ISI AntropologiAgama

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata kuliah studi kebidanan menggunakan berbagai pendekatan untuk mencapai


tujuan dari mata kuliah ini. salah satu dimana ia menggunakan oksigen yang pendekatan
ini sangatlah penting untuk mengetahui tentang kebidanan. Oksigen merupakan salah
satu komponen terpenting untuk kelangsungan hidup manusia. Oksigen berasal dari
fotosintesis tumbuhan darat dan organisme dilaut disamping keberadaan oksigen yang
bebas dalam, oksigen juga dimanfaatkan untuk bahan bakar roket ekspedisi luar angkasa,
keperluan industri dan medis dirumah sakit. Oksigen dikemas dalam tabung-tabung yang
terbuat dari baja dan disimpan diruangan khusus. Tabung berisi oksigen memiliki
tekanan yang tinggi sehingga berbahaya jika terjadi kebocoran. Kebocoran tersebut dapat
memicu kebakaran bahkan ledakan yang dapat mengancam keselamatan orang disekitar
tempat penyimpanan oksigen. Oksigen merupakan gas yang mudah terbakar karena
sifatnya yang reaktif, oksigen juga tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa
sehingga sulit untuk mengetahui bahwa telah terjadi kebocoran.

Untuk mengetahui apabila ada kebocoran oksigen ditempat-tempat penyimpanan,


maka dibutuhkan sensor yang dapat mendeteksi kebocoran tersebut. Sensor gas telah
banyak dikembangkan dengan menggunakan bahan semikonduktor logam oksida seperti
TiO2, ZnO, CuO. Kelebihan sensor gas dengan bahan semikonduktor logam oksida
adalah biaya yang diperlukan lebih murah dan dapat dibuat dengan metode sederhana.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
- Meningkatkan ekspansi dada
- Memperbaiki status oksigenasi klien dan memenuhi kekurangan oksigen
- Membantu kelancaran metabolisme
- Mencegah hipoksia
- Menurunkan kerja jantung
- Menurunkan kerja paru-paru pada klien dengan dyspnea
- Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada penyakit paru

1
2. Tujuan Khusus
- Melalui latihan napas
- Latihan batuk efektif
- Pemberian oksigen melalui nasal kanule
- Pemberian oksigen melalui masker
- Penghisapan lendir
Latihan napas
Merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveoli atau
memelihara pertukaran gas, mencegah atelaktasis, meningkatkan efisiensi
batuk dan dapat digunakan untuk mengurangi stres.
Latihan batuk efektif
merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak kemampuan batuk secara
efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari
secret atau benda asing.
Pemberian Oksigen Melalui Nasal Kanule
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu
dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan cara
memasukan selang yang terbuat dari plastik kedalam hidung dan
mengaitkannya kebelakang telinga. Panjang selang yang dimasukkan krdalam
lubang hidung hanya berkisar 0,6-1,3cm. Pemasangan nasal kanule
merupakan cara yang paling mudah sederhana, murah, relatif nyaman, mudah
digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka pendek
dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen.
Pemberian Oksigen Melalui Masker
Pemberian oksigen kepada klien yang menggunakan masker yang dialiri
oksigen dalam posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen
umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat
mengelilingi wajah klien.
Penghisapan Lendir
Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien
yang tak mampu mengeluarkan lendir secara sendiri dengan menggunakan
suction membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen.

2
C. MANFAAT OKSIGEN
1. Untuk menggerakkan sistem pernapasan. Oksigen sangat diperlukan oleh
mahkluk hidup untuk bernapas.
2. Membantu sistem peredaran darah. Sistem peredaran darah didalam tubuh
manusia dipengaruhi oleh adanya oksigen.
3. Memaksimalkan daya ingat.
4. Mencegah pertumbuhan sel kanker.
5. Membantu pikiran lebih tenang.

Manfaat Oksigen Bagi Tubuh

1.diperlukan dalam sistem pernapasan

Oksigen diperlukan dalam proses pernapasan pada manusia, dikarenakan oksigen


memiliki peran sebagai pemenuhan kebutuhan metabolisme tubuh.

