bencana, maka dapat ditemukan


karakteristik dari bencana itu sendiri sebagai berikut (Royan, 2004):

6
1. Terdapat kerusakan pada pola kehidupan normal. Kerusakan tersebut
biasanya terlihat cukup parah, sebagai akibat dari kejadian yang mendadak
dan tidak terduga serta luasnya cakupan akan dampak dari bencana.
2. Dampak dari bencana merugikan manusia, baik bersifat langsung maupun
tidak. Biasanya dapat berupa kematian, kesakitan, kesengsaraan, maupun
akibat negatif lainnya yang berdampak pada kesehatan masyarakat.
3. Merugikan struktur sosial, seperti kerusakan pada sistem pemerintahan,
bangunan, komunikasi, dan berbagai sarana dan prasarana pelayanan
umum lainnya.
4. Adanya pengungsian yang membutuhkan tempat tinggal atau
penampungan, makanan, pakaian, bantuan kesehatan, dan pelayanan
sosial. Yang terkadang tidak mencukupi atau kurang terkoordinasi.
Indonesia termasuk negara yang rawan bencana.
Karena posisi geografisnya dan tingkat risiko bencana yang tinggi
pula dikarenakan kepadatanan penduduknya, sudah seharusnya
memperhatikan tingkat keselamatan tiap warga negara dalam upaya
penanggulangan dan pengurangan risiko bencana. Selain itu, Indonesia tidak
lepas dari banyaknya gunung api yang membentang dari Sumatera sampai ke
Papua. Oleh karenanya Indonesia disebut sebagai ring of fire. Tercatat dalam
sejarah bahwa indonesia pernah menjadi tempat yang menimbulkan dampak
yang cukup besar. Salah satunya Gunung Tambora yang terletak di Pulau
Sumbawa, Nuda Tenggara Barat meletus pada tahun 1815 dan Gunung
Krakatau yang meletus pada tahun 1883.
Tercatat pada tanggal 26 Desember 2004, Gempa bumi yang besar
terjadi di dalam laut sebelah barat Pulau Sumatra di dekat Pulau Simeuleu.
Gempa bumi tersebut memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000
korban jiwa.
Adapun permasalahan kebencanaan yang terjadi di Indonesia
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Ramli, 2010:4).

1. Faktor Geografis

7
Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau yang tersebar
diantara benua Asia dan Australia dan di tengah dua samudera
mengakibatkannya rawan terhadap bencana. Pengaruh iklim, badai
tropis, dan arus laut akan berpengaruh terhadap kerentanan bencana.
Pantai-pantai yang memanjang sepanjang samudera menjadikan daerah
Indonesia rawan terhadap bahaya gelombang pasang dan tsunami.
2. Faktor Geologi
Indonesia merupakan negara yang memiliki rentan bencana alam yang
cukup tinggi di karenakan letak indonesia yang berada diantara tiga
lempeng. Indonesia tempat bertemunya lempeng Australia, lempeng
Asia, lempeng Pasifik, yang masing-masing mempunyai gerakan
sendiri dengan arah berbeda dan saling bergeser. Kondisi ini
mengakibatkan penumpukan energi yang jika tidak bisa ditahan lagi
akan menimbulkan gempa.
3. Faktor Hidometeorologi
Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dialiri oleh sungai-sungai yang
besar dan beraliran deras. Curah hujan di Indonesia sebagai suatu
kawasan tropis juga tergolong tinggi, khusunya dimusim penghujan.
Perubahan cuaca hanya sebagai pemicu saja, penyebab utamanya tetap
pada daya dukung dan daya tampung lingkungan setempat. Curah
hujan yang tinggi akibat cuaca ekstrim menimbulkan kerawanan untuk
menimbulkan bahaya banjir, tanah longsor, atau galodo.
Setiap jenis bencana maka terdapat permasalahan yang akan
ditimbulkan berbeda beda yaitu sebagai berikut,
Jenis Bencana Permasalahan
a. Terkadang sulitnya memprediksi kapan akan
terjadinya erupsi.
b. Sering kali erupsi yang diawali gempa bumi.
1. Gunung Api c. Kesulitan dalam memperkirakan munculnya
gas beracun karena secara tiba-tiba.
d. Banyaknya penduduk yang terdapat disekitar
gunung api, baik yang bermukim ataupun

