Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan kematian terbanyak
di dunia dan penyebab utama ketiga kematian di Amerika Serikat, dengan jumlah kematian
90.000 wanita dan 60.000 pria setiap tahun. Stroke telah menjadi beban global dalam bidang
kesehatan. Data mengenai penyebab kematian di dunia yang dimulai pada tahun 1990-an
menyebutkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di dunia.
American Heart Association dan American Stoke Association berpendapat bahwa
stroke terjadi akibat kerusakan dari pembuluh darah yang meliputi infark serebral, perdarahan
intraserebral, dan perdarahan subaraknoid, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan fokal
pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan timbulnya defisit neurologik secara akut.
Sebanyak lima belas juta penduduk dunia terkena stroke setiap tahunnya dan sekitar enam juta
penduduk dunia meninggal akibat stroke setiap tahun. Setiap enam detik, satu orang meninggal
akibat stroke. Satu dari lima perempuan dan satu dari enam laki laki berisiko terkena stroke
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia
atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi.
Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran
darah otak.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke
sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan
sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh.
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan
konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar
glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area
infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang
merusak jaringan otak.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia
meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga
kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun
yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di
perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013 Prevalensi
kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi
Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-
laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infark Serebri


Infark serebri adalah nekrosis iskemik fokal karena berhentinya aliran darah ke daerah
tertentu pada otak. yang disebabkan oleh iskemia yang berkepanjangan.

2.2 Etiologi
Infark cerebri dapat disebabkan oleh :
1. Trombosis otak
Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses oklusi pada
satu pembuluh darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya terjadi pada pembuluhdarah
yang mengalami artherosklerosis yang mula-mula akan menyempitkan lumen pembuluh darah
(stenosis) yang kemudian dapat berkembang menjadi sumbatan (oklusi) yang menyebabkan
terjadinya infark.

Gambar 2.1 Trombus dan Emboli


2. Emboli otak
Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler dantersangkut
dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah.Penyebab emboli otak pada
umumnya berhubungan dengan kelainan kardiovaskuler antara lain:
a. Fibrilasi atrial
b. Penyakit katup jantung
c. Infark miokard
d. Penyakit jantung rematik
e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra/ekstra cranial
3. Pengurangan perfusi sistemik umum
Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik. Pengurangan perfusi inidapat
disebabkan karena :
a. Kegagalan pompa jantung
b. Proses perdarahan yang masif
c. Hipovolemik

2.3 Patofisiologi
Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling terkait, yaitu:
1. Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang menyebabkan
terjadinyakekurangan aliran darah ke bagian otak yang terserang.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak
 Keadaan pembuluh darah, menyempit akibat stenosis atau ateroma maupun tersumbat
oleh trombus/embolus
 Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat(polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang
beratmenyebabkan oksigenasi ke otak menurun
 Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung, dan lepasnyaembolus dari
jantung yang dapat menimbulkan iskemia otak
 Tekanan perfusi yang sangat menurun akibat sumbatan di proksimal pembuluharteri
cerebri, seperti sumbatan pada arteri karotis, atau vertebrobasiler
Infark cerebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF)
yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jeja
s yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme
di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila
5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat
diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga terjadi nekrosis sel
neuron, glia dan sel otak yang lain.Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat
disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat
reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang
ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu
transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia
akan melepaskan glutamat dan aspartat yang menyebabkan influx natrium dan kalsium
ke dalam sel.

Gambar 2.2 Patofisiologi Infark Serebri

Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga


terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan
prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat
dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dantromboksan A2 berada dalam keseimbangan
sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi
agregasi trombosit.Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan
enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).Akumulasi asam
laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.Akumulasi asam laktat yang
dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga
terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.