2.Membantu sistem peredaran darah.

Salah satunya adalah, didalam tubuh manusia ada bakteri aerob yang hanya bisa hidup
dikarenakan adanya oksigen yang masuk kedalam tubuh.

3.Memaksimalkan daya ingat

Sirkulasi oksigen pada tubuh berpengaruh terhadap fungsi otak. Jika oksigen masuk
kedalam otak secara stabil, maka daya ingat serta kecerdasan otak menjadi
meningkat.

4.Mencegah pertumbuhan sel kanker

Kadar oksigen yang tinggi didalam tubuh menyebabkan sel-sel penyakit seperti kanker
menjadi tidak dapat tumbuh.

5.Membantu pikiran lebih tenang

Kebanyakan dari kita mengalami stres karena sesuatu. Tahukah anda bila stres dapat
dihilangkan dengan oksigen. Ketika kita stres pikiran cenderung menjadi pusing dan
terasa bosan. Namun manfaat oksigen dengan cara mengambil napas panjang,
menarikkan napas panjang ini berfungsi untuk membantu terbukanya paru-paru

3
hingga menyerap energi yang bisa memperbaiki sel-sel tubuh, sehingga pikiran
menjadi lebih segar.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropologi Agama

Antropologi berasal dari kata Yunani Antrhopos yang berarti “manusia” atau “orang”,
dan logos yang berarti “wacana” (dalam pengertian bernalar/berakal/ilmu). Secara
etimologis antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia. Kajian antropologi

4
memperhatikan aspek sejarah dan penjelasan menyeluruh untuk menggambarkan
manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan alam.

KBBI menyatakan bahwa agama sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Istilah agama berasal
dari bahasa sanskerta “agama” yang berarti “tradisi” dan pengertian sama dengan agama
adalah religi yang berasal dari bahasa Latin “religio” dan berakar pada kata kerja “re-
ligare” yang berarti “mengikat kembali” maksudnya dengan ber-religi maka seseorang
akan mengikat dirinya pada Tuhan.

Secara sederhana agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur
kehidupan manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama perlu
dicari titik persamaan dan perbedaannya. Manusia memiliki kemampuan terbatas,
kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinannya bahwa ada
sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari luar
dirinya. Artinya manusia bergantung pada “sesuatu” yang dianggap lebih dari dirinya
dan sesuatu ibu bermacam-macam misalnya seperti Tuhan, dewa-dewi, benda-benda
yang dianggap sakral dan suci, dan lain-lain.

Berdasar pengertian antropologi dan pengertian agama maka antropologi agama


merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang
menyangkut agama dengan pendekatan budaya, atau disebut Antropologi Religi. Cabang
ilmu antropologi agama diyakini oleh banyak pakar untuk melihat reaksi antara agama,
budaya, dan lingkungan sekitar masyarakat. Perhatian ahli antropologi agama
ditunjukkan untuk melihat keterkaitan faktor lingkungan alam, struktur sosial, struktur
kekerabatan, dan lain sebagainya, terhadap timbulnya jenis agama, kepercayaan, upacara,
oerganisasi keagamaan tertentu.

Agama yang dipelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya,
tidak agama yang diajarkan Tuhan, yaang menjadi perhatian adalah beragamnya manusia
dan masyarakat. Sebagai ilmu sosial, antropologi tidak membahas salah benarnya agama
dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang
sakral.

5
B. Karakteristik Pendekatan Antropologi
1. Mistikisme

Agama dilihat dari praktik mistik, kebatinan (referensi dari sesuatu/jadi diri) manusia.

