Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi
bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis
bencana. Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk
dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya
bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun
disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam.Pada umumnya risiko
bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempabumi, tsunam
i dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi (banjir, tanah
longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah pe
nyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan
teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan
konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan
ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupaka
n kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.Kompleksitas
dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau peren
canaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksana
kan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini
belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana,
sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah up
aya yang penting tidak tertangani.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36
agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai
perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan di
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggara
an Penanggulangan Bencana.Pedoman Penyusun Rencana Penanggulanga
n Bencana.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud darurat dan managemen bencana?

2. Apa yang di maksud Permasalahan dalam penanggulangan bencana?

3.Apa yang di maksud Prinsip dan tujuan penanggulangan bencana?

4. Apa yang di maksud Tahapan dalam managemen keadaan darurat?

5. Apa yang di maksud Pencegahan?

6. Apa yang di maksud Mitigasi?

7. Apa yang di maksud Kesiapsiagaan?

8. Apa yang di maksud Peringatan dini?

9. Apa yang di maksud Tanggapan darurat?

10. Apa yang di maksud Bantuan darurat?

11. Apa yang di maksud Pemulihan?

12. Apa yang di maksud Rehabilitas?

13. Apa yang di maksud Rekontruksi?

2
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui darurat dan managemen bencana?

2. Untuk mengetahui Permasalahan dalam penanggulangan bencana

3. Untuk mengetahui Prinsip dan tujuan penanggulangan bencana

4. Untuk mengetahui Tahapan dalam managemen keadaan darurat

5. Untuk mengetahui Pencegahan

6. Untuk mengetahui Mitigasi

7. Untuk mengetahui Kesiapsiagaan

8. Untuk mengetahui Peringatan dini

9. Untuk mengetahui Tanggapan darurat

10. Untuk mengetahui Bantuan darurat

11. Untuk mengetahui Pemulihan

12. Untuk mengetahui Rehabilitas

13. Untuk mengetahui Rekontruksi

3
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 PENGANTAR KEPERAWATAN BENCANA DAN


PERSPEKTIFKEPERAWATAN BENCANA DI INDONESIA

1. PENGERTIAN DARURAT DAN MANAGEMEN BENCANA


Emergency atau keadaan darurat merupakan suatu kegiatan di
mana staff melakukan tindakan untuk menyelamatkan aset organisasi serta
menjaga kegiatan organisasi agar tetap berjalan karena adanyakejadian
yang tidak terduga. Apabila tidak dilakukan tindakan, dimungkinkan akan
mengakibatkan kerugian terhadap organisasi.
Emergency management merupakan pendekatan yang terencana
untuk mencegah bencana yangmenimpa arsip dan infromasi, menyiapkan
dan merenspon keadaan darurat serta pemulihan setelahbencana.
Dalam beberapa literature, managemen bencana adalah segala
upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana
yang dilakukan pada sebelum, pada saat, dan setelah (kejadian) bencana.
Manajemen Penanganan bencanamerupakan seluruh kegiatan yang
meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum,
saat dan terjadi serta sesudah terjadi bencana. Berupa tanggap darurat,
pemulihan dan pencegahan, mitigasi dan kesiap siagaan.
Prinsip dasarnya adalah seperti manajemen tradisional tetapi ada
sesuatu hal yang harus digaris bawahi yaitu waktu sangat mendesak,
beresiko tinggi apabila terjadi keslahan bias fatal, kebutuha lebih besar
dari kemampuan dan kewenangan koordinasi sangat kabur.
A. Karakteristiknya adalah :
 Dapat bersifat meluas, berkembang, membebani system yang normal.
 Dalam suasana yang kacau dan traumatis.
 Segala keputusan membawa konsekuensi langsung.

