Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KB IUD DENGAN

KEPUTIHAN DI BPM HJ.EET SUMIATI KOTA TASIKMALAYA

TAHUN 2016

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai

Gelar Ahli Madya Kebidanan

Oleh :

EVA VITRIYAH

NIM. 13DB277107

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS

2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga Berencana menurut WHO (World Healt Organisation) adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran, mengontrol waktu saat
kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, menentukan jumlah
anak dalam keluarga (Meiliasari, 2012).
Hasil penelitian Berenson all tahun 2013 di Amerika Serikat
membuktikan bahwa 61,2% efek samping IUD dialami oleh wanita usia 15-24
tahun dan 22,6% dialami oleh usia 25-44 tahun, efek samping yang timbul
berupa dispareunia,disminorhoe,amenorea,polymenore,pendarahan post
coital,erosi portio,radang panggul dan 6,2% mengalami kegagalan
pemasangan berupa terjadinya kehamilan. Penelitian tersebut membuktikan
bahwa akseptor KB IUD usia 15-24 tahun lebih rentan mengalami efek
samping kontrasepsi IUD dibandingkan dengan usia 25-44 tahun.
Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,
memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab,
harmonis dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Saifuddin, 2006).
Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan dapat menerima
paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional yang telah diubah
visinya dari “mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” menjadi
visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup bangsa, telah dilaksanakan secara bersamaan
pembangunan ekonomi dan keluarga berencana
Karena progam ini sangatlah penting untuk menekan pertumbuhan
penduduk di Negara ini. ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga
berencana. Dalam al-qur’an dicantumkan beberapa ayat yang berkaitan
dengan keluarga berencana, diantaranya :

1
2

َ َّ ‫ِين لَ ْو َت َر ُكوا مِنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ َعا ًفا َخافُوا َعلَي ِْه ْم َف ْل َي َّتقُوا‬
‫َّللا َو ْل َيقُولُوا‬ َ ‫ش الَّذ‬ َ ‫َو ْل َي ْخ‬
‫َق ْو ًًل َسدِي ًدا‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar”.(Qs.An-Nisa : 9 ).

Ayat-ayat al-quran diatas menunjukan bahwa islam mendukung adanya


keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakan bahwa
“hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak lemah yang dimaksud
adalah generasi penerus yang lemah agama, ilmu pengetahuan, sehingga
KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah (Syara’wi, 2013).
Indonesia menghadapi masalah jumlah dan kualitas sumber daya
manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Saat ini penduduk Indonesia
berjumlah 253.609.643 Jiwa (DepDag,Biro Sensus A.S, 2014). Meningkat dari
jumlah sebelumnya pada tahun 2013 yaitu 248.400.000 jiwa (Badan Pusat
Statistik, 2013). Dengan pertumbuhan penduduk 1,64 % dan total fertility Rate
(TFR) 2,6. Dari segi kuantitas jumlah penduduk, ada di rangking ke 4 negara
dengan jumlah penduduk terbanyak dari 193 negara di dunia (CIA World
Factbook, 2013). Segi kualitas melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
kondisi Indonesia sangat memprihatinkan karena dari 117 Negera, Indonesia
ada di rangking 111 (Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa
Bangsa, 2014).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zannah (2012). Yang meneliti
tentang gambaran keluhan – keluhan akibat penggunaan alat kontrasepsi
IUD, pada akseptor diwilayah kerja puskesmas sukajadi kota bandung
menunjukan persentasi akseptor yang mengeluhkan perubahan siklus
menstruasi sebanyak 3 akseptor (4,62), meningkatkan jumlah darah
menstruasi 28 akseptor(43,08), spooting 18 akseptor(27,69%), dismenore 13
akseptor(20,00%), dan perubahan tekanan darah 49 akseptor(75,38%)
3

Program Keluarga Berencana (KB) kini menjadi prioritas utama untuk


upaya mempercepat penurunan AKI yang mengacu pada intervensi strategis
“Empat Pilar Safe Motherhood”. Maka dari itu pemerintah menyediakan
berbagai macam kontrasepsi yang dapat digunakan.
Pilihan metode alat kontrasepsi antara lain: Metode sederhana, metode
modern dan metode mantap (DepKes RI, 2012). Salah satu alat kontrasepsi
jangka panjang yang popular digunakan saat ini yaitu IUD.
IUD adalah cara pencegahan kehamilan yang sangat efektif, aman dan
reversibel penggunaannya, terutama untuk wanita yang tidak terjangakit IMS
(Infeksi Menular Seksual) maupun yang sudah pernah melahirkan. Minat
pemakai kontrasepsi IUD sangat tinggi karena hanya memerlukan satu kali
pemasangan, tidak menimbulkan efek sistemik, ekonomis dan cocok untuk
penggunaan secara masal (Pendit, 2007).
IUD mempunyai resiko terjadinya komplikasi dan efek samping yang
dapat terjadi diantaranya adalah rasa nyeri, perforasi, pendarahan, ekspulsi,
translokasi, dinfeksi.
Keputihan merupakan istilah umum bagi keluarnya cairan yang
berlebihan dari jalan lahir/vagina selain darah menstruasi. Warnanya bias
jernih, putih, kekuning-kuningan, kehijauan, coklat, abu-abu sampai warna
keruh, kadang berbau dan kadang terasa gatal (Manuaba, 2014).
Keputihan merupakan keluhan yang sering ditemukan pada perempuan.
Keputihan dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi dapat juga
merupakan gejala dari suatu kelainan atau keadaan yang patologis (Rozanah,
2008).
BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) di setiap
daerah di Indonesia berfungsi sebagai Pengkaji dan penyusun kebijakan
nasional di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, fasilitator dan
pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah, swasta dan masyarakat
dibidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera kepada akseptor KB
dan petugas pelayanan kesehatan Nasional. Hal ini untuk mencegah akseptor
melakukan “drop out” atau pencabutan IUD. (DinKes Jabar, 2013)
Pemerintah telah berupaya mengurangi efek samping dari penggunaan
IUD dengan menjadwalkan pemeriksaan akseptor KB IUD ke petugas
4

kesehatan nasional sesuai jadwal yang telah ditentukan di setiap fasilitas


kesehatan.
Penjadwalan pemeriksaan KB IUD bertujuan untuk mengetahui lebih
dini jika terdapat efek samping atau komplikasi, selanjutnya petugas dan
Institusi Kesehatan melakukan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) secara
lengkap kepada PUS dan WUS diseluruh fasilitas kesehatan nasional, Yang
dimaksud dengan keputihan fisiologis adalah keputihan yang normal terjadi
akibat perubahan hormonal, seperti menjelang atau setelah menstruasi, stres,
kehamilan, dan penggunaan kontrasepsi dalam rahim (Intrauterine
Device/IUD). Sedangkan keputihan patologis adalah keputihan yang timbul
akibat kondisi medis tertentu yang umumnya disebabkan oleh infeksi
parasit/jamur/bakteri.
Peserta KB baru secara Nasional 2014 untuk kontrasepsi IUD sebanyak
131.053 akseptor (7.70%), dari jumlah 9.388.374 akseptor (BKKBN,2014)
Di Jawa Barat untuk kontrasepsi IUD 114.368 akseptor (8.90%), dari
jumlah 1.285.034 akseptor KB (Dinkes Jawa Barat,2014).
Berdasarkan data Survei Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya pada
tahun 2015 penggunaan akseptor IUD sebanyak 10.653 akseptor (6.70%),
dari jumlah 96.633 akseptor KB (Dinkes Kota Tasikmalaya, 2015)
Sedangkan jumlah pengguna kontrasepsi IUD di BPM Hj Eet Sumiati
dari bulan Januari sampai Desember 2015 sekitar 53 akseptor (2.73%), dari
jumlah 226 akseptor KB. ( Bpm Hj Eet Sumiati)
Keputihan merupakan keluhan yang sering ditemukan pada perempuan.
Keputihan dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi dapat juga
merupakan gejala dari suatu kelainan atau keadaan yang patologis (Rozanah,
2008).
“Apabila keputihan ini tidak segera mendapat penanganan yang tepat
dan berlangsung berkepanjangan akan menjadi infeksi vagina, vulvitis
(peradangan pada vulva), vaginitis (peradangan pada vagina) dan bahkan
menjadi vulvo vaginitis peradangan pada vulva dan vagina” (Egan,2007).
Berhubung banyaknya volume keputihan dari pasien Ny.D setelah
menggunakan alat kontrasepsi, Maka penulis tertarik untuk mengambil studi
kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Akseptor KB IUD dengan
Keputihan di BPM Hj.Eet Sumiati Kota Tasikmalaya Tahun 2016”
5

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang
dirumuskan. “Bagaimana Asuhan Kebidanan secara komprehensif pada
akseptor KB IUD dengan Keputihan di BPM Hj. Eet Sumiati dengan
menggunakan manajemen varney?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan Secara Komprehensif
Pada Akseptor KB IUD dengan Keputihan di BPM Hj. Eet Sumiati dengan
menggunakan manajemen kebidanan menurut varney.
2. Tujun khusus
a) Mampu melakukan pengumpulan data pada akseptor IUD dengan
keputihan.
b) Menentukan interpretasi data pada akseptor IUD dengan keputihan.
c) Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada akseptor
IUD dengan keputihan.
d) Mengidentifikasikan kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi
pada akseptor IUD dengan keputihan.
e) Merencanakan asuhan yang menyeluruh pada akseptor IUD dengan
keputihan.
f) Melaksanakan rencana asuhan pada akseptor IUD dengan keputihan.
g) Mengevaluasi rencana asuhan pada akseptor IUD dengan keputihan

D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk
menghasilkan lulusan bidan yang profesional dan mandiri, juga menambah
pengetahuan dan referensi mengenai asuhan kebidanan terutama pada
akseptor IUD dengan keputihan.