8
beraktifitas.
a. Tidak sedikit lereng terjal yang
dimanfaatkan warga sebagai lahan pertanian.
b. Struktur tanah dan batuan induk yang telah
rusak karena adanya lahan pertanian baru.
c. Tidak sedikit lereng terjal yang belum di
konservasi sehingga menyebabkan erosi dan
longsor lahan.
d. Tanah longsor yang pernah terjadi di lahan
2. Longsor
pertanian penduduk, tetap digunakan lagi
oleh warga sebagai lahan pertanian
walaupun rawan longsor
e. Curah hujan yang tinggi di dataran tinggi
mengakibatkan longsor lahan.
f. Gempabumi yang terjadi secara tiba-tiba
dengan skala tertentu dapat mengakibatkan
longsor lahan .
a. Banyaknya penggundulan hutan dan
banyaknya pembukaan hutan sebagai lahan
pertanian menyebabkan banjir bandang
3. Banjir b. Ketika curah hujan yang tinggi maka
menyebabkan banjir yang ada di dataran
tinggi dapat meluap ke wilayah lain yang
lebih rendah.
a. Musim kemarau yang terlalu lama.
b. Banyaknya penggunaan lahan yang tidak
sesuai tata guna lahan menyebabkan longsor
lahan sehingga lapisan tanah menjadi tipis
4. Kekeringan
dan tidak seperti semula
c. Penggunaan air yang berlebihan
mengakibatkan terjadinya kekeringan
terlebih pada penggunaan sektor pertanian

9
d. Tanah pertanian yang semakin kering
dengan kekurangan kelengasannya sehingga
pori-pori tanah tidak terisi air dan
mengakibatkan keringnya tanah pertanian.

D. Penanggulangan Bencana
Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana mulai
muncul pada dekade 1900-1999 yang dirancang sebagai Dekade Pengurangan
Risiko Bencana Internasional. Beberapa konferensi tingkat dunia diinisiasi
oleh United Nations International Strategy or Disaster Risk Reduction (UN-
ISDR) yang merupakan salah satu badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB)
yang ditugaskan untuk mengawal Dekade Pengurangan Risiko Bencana
Internasional. Menurut Carter dalam Hadi Purnomo tahun 2010 tujuan dari
manajemen bencana yaitu untuk mengurangi atau menghindari kerugian
secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat,
mengurangi penderitaan korban bencana, mempercepat pemulihan, dan
memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan
tempat.
Di dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (6) tentang
Penanggulangan Bencana terdapat ketentuan umum yang mendefinisikan
penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
a. Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (1) dijelaskan
bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu:
1. Kemanusiaan
Memberikan perlindungan dan penghormatan hak-hak azasi manusia, harkat
dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional.
2. Keadilan

10
Setiap materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana harus
mecerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa
kecuali.
3. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Penanggulangan bencana tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar
belakang antara lain, agama, suku, golongan, gender atau status sosial.
4. Keseimbangan, Keselarasan dan Keserasian
Dalam penanggulangan bencana harus mencerminkan keseimbangan
kehidupan sosial dan lingkungan, keselarasan tata kehidupan dan lingkungan
serta mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.
5. Ketertiban dan kepastian hukum
Penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
6. Kebersamaan
Penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab
bersama antara pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara gotong
royong.
7. Kelestarian lingkungan hidup
Materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan
kelestarian lingkungan untuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan
datang demi untuk kepentingan bangsa dan negara.
8. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses
penanggulangan bencana baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadi
bencana maupun pada tahap pasca bencana.

b. Tujuan Penanggulangan Bencana


Penanggulangan bencana bertujuan untuk:
1. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana
2. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada

11
3. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
4. menghargai budaya lokal
5. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta
6. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan;
dan
7. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

c. Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana


1. Cepat dan tepat
Dalam penanggulangan harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
dengan tuntunan keadaan.
2. Prioritas
Apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat
prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan manusia.
3. Koordinasikan dan keterpaduan
Penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling
mendukung. Sedangkan keterpaduan adalah penanggulangan bencana
dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja
sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna
Yang dimaksud dengan berdaya guna adalah dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya
yang berlebihan. Sedangkan berhasil guna adalah kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna dalam mengatasi kesulitan
masyarakat.
5. Transparansi dan akuntabilitas
Yang dimaksud dengan transparansi pada penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan, sedangkan
akuntabilitas berarti dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hokum.