4
B. Definisi bencana :
 Peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan
dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan
bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI)
 Setiap kejadian yang mengakibatkan kerusakan, gangguan ekologis,
hilangnya nyawa manusia atau memburuknya deraja kesehatan atau
pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari
luar masyarakat atau wilayah yang terkena (WHO)
 Situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Tergantung padacakupannya, bencana ini bisa merubahpola kehidupan
dari kondisi kehidupanmasyarakat yang normal menjadi
rusak,menghilangkan harta benda dan jiwamanusia, merusak struktur
sosialmasyarakat serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar
(Bakornas PB)

2. PERMASALAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah


didaerah memiliki keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti
berikut :

a. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya


b. Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
c. Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan
ketidaksiapan
d. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya

3. PRINSIP DAN TUJUAN PENANGGULANGAN BENCANA


Prinsip penanggulangan bencana adalah:
a. Cepat dan tepat
b. Prioritas

5
c. Koordinasi dan keterpaduan
d. Berdaya guna dan berhasil guna (efektif efesien)
e. Transparansi dan akuntabilitas
f. Kemitraan
g. Pemberdayaan
h. Nondiskriminatif, dan
i. Nonproletisi

Tujuan Penanggulangan Bencana adalah:


a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dariancaman
bencana;
b. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah
ada;
c. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. Menghargai budaya lokal;
e. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan,
dankedermawanan; dan
g. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

4. TAHAPAN DALAM MANAGEMEN KEADAAN DARURAT


a. Pencegahan (prevention)serangkaian kegiatanyang dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkandan/atau mengurangi ancaman bencana.
b. Mitigasi (mitigation)Mitigasi merupakan usaha yang dilakukan
untuk mencegah risiko-risiko yang ada berkembang menjadi bencana
secara keseluruhan atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
efek bencana ketika terjadi. Tahap ini menitikberatkan pada langkah-
langkah jangka panjang untuk mengurangi atau menghilangkan risiko.
c. Kesiapan (preparedness)Adalah upaya untuk mengantisipasi
bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat,

6
efektif dan siap siaga. Misalnya pesiapan sarana komunikasi, pos
komando dan lokasi evakuasi, pembentukan kelompok siaga bencana
dan simulasi atau pelatihan yang melibatkan banyak pihak.
d. Peringatan Dini (early warning)Upaya untuk memberikan tanda
peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi. Yang
sifatnya harus menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak
membingungkan dan bersifat resmi.
e. Tanggap Darurat (response)Upaya yang dilakukan segera pada saat
kejadian bencana, untuk mengrangi dampak yang ditimbulkan,
terutama penyelamatan korban , harta benda, evakuasi dan
pengungsian.
Bantuan darurat merupakan upaya memberikan bantuan berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang,
airbersih, puast kesehatan, tempat tinggal sementara . sanitasi dan air
bersih.
f. Bantuan Darurat (relief)upaya memberikan bantuan berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang,
airbersih, puast kesehatan, tempat tinggal sementara . sanitasi dan air
bersih.
g. Pemulihan (recovery)Merupakan proses pemulihan kondisi
masyarakat yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
prasarana dan sarana seperti keadaan semula dengan upaya yang
dilakukan memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar seperti jalan,
listrik, air bersih, pasar, posyandu, dll.
h. Rehablitasi (rehabilitation)Upaya langkah yang diambil setelah
kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki
rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas social penting, dan
menghidupkan kembali roda perekonomian.
i. Rekonstruksi (reconstruction)Program jangka menengah dan jangka
panjang guna perbaikan fisik, social dan ekonomi untuk
mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau
yang lebih baik dari sebelumnya.

7
5. PENCEGAHAN
Upaya untuk mencegah terjadinya bencana. Misalnya:
a. Membuat Peta Daerah Bencana
b. Mengadakan dan mengaktifkan isyarat-isyarat tanda bahaya
c. Menyusun Rencana Umum Tata Ruang
d. Menyusun Perda mengenai syarat keamanan, bangunan, pengendalian
limbah dsb.
e. Mengadakan peralatan/perlengkapan Ops. PB
f. Membuat Protap, Juklak, Juknis PB.
g. Perbaikan kerusakan lingkungan.

6. MITIGASI

Upaya untuk meminimalkan dampak bencana. Ada dua bentuk mitigasi:

a. Mitigasi structural:Tindakan-tindakan struktural menggunakan


penyelesaian teknologi seperti bendungan atau kanal untuk
mengontrol banjir.
b. Mitigasi nonstructural: Tindakan non-struktural mencakup legislasi,
perencanaan penggunaan lahan dan asuransi. Mitigasi juga
mencakup peraturan mengenai evakuasi, sanksi bagi yang menolak
peraturan (seperti evakuasi wajib), dan mengkomunikasikan risiko
potensial kepada masyarakat.