2.4 Klasifikasi
The Oxford Community Stroke Project classification (OCSP) juga dikenal sebagaiBanford
atau Oxford klasifikasi mengelompokkan infark cerebri ke dalam 4 kelompok yaitu:
1. Infark Sirkulasi Anterior Total (TACI)
Mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi
anterior total, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT Scan)
untuk mengkonfirmasi diagnosis
2. Infark Sirkulasi Anterior Parsial (PACI)
Mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark
sirkulasianterior parsial, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun
(misalnyaCT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
3. Infark Lacunar (LACI)
Infark lacunar adalah jenis infark yang dihasilkan dari oklusi salah satu
arteri penetrasi yang menyediakan darah ke struktur-struktur otak bagian
dalam. Lacunes(bahasa latin untung ruang kosong) disebabkan oleh oklusi satu arteri penetrasi
mendalam yang muncul langsung dari konstituen Lingkaran Willis, arteri cerebellar, dan arteri
basilar. Lesi yang sesuai terjadi pada inti yang mendalam dari otak
(37% putamen, 14% thalamus, dan 10% caudatus) serta pons (16%) atau posterior limb dari
kapsul internal yang (10%), jarang terjadi pada substansia putih, anterior limb kapsul internal
dan cerebellum.
4. Infark Sirkulasi Posterior (POCI).
Mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark
sirkulasi posterior, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT
Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis.
2.5 Manifestasi Klinis
1. TACI (Infark Sirkulasi Anterior Total)
 Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kolateral sisi lesi)
 Hemianopia (kolateral sisi lesi)
 Gangguan fungsi luhur, misalnya afasia, gangguan visuospasial,
hemineglect,agnosia, apraxia.
2. PACI (Infark Sirkulasi Anterior Parsial)
 Defisit motorik / sensorik + hemianopia
 Defisit motorik / sensorik + gejala fungsi luhur
 Gejala fungsi luhur + hemianopia
 Defisit motorik / sensorik murni
 Gangguan fungsi luhur saja
3. LACI ( Infark Cerebri Lacunar)
 Pure motor stroke/hemiparesis
Lokasi: posterior limb kapsula interna,basis pontis, corona radiate
Gejala: Hemiparesis/hemiplegia yang mempengaruhi wajah, lengan, tungkai
 Ataxic hemiparesis
Lokasi: posterior limb kapsula interna,basis pontis ,corona radiata, red nucleus,
lentiform nucleus
Gejala: merupakan kombinasi gejala cerebelar dan gejala motoris
 Dysarthria/clumsy hand
Lokasi: basis pontis, anterior limb kapsula interna, corona radiata, basal ganglia,
thalamus, cerebral peduncle
Gejala: gejala utama adalah disartria dan kelemahan tangan, yang terlihat jelas saat
pasien menulis
 Pure sensory stroke
Lokasi: contralateral thalamus, capsula interna, corona radiata, midbrain
Gejala: mati rasa, kesemutan dan sensasi tidak nyaman pada salah satu sisi tubuh
 Mixed sensorimotor stroke
Lokasi: thalamusand adjacent posterior internal capsule, lateral pons
Gejala: kombinasi hemiparesis/hemiplegia dengan gangguan sensoris ipsilateral
4. POCI (Infark Sirkulasi Posterior)
 Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral, dan gangguan motorik,sensorik
kontralateral
 Gangguan motorik / sensorik bilateral
 Gangguan gerakan konjungat mata ( horisontal et vertical)
 Disfungsi serebral
 Isolated hemianopia atau buta kortikal

2.6 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosa


CT scan kepala non kontras baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
danstroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga bergu
nauntuk menentukan distribusi anatomi dari infark dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,abses).Adanya
perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-
12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edemadi otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak makadiperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.

PERUBAHAN GAMBARAN CT SCAN KEPALA PADA STROKE ISKEMIK


1. Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan biasanya tidak sensitif
mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien; tetapi cukup sensitif
untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lainyang merupakan kriteria
eksklusi terapi trombolitik.
Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah sebagai berikut:
 Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal effacement) Gambaran ini tampak
akibat adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark serebral akut menyebabkan
hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa seluler
dengan cepat menyebabkan kegagalan pompa natrium-kalium,yang menyebabkan
berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler dan edema sitotoksik yang lebih
lanjut. Edema serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelahonset gejala. Pada CT scan
terdeteksi sebagai pembengkakan girus & pendangkalansulcus serebri.

 Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri Substansia


griseamerupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan
substansiaalba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena itu, menghilangnya
diferensiasisubstansia alba dan substansia grisea merupakan gambaran CT scan yang
palingawal didapatkan. Gambaran ini disebabkan oleh influks edema pada
substansiagrisea. Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6 jam setelah gejala muncul pada
82% pasien dengan iskemia area arteri serebri media.
 Tanda insular ribbon
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri serebri
mediakarena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral
arteriserebri anterior maupun posterior
 Hipodensitas nukleus lentiformisHipodensitas nukleus lentiformis akibat edema
sitotoksik dapat terlihat dalam 2 jamsetelah onset. Nukleus lentiformis cenderung
mudah mengalami kerusakanireversibel yang cepat pada oklusi proksimal arteri serebri
media karena cabanglentikulostriata arteri serebri media yang memvaskularisasi
nukleus lentiformismerupakan end vessel
 Tanda hiperdensitas arteri serebri media Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan
paling cepat 90 menit setelah gejalatimbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada
pembuluh darah besar, yang biasanyaterlihat pada cabang proksimal (segmen M1)
arteri serebri media, walaupunsebenarnya bisa didapatkan pada semua arteri.
Peningkatan densitas ini didugaakibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal
karena adanya trombusintravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus
yang menyumbat itusendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri
serebri media (Gambar 4)
 Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media
(cabangM2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fisura Sylvii (Gambar5)
2. Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), Hilangnya batas substansia alba dan substansia griseaserebri,
pendangkalan sulkus, hipodensitas ganglia basalis, dan hipodensitas insulaserebri makin jelas.
Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada fase ini
3. Infark Subakut dan Kronis
Selama subakut (1-7 hari), edema meluas & didapatkan efek massa yang
menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini terjadi pada infark ya
ngmelibatkan pembuluh darah besar. Infark kronis ditandai dengan hipodensitas
dan berkurangnya efek massa. Densitas infark = cairan serebrospinal (Gambar 6)
2.7 Penatalaksanaan
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien
danmenyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan
dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten
memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (TIK) maka
pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target PCO2 arteri adalah 32-36 mmHg.
Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus
mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas
darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia
pada stroke nonhemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi,
atelektasisataupun GERD.
b. Circulation
Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan bi
omarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang
kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengannormoglokemik tidak
boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula
darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus
dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga
pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapatmenyebab
kan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke.
Oleh karena itu, pasien stroke diposisikantelentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45
derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatanTIK,
pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehinggahanya bergantung
pada maen arterial pressure (MAP) dancardiac output (CO)untuk mempertahankan aliran darah
otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya
tekanan perfusi yangnantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan
bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darahyang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)atau pasien
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke nonhemoragik
adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik,
tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg,dan tekanan darah diastolik kurang dari 120
mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa
adanya intervensi)dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140
mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2menit jika tidak ada
kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapaiefek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap
5 menit hinggamencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat
diberikannitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump.Target pencapaian terapi ini
adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg,
dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi.
Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik
agar tidak terjadikomplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah
labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali).Alternatif obat yang
dapat digunakan adalah nicardipineinfuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15
mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harusdiperiksa
setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap
jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanandarah berkurang 10-15 persen dari
nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darahselama opname maka agen berikut dapat diberikan
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapatdiberikan
labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama10-20 menit hingga
maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infusehingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapatdiberikan
labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jamhingga dosis maksimal
15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karenadapat
menyebabkan hipotensi ekstrim.f.

f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karenahipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkantrauma
neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwahipotermia otak ringan
dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi
dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intracranial dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun
profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan
menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravenaakan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yangmampu menghidrolisa
Fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.Pada penelitian NINDS (National Institute
of Neurological Disorders andStroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 3 jamsetelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10%
daridosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacatatau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahanintraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di AmerikaSerikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.Tetapi
pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS) pada 620
pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak
lebih dari 6 jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara
keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi
pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal
atau cacat dengan pemberian rt-PA
dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk
digunakan di Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan
bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat
besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendelawaktu untuk terapi tersebut masih
kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E)
denganmenggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu
6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaanstreptokinase
untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.Suatu
fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroketelah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalahtrombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan
infark serebral akibatkardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1. Warfarin
segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.Waktu paro plasma:
44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti
setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari,tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
terutama ren dan gastrointestinal.
2. Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam prose
s pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewaturin. Wakto paro plasma: 50-150
menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per
hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.
Dosisdisesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level
terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi
,alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila
pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi
kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk
menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit).
3. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,
berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit peningkatan kadar fibrinogen dan
aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran
darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu
memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengancara: meningkatkan
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen
plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline
diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam
sesudah onset.
c. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis
ataumengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yangdipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300mg/hari. Obat ini
sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa
(ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasidengan dipiridamol 225
mg/hari dengan hasil yang efikasius.Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali
sehari. Aspirin harusdiminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di
otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat
urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin
pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga sindrom Reye. Alasan mereka yang tidak
menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi
aspirin” pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12 -
hydroxy-eicosatetraenoicacid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet
(lipid–oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendahaspirin,
walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang
memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi platelet.
Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita

2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)


Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet.Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3
tahundan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin.
Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin. Setyaningsih at al,
(1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadapterapi tiklopidin untuk prevensi
sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin
lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang
stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia
(2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap
15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,adalah purpura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.

d. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan
sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yangterganggu akibat
oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik
dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai
terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.
e. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasiensemakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral
maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
1. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior
atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedanghingga berat maka
kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque
and opens up the narrowed carotid arteries in theneck.Endarterektomi dan aspirin
lebih baik daripada penggunaan aspirin sajauntuk mencegah stroke. Endarterektomi
tidak dapat digunakan untuk strokedi daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis
lengkap. Angka mortalitasakibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5
persen.
2. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosisart
eri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko
untuk terjadi restenosis lebih besar.
BAB III
KESIMPULAN

Stroke merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan kematian terbanyak
di dunia dan penyebab utama ketiga kematian di Amerika Serikat, dengan jumlah kematian
90.000 wanita dan 60.000 pria setiap tahun. Stroke telah menjadi beban global dalam bidang
kesehatan.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke
sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan
sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh.
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan
konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar
glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area
infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang
merusak jaringan otak. Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013
Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di
Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke
antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).