Ancestor (nenek moyang yang mistik)

Ghost (hantu/roh)

Witchcraft (ilmu gaib)

Sorcery (ilmu sihir)

2. Holisme

Agama harus dibaca/diinterpretasi dari Praktik-Praktik Sosial seperti Pertanian,


Kekeluargaan, Politik, Magic, dan Pengobatan

3. Ritualisme

Agama dilihat dari perspektif Ritus dan Ritual kehidupan manusia dari HIDUP
sampai MATI sperti Kelahiran, Pernikahan, Kematian, Pemujaan

4. Simbolisme

Agama diterjemahkan dari “bahasa” pengalaman. Mimpi, Totemisme, Takhayul.

C. Asal Usul Agama

Tylor mengenai asal mula dan inti dari unsur universal seperti religi atau agama,
tegasnya mengapa manusia percaya kepada suatu kekuatan yang di anggapnya lebih
tinggi dari dirinya, dan mengapa manusia melakukan berbagai cara untuk mencari
hubungan dengan kekuatan-kekuatan seperti itu, tentu telah menjadi objek perhatian para
ahli pikir sejak lama. Ada bermacam-macam pendirian dan teori yang berbeda-beda
mengenai masalah tersebut, dan diantaranya teori-teori yang terpenting menyebutkan
bahwa perilaku manusia yang bersifat religi itu terjadi karena:

6
 Manusia mulai sadar akan adanya konsep ruh
 Manusia mengakui adanya berbagai gejala yang tak dapat dijelaskan dengan akal
 Keinginan manusia untuk menghadapi berbagai krisis yang senantiasa dialami
manusia dalam daur hidupnya
 Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami manusia di alam sekelilingnya
 Adanya getaran (emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa manusia
sebagai warga dari masyarakat
 Manusia menerima suatu firman dari Tuhan

1. Teori Ruh
Menurut E.B Tylor seorang sarjana Antropologi dari Inggris, asal mula dari religi
adalah kesadaran manusia akan konsep ruh yang sebaliknya disebabkan oleh dua hal,
yaitu:
a. Perbedaan yang tampak antara benda-benda yang hidup dan benda-benda yang
mati. Makhluk yang masih dapat bergerak adalah makhluk hidup, tetapi apabila
pada suatu ketika makhluk tersebut tidak bergerak lagi, maka itu berarti bahwa
makhluk tersebut mati. Dengan demikian manusia lama-kelamaan mulai
menyadari bahwa gerak dalam alam (hidup) disebabkan oleh sesuatu kekuatan
yang berada disamping tubuh jasmaninya, yakni jiwa (ruh).
b. Pengalaman bermimpi, dalam mimpinya manusia melihat dirinya berada di
tempat-tempat lain selain tempat ia tertidur. Maka ia mulai membedakan antara
tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur, dan bagian lain dari dirinya, yaitu
jiwa (ruh).

2. Teori Batas Akal


Seorang pakar besar J.G Frazer, dalam bukunya The Golden Bough
menguraikan bahwa manusia memecahkan masalah-masalah dalam hidupnya dengan
akal dan sitem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuan manusia terbatas.
Makin maju kebudayaannya, makin luas batas akal itu. Dalam banyak kebudayaan
batas akal manusia masih sangat sempit. Soal-soal hidup yang tak dapat mereka
pecahkan dengan akal, dipecahkan dengan magic, atau ilmu gaib. Menurut Frazer,
ketika religi belum hadir dalam kebudayaan manusia, manusia hanya menggunakan

7
ilmu gaib untuk memecahkan masalah-masalah hidup yang berada diluar jangkauan
akal dan pengetahuannya.
Ketika mereka menyadari bahwa ilmu gaib tak bermanfaat bagi mereka,
mulailah timbul kepercayaan bahwa alam di huni oleh makhluk-makhluk halus yang
lebih berkuasa, dengan siapa manusia kemudian mulai mencari hubugan, sehingga
timbullah religi. Religi adalah segala sistem perbuatan untuk mencapai suatu maksud
dengan cara menyandarkan diri pada kehendak dan kekuasaan makhluk-makhluk
halus misalnya ruh, dewa, dan sebagainya yang memenuhi alam semesta ini.