2. Bagi Lahan Praktek


6

Diharapkan dapat mempertahankan pelayanan yang sudah maksimal dan


dapat meningkatkan asuhan kebidanan kepada klien secara komprehensif,
sehingga klien bisa merasa puas dan senang atas pelayanan yang sudah
diberikan.
3. Bagi Penulis Lainya
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan, mampu memberikan
asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny,D umur 35 tahun P3A0
Akseptor IUD dengan keputihan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keluarga Berencana


1. Keluarga berencana
a. Pengertian
Keluarga berencana adalah sebuah program yang di canangkan
pemerintah dalam menekankan kepadatan penduduk. Pengertian
Keluarga Berencana menurut UU no 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil bahagia,
sejahtera.
Keluarga berencana (family planning/planned parenthood)
merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan
jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi.
Menurut WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yang membantu
individu/pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, dan menentukan jumlah
anak dalam keluarga (Sulistyawati, 2012).
b. Tujuan Program KB
Tujuan umunya adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan
kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan
kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain meliputi pengturan
kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga (sulistyawati, 2012).

7
Namun dalam islam, keluarga berencana menjadi persoalan yang
polemik karena ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa keluarga
berencana dilarang tetapi ada juga ayat al-qur’an yang mendukung
program keluarga berencana . Dalam al-qur’an dicantumkan beberapa
ayat yang berkaitan dengan keluarga berencana , diantaranya :

َ َّ ‫ِين لَ ْو َت َر ُكوا ِمنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ َعا ًفا َخافُوا َعلَي ِْه ْم َف ْل َي َّتقُوا‬
‫َّللا َو ْل َيقُولُوا َق ْو ًل َسدِي ًدا‬ َ ‫َو ْل َي ْخ‬
َ ‫ش الَّذ‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”.(Qs.An-Nisa : 9 ).
Ayat-ayat al-quran diatas menunjukan bahwa islam mendukung
adanya keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakan
bahwa “hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak lemah
yang dimaksud adalah generasi penerus yang lemah agama, ilmu
pengetahuan, sehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga
yang sakinah (Syara’wi, 2013).
2. Akseptor
Akseptor adalah orang yang menerima serta mengikuti (pelaksanaan)
program Keluarga Berencana (Kemendikbud, 2012).

B. Konsep Dasar Kontrasepsi


1. Pengertian
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti melawan atau
mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel
wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan
kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah

8
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang
matang dengan sel sperma tersebut.
Menurut Ridwan AZ (2012) Kontrasepsi merupakan suatu cara atau
metode yang bertujuan untuk mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi
kehamilan. Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah
penduduk besar mendukung program kontraspesi untuk mengendalikan
pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan kesejahteraaan
keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program
Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan kelahiran.
a. Syarat Kontrasepsi
Menurut Mochtar (2011), syarat kontrasepsi adalah sebagai berikut :
1) Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya.
2) Tidak ada efek samping yang merugikan.
3) Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan.
4) Tidak mengganggu hubungan persetubuhan.
5) Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama
pemakaiannya.
6) Cara penggunannya sederhana.
7) Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas.
8) Dapat diterima oleh pasangan suami istri.
b. Faktor-faktor yang berperan dalam pemilihan kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010), beberapa factor yang mempengaruhi
akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain sebagai berikut
:
1) Faktor pasangan dan motivasi meliputi :
a) Umur
b) Gaya hidup
c) Frekuensi senggama
d) Jumlah keluarga yang diinginkan
e) Pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu

9
2) Faktor kesehatan, meliputi :
a) Status kesehatan
b) Riwayat keluarga
c) Pemeriksaan fisik dan panggul
3) Faktor metode kontrasepsi, meliputi :
a) Efektifitas
b) Efek samping
c) Biaya
c. Tujuan pelayanan kontrasepsi
1) Tujuan Umum
Menyelenggarakan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas dan
menuju tercapainya keluarga sejahtera dan produktif (Hartanto,
2010)
2) Tujuan Pokok
Penurunan angka kematian yang bermakna guna mencapai tujuan
tersebut yaitu menurunkan angka kelahiran,maka ditempuh
kebijaksanaan dengan mengkategorikan 3 (tiga) fase untuk
mencapai sasaran, menurut Hartanto (2004), yaitu :
a) Fase Menunda atau Mencegah Kehamilan
Fase menunda kehamilan di anjurkan bagi Pasangan Usia Subur
(PUS) dengan usia istri kurang dari 20 tahun, fase ini meliputi :
(1) Alasan menunda kehamilan :
(a) Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya
tidak mempunyai anak terlebih dahulu untuk berbagai
alasan.
(b) Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral, karena
akseptor masih muda.
(c) Pemasangan IUD mini bagi yang belum punya anak
pada masa ini dapat dianjurkan terutama bagi calon
peserta dengan kontra indikasi terhadap pil oral.

10
(d) Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena
pasangan muda masih mempunyai frekuensi yang
tinggi sehingga angka kegagalan tinggi.
(2) Kontrasepsi yang cocok, meliputi :
(a) Pil
(b) IUD
(c) Cara sederhana.
b) Fase Menjarangkan / Mengatur Kehamilan
(1) Alasan menjarangkan kehamilan :
(a) Umur antara 20-30 tahun merupakan usia yang terbaik
untuk mengandung dan melahirkan.
(b) Segera setelah melahirkan anak pertama dianjurkan untuk
memakai IUD sebagai pilihan pertama.
(c) Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi,
namun disini tidak begitu berbahaya karena yang
bersangkutan berada pada usia melahirkan yang baik.
(2) Kontrasepsi yang cocok, meliputi :
(a) IUD
(b) Suntik
(c) Mini pil
(d) Susuk (Implant)
(e) Cara sederhana
c) Fase Menghentikan atau Mengakhiri Kesuburan
(1) Alasan Mengakhiri kesuburan
(a) Ibu dengan usia diatas 30 tahun dianjurkan untuk tidak
hamil karena alasan medis.
(b) Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap.
(c) Pil oral kurang dianjurkan karena usia ibu relatif tua dan
kemungkinan timbul akibat sampingan.

11
(2) Kontrasepsi yang cocok, meliputi :
(a) Kontasepsi mantap (Tubektomi dan Vasektomi)
(b) IUD
(c) Implant
(d) Suntik
(e) Pil
(f) Cara sederhana
d) Macam-macam kontrasepsi
Menurut Hartanto (2010), macam-macam kontrasepsi antara lain :
(1) Kontrasepsi Metode Sederhana
(a) Tanpa Alat
((1)) KB alamiah terdiri dari pantang berkala, metode
kalender, metode suhu basal, metode lendir cerviks.
((2)) Coitus Interuptus
(b) Dengan Alat
((1)) Mekanis (barier), terdiri dari kondom pria, barier
intravagina (diafragma, kap servik, spons, kondom).
((2)) Kimiawi yang berupa spermisid (vaginal cream, vagina
foam, vagina jelly,vagina tablet dan vagina suble film).
(2) Kontrasepsi Metode Modern
(a) Kontrasepsi hormonal
((1)) Per-oral : Pil oral kombinasi dan mini pil
((2)) Suntikan atau injeksi KB : depoprovera setiap 3 bulan
nongest setiap 10 minggu cyclofem setiap bulan.
((3)) Sub Kutis ( Implant) atau Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
(AKBK) yang meliputi implant dan norplant
(b) IUD (Intra Uteri Device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) : Copper T, Medusa, Seven Copper T.