Infark serebri adalah nekrosis iskemik fokal karena berhentinya aliran darah ke daerah tertentu
pada otak. yang disebabkan oleh iskemia yang berkepanjangan. Infark cerebri dapat disebabkan
oleh :
1. Trombosis otak
2. Emboli otak
3. Pengurangan perfusi sistemik umum.

Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling terkait, yaitu:
Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang menyebabkan terjadinyakekurangan
aliran darah ke bagian otak yang terserang, Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat
iskemia hingga terjadi nekrosis sel neuron, glia dan sel otak yang lain.Dalam keadaan iskemik,
kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi,
perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang
meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga
mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia
akan melepaskan glutamat dan aspartat yang menyebabkan influx natrium dan kalsium
ke dalam sel. Tanda dan gejala klinis pada infark cerebri sesuai dengan klasifikasi ang akan di
uraikan do bawah ini.
The Oxford Community Stroke Project classification (OCSP) juga dikenal sebagaiBanford
atau Oxford klasifikasi mengelompokkan infark cerebri ke dalam 4 kelompok yaitu:
1. Infark sirkulasi anterior total (TACI)
2. Infark sirkulasi anterior parsial (PACI)
3. Infark lacunar (LACI)
4. Infark sirkulasi posterior (POCI)
CT scan kepala non kontras baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
danstroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga bergu
nauntuk menentukan distribusi anatomi dari infark dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,abses).Adanya
perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien
danmenyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan
dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Penatalaksaan
umun yaitu Airway and Breathing, Circulation, Pengontrolan gula darah, Posisi kepala pasien,
Pengontrolan tekanan darah, Pengontrolan demam, Pengontrolan edema cerebri, Pengontrolan
kejang.
Pada penatalaksaan khusus :
1. Terapi trombolitik
2. Antikoagulan (warfarin, heparin, dan hemoreologi)
3. Anti platelet atau anti aggregasi trombosit (aspirin, klopidrogel)
4. Terapi neuroprotektif
5. Pembedahan (karotis endatrerektomi, angioplasty, intraluminal).
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam
editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.2.

2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-133.

3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan PemulihanStroke.


Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.

4. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available


from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview 5.

5. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologiklinis


dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.6.

6. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available


from:http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html 7. D. Adams. Victor’s.
Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition. McGraw-Hill
Proffesional. 2005. Hal: 660-678.

7. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical


Neurologyeditor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal: 10-39.

8. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis 10. Li, Fuhai, dkk.
Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke.[Online]. Cited 2010 May1 st available
from: http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp 11.
9. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.12.

10. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment 13.

11. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-
dasar ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.14.

12. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University
of Edinburgh, Edinburgh, UK.15.

13. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.16.

14. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer


dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit SalembaMedi
ka. Hal: 53-73.17.

15. Josephson, S. Andrew. Ischemic Stroke. San Fransisco. CA. [Online]. Cited 2010May
1st available from:http://knol.google.com/k/s-andrew-josephson/ischemic-
stroke/BF8MGEYK/bAWc9g# 18.

16. Simon, Harvey. Stroke– Surgery. Harvard Medical School. [Online]. Cited 2010May 1
Stavailablefrom:http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_ treat_stro
ke_patients_prevent_recurrence_000045_8.htm 19.

17. Barnett, Henry dkk. Drugs and Surgery in the Prevention of Ischemic Stroke.[Online].
Cited 2010 May 1 st available
from:http://content.nejm.org/cgi/content/full/332/4/238 20. Aziz, Faisal M.D.
Rethinking The Six Weeks Waiting Approach To CarotidIntervention After Ischemic
Stroke .
18. The Internet Journal of Surgery. 2007 Volume11 Number 1. Department of General
Surgery. New York Medical College.[Online]. Cited 2010 May 1 st available
from:http://www.ispub.com/journal/the _internet_journal_of_surgery/volume_11_nu
mber_1/article/rethinking_the_six_weeks_waiting_approach_to_carotid_intervention
_after_ischemic_stroke.html 21
19. Hassmann KA. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available
from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup 22.

20. Giraldo, Elias. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available
from:http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch211/ch211b.html 23.

21. Goldstein LB. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000726.htm

Anda mungkin juga menyukai