Mitigasi merupakan metode yang mudah untuk mengurangi dampak risiko,


namun hal ini tidak selalu disukai. Implementasi strategi mitigasi dapat
dipandang sebagai bagian proses pemulihan jika dilakukan setelah terjadi
bencana.

8
7. KESIAPSIAGAAN
Upaya untuk mengatipasi bencana melalui pengorganisasian langkah
secara tepat, efektif, dan siap siaga. Misalnya:
a. Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi
evakuasi,
b. Rencana Kontinjensi/Kesiapsiagaan dan sosialisasi peraturan /
pedoman PB.

8. PERINGATAN DINI
Upaya memberikan tanda peringatan akan kemungkinan terjadinya
bencana. Dengan ketentuan dimana pemberian informasi harus:
a. menjangkau masyarakat (accesible)
b. segera (immediate)
c. tegas tidak membingungkan
d. (coherent)
e. bersifat resmi (official)

Pada tahap kesiapsiagaan, pemerintah atau pihak berwenang


mengembangkan rencana aksi ketika bencana terjadi. Langkah-langkah
kesiapsiagaan yang umum dilakukan mencakup:

a. Rencana komunikasi dengan metode dan istilah yang mudah


dimengerti
b. Perawatan dan pelatihan pelayanan gawat darurat yang memadai,
termasuk sumber daya manusia massa seperti tim gawat darurat yang
ada di masyarakat
c. Pengembangan dan pelatihan metode peringatan gawat darurat
masyarakat digabung dengan tempat perlindungan gawat darurat serta
rencana evakuasi

9
d. Cadangan, inventaris dan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan
bencana
e. Mengembangkan organisasai masyarakat yang terdiri dari awam
terlatih

Aspek lain dari kesiapsiagaan adalah perkiraan korban bencana,


penyelidikan berupa berapa banyak korban jiwa atau cedera yang mungkin
jatuh dari suatu kejadian bencana tertentu.

9. TANGGAP DARURAT

Upaya pada saat bencana untuk menanggulangi dampak yang


ditimbulkan bencana.Tahap respons mencakup mobilisasi pelayanan gawat
darurat dan first responders yang diperlukan ke tempat bencana. Hal ini
mencakup gelombang pertama pelayanan gawat darurat inti seperti pemadam
kebakaran, polisi, dan petugas medis beserta ambulans.

Rencana gawat darurat yang dilatih dengan baik yang dikembangkan


sebagai bagian dari tahap kesiapsiagaan memungkinkan koordinasi
penyelamatan yang efisien. Dimana diperlukan usaha search and rescue dapat
dilakukan pada tahap awal. Tergantung cedera yang dialami, suhu di luar, dan
akses terhadap udara dan air, sebagian besar korban bencanca akan mati dalam
72 jam setelah terjadi bencana.

10. BANTUAN DARURAT


Merupakan bantuan dalam waktu cepat sesuai dengan kebutuhan
dasar korban, seperti kebutuhan akan pangan, sandanh, papan sementara,
kesehatan, sanitasi dan air bersih.

11. PEMULIHAN
Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat
dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan
kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya

10
rehabilitasi (UU 24/2007). Pemulihan meliputi kegiatan fisik dan non-
fisik.
Tujuan dari tahap pemulihan adalah mengembalikan daerah yang
terkena bencana kembali ke keadaan semula. Hal ini berbeda dari tahap
respons dalam hal fokus; usaha-usaha pemulihan berhubungan dengan
masalah dan keputusan yang harus dibuat setelah kebutuhan penting
dipenuhi. Usaha-usaha ini terutama berhubungan dengan aksi yang
melibatkan pembangunan kembali bangunan yang hancur, pengerjaan
kembali dan perbaikan infrastuktur penting lainnya. Aspek penting dari
usaha pemulihan yang efektif adalah memanfaatkan 'jendela kesempatan'
untuk mengimplementasikan langkah-langkah mitigatif yang mungkin
kurang disukai. Penduduk dari daerah yang terkena bencana lebih mudah
menerima perubahan mitigatif ketika bencana masih segar dalam ingatan.