(c) Metode kontrasepsi Mantap

12
((1)) Pada wanita : Metode Operatif Wanita (MOW) :
Tubektomi.
((2)) Pada Pria : Metode Operatif Pria (MOP) : Vasektomi.
e) Efektivitas / Daya Guna
Efektivitas (daya guna) suatu cara kontrasepsi dapat dinilai
pada 2 tingkat menurut Wiknjosastro (2006), yaitu :
(1) Daya guna teoretis (theoretical effectiveness), yaitu
kemampuan suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi
terjadinya kehamilan yang tidak diingini, apabila cara tersebut
digunakan terus-menerus dan sesuai dengan petunjuk yang
diberikan.
(2) Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan
suatu cara kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari di mana
pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pemakai
tidak hati-hati, kurang taat pada peraturan dan sebagainya.

C. IUD
1. Pengertian IUD/AKDR
Yang dimaksud dengan AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan
atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai
bentuk, yang di pasangkan ke dalam Rahim untuk menghasilkan efek
kontraseftif. Bentuk AKDR yang beredar di pasaran adalah spiral (lippes
loop), huruf T (TCu380A, TCu200C dan Nova T), tulang ikan (MLCu250 dan
375) dan batang (Gynefix). Unsur tambahan adalah tembaga (cuprum) atau
hormone (levonorgestrel). (Prawirohardjo, 2009).
Definisi IUD
IUD (Intra Uterine Divice) adalah bahan inest inthetik (dengan atau
tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektivitas dengan berbagai bentuk
yang dipasang ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontrasepsi
(Saifuddin, 2009).

13
2. Jenis-jenis IUD
Jenis alat kontrasepsi dalam rahim / IUD yang sering digunakan di
Indonesia (Menurut Proverawati 2010), antara lain :
a. Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada
bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat
tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan)
yang cukup baik.

Gambar 2.1 contoh Copper-T


b. Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertical 32 mm
dan ditabahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas
permukaan 200 mm2,fugsinya sama seperti halnya lilitan tembaga
halus pada jenis Copper-T.

14
Gambar 2.2 contoh Copper-7

c. Multi load
IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri
dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas
ke bawah 3,6 cm.
Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas
permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada
3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini.

Gambar 2.3 contoh Multi load


d. Lippes loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti
spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang
benang pada ekornya. Keuntungan lain dari spiral jenis ini ialah bila

15
terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus,
sebab terbuat dari bahan plastic

Gambar 2.4 contoh Lippes loop


e. Mekanisme Kerja IUD
Menurut Manuaba (2010), mekanisme kerja local IUD sebagai berikut
:
1) IUD merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan
reaksi benda asing dengan timbunan leukosit, makrofag dan
limfosit.
2) IUD menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin,
yang menghalangi kapasitas spermatozoa.
3) Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag dan limfosit
menyebabkan blastokis mungkin dirusak oleh makrofag dan
blastokis tidak mampu melaksanakan nidasi
Ion Cu yang dikeluarkan IUD dengan Cupper menyebabkan
gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan
untuk melaksanakan konsepsi
3. Efektivitas IUD
Menurut Proverawati (2010), efektivitas IUD sangat tinggi yaitu
berkisar antara 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun
pertama (1kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan). Sedangkan menurut

16
Wiknjosastro (2007), efektivitas IUD untuk mencegah kehamilan cukup
tinggi dalam jangka waktu yang lama.
Angka kehamilan pada pemakaian IUD berkisar antara 1–3 per 100
wanita pada tahun pertama, dan angka tersebut menjadi lebih rendah pada
tahun-tahun berikutnya.
4. Prosedur pemasangan AKDR (Menurut Sulistyawati, 2012).
Pemasangan AKDR bervariasi untuk rincian tertentu disesuaikan
dengan tipe AKDR dan alat untuk memasukannya. Anda harus mempelajari
petunjuk tentang cara memasukan AKDR yang belum anda kenal. Namun,
tanpa memperhatiakn AKDR yang digunakan, ada beberpa langkah yang
harus diikuti untuk teknik memasukan AKDR. Langkah-langkah tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Dapatkan surat persetujuan yang telah ditandatangani oleh klien yang
bersangkutan.
b. Pastikan hasil pap smear dan pemeriksaan diagnosis untuk
mendeteksi klamida dan gonorea yang dilakukanpada kunjungan
pertama sebelum AKDR dipasang (meninjau kembali persetujuan
pemasangan AKDR, riwayat penapisan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboraturium) bernilai negative dan nilai
hemoglobin/hematocrit serta pemeriksaan lain berada dalam batasan
normal.
c. Pastikan bahwa klien yang menginginkan pemasangan AKDR tidak
sedang hamil melalui pemeriksaan fisik atau tes kehamilan.
d. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan (pemeriksaan pelviks,
speculum, tenakulum, dan pemasangan AKDR).
e. Lakukan pemeriksaan bimanual, janagan memepercayai temuan
pemeriksaan bimanual yang dilakukan orang lain sebelum
pemasangan AKDR, temuan spesifik yang berkaitan dengan
pemasangan AKDR digunakan untuk alasan sebagai berikut.
1) Menyingkirkan kemungkinan kehamilan.
2) Menyingkirkan penyakit inflamasi serviks.

17
3) Menentukan posisi, ukuran dan bentuk uterus.
f. Masukan speculum dan sesuaikan untuk mendapat ruang pandang
terluas sehingga memudahkan pemasangan AKDR.
g. Bersihkan serviks secara menyeluruh dengan cairan antiseptic untuk
mengurangi resiko infeksi. Tanyakan kepada klien apakah ia alergi
terhadap cairan antiseptic sebelum cairan digunakan.
h. Masukan tenakulum kedalam serviks.
1) Masukan tenakulum kedalam serviks anterior pada arah jam 10
dan jam 2 kurang lebih 1,5-2 cm (sekitar ¾ inci) dari jarak tulang
eksternal.
2) Buatlah sudut tenakulum dari arah atas kebawah sehingga
penekanan tenakulum tidak terlalu dangkal, dan tidak menyobek
serviks ketika tenakulum ditarik, atau terlalu dalam sehingga
mengakibatkan obstruksi saluran serviks.
3) Anda dapat lebih mudah memanipulasi tenakulum bila anda
menggunakan kedua tangan, dengan satu tangan berfungsi
mengontrol kedua sisi tenakulum.
4) Tutplah tenakulum secara perlahan, selesaikan satu persatu.
Beritahu klien bahwa ia akan meraskana nyeri tajam singkat pada
saat ini. Apabila klien mengalami nyeri, tunggulah sampai nyeri
tersebut hilang sebelum melanjutkan langkah berikutnya yaitu
membuka uterus.
5) Tenakulum juga dapat berada pada arah jam 8 dan jam 4, bila
tenakulum lebih mudah memasuki serviks posterior dari pada
serviks anterior.
6) Tenakulum tidak boleh diletakan pada arah jam 3 atau jam 9 karena
pada area tersebut terdapat pembuluh darah terutama yang
menyuplai darah ke serviks dan dapat mengakibatkan perdarahan
berlebihan.

18
i. Lihatlah uterus menggunakan alat diagnostic untuk menentukan posisi
uterus, menyingkirkan ostrusi saluran uterus, dan mengukur
kedalaman rongga uterus.
1) Informasikan kepada klien bahawa ia dapat merasa kram ketika
alat periksa uterus melewati tulang serviks internal.
2) Peganglah sonde uterus diantara ibu jari dan dua jari pertama
anda, seperti saat anda memegang sebuah pensil. Hal ini
memungkinkan anda memiliki pengontrolan yang lebih sensitive
dan halus.
3) Tariklah tenakulum dengan mantap dan kuat untuk meluruskan
uterus.
4) Gunakan tekanan yang lembut, masukan sonde uterus kedalam
saluran serviks sampai anda merasakan tahanan dalam tulang
internal.
j. Masukan AKDR kedalam alat bantu pasangnya. Tindakan ini
merupakan prosedur steril. Langkah ini dilakukan sejenak sebelum
pemasangan AKDR karena alat yang terbuat dari plastic ini akan
kehilangan kemampuan mempertahankan bentuknya sesaat setelah
alat tersebut tertanam didalam uterus. Semakin sedikit waktu AKDR
berada didalam alat bantu pemsangannya, maka kehilangan
kemampuan yang akan terjadi semakin kecil sehingga AKDR dapat
kembali kebentuknya semula ketika sudah berada didalam uterus.
k. Masukan AKDR kedalam rongga uterus.
a) Beritahu klien bahwa klien dapat merasakan kram.
b) Mula-mula, tariklah dengan perlahan dan mantap pada tenakulum
untuk memperkuat kedua sisi uterus. Pertahankan tarikan ini
sampai AKDR memasuki rongga uterus.
c) Masukan AKDR kedalam alat bantu pemasangannya kedalam
saluran serviks dan kedalam tulang internal.
Masukan AKDR kedalam rongga uterus dengan cara
melepaskannya dari alat bantu kemudian lakukan pemasangan AKDR