12
6. Kemandiriaan
Bahwa penanggulangan bencana utamanya harusdilakukan oleh
masyarakat didaerah rawan bencana secara swadaya.
7. Nondiskriminasi
Bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan
perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan
aliran politik apapun.
8. Nonproletisi
Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama atau
kenyakinan terutama pada saat pemberian bantuan dan pelayanan darurat
bencana.
Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana ini
membutuhkan Rencana Penanggulangan Bencana yang disusun pada situasi
tidak terjadi bencana. Diamantkan kembali pada pasal 6 bahwa setiap provinsi
wajib menyusun Rencana Penanggulangan Bencana. Sebagaimana UU Nomor
24 Tahun 2007, Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nomor 04
tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
menyebutkan bahwa penangulangan encana terdiri dari beberapa fase, yaitu
fase pencegahan dan mitigasi, fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan
fase pemulihan.

d. Sistem Logistik Penanggulangan Bencana


Proses penanggulangan bencana harus dilakukan secara cepat dan
tepat. Pujiono (2006) mengemukakan pada dasarnya penanggulangan bencana
muncul dari keyakinan bahwa hidup manusia pada hakekatnya adalah sangat
berharga. Ditempatkannya hidup dan kehidupan sebagai hak dasar setiap
manusia mempunyai implikasi bahwa semua langkah penanggulangan
bencana harus diambil demi mencegah atau meringankan penderitaan
manusia, baik yang diakibatkan oleh konflik maupun bencana.

13
Sumber-sumber daya yang hilang dari masyarakat yang tertimpa
bencana akan menyebabkan disfungsional dari beberapa elemen dalam
masyarakat tersebut. Kondisi seperti ini akan menumbuhkan permintaan
terhadap bantuan yang ditujukan kepada masyarakat di luar wilayah bencana.
Dengan demikian, sistem logistik menjadi hal yang sangat penting. Barang
bantuan yang dikirimkan dari titik suplai ke titik penampungan masih berupa
perkiraan kebutuhan, karena biasanya supplier (donatur) masih belum
mengetahui dengan pasti kebutuhan barang yang diperlukan oleh korban
bencana, sedangkan barang bantuan yang dikirimkan dari titik penampungan
ke titik permintaan sudah merupakan pemenuhan kebutuhan, sehingga jumlah
barang dan jenis barang bantuan yang dikirimkan biasanya telah sesuai dengan
kebutuhan para korban bencana. Pengelolaan sistem logistik dalam
penanggulangan bencana adalah suatu pendekatan terpadu dalam mengelola
barang bantuan penanggulangan bencana. Dimulai dengan pemilihan
komoditas, pendekatan ini antara lain mencakup pencarian sumber,
pengadaan, jaminan kualitas, pengemasan, pengiriman, pengangkutan,
penyimpanan di gudang, pengelolaan inventori, dan asuransi. Aktivitas ini
melibatkan banyak pelaku yang berbeda tetapi semua kegiatan yang dilakukan
oleh setiap pelaku harus terkoordinasi. Sehingga harus ditetapkan pengelolaan
dan praktek-praktek pemantauan yang tepat untuk memastikan bahwa semua

14
komoditas dijaga hingga komoditas tersebut dibagikan kepada penerima di
tingkat rumah tangga.