12. REHABILITASI
Upaya untuk membantumasyarakat untukmemperbaiki rumah,
fasilitas umum & sosial, dan menghidupkan rodaperekonomian.

13. REKONSTRUKSI
Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pasca-bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat.
Secara singkat tahapan penyelenggaraan pengangulangan bencana
meliputi:
a. Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan,
pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis
risiko bencana, penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan
peletahihan serta penentuan persyaratan standar teknis

11
penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini dan
mitigasi bencana).
b. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap loksi,
kerusakan dan sumber daya; penentuan status keadan darurat;
penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan
dasar; pelayanan psikososial dan kesehatan.
c. Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi
(pemulihan daerah bencana, prasaranan dan saran umum, bantuan
perbaikan rumah, social, psikologis, pelayanan kesehatan,
keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan,
pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana termasuk fungsi
pelayanan kesehatan.

2.2 PERSPEKTIF BENCANA DI INDONESIA

Menurut Wibowo (2012), presepsi adalah tanggapan mengenai


cara pandang masyarakat terhadeap suatu hal yang dianggap sebagai objek
yang terjadi serta menjadi fenomena dalam suatu kehidupan.
Presepsi (perception) adalah prosses dimana individu mengatur dan
mengintrepretasikan kesan kesan sensoris mereka guna memberikan arti
bagi lingkungan mereka. Prilaku individu didasarkan pada persepsi
mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Dunia yang
di persepsikan individu merupakan dunia yang mementingkan prilaku.
Indonesia adalah Negara yang subur, dengan segala kecukupan
sumber daya alam yang melimpah dan beragam membuat Indonesia
menjadi surga bagi semua biota yang ada di dalamnya. Akan tetapi,
dibalik ketersediaan alam yang melimpah tersimpan ancaman, letak
geographis Indonesia menyebabkan banyaknya Gunung Merapi dan relief
lapisan bumi yang gampang berubah, yang semua itu menyimpan potensi
ancaman dari alam bagi masyarakat Indonesia. Ancaman itu, bisa jadi
berupa gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, banjir dan lain
sebagainya. Bencana sangat dekat dengan masyarakat Indonesia, bahkan

12
hidup bersama masyarakat dalam keaadaan alam yang ditinggalinya
maupun pada pemenuhan hasratnya dalampengelolaan alam sekitar. Akan
tetapi, seringnya masyarakat Indonesia kurang perhatian terhadap bencana
justeru sebelum bencana itu menimpanya. Saat melanda, benca selalu saja
membawa kepiluan atas tragedi kemanusiaan.
Bencana menyebabkan kerugian baik moril maupun materil di tengah-
tengah masyarakat, menyebabkan degradasi mental masyarakat, gangguan
psikis dan jatuhnya korban jiwa. Bencana selalu menyandera kita atas
perjumpaan kita dengan mereka yang terkena dampak. Dalam bencana
yang datang tiba-tiba dan tanpa prediksi, masyarakat larut dalam suasana
yang mencekam, panik dengan membawa segudang persoalan masing-
masing yang berubah menjadi gangguan psikis ditala oleh bencana yang
menimpa.
Dalam setiap peristiwa bencana, karena dampak buruk yang
ditimbulkannya dari insiden kritis. Psikologi selalu dibutuhkan dan
diarahkan pada upaya meminimalisir dampak yang muncul dari bencana.
Pada kasus-kasus insiden kritis yang ringan, seseorang mungkin dapat
pulih dengan cepat pada peristiwa bencana yang dialaminya.
Namun pada kasuskasus tertentu, terutama yang melibatkan kehilangan,
seseorang terkadang membutuhkan bantuan untuk memulai kembali
hidupnya. Bantuan psikologis sebagaimana intervensi psikologi terhadap
bencana hanya difokuskan pada bantuan setelah peristiwa bencana terjadi
pada orang-orang yang terkena dampak bencana sedemikian ini, dan
belum terlihat atau jarang bantuan psikologi melakukan intervensi pada
masyarakat yang dianggap rentan terhadap bencana khususnya bencana
alam.