3. Teori Masa Krisis Dalam Hidup Individu


M. Crawley dalam bukunya Tree of life 1905 dan diuraikan secara luas oleh
A. Van Gennep dalam bukunya yang terkenal, Rites de Passage 1909. Menurut kedua
pakar tersebut, selama hidupnya manusia mengalami berbagai krisis yang sangat
ditakuti oleh manusia, dan karena itu menjadi objek dari perhatiannya. Terutama
terhadap bencana, sakit, maut, segala kepandaian, kekuasaan, dan harta benda yang
dimilikinya manusia tidak berdaya.
Pada saatt-saat seperti itu manusia merasa perlu melakukan sesuatu untuk
memperteguh imannya, yang dilakukannya dengan upacara-upacara. Perbuatan-
perbuatan inilah yang merupakan pangkal dari religi.

4. Teori Kekuatan Luar Biasa


Pakar Antropologi Inggris, R.R. Marret, dalam bukunya The Threshold Of
Religion 1909. Teori ini dimulainya dengan kecaman terhadap anggapan Tylor
mengenai kesadaran manusia akan adanya jiwa. Menurut Marret kesadaran seperti itu
terlalu kompleks bagi kepikirkan makhluk manusia yang baru berada pada tingkat-
tingkat awal dari kehidupannya di bumi ini.
Ia juga mengatakan bahwa pangkal dari segala kehidupan beragama
ditimbulkan karena adanya perasaan tidak berdaya dalam menghadapi gejala-gejala
dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Gejala-gejala, hal-
hal, peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap sebagai akibat dari kekuatan
supernatural.

5. Teori elementer Mengenai Hidup Beragama

8
Teori ini berasal dari pakar filsafat dan sosiologi Perancis E. Durkheim. Teori
ini diuraikannya dalam buku Les Formes Elementaires De la Vie Religieuse 1912.
Durkheim, yang dalam Antropologi juga menjadi terkenal, sperti Marret pada
awalnya juga mencela Tylor. Ia menganggap bahwa alam pikiran manusia awal
perkembangan kebudayaannya belum mampu memahami konsep “jiwa” dan “ruh”
yang bersifat abstrak itu, dan memisahkannya dari jasmani manusia.
Celaan terhadap teori animisme Tylor itu dimuat dalam awal bukunya,
bersama dengan teori baru mengenai dasar-dasar religi yang sama sekali berbeda
dengan teori-teori yang pernah dikembangkan para pakar sebelumnya, teori tersebut
menyangkut beberapa pengertian dasar, yaitu:
a. Pada awal keberadaanya dimuka bumi, manusia mengembangkan religi
karena adanya getaran jiwa, yaitu suatu emosi keagamaan.
b. Dalam pikirannya, emosi keagamaan itu berupa perasaan yang mencakup
rasa keterikatan, bakti, cinta, dan sebagainya.
c. Emosi keagamaan tidak selalu berkobar-kobar setiap saat dalam dirinya
d. Emosi keagamaan yang muncul itu membutuhkan suatu objek tujuan.
e. Suatu objek keramat sebenarnya merupakan lambang dari suatu
masyarakat.

6. Teori Firman Tuhan

Pendirian yang untuk mudahnya kita sebut teori firman Tuhan ini mula-
mulanya diajukan oleh pakar Antropologi bangsa Austria W. Schmidt. Sebelumnya
sebelumnya A.Lang seorang ahli sastra bangsa Inggris, telah pula mengajukan
pendirian yang sama. Anggapan akan adanya kepercayaan pada dewa tertinggi dalam
alam jiwa bangsa-bangsa sangat cocok dengan dasar-dasar cara berpikir Schmidt,
percaya bahwa agama berasal dari titah Tuhan yang diturunkan pada awal
keberadaan manusia dibumi.

Karena itu, adanya tanda-tanda dari suatu kepercayaan pada dewa pencipta pada
suku-suku bangsa yang paling rendah tingkat kebudayaannya, memperkuat
anggapannya mengenai adanya titah Tuhan Asli, yang disebutnya Uroffenbarung.
Kepercayaan kepada Tuhan yang asli dan bersih yang disebutnya Urmonotheismus,
malahan dimiiki suku-suku bangsa yang hidup dalam zaman ketika tingat kebudayaan
manusia masih sangat rendah.