Gambar 3. Sistem Logistik Penanggulangan Bencana

Secara umum, definisi logisitik adalah aktivitas yang berkaitan dengan


pengadaan (procurement), penyimpanan (storage) dan penghantaran (delivery)
barang sesuai dengan jenis, jumlah, waktu, dan tempat yang dikehendaki atau
diperlukan konsumen dari titik asal (point of origin) ke titik tujuan (point of
destination). Bila definisi tersebut dikaitkan dengan lingkup aktivitas
penanggulangan bencana, maka aktivitas manajemen logistik penanggulangan
bencana adalah seperti tampak pada Gambar 3. Penjelasan fungsi dan peran
untuk setiap titik pada Gambar 3 adalah sebagai berikut:
1. Titik suplai sebagai titik pemasok atau sebagai titik sumber yaitu titik-titik
yang memiliki pasokan komoditi barang bantuan. Dalam kasus bencana
ini, titik suplai adalah titik-titik penampungan barang bantuan atau titik-
titik yang memiliki komoditas barang bantuan yang diperlukan misalnya,
Palang Merah Indonesia, Rumah Sakit, atau gudang-gudang penampungan
barang bantuan yang dimiliki oleh Badan Koordinasi Penanggulangan
Bencana.
2. Titik persinggahan (transshipment point) yaitu titik-titik permintaan yang
juga sekaligus berperan sebagai titik pasokan. Bila titik permintaan ini
dipasok sejumlah barang yang jumlahnya lebih besar dari jumlah

15
kebutuhan, maka akan terdapat sejumlah kelebihan barang. Jumlah
kelebihan barang ini selanjutnya dapat dikirimkan ke titik permintaan yang
lainnya.
3. Titik permintaan sebagai titik tujuan, yaitu titiktitik yang memiliki
sejumlah permintaan atau kebutuhan barang bantuan, yang akan dipasok
oleh titik suplai maupun titik persinggahan. Pada kasus bencana, titik-titik
permintaan ini adalah titik lokasi dimana bencana terjadi dan titik lokasi
yang terkena dampak bencana.

e. Pemetaan Sistem Logistik Penanggulangan Bencana


1. Sistem Logistik Penanggulangan Bencana di Indonesia
Masalah kebencanaan di Indonesia harus ditangani secara serius sejak
terjadinya gempa bumi dan disusul tsunami yang menerjang Aceh pada 2004.
Kebencanaan merupakan pembahasan yang sangat komprehensif dan multi
dimensi. Dalam menyikapi suatu bencana yang frekuensinya terus meningkat
setiap tahun, pemikiran terhadap penanggulangan bencana harus dipahami dan
diimplementasikan oleh semua pihak. Bencana bukan hanya urusan setiap
individu namun juga urusan semua pihak. Secara periodik, Indonesia
membangun sistem nasional penanggulangan bencana. Sistem nasional ini
mencakup beberapa aspek antara lain:
a. Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk
hukum di bawahnya antara lain Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Peraturan Kepala Kepala Badan, serta peraturan daerah.
b. Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara
formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan
focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point
penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dari sisi non formal,
forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk

16
memperkuat penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia. Di
tingkat nasional, terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri unsur
masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga
internasional. Pada tingkat lokal, kita mengenal Forum PRB Yogyakarta
dan Forum PRB Nusa Tenggara Timur.
c. Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau nasional, tetapi
melibatkan internasional. Komunitas internasional mendukung Pemerintah
Indonesia dalam membangun manajemen penanggulangan bencana
menjadi lebih baik. Di sisi lain, kepedulian dan keseriusan Pemerintah
Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan
dengan penganggaran yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan
pengurangan risiko bencana dalam pembangunan.
Pembentukan lembaga penanggulangan bencana di Indonesia
merupakan salah satu berproses dari waktu ke waktu.
1. 1945-1966
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban
Perang (BPKKP) 20 Agustus 1945 yang berfokus pada situasi perang pasca
kemerdekaan Indonesia menolong para korban perang dan keluarga korban
semasa perang kemerdekaan.
2. 1966-1967
Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan
Bencana Alam Pusat (BP2BAP) melalui Keputusan Presiden Nomor 256
Tahun 1966. Penanggung jawab untuk lembaga ini adalah menteri sosial.
Berperan pada penanggulangan tanggap darurat dan bantuan korban bencana.
3. 1967-1979
Pada tahun 1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor
14/U/KEP/I/1967 yang bertujuan membentuk TIM Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA).
4. 1979-1990

