Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik
secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik
maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan
pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan
penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
3. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yangmenuntut dirinya untuk
menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya
kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar
Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah.
Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat,
terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk
itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar
tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami
oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya
mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak
memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.
Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik
dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat,
ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati
kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua
terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap
sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat
menyebabkab kerusakan organ tubuh.
2.Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan
pahit.
5.Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi.
1.Gizi berlebih Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-kota besar.
Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih, apalai pada lansia
penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk
diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus
berbagai penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi.
2.Gizi kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi dan juga karena gangguan
penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang
dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel
yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun,
kemungkinan akan mudah terkena infeksi. 3.
Kekurangan vitamin Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah dengan
kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit
kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat.
PEMANTAUAN STATUS NUTRISI
a.Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali, waspadai peningkatan BB atau
penurunan BB lebih dari 0.5 Kg/minggu. Peningkatan BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu beresiko
terhadap kelebihan berat badan dan penurunan berat badan lebih dari 0.5 Kg /minggu menunjukkan
kekurangan berat badan.
Catatan untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria dengan TB kurang dari 160 cm, digunakan
rumus :
Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih Jika BB kurang dari ideal artinya gizi kurang
Waspadai lansia dengan riwayat : Pendapatan yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian,
kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang
tepat, sulit untuk menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mangganggu nafsu
makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera. Karena hal ini
dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak
bersemangat.
3.Kekurangan vitamin D
Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari, jarang atau tidak
pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu
dan produk olahannya.
1.Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang terdiri dari : zat tenaga,
zat pembangun dan zat pengatur.
2.Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan hendaknya diatur merata
dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil. Contoh menu : Pagi : Bubur
ayam Jam 10.00 : Roti Siang : Nasi, pindang telur, sup, pepaya Jam 16.00 : Nagasari Malam : Nasi, sayur
bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang
3.Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa
makanan, dan menghindari makanan yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah
kemungkinan terjadinya darah tinggi.
4.Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang berlemak seperti santan,
mentega dll.
5. Bagi pasien lansia yang prose penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
•Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang baik, makanan harus lunak/lembek
atau dicincang
•Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya diberikan
6.Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab berguna pula untuk
merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.
7.Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging rendah lemak, bayam,
dan sayuran hijau.
8.Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang kurangi
makanan yang digoreng
1.Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti sayuran dan buah-buahan
segar, roti dan sereal.
2.Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari untuk melembutkan feses.
3.Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien akan menjadi tergantung pada
laksatif.
3. MASALAH KESEHATAN PADA LANSIA
Ketika seseorang telah memasuki usia lanjut (lansia) seluruh fungsi fisiologis tubuhnya berubah dan
berbagai penyesuaian harus dilakukan untuk menjaga kondisi tetap sehat. Menurut WHO, lansia adalah
mereka yang telah berusia ≥60 tahun. Kelompok usia ini semakin meningkat jumlah populasinya di
seluruh dunia yang berarti usia harapan hidup yang bertambah namun juga berarti dalam beberapa
tahun ke depan proporsi penduduk dunia dalam jumlah cukup besar adalah mereka yang berada di usia
lanjut. Hal ini dapat menjadi suatu masalah apabila kaum lansia tidak mendapatkan perhatian khusus
sedari awal. Mereka yang menginjak usia lanjut tidak lagi berada pada usia produktif dalam hidupnya
dan akan memiliki tingkat kemandirian yang semakin rendah (ketergantungan akan orang lain) seiring
dengan bertambahnya masalah kesehatan yang mereka miliki. Beberapa masalah yang sering ditemukan
pada lansia mencakup: malnutrisi, penyakit kronis, penurunan kognitif dan disabilitas. Penyakit kronis
yang sering dialami lansia contohnya adalah hipertensi, penyakit cardiovasculer, dan diabetes serta
komplikasinya.
Masalah gizi pada lansia merupakan hal yang amat penting. Semakin dini kita memperhatikan masalah
gizi pada seseorang akan semakin optimal pula status gizi dan kesehatan kita hingga usia lanjut nantinya.