9
Unsur-unsur Religi

Untuk mendeskripsikan religi diantara ribua kebudayaan di dunia, dan khususnya


diantara suku-suku bangsa di Indonesia yang jumlahnya melebihi 600 suku bangsa,
sesuai dengan kelima sub-unsur pokok yang diajukan oleh E.Durkheim, dalam
antropoligi religi dibagi kedalam unsur-unsur tersebut:

1. Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang menyebabkan bahwa manusia di dorong


untuk berperilaku keagamaan
2. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia,
alam, alam gaib, hidup, maut dan sebagainya
3. Sistem ritus dan upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan
dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut
4. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan
mengaktifkan religi berikut sistem upacara upacara keagamaannya
5. Alat-alat fisik yang digunakan dalam ritus dan upacara keagamaan

D. Fungsi Agama Bagi Manusia dan Masyarakatnya

Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepas dari tantangan yang dihadapi
manusia dan masyarakatnya. Untuk mengatasi itu semua manusia manusia lari kepada
agama, karena manusia percaya kepada keyakinan yang kuat bahkan agama memiliki
kesanggupan yang definitifdam menolong manusia.

 Fungsi edukatif adalah manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang
mengcakup tugas mengajar dan tugas mmimbing.

 Fungsi penyelamatan tanpa atau dengan penelitian ilmiah cukup berdasarkan


pengalaman sehari-hari, dapat dipastikan bahwa setiap manusia mengiginkan
keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun mati.

 Fungsi pengawasan sosial(social control) pada umumnya manusia, entah zman bahari
entah zaman modern, mempunyai keyakinan yang sama, bahwa bahwa kesejahteraan
sosial khususnya dan masyarakat besar umumnya tidak dapat dipisahkan dari
kesetiaan kelompok atau masyarakat itu kepada kaidah-kaidah masyarakat itu.

10
 Fungsi penggawasan sosial agama merasa ikut bertanggung jawaab atas adanya
norma-norma sosial yang baik yang diberlakukan atsa masyarakat manusia umum.

E. Agama Dan Keadaan Manusia

Kami adalah orang yang pertama yang mengakui bahwa tidak ada defenisi (agama)
yang benar-benar memuaskan. Karena satu hal, agama dan keanekaragaman yang hampir
tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan defenisi
(batasan). Agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dima-mana” sehingga
sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah.

Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari
keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan
khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman yang
luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membahagiakan bati yang sempurna dan
juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepadanya
suatu dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat) namun agama(juga) melibatkan dirinya
dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari didunia.

Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru kedalam hati sanubari
terhadap alam gaib dan surga-surga telah didiran didalam alam tersebut. Namun demikian
agama juga berfungsi melepaskan belengu-belengu adat atau kepercayaan manusia yang
sudah usang.

Beribadat bersama-sama-bersama-sama memakai lambang-lambang keagaamaan-


telah mempersatukan kelompok-kelompok manusia dalam ikatan yang erat, akan tetapi
perbedaan agama telah membantu timbulnya beberapa pertentangan yang paling hebat
diantara kelompok-kelompok itu. Ibadat keagamaan dihias dengan keindahan seni
(tetapi) juga berjalan baik didalam kehidupan yang paling sekalipun.

Agama memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang


tersebut mereka dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan meskipun
hakikat pengalaman keagamaan selamanya tidak dapat diungkapkan. Ide tentang Tuhan
membantu memberikan semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya
sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik atau bahkan “ berusaha mengatasi
kesukaran yang banyak dan berusahan mengakhirnya”. Pada prinsipnya terdapat

11
perlawanan, selagi manusia berusaha mengetahui segala sesuatu, mereka juga harus
memahami dan mendamaikan dua kutub utama yang berlawanan satu dengan yang lain
diantara semesta dan didalam diri mereka sendiri: yaitu bik dan buruk, cinta dan benci,
ibadat dan maksiat, dewa dan setan.