17
Periode ini TKP2BA ditingkatkan lagi menjadi Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) dan Satkorlak PBA
(Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam.
5. 2000-2005
Pada tahun ini muncul permasalahan baru, permasalahan ini membutuhkan
penanganan khusus terkait dengan pengungsian. Oleh karena itu Bakornas
PBA dikembangkan menjadi Bakornas PBP ( Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
6. 2005-2008
Tragedi gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada
tahun 2004 telah mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia
internasional dalam manajemen penanggulangan bencana. Menindaklanjuti
situasi saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana (Bakornas PB). Badan ini memiliki fungsi koordinasi yang didukung
oleh pelaksana harian sebagai unsur pelaksana penanggulanagn bencana.
Sejalan dengan itu, pendekatan paradigma pengurangan resiko bencana
menjadi perhatian utama.
7. 2008
Dalam merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah
Indonesia sangat serius membangun legalisasi, lembaga, maupun budgeting.
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB). BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan
bencana, dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki
fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiataan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal
penanggulangan bencana adalah Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana dan Penanganan Pengungsi yang disingkat BAKORNAS PBP yang
merupakan wadah yang bersifat non struktural bagi penanggulangan bencana

18
yang berada di bawah Presiden dan bertanggungjawab langsung kepada
Presiden.
Untuk melaksanakan tugasnya, Bakornas–PBP dibantu oleh Satkorlak
PB dan Satlak PB.
1. Satkorlak PBP (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana
dan Penanganan Pengungsi) adalah wadah organisasi non struktural yang
mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan penanggulangan
bencana yang terjadi di Daerah/Propinsi.
2. Satlak PBP bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi di wilayahnya dengan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Bakornas PBP dan/atau Satkorlak PBP yang meliputi
tahap-tahap sebelum, pada saat dan sesudah terjadi bencana serta
mencakup kegiatan pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi
dan rekonstruksi.
Dalam sistem logistik penanggulangan bencana digambarkan dengan
pendekatan sistem rantai suplai, maka minimal akan terdapat lima rantai yang,
yaitu:
(1) penyumbang dari dalam dan luar negeri sebagai sumber,
(2) Bakornas PBP yang berlingkup nasional sebagai pengelola,
(3) Satkorlak PBP yang berlingkup propinsi sebagai pusat distribusi,
(4) Satlak PBP yang berlingkup kabupaten atau kota sebagai pengecer
(retailer) dan,
(5) korban bencana yang berada didaerah bencana maupun disekitar daerah
bencana sebagai konsumen atau pengguna.
Berdasarkan Gambar 3, tanda panah pada gambar menunjukkan arah
aliran barang dan informasi. Aliran barang pada kasus penanggulangan
bencana berawal dari penyumbang baik dalam maupun luar negeri, kemudian
ditampung oleh Bakornas PBP, disampaikan ke satkorlak PBP, didistribusikan
ke satlak PBP, dan terkahir dikirim kepada korban bencana.

19
Gambar 4. Sistem Logistik Penanggulangan Bencana di Indonesia

Sedangkan aliran informasi bergerak sebaliknya, aliran informasi yang


dimaksud dalam kasus bencana adalah informasi mengenai kebutuhan barang
bantuan, baik dari segi jumlah, jenis maupun waktu pemenuhan kebutuhannya
serta rute distribusi barang bantuan yang memungkinkan dilalui. Aliran
informasi ini bergerak dari wilayah bencana, kemudian naik ke satlak PBP,
lalu ke Satkorlak PBP, kemudian Bakornas mengumumkan kebutuhan barang
tersebut kepada para penyumbang, agar informasi yang disampaikan ini
menjadi dasar untuk menentukan jenis dan jumlah barang bantuan yang akan
diberikan dan dikirimkan ke wilayah bencana.