19
dengan tepat. Pastikan prosedur yang telah dilakukan sesuai dengan
AKDR yang digunakan. Beberapa alat AKDR menggunakan dorongan
kedalam rongga uterus, sedangkan alat AKDR lain hanya diletakan
didalam fundus dan kemudian alat bantunya ditarik keluar. Pemasukan
alat dari alat bantu pemasangan AKDR harus dilakukan perlahan-lahan
untuk mengurangi kemungkinan sinkop vasovagal. Tekanan
berlebihan tidak diperlukan. Apabila tampaknya diperlukan tekanan
berlebih, hentikan dan evaluasi kembali. jngan pernah mendorong
paksa AKDR kedalam rongga uterus, karena tindakan ini beresiko bagi
anda untuk mendorongnya kedalam dinding uterus.
l. Lepas alat bantu memasukan AKDR dan tenakulum sesuai prosedur
yang tepat untuk AKDR yang digunakan.
m. Apabila benang akan dipotong, maka potonglah tidak lebih pendek dan
kurang lebih 11/2-2 inci (3,75 sampai 5 cm) dari tulang srviks eksternal,
tindakan ini akan menyisakan sedikit benang, AKDR telah kembali ke
bentuk semula dan saat uterus berada pada posisinya semula
(keduanya dapat menyebebkan beberapa benang tertarik ke atas,
masuk kedalam uterus), masih ada sedikit benang yang terlihat dan
dapat teraba. Apabila benang tersebut masih terlalu panjang pada
kunjungan ulang pertama, benang tersebut dapat diperpendek.
n. Lepaskan tenakulum apabila terjadi perdarahan pada area
pemasangan, beri tekanan dengan lidi kapas atau dengan kasa 4 × 4
pada cincin forcep sampai perdarahan berhenti. Beberapa klinisi tidak
melakukan speculum, dinding vagina akan memberi cukup tekanan
untuk menghentikan perdarahan.
o. Lepaskan speculum.
p. Bersihkan perineum.
q. Beri kesempatan klien untuk beristirahat dan menyegarkan diri bila ia
menginginkannya.
r. Beri pendidikan kesehatan tentang cara memeriksa keadaan AKDR.

20
s. Beri pembalut perineum setelah pemasangan AKDR dan biarkan klien
mengenakan kembali pakaiannya.
t. Catatlah semua temuan yang didapat, tuliskan jenis AKDR yang
dimasukan, apakah anda menemukan kesulitan pada saat
pemasangan AKDR, kedalaman rongga uterus, posisi uterus, dan
panjang benang.
u. Jawablah semua pertanyaan klien dan berikan petunjuk mengenai
AKDR dan perawatan lanjutan.
5. Pemeriksaan lanjutan (follow-up) (Menurut Prawirohardjo, 2009).
Pemeriksaan sesudah AKDR dipasang, dilakukan 1 minggu sesudahnya,
pemeriksaan kedua 3 bulan kemudian, dan selanjutnya tiap 6 bulan. Tidak
ada consensus berapa lama AKDR jenis lippes loop boleh ditinggalkan
dalam uterus, akan tetapi demi efektifitasnya, AKDR Copper 7 atau
Copper T sebaiknya diganti tiap 3 tahun.
6. Hal yang perlu diperhatikan saat tindak lanjut setelah pemasangan.
a. Keluhan-keluhan: perdarahan, sakit pinggang, mules-mules,
keputihan, dan AKDR lepas (ekspulsi).
b. Haid berlebih atau nyeri saat haid.
c. Memastikan AKDR masih ada dalam Rahim (hal yang paling
penting).
7. Cara mengeluarkan AKDR (Menurut Prawirohardjo, 2009).
Menegluarkan AKDR biasanya dilakukan dengan jalan menarik benang
AKDR yang keluar dari ostium uteri eksternum dengan dua jari, dengan
pinset, atau dengan cunam. Kadang-kadang benang AKDR tidak tampak
di ostium uteri eksternum.
Tidak terlihatnya benang AKDR ini dapat disebabkan oleh 1) akseptor
menjadi hamil; 2) perforasi uterus; 3) ekspulsi yang tidak disadari oleh
rongga uterus, seperti ada mioma uterus.

21
1) Keuntungan IUD
Menurut Manuaba (2010), keuntungan IUD adalah sebagai berikut:
a) IUD dapat diterima masyarakat dunia termasuk Indonesia dan
menempati urutan ketiga dalam pemakaian.
b) Pemasangan tidak memerlukan medis tekhnis yang sulit.
c) Kontrol medis yang ringan.
d) Penyulit tidak terlalu berat.
e) Pulihnya kesuburan setelah IUD dicabut berlangsung baik.
2) Kerugian kontrasepsi IUD menurut Manuaba (2010), antara lain:
a) Masih terjadi kehamilan dengan IUD in situ.
b) Terdapat pendarahan (spotting dan menometroragia).
c) Leukorea, sehingga menguras protein tubuh dan liang senggama
terasa lebih basah.
d) Dapat terjadi infeksi.
e) Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau
sekender dan kehamilan ektopik.
f) Tali IUD dapat menimbulkan perlukaan portio (erosi portio) dan
mengganggu hubungan seksual.
8. Yang dapat menggunakan IUD (menurut prawirohardjo, 2012)
a. Usia reproduktif.
b. Keadaan nulipara.
c. Menginginkan menggunakan kontarsepsi jangka panjang.
d. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui banyinya.
f. Resiko rendah dari IMS.
g. Tidak menghendaki metode hormonal.
h. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
i. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama (lihat
kontasepsi darurat).

22
9. Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR (Prawirohardjo, 2012).
a. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil).
b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi).
c. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servistitis).
d. Tiga bulan terakhir sedang, mengalami atau sering menderita PRP
atau abortus septik.
e. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak Rahim yang
dapat mempengaruhi kavum uteri.
f. Penyakit trovoblas yang ganas.
g. Diketahui menderita TBC pelvik.
h. Kanker alat genetalia.
i. Ukuran rongga Rahim kurang dari 5 cm.
Hal-hal penting yang harus diperhatiakn untuk IUD pascapersalinan
adalah:
a. Konseling AKDR seharusnya sudah diberiakn selama ibu hamil
melakukan asuhan antenatal.
b. Pelaksanaan pemasangan AKDR pascapersalinan harus memiliki
kompetensi untuk melaksanakan hal tersebut karena tingkat ekspulsi
berhubungan erat dengan teknik insersi dan kompetensi petugas.
c. Perlu dilakuakn control ulang (4-6 minggu) untuk memastikan AKDR
masih ada di kavum uteri.
10. Waktu penggunaan (Menurut Prawirohardjo, 2012).
a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak
hamil.
b. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4
minggu pascapersalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan
metode amenorea laktasi (MAL). Perlu diingat, angka ekspulsi tinggi
pada pemasangan segara atau selama 48 jam pascapersalinan.
d. Setelah menderita abortus (segera atau dalm waktu7 hari) apabila
tidak ada gejala infeksi.

23
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.
11. Petunjuk bagi klien (Menurut Prawirohardjo, 2012).
a. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minngu pemasangan
AKDR.
b. Selama 4 bulan pertama menggunakan AKDR, periksalah benang
AKDR secara rutin terutama setelah haid.
c. Setelah bulan pertama pemasngan, hanya perlu memeriksakan
keberadaan benang setelah haid apabila mengalami:
1) Kram/kejang di perut bagian bawah.
2) Perdarahan (spotting) di antara haid atau setelah senggama.
3) Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak
nyaman selama melakukan hubungan seksual.
4) Opper T-380A perlu dilepaskan setelah 10 tahun pemasangan,
tetapi dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan.
5) Kembali ke klinik apabila:
6) Tidak dapat meraba benang AKDR.
7) Merasakan bagian yang keras dari AKDR.
8) AKDR terlepas.
9) Siklus terganggu/meleset.
10) Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan.
11) Adanya infeksi.
12. Larangan pemakaian IUD dalam pandangan fatwa islam
IUD menurut pandangan Islam fatwa hukum dari ulama dan
cendikiawan muslim di Indonesia dalam Musyawarah ulama terbatas
mengenai “KB dipandang dari hukum syariat islam” pada bulan juni
1972 yang memutuskan bahwa, “pemakaian IUD dan sejenisnya
tidak dapat dibenarkan, selama masih ada obat-obat dan alat-alat lain,
karena untuk pemasanaganya atau pengontrolanya harus dilakukan
dengan melihat aurot besar wanita, hal ini diharamkan dalam sariat
islam, kecuali dalam keadaan dorurot”. Keterangan dalam kitab fathul
qarib II/93.