Apakah arti semua ini bagi pengaji masyarakat? Meskipun dia tidak bersikap masa
bodoh terhadap masalah-masalah yang timbul karena sifat dasar agama itu sendiri.
namun perhatian utamanya tentu saja kepada agama seperi yang diwujukan dalam
tingkah laku manusia.

Dalam bidang yang lebih terbatas ini adalah dia akan menghadapi banyak
permasalahan. Masalah pertama tampaknya terdapat pada pemahaman terhadap sikap-
sikap sendiri. bagi orang-orang yang hidup dalam masyarakat macam apapun konsepsi
tentang agama merupakan hal yang tidak terpisahkan dari pandangan hidup mereka dan
sangat diwarnai oleh perasaan yang khas terhadap yang dianggap sakral (suci) sehingga
sukar bagi kita sendiri sebagai orang-orang yang moderen untuk melihat agama dengan
kacamata ilmiah yang jujur. Dikalangan masyarakat barat, agam terjalin erat dengan cita-
cita yang sangat kita dambakan, dengan kepercayaan kepada satu Tuhan Allah (Bapak),
Yesus Kristus Sang Putera, dan kepada nasib manusia yang sangat berharga dan luhur.
Tetapi agama pengertian umum tidak dapat disamakan dengan perintah kita sendiri atau
bahkan dengan pola manapun.

Juga dapat kesulitan lebih jauh yaitu bahwa pemeluk-pemeluk agama mungkin
khawatir jika penelitian yang tidak sama itu mengurangi nilai-nilai yang sangat mereka
hargai atau memudarkannya. Dan memang ada perbedaan antara sikap mental pegajian
(agama) dengan pemeluknya kewajiban pengajian aalah mencari kebenaran; meskipun
demikian dalam mencari kebenaran tersebut dia harus mengendalikan dan menggunakan
semua perasaan dan emosinya dan tidak malah merasa bebas sama sekali. Karena itu
sikap pengajian dan pemeluk agama harus tetap berada dalam batas kepribadiannya
sebagai individual.

Orang-orang yang bukan pemeluk agama pun bisa mengalami kesulitan untuk
memberi arti yang tepat terhadap gejala-gejala yang mereka nilai yang tidak mempunyai
validitas objektif yang tinggi, (dan bahkan) merupakan sekedar proyeksi-proyeksi yang
menajubkan diri khayalan manusia. Karena itu para pemeluk agama dan bukan pemeluk
agama sama-sama mengalami, kesulitan dalam melakukan penelitian tentang peranan

12
agama dalam masyarakat tanpa dipengaruhi oleh perasaan terikat kepada keturunan dan
ketidak jujuran.

Ini adalah permasalahan-permasalahan yang sesungguhnya. Mesikipun demikian para


serjana yang menganut berbagai macam pendapat tentang kenyataan empirik (yang dapat
dibuktikan kebenarannya dengan metode-mentode dalam ilmu-ilmu kealaman). Dari
“hal-hal yang gaib “ semakin setuju dengan arti praktis yangsesungguhnya dari hal-hal
yang bersifat nonemperik (yang tidak dapat dibuktikan dengan metode-metode
experimental) dalam kehiupan sosial. Ini tidak berarti bahwa meeka keriru memahami
hakikat kebenaran atau metode-metode yang diterapkan dalam ilmu-ilmu kealaman,
tetapi mereka juga sadar (seperti juga banyak ilmuan dibidangan ilmu- ilmu kealaman
sendiri) bahwa kebenaran menurut ilmu-ilmu kealaman bukanlah satu-satunya kebenaran
yang digunakan manusia didalam hidupnya. Memang, sains itu sendiri, sebagai diyakini
banyak orang, bukanlah kumpulan metode semata-mata atau sarana-sarana yang
diselaraskan dengan tujuan, tetapi suatu keyakinan- yaituu keyakinan akan adanya
kekuatan penalaran manusia yang tertinggi untuk memahami dan menguasai alam
semesta. Seakan banyak sarjana sosiologi yang berusaha mendefinisikan agam dengan
melihat manusia sebagai pelaku, dan mereka memberi tekanan khusus pada bagaimana
menggunakan agama dalam kehidupan sosialnya, dan bahkan dalam segi kehidupannya.
Meskipun usaha-usaha pada masa dulu untuk mendefinisikan agama dipandang dari
sumber-sumber aslinya ternyata berakhir tanpa hasil, namun pandangan yang lebih baru,
meskipun kurang dogmatik, sedikit banyaknya melihat asumsi-asumsi yang jelas tentang
manusia itu sendiri, sifatnya, dan kebutuhan-kebutuhannya penyelidik tentang motivasi
beragama ini mungkin lebih tepat dibicarakan oleh ilmu jiwa dari pada sosiologi.