E. Tindakan Kesehatan Pra-Saat-Pasca Bencana

Sumber : buku pedoman teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana

20
Tahapan Pra Bencana
Tahapan pra bencana dapat disebut juga dengan tahapan sebelum
terjadinya bencana. Jangka waktu pra bencana ialah saat sebelum terjadi nya
bencana sampai dengan terjadi nya serangan bencana. Pada tahap ini tim
kesehatan dan yang bertugas perlu memberikan pelatihan kepada masyarakat
bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan saat terjadi bencana. Menurut
para ahli, tahap ini merupakan tahap yang sangat efektif untuk mengurangi jumlah
korban yang diakibatkan oleh bencana yang terjadi. Hal ini dapat berdampak pada
jumlah korban karena masyarat merupakan orang pertama yang nantinya dekat
dengan tempat terjadinya bencana. Kemampuan dasar yang harus didapatkan
masyarakat dalam pelatihan pra bencana ialah seperti : kemampuan menolong diri
sendiri, meminta pertolongan , dan kemampuan menolong orang lain.
Tugas dan kewenangan Departemen Kesehatan adalah merumuskan
kebijakan, memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan
krisis dan masalah kesehatan lain baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah
terjadinya. Dalam pelaksanaannya dapat melibatkan instansi terkait sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu Departemen Kesehatan secara
aktif membantu mengoordinasikan bantuan kesehatan yang diperlukan oleh
daerah yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lain.
Tindakan tenaga kesehatan pada tahap pra bencana :
1. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan penanggulangan bencana pada
setiap tahap nya.
2. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam pelatihan dan penyuluhan ke
masyarakat mengenai tanggap bencana.
3. Tenaga kesehatan melakukan promosi-promosi untuk meningkatkan minat
masyarakat dalam menghadapi bencana dapat yang terjadi kapan saja.
4. Tenaga kesehatan menyiapkan perbekalan kesehatan (obat-obatan)
5. Tenaga kesehatan menyiapkan sumber daya manusia (tim reaksi cepat, tim
RHA, tim bantuan kesehatan)

21
Tahapan Saat Terjadinya Bencana
Tahapan terjadinya bencana dimulai saat bencana itu terjadi sampai
dengan bencana itu berhenti. Walaupun bencana yang terjadi memiliki waktu
yang singkat, bukan berarti kerusakan yang diakibatkan kecil. Contoh nya gempa
yang terjadi hanya 1 menit tetapi kekuatan gempa nya cukup besar maka
kerusakan yang terjadi pun juga akan besar.
Peranan tenaga kesehatan saat terjadinya bencana :
1. Berkoordinasi antar tenaga kesehatan dan menciptakan penanggung jawab
atas setiap tim.
2. Bertindak cepat.
3. Berkonsentrasi penuh.
4. Evakuasi masyarakat.

Tahapan Pasca Terjdinya Bencana


Terjadinya bencana akan menimbulkan kerugian berupa kerugian
kesehatan, materi, maupun lainnya. Untuk mengatasi kerugian tersebut
dibentuklah tindakan-tindakan yang dapat meminimalisir kerugian. Dalam
masalah kesehatan utamanya kesehatan mental, beberapa korban bencana akan
mengalami PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder. Berat tidaknya trauma
yang dialami korban bencana tergantung dari apa yang dialami atau dilihat oleh
korban tersebut. Menurut Kaplan (1989) dalam buku Mereka Bilang Aku Gila,
hal-hal yang dapat menimbulkan stress pasca-trauma adalah: menyaksikan sesuatu
yang mengancam kehidupan atau integritas individu, mengancam keselamatan
anak, pasangan hidup (istri diperkosa), keluarga dekat, penghancuran tempat
tinggal atau komunitasnya, melihat orang lain dicabuti bagian-bagian tubuhnya
(mutilasi), sekarat atau mati secara mengerikan, korban kekejaman fisik.
Korban bencana yang mengalami PTSD apabila tidak segera diterapi akan
mengakibatkan penderitanya mengunci diri dari aktivitas sosial, munculnya
perasaan bersalah, dan meningkatnya kewaspadaan yang berlebihan. Selain
kesehatan psikis, kesehatan fisik dari korban seperti patah tulang, kelumpuhan
sementar, dan lain lain juga perlu adanya penanganan lebih lanjut. Pada kerugian
ini perlu adanya rehabilitasi dari tim kesehatan (baik dokter maupun psikiater)