24
‫َو َك َذا إِسْ ِتعْ َما ُل ْال َمرْ أَ ِة ال َّشيْ َء الَّ ِذيْ ُي ْبطِ ُئ ْال َح ْب َل َو َي ْق َط ُع ُه ِمنْ أَصْ لِ ِه َف ُي ْك َرهُ فِي ْاْلَوَّ ِل َو َيحْ ُر ُم فِي‬
‫ان ر ُْوعِ َي أَعْ َظ ُم ُه َما‬
ِ ‫ت ْال َم ْف َسدَ َت‬
ْ ‫ض‬ َ ‫ َإذا َت َع‬.ِ‫ضر ُْو َر ِة َف َعلَى ْال َقا عِ َد ِة ْال ِف ْق ِه َّية‬
َ ‫ار‬ َّ ‫ َوعِ ْندَ وُ ج ُْو ِد ال‬.‫الثانِي‬ َّ
)٩۳/۲‫ب اَ َخ ِّف ِه َما َم ْف َس َد ًة (البا جوري على فتح القريب في كتاب النكاح‬
ِ ‫ض َرارً ا ِبارْ ِت َكا‬
َ
Demikian halnya wanita yang mempergunakan sesuatu (seperti alat
kontrasepsi) yang dapat memperlambat kehamilan. Hal ini hukumnya
makruh. Sedang memutus keturunan hukumnya haram. Dan ketika
darurat maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah; jika ada dua bahaya
saling mengancam maka diwaspadai yang lebih besar bahayanya
dengan melaksanakan yang paling ringan bahayanya
D. Keputihan
1. pengertian
Keputihan merupakan istilah umum bagi keluarnya cairan yang
berlebihan dari jalan lahir/vagina selain darah menstruasi. Warnanya bias
jernih, putih, kekuning-kuningan, kehijauan, coklat, abu-abu sampai warna
keruh, kadang berbau dan kadang terasa gatal (Manuaba, 2014).
Flour albus adalah nama lain dari keputihan. Setiap waktu pasti
pernah mengalami keputihan. Normalnya keputihan dialami sebelum atau
sesudah menstruasi. Namun, banyak juga wanita yang mengalami
keputihan abnormal. Yang dimaksud abnormal disini adalah keputihan
menimbulkan rasa tak nyaman pada vagina. Perlu diingat bahwa
keptuihan itu tak mengenal factor usia, biasa muda, biasa tua, bahkan bayi
(Andira, 2010).
Keputihan merupakan keluhan yang sering ditemukan pada
perempuan. Keputihan dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi
dapat juga merupakan gejala dari suatu kelainan atau keadaan yang
patologis (Rozanah, 2008).
Vagina yang normal selalu berada dalam kondisi lembab dan
permukaannya basah oleh cairan atau lendir (selanjutnya disebut secret),
seperti kondisi mulut yang senantiasa basah oleh liur. Secret yang
diproduksi oleh kelenjar pada leher atau mulut Rahim (serviks), dinding

25
vagina dan kelenjar bartholini di bibir kemaluan, menyatu dengan sel-sel
dinding vagina yang lepas serta penting dalam menjamin fungsi yang
optimal dari organ ini. Cairan di jaringan vagina ini berfungsi sebagai
system perlindungan alami, mengurangi gesekan dinding vagina saat
berjalan dan saat melakukan hubungan seksual (Wisnhuwardani, 2009).
Sifatnya dapat berubah sesuai dengan perubahan hormon yang
terjadi dalam siklus haid. Pada masa pertenganhan pertama dari siklus
haid, dengan pengaruh hormon estrogen, secret yang dikeluarkan tipis,
bening dan elastis. Setelah ovulasi (pelepasan sel telur) pada pertengahan
siklus haid, lendir yang diproduksi dengan pengaruh hormon progesterone
berubah karakternya menjadi lendir yang kental, keruh seperti jell. Melalui
pengamatan terhadap sifat secret yang keluar ini, dapat diketahui kapan
terjadinya ovulasi atau masa subur. Keputihan dapat dikatakan normal bila
tanpa gejala dan tanda lain yang menunjukan kemungkinan adanya
kelainan (Wisnuwardani, 2009).
Selain cairan, dijaringan vagina juga hidup kuman pelindung yaitu
flora doderleins. Pada keadaan normal, jumlahnya cukup dominan dengan
fungsi menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Pada beberapa kondisi
normal, keseimbangan itu terganggu misalnya stress, menjelang atau
setelah haid, kelalahan, diabetes, saat terangsang, hamil atau
mengkonsumsi obat hormonal seperti pil KB. Gangguan hormonal inilah
yang membuat cairan vagina yang keluar sedikit berlebihan. Inilah yang
disebut keputihan (lokere atau flour albus) tetapi keputihan akibat gngguan
hormonal biasanya masih dalam tahap keadaan normal karena tidak ada
perubahan warna, bau atau rasa gatal (Anita, 2006).
Flour albus (leukorea), walaupun tidak mengandung bahaya maut
(keculai pada karsinoma servisis uteri), cukup mengganggu penderita,
baik fisik maupun mental. Sifat dan bnyaknya keputihan dapat memberi
petunjuk kearah etiologinya. Perlu ditanyakan sudah berapa lama keluhan
itu, terus menerus atau pada waktu-waktu tertentu saja, banyaknya,
warnanya, baunya, disertai rasa gata/nyeri atau tidak. Secara fisiologik

26
keluarnya getah yang berlebih dari vulva (biasanya lendir) dapat dijumpai
pada waktu ovulasi, waktu menjelang dan setelah haid, rangsangan
seksual dan dalam kehamilan. Akan tetapi, apabila merasa terganggu
dirinya, berganti celana beberapa kali sehari, lebih-lebih apabila keputihan
itu disertai rasa gatal dan/atau nyeri, maka pasti yang dihadapi itu suatu
keadaan patologik, yang memerlukan pemeriksaan dan penanganan yang
seksama. Flour albus karena trikomoniasis dan kandiasis hamper selalu
disertai rasa gatal. Demikian pula halnya dengan flour albus karena
diabetes mellitus, sedang vaginitis senilis disertai rasa nyeri. Adanya
radang pelvis menahun dan infeksi virus dapat menimbulkan keputihan
pula (Prawirohardjo, 2009).
2. Macam-macam keputihan
a. Keputihan fisiologis
Vagina yang normal selalu berada dalam kondisi lembab dan
permukaan basah oleh cairan/lendir (selanjutnya disebut secret),
dinding vagina dan bibir kemaluan, menyatu dengan sel-sel dinding
vagina yang lepas serta bakteri yang normal berada dalam vagina,
bersifat asam dan berperan penting dalam menjamin fungsi yang
optimal dari organ ini (Wisnuwardani, 2009).
Keputihan pada wanita sebenarnya merupakan reaksi yang
keluar karena suatu rangsangan, seperti halnya pilek atau batuk atau
gatal-gatal pada kulit. Banyak penyebab keputihan dari yang bersifat
psikologis (stress) sampai yang bersifat organic (jamur, virus, bakteri)
atau mungkin karena factor hormonal (menjelang/sesudah mens,
masa subur) (Sangsara, 2007).
Keputihan fisiologis juga disebut keputihan normal. Vagina
mengeluarkan sejumlah cairan yang berguna untuk melindungi diri dari
infeksi ditandai keluarnya lendir encer dan bening. Lendir ini tidak
menimbulkan rasa gatal di sekitar vagina dan tidak menimbulkan bau
anyir. Keputihan jenis ini pada umumnya pernah dialami wanita dan
bersifat normal. Namun gangguan ini sedini mungkin harus dicegah.

27
Penyebabnya adalah pengaruh psikis misalnya terlalu lelah, cemas,
stress, depresi dan biasanya timbul pada saat menjelang atau setelah
menstruasi (Hembing, 2005).
Kondisi normal yang dapat menyebabkan secret keluar berlebih
adalah pada keadaan:
1) Bayi baru lahir hingga berusia kira-kira 10 hari, hal ini karena
pengaruh estrogen dari ibunya.
2) Masa sekitar manarch atau pertama kali haid datang. Keadaan ini
ditunjang oleh hormon estrogen.
3) Seorang wanita yang mengalami gairah seksual. Hal ini berkaitan
dengan persiapan vagina untuk menerima penetrasi pada
senggama.
4) Masa sekita ovulasi Karena produksi kelenjar-kelanjar mulut
rahim.
5) Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke
daerah vagina ke mulut Rahim, serta penebalan dan melunaknya
selaput lendir vagina.
6) Akseptor kontrasepsi pil dan akseptor IUD.
7) Pengeluaran lendir yang bertambah pada wanita yang sedang
menderita penyakit kronik, atau pada wanita yang mengalami
stress (Wisnuwardani, 2009).
b. Keputihan patologis
Biasanya keputihan patologis atau keputihan tidak normal
ditandai dengan secret yang berbeda dengan menimbulkan gejala lain
pada penderita. Beberapa perubahan yang dapat ditemukan misalnya:
bau yang tidak enak, secret berwarna, keputihan bersemu darah atau
keputihan yang menimbulkan rasa gatal, terasa perih atau panas pada
kemaluan apalagi bila tersentuh air saat berkemih.
Keputihan patologis perlu diwaspadai seperti cairan yang
berbau, berwarna, dan gatal. Sedangkan banyanya atau sedikitnya
cairan keputihan keluar, tergantung dari masing-masing. Sebab