Pada lansia, masalah gizi yang dihadapi di usia produktif dapat menimbulkan penyakit kronis hingga
komplikasi beberapa penyakit. Selain dampak kronis, biasanya lansia akan mengalami malnutrisi atau
status gizi buruk oleh karena tidak tercapainya kebutuhan gizi yang adekuat. Pencapaian kebutuhan gizi
pada lansia memiliki faktor-faktor penghambat, antara lain adalah fungsi fisiologis yang berubah pada
organ pencernaan, seperti: penurunan ukuran liver, stabilisasi dan absorpsi kolesterol yang kurang
efisien, fibrosis dan atrofi kelenjar saliva, pengurangan otot cerna di usus, berkurangnya kecepatan
pengososngan perut, penurunan sekresi lambung. Beberapa perubahan tersebut berakibat langsung
terhadap penurunan nafsu makan hingga anorexia pada lansia. Keterbatasan fisik/disabilitas juga
menjadi hambatan karena lansia mengalami kesulitan untuk memperoleh makanan secara mandiri
(asupan menjadi inadekuat). Status gizi yang adekuat dan dijaga dengan baik dapat menjadi faktor
penting baik untuk mencegah maupun mengatasi penyakit kronis. Status gizi pada lansia juga sangat
erat kaitannya dengan fungsi imunitas yang dapat mendukung proses penyembuhan dan pencegahan
penyakit infeksi (Watson, 2009).
Hipertensi pada lansia sangat erat hubungannya dengan kematian dan membutuhkan usaha keras untuk
meningkatkan kesadaran akan pencegahan dan perawatannya. Prevalensi penderita hipertensi
meningkat seiring meningkatnya populasi lansia di dunia. Nilai tekanan darah yang tergolong dalam
kondisi hipertensi adalah ≥ 140 mmHg untuk sistolik dan ≥ 90 mmHg untuk diastolik. Salah satu
penelitian yang dikembangkan di Amerika, Eropa, Cina dan Tunisia membuktikan bahwa terapi
antihipertensi sedini mungkin dapat memberikan manfaat kesehatan bagi lansia terutama mereka yang
berusia di atas 80 tahun. Manfaat kesehatan yang didapat dari pengobatan antihipertensi pada lansia
berkaitan dengan resiko seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung hingga kematian. Resiko stroke
dapat turun sebesar 28% dan resiko komplikasi penyakit jantung dapat turun hingga 15% dengan
pengobatan antihipertensi pada lansia. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin dan terapi
antihipertensi yang terbaik adalah dengan mentargetkan penurunan tekanan darah hingga mencapai
≤150 mmHg. Salah satu penemuan tentang hubungan antara hipertensi pada lansia dengan kematian
menyebutkan bahwa lansia yang memiliki kecepatan berjalan tinggi (≥ 0,8 m/s) memiliki resiko lebih
tinggi daripada mereka yang memiliki kecepatan berjalan yang rendah (Beckett, dkk., 2012 ; Michelle,
dkk., 2012).
Salah satu penyakit kronis yang sering dialami oleh lansia adalah diabetes. Beberapa penelitian yang
terdahulu seringkali berfokus pada tekanan darah, kolesterol dan kontrol gula darah untuk mencegah
terjadinya komplikasi pada penderita diabetes. Namun bagaimana pencegahan dan penanganan
diterapkan dalam golongan lansia belum begitu jelas, maka sebuah penelitian di Amerika melakukan
evaluasi hubungan antara kulaitas hidup lansia dengan komplikasi diabetes. Penelitian ini menemukan
bahwa kualitas hidup lansia yang memiliki diabetes amat penting untuk diperhatikan karena dapat
mencegah timbulnya komplikasi diabetes. Yang dimaksud dengan kualitas hidup adalah antara lain:
fungsi fisik, keterbatasan aktivitas karena gangguan fisik, rasa nyeri pada tubuh, vitalitas, fungsi sosial,
keterbatasan aktivitas emosional, kesehatan mental dan persepsi kesehatan secara umum. Selain
kualitas hidup, mengatasi sindroma geriatri dan mencegah hipoglikemia juga menjadi prioritas utama
dalam mencegah komplikasi diabetes pada lansia (Laiteerapong, dkk., 2011).