Penulis-penulis terdahulu seperti Taylor dan Spencer menggap agama sebagai suatu
hasil pemikiran manusia dan hasratnya untuk mengetahui. Ini adalah bagian dan bukan
hakikat dari kebenaran itu. Durkheim dan belakangan juga Freud, mengemukakan
landasan-landasan agama yang bersifar naluriah dan emosional. Meskipun perasaan dan
emosi merupakan aspek-aspek tingkah laku keamanan, namun agama itu sendiri tidak
dapat dianggap sebagai “ sesuatu yang tidak semata-semata” didorong kelahirannya oleh
kegembiraan kelompok khyalak ramai (seperti sering disebut-sebut oleh doktrin) atau,
seperti dikatakan oleh Vreud, sebagai Alkitab dari dorongan nafsu sexsual yang
mendapatkan saluran. Diantara binatang-binatang, hanya manusialah yang mampu
menciptakan bahasa simbolik dan pemikiran abstrak dia tidak hanya berbuat dan beraksi,

13
tetapi juga mengembangkan dan menanggapi perbuatan. Karena itu, sebagaimna pernah
diamati oleh Walte witman, manusia adalah satu-satunya (mahluk) yang memikirkan
alam. Witman mencapai keserasian dan kecemasannya ada kelayannya terikat dengan
kesadaran beragamannya yang memendam.

Peneliti sosial modern banyak mendukung kebenaran pandangan ritman itu. Tetapi
manusia tidak menghadapi masa depannya hanya dengan perasaan khawatir. (tetapi juga
menggunakan) kemampuannya untuk menanggapi kejadian-kejadian secara dini sebagai
pendorong timbulnya cita-cita, hasrat dan harapanna yang kreatif. Lagipula kita lihat
manusia tidak hanya mengalami tetapi juga memikirkan pengalaman-pengalamannya dan
berusaha keras menciptakan penafsiran-penafsiran yang tidak memberi makna pada
pengelaman-pengelamannya tersebut.

Agama dianut manusia, tidak seperti perekonomiannya tidak dapat diambil dari salah
satu anugerah yang dimiliki bersama dengan binatang-binatang lainnya. jika tidak dapat
dianggap bahwa ia berasal dari salah satu asfek dari sifat-sifat khusus manusia.
Bagaimanapun pentingnya bagi agama tergantungan pada anak kepada orang tua mereka
dalam jangka waktu yang lama, baik Tuhan maupun dewa-dewa tidak dapat menjelaskan
lain kecuali sebagai proyeksi atau proyeksi-proyeksi dari tokoh (figur) kepada kita
pengertian yang berat sebelah, tetapi gelas tidak ada penjelasan sederhana yang
memadai. Ilmu sosial modern menunjukan fakta bahwa motivasi beragama sam ruminya
dengan keaadan manusia itu sendiri.

Memang kami belum mencegahkan masalah motivasi agama itu. Tetapi kami telah
menujukan paling tidak beberapa asfek dari keseluruhan situasi manusia yang terkait
langsung dengan agama sebagai suatu langkah awal untuk menganalisa tingkah laku
keagamaan dan hubungan dengan masyarakat.