28
semua orang berbeda penyebab keputihan yang abnormal adanya
indikasi baik jamurn bakteri dan penyebablainnya, sperti tumor atau
kanker Rahim.
Tanda dan gejala keputihan patologis
1) Secret berlebihan, putih seperti susu dan menyebabkan bibir
kemaluan gatal. Kemungkinan penyebab infeksi jamur candida.
Sering terjadi pada kelamin dan pada pengobatan dengan
antibiotic, penderita diabetes militus, dan akseptor KB pil.
2) Secret berlebih, warna putih kehijauan atau kekuningan dengan
bau yang tidak sedap.
3) Keputihan disertai nyeri perut bagian bawah atau nyeri panggul
bagian belakang, dan badan terasa sakit atau meriang.
4) Secret sedikit atau banyak, berupa nanah, rasa sakit seperti
terbakar saat berkemih, terjadi beberapa waktu setelah hubungan
seksual dengan pasangan yang sedang ada keluhan pada
kemaluannya.
5) Secret kecoklatan seperti darah terjadi pada senggama.
6) Secret bercampur darah terjadi ditengah siklus haid atau setelah
senggama.
7) Secret bercampur darah disertai bau yang khas akibat banyaknya
sel-sel yang mati (Prayitno, 2014)
3. Patofisiologi keputihan
Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah sekitar
vagina, karena keputihan bisa terjadi akibat PH vagina tidak seimbang.
Sementara kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal, factor intern
dan ekstern. Faktor intern antara lain pil kontrasepsi yang mengandung
estrogen, IUD yang bisa menyebabkan bakteri, kanker, atau HIV positif,
sedangkan factor ekstern antar lain kurangnya personal hygine
(Maharani,2009).
Secara umum keputihan bisa disebabkan oleh beberapa hal yang
berhubungan dengan personal hygine diantaranya:

29
a. Penggunaan tisyu yang terlalu sering untuk membersihkan organ
kewanitaan. Biasanya, hal ini dilakukan setelah BAK ataupun BAB.
b. Mengenakan pakaian berbahan sintetis yang ketat, sehingga ruang
yang ada tidak memadai. Akibatnya, timbulah iritasi pada organ
kewanitaan.
c. Sering kali menggunakan WC yang kotor, sehingga memungkinkan
adanya bakteri yang dapat mengotori organ kewanitaan.
d. Jarang mengganti panty liner.
e. Sering kali bertukar celana dalam atau handuk dengan orang lain,
sehingga kebersihannya tidak terjaga.
f. Kurangnya perhatian terhadap organ kebersihan kewanitaan.
g. Membasuh organ kewanitaan kearah yang salah yaitu arah basuhan
yang dilakukan dari belakang ke depan.
h. Tidak segera mengganti pembalut ketika menstruasi.
i. Menggunakan sabun pembersih untuk membersihkan organ
kewanitaan secara berlebihan sehingga flora doderleins yang berguna
menjaga tingkat keasaman didalam organ kewanitaan terganghu.
j. Tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang kotor (Bahari, 2012).
4. Pencegahan Keputihan
a. Hindari pakaian dalam yang ketat
Kelembaban dan hawa panas adalah kombinasi yang sempurna bagi
pertumbuhan jamur. Berjemur dengan pakaina dalam yang basah dan
terbuat dari nilon, pantyhose, leotard atau celana jins yang ketat hanya
menimbulkan maslah. Paling baik adalah menggunakan baju-baju
nyang longgar.
b. Hindari makanan yang mengandung gula
Terdapat sedikit sekali bukti ilmiah, namun sejumlah besar bukti yang
bersifat anekdot menunjukan bahwa dengan maknan-makanan yang
mengandung gula, wanita dapat mengurani kemungkinan untuk
mendapatkan infeksi-infeksi jamur dengan alsan berkurangnya glikosa
didalam vagina.

30
c. Perlakukan dengan hati-hati
Segala sesuatu yang menimbulkan iritasi pada jaringan vagina
mengakibatkan seorang wanita mudah terkena infeksi jamur. Hindari
smprotan higienis pewangi untuk vagina, kertas toilet yang wangi, atau
membersihkan vagina terlalu sering.
d. Cobalah mengganti alat kontrasepsi
Penelitian-penelitain telah menunjukan bahwa kontrasepsi oral, IUD,
dan spermisidida yang dipakai di vagina dan spons kontrasepsi, dapat
meningkatkan kecenderungan seorang wanita untuk terjangkit adanya
infeksi jamur.
5. Pengobatan Keputihan
Pengobatan keputihan yang dilakukan tergantung pada
penyebabnya, bila karena infeksi diberi obat anti infeksi (antibiotic, anti
jamur), bila karena psikologis dicari dan diselesaikan penyebabnya, kalu
faktor hormonal selama tidak menimbulkan infeksi biasannya tidak perlu
pengobatan (sangsara, 2007).
Tujuan pengobatan flour albus pada dasarnya terdiri dari 3 tahap
yaitu menghilangkan gejala, membrantas penyebab dan mencegah
timbulnya kembali flour albus. Untuk itu upaya yang dilakukan adalah
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium serta
pemeriksaan lainnya. Khusus untuk flour albus akibat infeksi maka
pasangan seksual penderita harus diperiksa dan diobati. Hal ini dilakukan
agar tidak terjadi fenomena pingpong.
Sesuai gejala dan tanda diatas kepastian diagnose perlu
ditegaskan oleh dokter.
a. Bila keputihan abnormal, jangan nambah permasalahn dengan
menyiramkannya dengan air hangat atau pansa, di garuk, disabuni
dengan menggosok secara berlebihan. Bersihkan dengan air dingin,
pakai pakaian dalam katun yang agak longgar, jangan pakai stoking
atau celana ketat.

31
b. Pemakaina jamu, berendam dengan air sirih dan lain-lain umumnya
hanya mengurani gejala. Bila ada infeksi jamur kurangi konsumsi gula,
cari pertolongan untuk kepastian diagnos
f. Penatalaksanaan Keputihan Oleh Bidan

KEPUTIHAN

Gambaran Klinis Pemeriksaan Oleh


Bidan
 →→
Berbau
 Berbuih  Inspekulo

 Encer atau gumpalan  Mengambil
 Bercampur darah cairan untuk
 Nyeri saat hubungan pemeriksaan
seks (laboraturium,
pap smear)

Penyebab Keputihan

Benda Asing Keganasan Inspeksi

Pada anak,  Campuran  Penyakit hubungan


dikeluarkan. darah seks (gonore,
 Mulut Rahim kondiloma sifilis).
berdengkul  Candida albikan
dan mudah (bergumpal, gatal)
berdarah  Trikomonas
vaginalis (encer,
berbau, gatal, pada
vagina tampak
gigitan nyamuk)

Tugas Bidan

 Konsultasi ke puskesmas, dokter ahli, dan rumah sakit


 Sitology dan biopsi
32
E. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
1. Pengertian asuhan kebidanan
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan tanggung
jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki
kebutuhan dan/atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir, keleuarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan
kesehatan masyarakat).
2. Tujuan asuhan kebidnan
Tujuan asuhan kebidanan adalah menjamin kepuasan dan
keselamatan ibu dan bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan
keluarga bahagia dan berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan
keluarganya dengan menimbulkan rasa percaya diri (Soepardan, 2008).

F. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan


1. Pengertian manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan ketrampilan dalam rangkaian
atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus
pada klien (Varney, 2006).
2. Manajemen Kebidanan dan Langkah-langkah Asuhan Kebidanan
Menurut Varney (2006), manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah
yang berurutan, dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik.
Proses periodik dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir
dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk kerangka lengkap
yang dapat menjadi langkah-langkah tertentu dan dapat berubah sesuai
dengan keadaan pasien. Adapun pelaksanaan menggunakan manajemen
kebidanan 7 langkah Varney tersebut adalah sebagai berikut :

33
a. Langkah Pertama : Pengumpulan dan Pengkajian Data
Sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Varney, 2006).
Tahap ini meliputi :
1) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang dikatakan oleh pasien atau orang yang
terdekat yang mencerminkan pikiran perasaan dan persepsi mereka
sendiri (Nursalam, 2007).
a) Biodata
(1) Nama : Untuk mengetahuui nama pasien.

(2) Umur : Untuk mengenal faktor resiko dari umur


pasien.

(3) Agama : Berguna untuk memberi motivasi pasien


sesuai dengan kepercayaannya.