Disabilitas karena lumpuh dan cacat fisik juga sering ditemukan pada lansia dan hal ini turut
mempengaruhi kemandirian untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari termasuk pemenuhan kebutuhan
gizi. Resiko disabilitas meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Yang dimaksud dengan disabilitas
adalah kondisi di mana seseorang mengalami hambatan dalam mobilitas, aktivitas dasar dan aktivitas
sehari-hari. Menurut Artaud, dkk. (2013), disabilitas juga dapat muncul oleh karena kebiasaan/perilaku
yang tidak sehat. Yang dimaksud dengan perilaku yang tidak sehat antara lain: aktivitas fisik yang
rendah, konsumsi buah dan sayur < 1 kali/hari, merokok aktif dan ketergantungan terhadap alkohol.
Disimpulkan bahwa lansia dengan tiga perilaku tidak sehat memiliki resiko untuk mengalami disabilitias
2,5 kali lipat dibandingkan lansia dengan kebiasaan hidup yang sehat. Maka sebaiknya memang sedini
mungkin kita melakukan peningkatan kualitas hidup dengan melakukan aktivitas fisik rutin, menjaga
pola makan agar sesuai kaidah gizi seimbang dan menghindari kebiasaan merokok. Selain perilaku hidup
sehat, bagaimana secara mental dan sosial lansia berinteraksi juga ternyata dapat menentukan resiko
kematian mereka. Kelalaian terhadap diri akibat fungsi kognitif dan fisik pada lansia yang terbatas dapat
meningkatkan resiko mortalitas. Kasus kelalaian atau bahkan penyiksaan yang dialami lansia hingga kini
kurang mendapatkan perhatian terutama pada negara dengan populasi lansia yang semakin meningkat
di dunia ini (Dong, dkk., 2009).
4. factor yang mempengaruhi pengalaman hidup
Bagi mereka yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk menghadapi berbagai
perubahan yang akan terjadi dihari tua, seringkali akan mengalami trauma dalam melakukan
penyesuaian tersebut.
Berbagai kesulitan dalam menyesuaikan diri pada lansia seringkali merupakan akibat dari pelajaran
tentang bentuk-bentuk tertentu dari pengalaman masa lalu, yang tidak sesuai dengan periode usia
lanjut dalam rentang kehidupanya.
Untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik dihari tua, baik pria maupun wanita harus mampu
memuaskan kebutuhan pribadi mereka dan berbuat sesuai dengan harapan-harapan orang lain
sepanjang rentang hidupnya.
Semakin lama persahabatan antara orang-orang berusia lanjut dapat dipertahankan, semakin baik
mereka melakukan penyesuaian dan juga berbahagia.
Sikap anak yang telah dewasa terhadap orang tua yang sudah berusia lanjut dan sering berhubungan
dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang lansia.
6. Sikap sosial
Salah satu hambatan besar dalam melakukan penyesuaian yang baik dimasa lansia adalah sikap sosial
yang kurang senang dengan orang-orang berusia lanjut.
7. Sikap pribadi
Sikap menolak terhadap usia yang semakin bertambah tua, dan penyesuaian atas perubahan yang
terjadi karena bertanbahnya usia, merupakan hambatan serius bagi penyesuaian diri yang berhasil dihari
tua.
8. Metode penyesuaian diri
Metode Rasional (rasional methods) mencakup menerima batas usia, mengmbangkan minat-minat baru,
belajar melepaskan anak dan tidak memikirkan masa lalu. Metode Irasional (irasional methods) meliputi
menolak berbagai macam perubahan yang dating bersamaan dengan bertambahnya usia dan mencoba
melanjutkan seperti masa-masa sebelumnya, asyik dengan hal-hal yang menyenangkan dimasa lampu,
dan ingin bergantung pada orang lain untuk merawat dirinya.
9. Kondisi penyakit
Penyakit yang kronis (menahun) merupak penghalang yang lebih besar dibandingkan penyakit yang
bersifat temporer dalam menyesuaiakan diri dengan masa lansia, walaupun penyakit temporer tersebut
lebih dideritanya dan lebih berbahaya.