Semua yang telah kami katakan sejauh ini menujukan bahwa agama itu merupan
kebudayaan, atau pengembangan dari aktivitas manusia sebagai mahluk ciptaan
kebudayaaannya. Dengan demikian menurut pandangan sarjana sosiologi, agama bisa
dianggap sebagai suatu sarana kebudayaannya bagi manusia dengan saranan itu dia
mampu menyesuaikan diri dengan pengelam-pengelamannya dalam keseluruhan
lingkungan hidupnya; termasuk diri sendiri anggota-anggota kelompoknya alam dan
lingkungan lain yang dia rasakan sebagai sesuatu yang transeendental (tidak terjangkau
penalaran manusia). Dalam lingkungan tersebut terakhir ini- pikiran, perasaan, dan

14
perbuatan manusia terhadap hal-hal yang menurut perasaannya berada diluar jangkauan
pengalam-pengalamannya sehari-hari dengan diri-sendiri, teman-temannya, dan dengan
dunia nyata, katakanlah yang seksama-menyebabkan kiata percaya, (dan inilah) inti
agama tersebut.

F. Tanggapan Kelompok
Berdasarkan pembahasan kelompok kami mengenai pendekatan antropologi agama
bahwa agama berasal dari kebudayaan yakni dari perilaku/perbuatan manusia yang
dilakukan secara terus menerus secara turun-temurun sehingga hal ini menjadi salah satu
keyakinan yang diakui oleh msyarakat sekitar. Namun seiring berjalannya waktu dan
adanya kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang agama timbullah berbagai macam
ajaran agama yang yang dapat menlunturkan kebudayaan yang tidak sesuai dengan
kepercayaan agama (agama yang diakui negara).
Hal ini didukung oleh pendapat Elizabeth K.Nottingham dalam buku “Agama dan
Masyarakat” bahwa tidak ada definisi agama yang benar-benar memuaskan. Karena satu
hal, agama dalam keanekaragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu
memerlukan deskripsi (pengambaran) dan bukan definisi (batasan). Agama adalah gejala
yang begitu sering ”terdapat dimana-mana” sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita
untuk membuat atraksi ilmiah. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk
mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta.
Agama telah menimbulkan khayalannya yang paling luas dan juga digunakan
membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat
membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan
ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak
dapat dilihat (akhirat), namun agama (juga) melibatkan dirinya dalam masalah-masalah
kehidupoan sehari-hari di dunia ini. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan
keyakinan baru kedalam hati sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga telah didirikan
dialam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskaan belenggu-belenggu
adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelompok kami menyimpulkan bahwa pendekatan antropologi agama merupakan
ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut
agama dengan pendekatan budaya, atau disebut Antropologi Religi dan agama sebagai
fenomena budaya, tidak agama yang diajarkan Tuhan, yaang menjadi perhatian adalah
beragamnya manusia dan masyarakat. antropologi tidak membahas salah benarnya
agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada
yang sakral. Pendekatan ini memiliki karakteristik seperti mistikisme, holisme,
ritualisme, dan simbolisme.

16
Asal usul agama dipandang menjadi enam teori yakni teori ruh, teori batas akal,
teori masa krisis dalam hidup individu, teori kekuatan laur biasa, teori erlementer
mengenai hidup beragama, dan teori firman Tuhan. Salah satu fungsi agama yakni
fungsi edukatif adalah manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang
mengcakup tugas mengajar dan tugas mmimbing.
Keseluruhan situasi manusia yang terkait langsung dengan agama sebagai suatu
langkah awal untuk menganalisa tingkah laku keagamaan dan hubungan dengan
masyarakat.

B. Saran
Bagi pembaca hendaknya mencari literatur lain diluar yang sudah di berikan oleh
penulis sebab yang penulis kemukakan sangat terbatas.

17

Anda mungkin juga menyukai