(4) Suku/bangsa : Untuk mengetahui adat dan kebiasaan


pasien.

(5) Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan


ibu dalam bidang kesehatan.

(6) Pekerjaan : Untuk mengetahui status sosial ekonomi


dan aktifitas ibu sehari

(7) Alamat : Untuk mendapatkan gambaran


lingkungan tempat tinggal pasien.

b) Keluhan utama
Adalah mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan
(Varney, 2006).
Pada kasus KB IUD dengan keputihan keluhannya adalah
pengeluaran perdarahan diluar haid, merasakan nyeri saat

34
berkemih dan keluar cairan yang berlebihan berwarna kecoklatan,
berbau dan tak kunjung sembuh (Ferry, 2007).

c) Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus
mentruasi,lamanya menstruasi, banyaknya darah menstruasi,
teratur/tidak menstruasinya, sifat darah menstruasi, keluhan yang
dirasakan sakit waktu menstruasi disebut disminorea (Estiwidani
dkk., 2008). Pada kasus keputihan terajadi perubahan siklus
haid,perdarahan antar menstruasi haid lebih lama dan banyak dan
saat haid lebih sakit (Saifuddin, 2010).
d) Riwayat Perkawinan
Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin, berapa
kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa,lama
perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum. Hal ini perlu
diketahui seberapa perhatian suami kepada istrinya (Estiwidani
dkk., 2008).
e) Riwayat Kehamilan dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran : G
(gravidarum), P (para), A (abortus), H (hidup). Riwayat persalinan
yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran, lamanya
melahirkan, dan cara melahirkan. Masalah/ gangguan kesehatan
yang timbul sewaktu hamil dan melahirkan. Riwayat kelahiran
anak, mencangkup berat badan bayi sewaktu lahir, adakah
kelainan bawaan bayi, jenis kelamin bayi, keadaan bayi hidup/ mati
saat dilahirkan (Estiwidani dkk., 2008).
f) Riwayat Keluarga Berencana
Bila ibu pernah mengikuti KB perlu ditanyakan : jenis kontrasepsi,
efek samping, keluhannya apa, alasan berhenti, (bila tidak
memakai lagi),lamanya menggunakan alat kontrasepsi (Etiwidani
dkk, 2008).

35
g) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan untuk memastikan bahwa tidak ada kontra
indikasi pemakaian KB IUD seperti penyakit jantung, diabetes
militus dengan komplikasi. Tumor dan adanya perdarahan
pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya (Saifuddin, 2009).
h) Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi : Mengetahui seberapa banyak asupan nutrisi
pada pasien dengan mengamati adakah
penurunan berat badan atau tidak ada pada
pasien (Susilawati, 2008).
Pola Eliminasi : Untuk mengetahui perubahan siklus BAB dan
BAK, apakah lebih dari 4 kali sehari, BAK
sedikit atau jarang (Susilawati, 2008).
Pola Istirahat : Mungkin terganggu karena adanya rasa yang
tidak nyaman (Susilawati, 2008).
Pola Hygiene : Kebiasaan mandi setiap harinya (Susilawati,
2008).
Aktivitas : Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh
yang lemah atau adanya nyeri akibat penyakit
yang dialaminya (Susilawati, 2008).
Pola Seksualitas : Untuk mengetahui kebiasaan hubungan
seksual klien dengan suami dan adakah
terdapat kelainan atau keluhan selama
hubungan seksual (Susilowati, 2008). Pada
kasus pola seksual ibu menurun (Hartanto,
2007).
i) Riwayat Psikologis
Dengan menggunakan pendekatan psikologis kesehatan maka
akan diketahui gaya hidup orang tersebut dan pengaruh psikologi
kesehatan terhadap gangguan kesehatan (UII, 2008). Pada kasus

36
keputihan ibu merasa cemas dengan keadaannya (Rachmawati,
2006).
2) Data Objektif
Data objektif data yang dapat dilihat dan diobservasikan tenaga
kesehatan (Priharjo, 2006).
a) Pemeriksaan Fisik
(1) Tekanan Darah : Untuk mengetahui faktor resiko
hipertensi atau potensi dengan
nilai satuannya mmHg. Keadaan
sebaiknya antara 90 per 60
sampai 130/90 mmHg atau
peningkatan sistolik tidak lebih
dari 30 mmHg dan peningkatan
diastolik tidak lebih dari 14 mmHg
dari kedaan pasien normal pada
atau paling sedikit pengukuran
berturut-turut pada selisih 1 jam
(Wiknjosastro, 2007).

(2) Pengukuran Suhu : Suhu badan normal adalah 36˚C


sampai 37˚C. Bila suhu tubuh
lebih dari 38˚C harus dicurigai
adanya infeksi (Wiknjosastro,
2002).

(3) Nadi : Denyut nadi normal 70 x/menit


sampai 88 x/menit (Perry&Potter,
2005).

(4) Pernafasan : Dinilai sifat pernafasan dan bunyi


nafas dalam satu menit
pernafasan kurang dari 40 kali

37
per menit atau lebih dari 60 kali
per menit (Saifuddin, 2009

b) Inspeksi
(1) Rambut : Untuk menilai warna, ketebalan,
distribusidan karakteristik (Alimun, 2006).

(2) Muka : Keadaan muka pucat atau tidak adakah


kelainan adakah oedema ( Wiknjokosastro
2006).

(3) Mata : Conjungtivs anemis atau tidak, sclera


ikterik atau tidak (Amirul, 2006).

(4) Hidung : Untuk mengetahui apakah ada polip atau


tidak (Rachmawati, 2006).

(5) Mulut : Untuk mengetahui mulut bersih apa tidak,


ada caries dan karang gigi tidak
(Wiknjokosastro, 2006).

(6) Telinga : Bagaimana keadaan daun telinga, liang


telinga dan timpani, ketajaman
pendengaran (Alimul, 2006).

(7) Leher : Untuk megetahui pembesaran tyroid, nyeri


atau kekakuan pada leher, keterbatasan
gerak leher, pembesaran atau nyeri tekan
pada kelenjar getah bening, kesimetrisan
trakea. Hal ini untuk mengetahui adanya
peradangan atau gngguan metabolisme
tubuh (Varney, 2007).

(8) Payudara : Untuk mengetahui kesimetrisan, ukuran,


massa, lesi jaringan perut pada struktur

38
dan dinding dada. Hal ini untuk mengetahui
apakah ada tumor atau kanker/tidak
(Varney, 2007).

(9) Abdomen : Apakah ada jaringan perut atau bekas


operasi, adakah nyeri tekan serta adanya
massa (Alimul, 2006).

(10) Ekstremitas : Untuk mengetahui adanya oedema,


varices (Wiknjosastro, 2006).

c) Pemeriksaan Obstetri, terdiri dari :


(1) Vagina Taucher : Untuk mengetahui apa ada nyeri sentuh,
benjolan, meraba benang IUD, adakah leokorea (Varney,
2007).
(2) Obstium uteri eksternum (OUE) : tertutup atau tidak,
mengetahui adanya flour albus, perdarahan post coitus dan
lendir berwarna kecoklatan (Ferry, 2008).
(3) Inspekulo : seberapa banyak keputihan yang terjadi dan
berwarna putih menyala (Varney, 2007).
(4) Pada kasus erosi portio inspeculo fluor ada warna putih, tidak
berbau, benang IUD tampak ± 3 cm di depan portio, tampak
luka kemerahan di sekitar obstium uteri eksternum
(Rahmawati, 2006).
3) Pemeriksaan penunjang atau laboratorium
Digunakan untuk mengetahui kondisi klien sebagai data penunjang
yaitu dilakukan pemeriksaan pap smear (Manuaba, 2008). pada kasus
keputihan dilakukan untuk mengetahui adanya diagnosis dini
keganasan, perawatan ikutan dari keganasan, interpretasi hormonal
wanita dan menentukan proses peradangan (Manuaba, 2005).
b. Langkah Kedua : Interpretasi Data
Data dasar yang sudah dikumpulkan, diinterpretasikan sehingga
dirumsukan diagnosa, masalah dan kebutuhan. Diagnosa kebidanan