22
dengan masyarakat atau keluarga yang bekerjasama untuk mempercepat fase
pemulihan.
Pada kerugian material dapat dipulihkan secara perlahan diawali dengan
perbaikan lingkungan. Perbaikan lain yaitu dengan pembangunan pusat kesehatan
seperti rumah sakit, puskesmas, dan lain lain. Selain pusat kesehatan juga perlu
adanya perbaikan lokasi Pendidikan yang dalam hal ini berupa sekolah. Tidak
kalah pentingnya dengan pusat kesehatan dan sekolah adalah sarana transportasi,
baik kendaraan ataupun jalan. Untuk tempat tinggal yang rusak akibat bencana
pembangunannya akan mendapat bantuan dari pemerintah.
Dalam memperbaiki kerugian material korban dari bencana memiliki hak
untuk mendapatkan dana dari pemerintah dan pemerintahan daerah. Seperti yang
disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007
pasal 60 ayat 1 yang berbunyi “Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung
jawab bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah”.
Setelah rehabilitasi dan rekonstruksi, perlu adanya evaluasi atas tindakan-tindakan
yang dilakukan saat bencana terjadi. Tujuan dari evaluasi ini untuk mengetahui
hal-hal yang kurang sehingga di masa mendatang penanggulangan dalam
menghadapi bencana yang serupa lebih siap dan baik. Tujuan lainnya yaitu untuk
lebih meningkatkan kemampuan intitusi kesehatan agar lebih sigap dalam
menangani pasien korban bencana.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan nonalam maupun faktor manusia
sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Tanggapan terhadap
bencana mencakup implementasi dari rencana-rencana kesiapan bencana dan
prosedur-prosedurnya, dengan demikian ada persamaannya dengan kesiapan
bencana. Setiap macam macam bencana pasti memiliki permasalahan
kebencanaan. Terdapat serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi yang di sebut penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Terdapat tiga tahapan kesehatan yaitu pra bencana,
saat terjadinya bencana dan pasca bencana. Tahapan pra bencana ialah saat
sebelum terjadi nya bencana sampai dengan terjadi nya serangan bencana.
Pada tahap ini tim kesehatan dan yang bertugas perlu memberikan pelatihan
kepada masyarakat bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan saat
terjadi bencana. Tahapan terjadinya bencana dimulai saat bencana itu terjadi
sampai dengan bencana itu berhenti. Tahapan pasca bencana yaitu tahapan
untuk mengatasi kerugian tersebut dibentuklah tindakan-tindakan yang dapat
meminimalisir kerugian.

B. Saran
Bencana tidak dapat diperkirakan kapan waktunya datang dan
terkadang tidak bisa di hindari oleh makhluk hidup. Maka dari itu kesadaran
akan pentingnya menjaga lingkungan harus ditanam mulai sejak dini supaya
bisa mengurangi risiko bencana. Mulai dari dari hal-hal kecil yaitu membuang
sampah pada tempatnya, menghemat penggunaan air dan lain-lain.

24
Daftar Pustaka

_____. 2008. Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa. Yogyakarta: Kanisius.


Barbara Santamaria.1995. Community health nursing theory & practice. New
Jersey: Pearson Education.
Bappenas, 2006, Rencana Aksi Penanggulangan Gempabumi 2006 di Provinsi
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta: Bappenas.
Buletin KAMADHIS UGM. Bencana Alam. Yogyakarta. 2007.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Teknis
Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta
http://bnpb.go.id/
Oktarina, Riena. 2009. Konseptual perancangan sistem informasi manajemen
logistik penanggulangan bencana (simlog - pb) berbasis gis (geographic
information system) di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi 2009 (SNATI 2009): Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
Pujiono. 2006. Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons
Bencana. Proyek SPHERE: Grasindo.
Ramli, Soehatman. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire
Management). Jakarta: Dian Rakyat
Royan. 2004. Karakteristik Bencana. Anggota IKAPI: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007, Tentang
Penanggulangan Bencana.
UNDP-United Nations Development Programme. 1992. Tinjauan Umum
Manajemen Bencana Edisi ke-2.

25

Anda mungkin juga menyukai