Apabila seseorang lansia disuruh tinggal disuatu tempat dimana mereka merasa rendah diri, tidak sesuai
dan membenci tempat itu, dapat mengakibatkan situasi yang tidak menyenangkan dalam penyesuaian
diri yang harus mereka lakukan pada usia lanjut.
Orang lansia akan merasa sulit untuk menyesuaikan dengan permasalahan keuangan karena
mengetahui bahwa mereka mempunyai kesempatan yang kecil atau tidak sama sekali dalam
memecahkn masalah tersebut, tidak seperti dulu ketika mereka masih muda. (Hurlock, 2004)
5. FAKTOR LINGKUNGAN
Perhatian spesifik harus diberikan pada lansia yang hidup dan tinggal di pedesaandimana pola
penyakitdapat berbeda tergantung pada kondisi lingkungan dan keterbatasanketersediaan pelayanan
pendukung. Urbanisasi dan migrasi untuk mencari pekerjaan membuat lansia semakin terisolasi di
pedesaan dengan keterbatasan bahkan ketiadaanakses untuk pelayanan kesehatan.
Akses dan ketersediaan transportasi umum dibutuhkan baik di kota maupun di pedesaan sehingga orang
dengan segala usia dapat berpartisipasi se ara penuh dikeluarga dan kehidupan masyarakat. Ini sangat
penting untuk lansia yang memilikimasalah mobilitas. Risiko-risiko pada lingkungan fisik menyebabkan
kelemahan dan cidera yang menyakitkan di antara lanjut usia. cidera dari jatuh, terbakar, ke elakaan
lalulintas adalah yang paling sering (WHO,2002). Air yang bersih, udara yang bersih dan makanan yang
aman terutama sangat pentinguntuk sebagian besar kelompok usia rentan dan mereka yang mempunyai
penyakitkronisdan system kekebalan yang menurun.
6. FAKTOR STRES
Setiap orang pasti pernah merasakan stres dengan penyebab yang beraneka ragam. Stres disebut
normal apabila stres tidak sampai memengaruhi kehidupan seseorang secara signifikan.
Stres sebenarnya merupakan proses alamiah tubuh dalam merespon keadaan/lingkungan sekitar.
Namun, stres patut menjadi perhatian serius ketika kehidupan seseorang terganggu seperti hilangnya
nafsu makan, keadaan tubuh yang menggigil seperti orang kedinginan hebat, dan banyak lagi.
Stres merupakan kondisi ketegangan yang sangat memengaruhi tingkat emosi, proses pikiran, dan
kondisi fisik seseorang. Dalam kondisi tertentu, stres malah bisa menimbulkan dampak negatif seperti
tekanan darah tinggi, pusing, sedih, sulit berkonsentrasi, tidak bisa tidur seperti biasanya, terlampau
sensitif, depresi, dan lainnya.
Jika sudah memengaruhi kehidupan seperti itu, maka harus segera dikonsultasikan dengan dokter atau
psikiater. Dalam artikel kali ini yang akan lebih ditonjolkan ialah tingkat stres yang dialami oleh para
lanjut usia (lansia) karena biasanya orang yang telah memasuki kelompok umur lansia sangat rentan
terhadap stres.
Gejala stres yang biasanya timbul pada para lansia juga tak main-main dampaknya seperti stroke,
jantung koroner, darah tinggi, ketakutan yang berlebihan, menangis, daya ingat yang menurun tajam,
mudah dipengaruhi oleh orang lain, dan bahkan bisa menarik dirinya dari pergaulan.
Kondisi stres pada para lansia tersebut bisa diartikan dengan kondisi yang tak seimbang, adanya tekanan
atau gangguan yang tidak menyenangkan yang biasanya tercipta ketika lansia tersebut melihat
ketidaksepadanan antara keadaan dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan juga sosial yang erat
kaitannya dengan respon terhadap ancaman dan bahaya yang dihadapi pada lanjut usia.
Para lansia juga sangat rentan terhadap gangguan stres karena secara alamiah mereka telah mengalami
penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup, menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
fungsi badan, dan kejiwaan secara alami. Banyak faktor yang memengaruhi keadaan stres pada lansia
ini. Mari kita cermati satu per satu.