39
adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan
(Varney, 2007).
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan (Estiwidani dkk., 2008).
Diagnosa : Ny. X P… A… Akseptor KB IUD dengan keputihan.
Dasar :
a) Data Subyektif :
(1) Adanya perdarahan di luar haid setelah pemakaian IUD.
(2) Adanya perdarahan post coitus.
(3) Keluar lendir berwarna kecoklatan. (Ferry, 2005).
(4) Adanya pengeluaran darah bercampur sekret dan kadang juga
bercampur dengan nanah (Varney, 2004).
(5) Adanya rasa nyeri saat buang air kecil (Susilowati, 2008).
b) Data Obyektif
(1) Pemeriksaan TTV : suhu terjadi kenaikan 37º-38ºC, Nadi lebih
dari 100 x/menit (Proverawati, 2010).
(2) Pemeriksaan abdomen akseptor merasa nyeri pada perut
bagian bawah (Fery, 2005).
c. Pemeriksaan obstetri : ada flour berwarna putih, tidak
berbau,benang IUD tampak didepan portio, tampak luka
kemerahan di sekitar obstium uteri eksternum (Rahmawati, 2006).
2) Masalah
Masalah yang berkaitan dengan pengalaman pasien yang ditemukan
dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa sesuai dengan
keadaan pasien (Nursalam, 2004). Masalah yang sering ditemukan
pada akseptor KB IUD dengan keputihan yaitu merasa cemas (Ferry,
2008).
3) Kebutuhan
Kebutuhan meruapakan hal-hal yang dibutuhkan pasien, pasien dan
yang belum teridentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan

40
dengan melakukan analisa data (Varney, 2006). Kebutuhan akseptor
KB IUD antara lain :
a) Penjelasan tentang efek samping dari IUD (Hartanto, 2007).
b) Penjelasan tentang kebersihan (Vulva hygiene) (Hartanto, 2007).
c) Pengobatan pada keputihan (Ferry, 2005).

c. Langkah Ketiga : Diagnosa Potensial


Diagnosa potensial adalah suatu pernyataan yang timbul
berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
engidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-
benar terjadi (Varney, 2006). Diagnosa potensial yang terjadi pada KB IUD
dengan keputihan adalah terjadinya keganasan (Hartanto, 2007).
d. Langkah Keempat : Antisipasi
Pada langkah ini perlu diambil segera untuk mengantisipasi diagnosa
potensial yang berkembang lebih lanjut dan menimbulkan komplikasi,
sehingga dapat segera dapat segera dilakukan tindakan yang sesuai
dengan diagnosa potensial yang muncul (Varney, 2004). Pada kontrasepsi
IUD tindakan yang dilakukan oleh bidan adalah dengan pemberian
metronidazol 500 mg/oral tiap 6 jam dan kalmetason 3 x 0,5 mg/oral
selama 3 hari, pemberian nasehat Vulva hygiene (Hartanto, 2007).
e. Langkah Kelima : Perencanaan
Merupakan pengembangan rencana perawatan yang komprehensif
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini adalah sebuah
perluasan dari mengidentifikasi masalah dan diagnosa yang telah
diantisipasi dan yang terbaru dan juga melibatkan usaha untuk
memperoleh bagian tambahan dari data apapun yang hilang (Varney,
2006).

41
Perencanaan asuhan yang menyeluruh berkaitan dengan diagnosa
kebidanan, masalah dan kebutuhan, maka perencanaan yang perlu
dilakukan terhadap klien menurut BKKBN (2009), adalah :
(1) Periksa keadaan umum dan kesadaran pada kunjungan ulang
(2) Periksa tanda-tanda vital
(3) Periksa pengeluaran pervaginam
(4) Rawat vagina dengan albothyl konsentrasi 36% dengan cara
mengusap vagina dengan kapas yang telah diberi albothyl 36%.
(5) Beri informasi tentang personal hygiene daerah vagina dengan cara
melakukan cebok dari arah depan ke belakang.
(6) Anjurkan pada ibu untuk minum obat metronidazol 500 mg 3 x sehari
dan kalmetason 0,5 mg x 3 sehari.
(7) Anjurkan pada ibu untuk kontrol 3 hari sampai keputihan sembuh atau
membaik.
f. Langkah Keenam : Implementasi
Implementasi merupakan pelaksaan dari asuhan yang telah
dierencanakan secara efisien dan aman. Pada kasus dimana bidan harus
berkolaborasi dengan dokter, maka keterlibatan bidan dalam manajemen
asuhan pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
asuhan bersama yang menyeluruh (Varney, 2006). Pelaksanaan asuhan
kebidanan pada akseptor KB IUD dengan keputihan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat.
g. Langkah Ketujuh : Evaluasi
Merupakan langkah terakhir untuk menilai keaktifan dari rencana
asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan
diagnosa (Varney, 2006). Evaluasi yang diharapkan pada akseptor KB IUD
dengan keputihan menurut Hartanto (2007), yaitu :
(1) Pasien mengatakan sudah tidak merasakan cemas.
(2) Keadaan umum baik, kesadaran composmentis.
(3) Inspekulo tidak ada sedikit fluor albus.

42
(4) Pasien bersedia melakukan kunjungan ulang 1 minggu lagi atau bila
ada keluhan.
(5) Ibu bersedia mengurangi frekuensi hubungan seksual dengan suami.
3. Data Perkembangan Menggunakan SOAP :
Pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidanan yang telah
menggunakan SOAP
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung assesment. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat
keadaan umum pasien misalnya kesadaran, pucat,lemah dan menahan
sakit. Pada pemeriksaan laboratorium misalnya pemeriksaan Hb,
pemeriksaan pap smear dan secret vagina.
A : Assesment / Analisa
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu indentifikasi
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari rencana evaluasi berdasarkan
assessment. Memberikan konseling sesuai dengan permasalahan yang
ada sebagai upaya untuk membangun pengobatan.

G. TUGAS DAN WEWENANG BIDAN


1. Tugas Bidan
a Sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan mempunyai tiga kategori tugas yaitu:
1) Tugas Mandiri
a) Menerapkan manajeman kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
yang diberikan.

43
b) melakukan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pranikah
dengan melibatkan klien.
c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
normal.
d) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan
dengan melibatkan klien/keluarga.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
f) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan
melibatkan klien/keluarga.
g) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana.
h) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
system reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan
menopause.
i) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan
keluarga.
2) Tugas Kolaborasi/Kerjasama
a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.
c) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu pada masa persalinan
dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
klien atau keluarga.
d) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatan
yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga,

44
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko
tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegaeatan yang
memerlukan tindakan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga.
f) memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan
yang mengalami komplikasi serta kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
3) Tugas Rujukan
a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dankeluarga.
b) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
ibu hamil dengan resiko tinggi dan kegawatdaruratan.
c) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien
dan keluarga.
d) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
ibu dalam masa nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawatan
dengan melibatkan klien dan keluarga.
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan
tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi dan
rujukan dengan melibatkan keluarga.
f) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan
tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan
dengan melibatkan klien dan keluarga.
4) Tugas sebagai Pengelola
a) Mengembangakn pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan
kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan
masyarakat di wilayah kerja danengan melibatkan masyarakat/klien.
b) Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan di
sector lain wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan

45
duku5n bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang
berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.
5) Tugas Sebagai Pendidik
a) Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan
masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak
terkait kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
b) Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan dan
keperawatan serta membina dukun di wilayah atau tempat
bekerjanya.
6) Tugas Sebagai Peneliti
Melakukan penelitian atau investigasi dalam bidang kesehatan baik
secara mandiri maupun secara kelompok.
a) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
b) Menyusun rencana kerja pelatihan.
c) Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
d) Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
e) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
f) memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan
mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan
2. Wewenang Bidan
a. Permenkes No. 5380/IX/1963
Wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal
secara mandiri, didampingi petugas lain.
b. Permenkes No. 623 tahun 1989
Wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan
khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus di bawah
pengawasan dokter. Pelaksanaan dari permenkes ini, bidan
melaksanakan praktik perorangan di bawah pengawasan dokter
c. KepmenKes No. 369/Menkes/SK/III/2007
Tentang Standar Profesi Bidan

46
1) Kompetensi ke 1, pengetahuan dan keterampilan dasar Bidan
mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu
sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi
baru lahir dan keluarganya.
2) Kompetensi ke 2, Pra konsepsi, KB dan Ginekologi
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan
kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh
dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga
yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
3) Kompetensi ke 3, Asuhan dan konseling kehamilan
Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi : deteksi
dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
4) Kompetensi ke 4, Asuhan selama Persalinan dan Kelahiran
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan ksehatan wanita
dan bayi yang baru lahir.
5) Kompetensi ke 5, Asuhan pada ibu nifas dan Menyusui
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
6) Kompetensi ke 6, Asuhan pada Bayi Baru Lahir
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada
bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
7) Kompetensi ke 7, Asuhan pada Bayi dan Balita
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada
Bayi dan Balita sehat (1bulan-5 tahun).
8) Kompetensi ke 8, Kebidanan Komunitas

47
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif
pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat.
9) Kompetensi ke 9, Asuhan pada ibu/wanita dengan Gangguan
Reproduksi.
Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan
system reproduksi.
Menurut Permenkes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 9 bidan
dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu.
2) Pelayanan kesehatan anak.
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana,
Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf c, berwenang untuk:
1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.
2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13 Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim.
2. Memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit,pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih
(Purwoastuti dan Walyani 2014).

48

Anda mungkin juga menyukai