1. Fase-Fase Bencana
Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu
bencana yaitu;
–fase preimpact,
–fase impact
–fase postimpact

13
1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya
pada fase inilah segala persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga,
dan warga masyarakat.
2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-
saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup
(survive). Fase impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan
bantuan-bantuan darurat dilakukan.
3. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari
fase darurat, juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada
fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase postimpact ini para
korban akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan, marah,
tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.
TIM BANTUAN KESEHATAN (BERDASARKAN KEPMENKES
066/MENKES/SK/II/2006)
Tim yang Diberangkatkan Berdasarkan Kebutuhan setelah Tim Gerak
Cepat dan Tim RHA Kembali dengan Laporan Hasil Kegiatan Mereka di
Lapangan
2. PERAN PERAWAT KOMUNITAS DALAM MANAJEMEN
KEJADIAN BENCANA
Perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki
tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik
selama tahap preimpact, impact/emergency, dan post impact.

Peran perawat disini bisa dikatakan multiple; sebagai bagian dari penyusun
rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian
kejadian bencana.

Tujuan utama

Tujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada bencana ini adalah


untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang
terkena bencana tersebut

14
3. PERAN PERAWAT
A. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana
ini, antara lain:

1.mengenali instruksi ancaman bahaya;


2.mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan,
air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
3.melatih penanganan pertama korban bencana.
4.berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :

1. usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)

2. pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong


anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan
pertolongan pertama luka bakar

3. memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti


dinas kebakaran, RS dan ambulans.

4. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa


(misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)

5. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau


posko-posko bencana
B. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah
keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim
survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan,
begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.

15
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk
penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )

TRIASE

1. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang


mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok,
trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, luka bakar derajat I-II

2. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury


dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam
keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit.
Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera
medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II

3. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur


tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi

4. Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat


selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
1.Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
2.Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
3.Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
4.Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
5.Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa

16
7.Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri)
maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual
muntah, dan kelemahan otot)
8.Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
9.Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater
10.Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi
C. Peran perawat dalam fase postimpact
Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan
psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat
untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit dan kondisi fisik
mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali
bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.

17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pendidikan keperawatan bencana adalah salah satu aktivitas yang dilakukan selam
a masa tenang dari siklus bencana. Perawata mempunyai peranan penting dalam f
ase ini, yakni meningkatkan kesadarannya, dan pada saat normal memperoleh pen
getahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk keperawatan bencana. Untuk m
elakukan tugas ini, perlu mengembangan kesiap-siagaan pada bencana dengan me
mpertahankan dan mengingatkan keterampilan diri sendiri melalui program pendi
dikan dan pelatihan secara berkala dan berkelanjutan, dan perlu terus melanjutkan
praktik keperawatan didalam aktivitasnya sehari-hari.

Untuk mengambangkan kemampuan praktik pada keperawatan bencana bagi pera


wat, maka hal ini menjadi penting untuk mengambangkan program pendidikan be
ncana yang menekankan “berkelanjutan”, “secara bertahap” dan “jenis/pola”, me
ngevaluasi terhadap program pendidikan dan pelatihan yang sedang / yang sedang
dilaksanakan, serta melakukan upaya yang berkelanjutan untuk perbaikannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hardisman, 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogjakarta: Gosyen Publishing

Undang-Undang no 24 tahun 2007 tentang penganggulangan bencana

Internet: diakses tanggal 8 September 2016

https://dumadia.wordpress.com/2010/11/03/prinsip-dasar-manajemen-bencana/

https://qhsepromotions.com/2014/12/26/manajemen-keadaan-darurat/

Ebook: diakses tanggal 8 September 2016

2015. Prinsip dasar penganggulangan bencana. Diakses dari


http://server1.docfoc.com/uploads/Z2015/12/31/KRZ3wglRMS/d0f7a1e21c9fb9
bb929c62c26a2e634c.ppt

2015. Disaster Nursing Intervension Keperawatan Bencana Alam. Diakses dari


http://ipk334.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/362/2015/03/Disaster-Nursing-Intervention-Pertemuan-
5.ppt

RINGKASAN MODUL 4 Manajemen Keadaan Darurat (Emergency


Management) dan Arsip Vital Krihanta. Pengelolaan Arsip Vital. Jakarta:
Universitas Terbuka, 2013. Diakses dari
http://widodo.staff.uns.ac.id/files/2013/03/RINGKASAN-MODUL-
4_Manajemen-keadaan-darurat.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai