Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi,

menyimpan, dan juga berfungsi mengalirkan urin pada manusia, sistem ini

terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dua otot sphincter,

dan uretra.

Sistem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses

penyaringan darah sehingga dara bebas dari zat-zat yang tidak

dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan

oleh tubuh. Zat-zat yang dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air dan

dikeluarkan berupa urine (air kemih). Sistem urinaria terdiri atas ginjal,

yang mengeluarkan sekret urine, ureter, yang menyalurkan urine dari

ginjal ke kandung kencing, kandung kencing, yang bekerja sebagai

penampung, uretra, yang menyalurkan urine dari kandung kencing.

Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah

dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya

batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan

sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter,

buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di ginjal kemudian turun

ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih

bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena

hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentuk di dalam uretra.

1
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian

berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi

pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang

paling sering terjadi.bagaimana seorang perawat memberikan asuhan

keperawatan nya kepada pasien dengan gangguan uritioliasis ini dan

bagaimana juga kemungkinan komplikasi penyakit yang akan terjadi jika

urolithiasis ini dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang.

1.2. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui tentang anatomi dan fisiologi sistem perkemihan

pada manusia.

b. Untuk mengetahui etiologi,patofisiologi,komplikasi penyakit

urolithiasis

c. Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien

dengan penyakit urolithiasis

1.3. Sistematika Penulisan

Penulis makalah ini, menggunakan sistematika penulisan yang

terdiri dari empat bab, yaitu :

Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan,

dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan pustaka yang meliputi anatomi dan fisiologi sistem

perkemihan dan landasan teoritis penyakit urolithiasis yang

2
meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,

komplikasi, dan penatalaksanaan.

Bab III : Asuhan keperawatan pada pasien urolithiasis yang meliputi

riwayat kesehatan, pengkajian F. Gordon, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul, intervensi dan NOC, implementasi, dan evaluasi.

Bab IV : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran

Daftar Pustaka

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan atau system urinaria adalah suatu system tubuh

tempat terjadinya proses filtrasi atau penyaringan darah sehingga darah

terbebas dari zat-zat yang tidak di gunakan lagi oleh tubuh. Selain itu pada

system ini juga terjadi proses penyerapan zat-zat yang masih bias

dipergunakan lagi oleh tubuh. Zat-zat yang sudah tidak dipergunakan lagi

oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).

System urinaria pada manusia terdiri atas:

1. Ginjal yang mengelluarkan secret urin

2. Ureter yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih

3. Kandung kemih yang bekerja sebagai penampung urin

4. Uretra yang menyalurkan urine dari kandung kemih untuk kemudian

di keluarkan

4
A. Ginjal

1. Pengertian

Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian

belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua

sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang

abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang ,jumlah nya ada dua

buah kiri dan kanan.

Ginjal adalah sepasang organ retroperineal dan integral

dengen homeostasis tubuh dalam mempertahan kan keseimbangan,

termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi

hormone dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit,

tekanan darah, serta metabolism kalsium dan fosfor. Ginjal

membuang sisa metabolism dan menyesuaikan ekskresi air dan

pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh asiditas dan

elektrolit, sehingga sehingga mempertahan kan komposisi cairan

yang normal. Ada 2 jenis Nefron yaitu nefron kortikal dan nefron

jukstamedula. Perbedaannya nefron jukstamedula di bagian dalam

korteks di samping medula, memiliki Ansa Henle yang panjang

dan masuk jauh ke dalam medula serta kepiler peritubulusnya

membentuk ansa Henle seperti U yang tajam. Nefron ini penting

adalah menciptakan gardien osmotik vertikal medula. Nefron

Kortikal terletak di korteks bagaian luar dan ansa Hanlenya hanya

sedikit masuk ke dalam medula.

2. Fungsi Ginjal

5
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik

atau racun

b. Mempertahan kan suasana keseimbangan cairan

c. Mempertahan kan keseimbangan kadar asam dan basa dari

cairan tubuh

d. Mempertahankan keseimbangan garam garam dan zat-zat lain

dalam tubuh

e. Mengeluarkan sisa metabolism hasil akhir dari protein

ureum,kreatinin, dan amoniak Eliminasi zat sisa khususnya

hasil pemecahan protein seperti urea, urat, asam urat, kreatinin,

amonia, dan sulfat.

f. Eliminasi toksin

g. Pengaturan kandungan air di dalam jaringan darah dan secara

tidak langsung di dalam jaringan

h. Pengaturan pH darah

i. Pengaturan tekanan osmotik darah

j. Sekrsi hormon renin dan eritroprotein

3. Struktur Ginjal

Struktur halus ginjal di perkirakan atas benyak nefron yang

merupakan satuan-satuan fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri

atas komponen vaskular, komponen tubular dan kombinasi

vaskular atau tubular.

a. Komponen vakular

6
Di dominasi oleh kapiler-kapiler yang di sebut Glumerolus

yang menjadi tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari

darah yang melewatinya. Pembuluh darah yang mendara ginjal

yaitu Arteri Renalis yang membawa dara murni dari Aorta

Abdominalis ke ginjal. Lalu arteri ini akan bercabang menjadi

Arteriol Aferen yang mengalirkan darah ke glumerolus.

Kapiler-kapiler darah di glumerolus kembali menyatu

membentuk Arteriol Eferen yang kemudian menjadi Vena

Renalis yang membawa darah dari ginjal ke Vena Cava

Inferior.

b. Komponen Tubular

Di mulai dari Kapsula Bowman berbentuk seperti mangkuk

yang melingkupi glumerolus untuk mengumpulkan cairan dari

glumerolus. Cairan yang sudah di filtasi akan masuk ke dalam

tubulus proksimal yang merupakan lengkungan pertama dan

terletak di dalam korteks yang membentuk gulungan-gulungan

repat sepanjang perjalanan. Setelah itu, terdapat sebag Simpai

yaitu Ansa Henle yang melengkung berbentuk U dan terdiri

atas Pars Desenden dan Pars Asenden. Setelah Aparatus

Jukstaglomerolus adalah Tubulus akan membentuk kumparan

erat atau kelokan ke dua yang di sebut Tubulus Distal yang

bersambung dengan Tubula penampung ( Duktus Koligentes)

yang berjalan melintasi Medula untuk mengosongkan

cairannya ke dalam Pelvis Ginjal.

7
c. Komponen Vaskulat/Tubular

Sel-sel tubulus dan Vaskular di titik ini akan mengalami

spesialisasi membentuk Aparatus Jukstaglomerolus yang

berfungsi mengatur fungsi ginal dengan mengasilkan baham-

bahan yang berperan dalam mengatur fungsi ginjal.

4. Proses Pembentukan Urine

a. Proses filtrasi

Proses filtrasi terjadi dig lomelurus, proses ini terjadi karena

permukaan aferen lebih besar dari pada permukaan eferen

maka terjadilah penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang

tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein karena

protein memiliki ukuran molekul yang lebih besar sehingga

tidak tersaring oleh glomerulus cairan yang tersaring di

tamping oleh simpai bowmanyang terdiri dari glukosa,air,

natriun, klorida, sulfat bikarbonat dan lain-lain yang di

8
teruskan ke tubulus ginjal Tekanan intrakapiler menyebabkan

air dan zat yang larut di dalamnya di alirkan ke glumerolus dan

kapusl bowman. Molekul besar seperti komponen darah yang

tidak tersaring akan tetap berada di pembuluh darah sedangkan

molekul yang lebih kecil seperti air, garam dll akan masuk ke

kapsul bowman. Jumlah cairan yang di filtrat yaitu 2 ml

perdetik atau 120 ml per menit. Filtrasi Glomerolus adalah

Indiskriminatif karena kecuali sel darah merah dan protein

plasma semua zat terlarut secara non spesifik akan masuk ke

kapsul bowman.

b. Proses reabsorpsi

Proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar bahan-

bahan yang masih berguna oleh tubuh, diantaranya adalah

glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Proses

nya terjadi secara pasif yang dikenal obligator rearbsorpsi

terjadi pada tubulus atas. Sedang kan pada tubulus bagian

bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat.

Bila di perlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian

bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan

rearbsopsi fakultatifdan sisa nya di alirkan pada papilla renalis.

Hormone yang dapat ikut berperan dalam proses rearbsorpsi

anti diuretic hormone (ADH).

c. Proses sekresi

9
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus

dan diteruskan ke piala ginjal selanjut nya di teruskan ke ureter

masuk ke vesika urinaria. Zat-za tertentu seperti keratin dan

toksin akan di tambahkan ke dalam urine pada daerah tubulus

ansa henle. Proses ini adalah rute ke dua bagi masuknya bahan

dari darah ke dalam tubulus karena ketika di filtrasi hanya 20

% plasma darah yang di saring sedangkan 80% akan mengalir

melalui arteriol eferen menuju kapiler peritubulus. Adanya

sekresi akan mengeluarkan bahan-bahan dari plasma tadi

secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan dan

menambahkannya ke hasil filtasi dan reabsorpsi ginjal.

d. Proses ekskresi

Merupakan pengeluaran urin dari tubuh yang merupakan hasil

dari ketiga proses tadi. Semua bahan (bahan plasma) hasil

fitrasi dan sekresi akan di eksresikan keluar tubuh sedangkan

semua bahan yang di filtrasi dan kemudian di reabsorpsi

ataupun bahan yang tidak terfiltrasi akan kembali ke vena dan

di perhankan dalam tubuh.

B. Ureter

Adalah saluran yang mengalirkan urine dari ginjal ke kandung

kemih. Ujung atas ureter terhubung dengan pelvis ginjal dan bagian

bawahnya menembus dinding kandung kemih pada sudut tertentu

10
sehingga ketika kandung kemih berkontraksi maka ureter akan tertutup

agar tidak terjadi refluk urine ke ureter.

Struktur ureter terdiri atas 3

- Lapisan utama yaitu lapisan dalam lapisan mukosa yang elastis

dan tahan air,

- Lapisan tengah lapisan otot polos yang menghasilkan

gelombang peristaltic,

- Lapisan luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) yang berfungsi

sebagai pelindung

C. Vesika Urinaria

Adalah reservior urine yang menampung urine sampai

timbulnya waktu untuk Mikturisi. Kapsitasnya yaitu 600 ml. Dasar

kandung kemih di sebut Trigonum. Keinginan untuk buang air kecil di

sebabkan karena penambahan tekanan ke adalam kandung kemih oleh

urine. Mikturisi adalah gerakan refleks yang di timbulkan oleh

kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga

abdomen yang menekan kandung kemih untuk mengosongkan isinya.

Struktur kandung kemih terdiri atas 3 lapisan yaitu :

- Pada bagian dalam yang membantu distensi tanpa kehilangan

efek menahan air yaitu lapisan mukosa dari epitelium

transisional dan sunmukosa,

- Lapisan muskulatur yang terdiri atas otot-otot detrusor yang

berfungsi mengeluarkan urin

11
- Lapisan luar peritoneum (lapisan serus sebelah luar)

Bagian vesika urinaria :

- Fundus, yaitu bagian yang menghadap kea rah belakang dan

bawah bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium

rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat ductus deferen,

vesika seminalis, dan prostat.

- Korpus, yaitu bagian antara vertex dan fundus.

- Vertex bagian yang mancung kea rah muka dan berhubungan

dengan ligamentum vesikula umbilikalis.

D. Uretra

Merupakan saluran terakhir dari sitem perkemihan yang berjalan

dari leher kandung kemih ke lubang bagian luar. Meatus Urinarius

terdiri atas serabut otot lingkaryang membentuk Sfingter uretra.

12
Uretra pada pria berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah

prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang

fubius ke bagian penis panjangnya kurang lebih 20cm uretra pada

laki-laki terdiri dari :

- Uretra prostalia

- Uretra membranosa

- Uretra kevernosa

Lapisan uretra pria :

- Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)

- Lapisan submukosa

Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan

miring sedikit kea rah atas panjang nya kurang lebih 3-4cm.

Lapisan uretra wanita :

- Tunika muskularis (sebelah luar)

- Lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena

- Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)

13
2.2 Landasan Teoritis Penyakit Urolithiasis

A. Pengertian

Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat

pada saluran kencing yang terbentuk karena factor presipitasi endapan

dan senyawa tertentu. Batu tersebut bias terbentuk dari berbagai

senyawa seperti kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%),

dan sistin (1%) (grace, 2006). Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana

dalam saluran kemih individu terbentuk batu berupa kristal yang

14
mengendap dari urin (Mehmed & Ender, 2015). Pembentukan batu

dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi kristal urin yang membentuk

batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau zat yang

menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah (Moe, 2006;

Pearle, 2005). Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada

saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan

senyawa tertentu (Grace & Borley, 2006).

Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun

secara rinci ada beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah

penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain: (Prabawa & Pranata,

2014) :

- Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal

- Ureterolithiasis disebut batu pada ureter

- Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli

B. Etiologi

Teori pembentukan batu saluran kencing.

1. Teori nukleasi

Berawal dari prinsip atom yang memiliki inti dari partikel, maka

pembentukan batu pun berasal dari inti batu yang berbentuk Kristal

atau benda asing. Dengan adanya inti inilah, maka lambat laun

terjadi proses kristalisasi dikarenakan adanya senyawa jenuh,

sehingga pada urine dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk

terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadinya

kristalisasi.

15
2. Teori matriks batu

Sebuah matriks akan merangsang pembentukan batu , karena

memacu penempelan partikel lainnya pada matriks tersebut. Pada

pembentukan urine serringkali terbentuk matriks yang merupakan

sekresi dari sel tubulus ginjal, misalnya protein, globulin, dan

mukoprotein. Matriks ini akan berfungsi sebagai scaffold dan

memacu kristalisasi pada urine dengan kepekatan tinggi.

3. Teori inhibisi berkurang

Secara alamiah system urinary kita telah menjaga

keseimbangannya. Salah satunya adalah mencegah terbentuknya

endapan batu. Hal ini dilakukan dengan cara menjaga sekresi

beberapa senyawa yang mampu menghambat kristalisasi mineral,

misalnya magnesium sitrst, pirofosfat, dan peptida. Dengan adnya

penurunan senyawa tersebut, maka proses kristalisasi akan semakin

cepat dan mempercepat terbentuknya batu (reduce pf crystallize

inhibitor).

Penyebab terjadinya batu pada saluran kemih terutama ginjal.

1. Peningkatan ph urine

Peningkatan ph urine merangsang kristalisasi pada senyawa-

senyawa tertentu, misalnya kalsium. Pada waktu terjadinya

peninkatan ph (basa) maka ion-ion karbonat akan lebih mudah

mengikat kalsium sehingga lebih mudah terjadi nya ikatan antar

akeduanya. Kondisi inilah yang memicu terbentuknya batu kalsium

karbonat. bisa menyebabkan pembentukan batu, maka penurunan

16
ph pun menjadi precursor terbentuknya batu. Ph yang rendah (asam)

akan memudahkan senyawa-senyawa yang bersifat asam untuk

mengendap, misalnya senyawa asam urat. Dengan pengendapan

asam urat inilah terbentuk batu asam urat.

2. Penurunan ph urine

Jika peningkatan urine bisa menyebabkan pembentukan batu, maka

penurunan ph pun menjadi precursor terbentuknya batu. Ph yang

rendah (asam) akan memudahkan senyawa-senyawa yang bersifat

asam untuk mengendap, misalnya senyawa asam urat. Dengan

pengendapan asam urat inilah terbentuk batu asam urat

3. Kandungan matriks batu tinggi

Ginjal yang berfungsi sebagai tempat filtrasi sangat beresiko untuk

terjadinya endapan. Partikel-partikel dalam darah dan urine

memberikan beban kepada ginjal untuk melakukan filtrasi. Dengan

kondisi matriks pembentuk batu yang konsentrasinya tinggi dalam

darah maupun urine, maka proses sedimentasi pada ginjal akan

semakin cepat yang lambat laun akan membentuk batu.

4. Lifestyle

Secara tidak disadari pola hidup utamanya konsumsi makanan

memberikan konstribusi terhadap batuseperti makanan yang

mengandung tinggi purin, kalsium, dan kolesterol dapat

mempengaruhi terbentuk nya batu. Hal ini dikarenakan senyawa

tersebut nantinya akan difiltrasi oleh ginjal karena sari makanan

yang telah diserap oleh vili pada mukosa intestinal akan beredar

17
dalam sirkulasi yang pastinya akan melewati ginjal. Dari sinilah

senyawa precursor tersebut akan merangsang pembentukan batu.

5. Obat-obatan

Obat-obatan mempengarusi filtrasi ginjal maupun yang

mempengaruhi keseimbangan sam dan bas bias menjadi precursor

terbentuk nya batu

6. Stagnansi urine

Sesuai dengan prinsip cairan bahwa mobilitas cairan yang rendah

akan mempengaruhi tingkat sedimentasi yang tinggi. Oleh karena

itu hambatan aliran urine yang diakibatkan oleh berbagai factor bias

meningkatkan resiko pembentukan batu

7. Penyakit

Beberapa penyakit seringkali menjadi penyebab terjadi nya

pembentukan batu seperti infeksi saluran kemih, hematuria dan

asamurat.

8. Obesitas

Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi

tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat

meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi

tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam

urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu

mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada

pasien dehidrasi) (Boyce, 2010; Moe, 2006).

18
Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor

antara lain faktor endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin

yang bersifat asam maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan

dalam tubuh yang bertolak belakang dengan keseimbangan cairan yang

masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan batu, sedangkan

faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air

mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal

akibat ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu

panas menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan

mempermudah pengurangan produksi urin dan mempermudah

terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin yang tinggi,

kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu

(Boyce, 2010; Corwin, 2009; Moe, 2006).

C. Manifestasi Klinis

Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada

letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih

(Brooker, 2009). Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada

pasien urolithiasis:

1. Nyeri

Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri

kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi

batu pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas

pada jaringan sekitar (Brooker, 2009). Nyeri kolik juga karena

adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter

19
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran

kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada

terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri (Purnomo, 2012).

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena

terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Purnomo, 2012)

sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan produksi

prostglandin E2 ginjal (O’Callaghan, 2009). Rasa nyeri akan

bertambah berat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan

obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan rasa

nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri

kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khsusnya

nefrolithiasis (Brunner & Suddart, 2015).

2. Gangguan miksi

Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine

flow) mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi

secara spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih

terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika urinaria

mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis,

obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan

untuk mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran

menyebabkan urin stagnansi (Brooker, 2009). Batu dengan ukuran

kecil mungkin dapat keluar secara spontan setelah melalui

20
hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat ureter menyilang vasa

iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli (Purnomo, 2012)

3. Hematuria

Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering

mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar.

Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu

sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah

(hematuria) (Brunner & Suddart, 2015). Hematuria tidak selalu

terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran

kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria

yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya

dan memiliki sensitivitas yang tinggi dan didukung jika

karakteristik batu yang tajam pada sisinya (Brooker, 2009).

4. Mual dan muntah

Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi

ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat

sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi

HCl pada lambung (Brooker, 2009). Selain itu, hal ini juga dapat

disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun

gejala gastrointestinal biasanya tidak ada (Portis & Sundaram,

2001).

5. Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat

lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi,

21
vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya

urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang urologi,

dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik

pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera

dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik

(Purnomo, 2012)

6. Distensi vesika urinaria

Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika

urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika.

Oleh karena itu, akan teraba bendungan (distensi) pada waktu

dilakukan palpasi pada regio vesika (Brooker, 2009).

D. Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan

menyebabkan obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan

menurunnya volume urin akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan intake

cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya urolithiasis.

Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang umum terjadi

(Colella, et al., 2005), selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya

urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama

bekal identifikasi penyebab urolithiasis.

Batu yang terbentuk dari ginjal dan berjalan menuju ureter paling

mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi berikut

a. sambungan ureteropelvik;

b. titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka dan

22
c. sambungan ureterovesika.

Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi

statis menjadikan modal awal dari pengambilan 19 keputusan untuk

tindakan pengangkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis akan

membentuk pola koligentes yang disebut batu staghorn.

E. Kompliksi

Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga

dapat menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien yang berada pada

tahap ini dapat mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini

dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut

maka dapat menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejala-

gejala gagal ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia (Colella, et al.,

2005; Purnomo, 2012). Selain itu stagnansi batu pada saluran kemih

juga dapat menyebabkan infeksi ginjal yang akan berlanjut menjadi

urosepsis dan merupakan kedaruratan urologi, keseimbangan asam

basa, bahkan mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa

darah ke seluruh tubuh (Colella, et al., 2005; Portis & Sundaram, 2001;

Prabowo & Pranata, 2014).

F. Penatalaksanaan

1. Simptomatik

Pemberian obat-obatan pelarut batu dilakukan jika ukuran batu

tidak terlalu besar dan tidak terlalu keras.

2. Pembedahan

23
Dilakukan jika ukuran batu besar dan tidak memungkinkan untuk

dikeluarkan dengan tindakan simptomatik. Pada Preoperasi ada

beberapa hal yang perlukan sebelum masuk pada tahap pembedahan

seperti persiapan mental dan fisik pasien sedangkan pada Post

operasi bedah urologi infeksi saluran kemih sering menyebabkan

septisemia. Tingginya angka infeksi saluran kemih pasca bedah ini

di sebabkan sistitis seperti pada batu buli-buli, pemasangan kateter,

dan prostatatis.

Kuman yang tersering menjadi penyebab infeksi ini adalah E. Coli,

proteus mirabilis, enterobakter sp dan pseudomonas maka dari itu

pemberian antibotik di sesuaikan dengan kuman yang di temukan.

Memberikan pelatihan berkemih juga di perlukan pada pasien untuk

melatih kemampuan reflek berkemihnya mengingat selama

pembedahan pasien kateter buli-buli juga selalu harus di pasang.

Pembedahan Laparaskopi dilakuakan untuk menagbil batu ureter.

Bedah terbuka yang terdiri dari Pyelolithotomy yaitu pengeluaran

batu dari pelvik ginjal, Nephrolithotomy yaitu insisi ke dalam ginjal

untuk mengeluarkan batu dan Uretrolithotomy yaitu menangkat

batu dari kandung kemih.

3. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)

Tindakan ini digunakan untuk memecahkan batu pada ginjal dengan

menggunakan pancaran gelombang yang penghantaran nya berada

dalam genangan air gelombang yang dihantarkan berupa gelombang

kejut diharapkan mampu meretakkan batu pada ginjal. Pasien

24
ditempatkan dalam sebuah kolam yang berisi air dengan panduann

USG piozoelektris maka akan lebih mudah untuk menentukan

posisi batu. Insisi ini tetap dilakukan namun mini insisi pada

perkutan untuk mengeluarkan batu. Dari insisi inilah dimasukkan

sebuah dilator sebagai lintasan untuk pengambilan batu. Selang

nefrostomo insitu ditanamkan selama 24-48 jam untuk memantau

bleending pada bekas operasi dan sebagai drainase.

25
4. Litotripsi ureter

Tindakan ini bias dilakukan jika batu berada pada sepertiga bawah

dan atas saluran ureter.

5. Litolapaksi endoskopik

Yaitu batu akan dihancurkan dengan menggunakan penghancur

alligator yang di masukkan melalui dilator dan dibantu optic.

26
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN UROLITHIASIS

3.1 Pengkajian

a. Identitas

Secara anatomis, tidak ada factor jenis kelamin dan usia yang

signifikan dalam proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian

urolithiasis di lapangan sering terjadi pada laki-laki dan pada masa

usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan

kondisi geografis.

b. Keluhan Utama

Keluhan yang sering ditemukan pada pasien dengan urolithiasis

adalah nyeri (pada punggung, panggul, abdominal, lipat paha,

genetalia), mual muntah, kesulitan dalam kencing).. Urolithiasis pada

ginjal menyebabkan sakit yang dalamdan terus menerus di area

Kostovetrebral. Nyeri yang berasal dari area renal akan terasa

menyebar secara anterior dimana pada wanita menyebar ke bawah

mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati penis.

Apabila nyeri di tekan pada daerah kostoveterbral dan muncul

mual dan muntah maka pasien mengalami kolik renal. Diare dan

ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi hal ini merupakan akibat

dari eflek renointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung,

pankreas, dan usus besar.

27
Urolithiasis pada ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar

biasa, dan kronik, menyebar ke paha dan genetelia. Pasien sering

merasa ingin berkemih tetapi hanya sdikit yang keluar dan biasanya

mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Gejala ini bisa di sebut

stagnasi ureteral.

Urolithiasis pada kandung kemih biasanya menyebabkan gejala

iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinalia dan hematuria.

Jika obtruksi pada leher kandung kemih maka terjadi retensi urin, jika

infeksi berhubungan dengan adanya batu maka kondidi ini lebih

serius, disertai sepsis yang dapat mengancam kehidupan pasien.

c. Riwayat Kesehatan

Pada observasi sering ditemukan adanya hematuria (baik secara

mikroskopis maupun gross), oliguria. Kondisi kolik (ginjal/ureter)

biasanya timbul secara tiba-tiba (mendadak) dengan pemicu yang

beragam (aktifitas rendah, input cairan rendah, pengaruh gravitasi

yang tinggi, imobilitas). Dengan serangan ini biasanya membuat

pasien untuk segera mendapatkan pelayanan kesehatan. Kaji riwayat

penyakit sebelumnya, utamanya penyakit yang meningkatkan resiko

terbentuknya batu, misalnya asam urat, hiperkolesterol, hiperkalsemia,

dan lain sebagainya. Urolithiasis bukan merupakan penyakit menular

dan genetic, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap keluarga yang

sebelumnya mengalami batu saluran kemih.

3.2 Pengkajian Fungsional Gordon

28
a. Pola Nutrisi dan Metabolik

Terjadi mual muntah karena peningkatan tingkat stress pasien

akibat nyeri hebat. Klien dengan urolithiasis biasanya mengalami

hipermetabolisme, sehingga sering terjadi kelemahan, anoreksia,

nausea, dan vomiting. Selain itu, berat badan sering mengalami

penurunan akibat asupan (intake) yang tidak adekuat dan peningkatan

kebutuhan energy sel.

b. Pola Eliminasi

Eliminasi urin terjadi gangguan, klien mengalami nyeri saat

kencing (dysuria, pada diagnosis uretrolithiasis), hematuria

(gross/flek), kencing sedikit (oliguria), distensi vesika

(vesikolithiasis).

Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola,

Kecuali diikuti oleh penyakit penyerta lainnya.

c. Pola Aktifitas dan Isirahat

Klien sering mengalami kelemahan, masa otot mengecil, dan

intoleransi aktifitas, klien sulit mengalami tidur karena adanya

kecemasan akan kanker/tindakan supportif pada penyakitnya.

d. Pola Persepsi

Klien mengalami kecemasan yang berlebih karena persepsi terlalu

fobia akan penyakitnya.

e. Pola Psikososial

Secara realita, tidak ada pengaruh kondisi penyakit urolithiasis

terhadap interaksi social. Hambatan dalam interaksi social

29
dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien,

sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi social tidak

terjadi karena bukan merupakan penyakit menular.

f. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari

Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan

otot, tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan

aktifitas pasien relative dibantu oleh keluarga, misalnya berpakaian,

mandi, makan, minud, dsb.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Anamnesa tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang

kuat. Oliguria, dysuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis.

Kaji TTV, biasanya tidak ada perubahan yang mencolok pada urolithiasis.

Takikardi akibat nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, disetensi

vesika pada palapasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa

keras/batu (uretrolithiasis).

Catat frekuensi urine, adanya inkontensia, terasa panas atau bau aneh.

Kaji lokasi nyeri, sakit dan karakternya. Apakah ada riwayat infeksi

saluran kemih atau masalah ginjal. Apakah warna urin normal? Jika

terdapat darah dalam urin maka tanyakan pengobatan yang sedang di

jalani oleh pasien seperti antikoagulan. Palpasi kandung kemih dan

lakukan perkusi pada lipatan kastoveterbral.

Palpasi ginjal dilakukan dengan cara satu tangan di letakan di

pinggang di daerah ginjal kanan yang di batasi oleh iga XII, krista iliaka,

30
dan otot (erektor trunki). Ujung jari di tekankan tepat di lateral otot

tersebut dan mendorong ke arah ventral. Tangan yang lain di letakan di

dinding perutpada daerah paramedian dan dengan tetap diam meraba isi

perut di bawahnya tangan yang di sebelah dorsal. Dengan tekanan yang

makin kuat dari tangan yang di dorsal di coba meraba ginjal.

Kadang ginjal yang berukuran normal pada inspirasi dapat di raba di

bawah lekungan ig oleh yangan yang meraba. Pemeriksaan ini di namakan

Balotemen. Palpasi buli-buli di raba pada regio hipogastrika berupa

tahanan yang lunak atau elastis. Palpasi dapat memberikan kesan seberapa

besar buli-buli.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Polos Abdomen

Mendeteksi adanya batu ginjal pada system pelvicalyses,

kalsifikasi parenkim ginjal, batu ureter, kalsifikasi dan batu kandung

kemih.

b. Urografi Intravena

Dengan pemasukan zat kontras 50-100 maka batu ginjal bisa

teridentifikasi. Hal ini akan memperlihatkan pelvicalyses, ureter, dan

vesika urinaria.

c. Pielografi Antegrad

Kontas langsung disuntikkan ke dalam system pelvicalyses,

sehingga akan tergambarkan batu.

d. Urinalisis

31
Sering ditemukan adanya hematuria pada urine. Hal ini jika

terjadi lesi pada mukosa saluran kemih karena iritasi dari batu.

3.5 Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan

urolitiasis yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap

batu ginjal.

2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik dan

iritasi ginjal/uretal.

3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

mual/muntah dan dieresis pasca obstruksi.

3.6 Intervensi & NOC

Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

terhadap batu ginjal .

Intervensi:

NOC : Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Diagnosa 2 : Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi

mekanik dan iritasi ginjal/uretal.

Intervensi :

NOC : Tidak mengalami tanda obstruksi.

Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

berhubungan dengan mual/muntah dan dieresis pasca obstruksi.

Intervensi :

32
NOC : Tanda vital dan berat badan (BB) dalam rentang normal, nadi

perifer normal, membrane mukosa lembab, tugor kulit baik.

3.7 Implementasi

Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

terhadap batu ginjal .

Perencanaan dan implementasi :

1. Catat lokasi, lamanya intensitas(skala 0-10) dan penyebaran.

Perhatikan tanda non verbal, peninggian TD dan nadi, gelisah,

merintih,menggelepar.

2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap

perubahan kejadian/karakteristik nyeri.

3. Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, lingkungan untuk

istirahat.

4. Bantu atau dorong bernafas secara focus, bombing imajinasi dan

aktivitas terapeutik.

5. Bantu dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan

cairan sedikitnya 3-4 L/ dalam toleransi jantung.

6. Perhatikan keluhan pening katan/menetapkan nyeri abdomen.

7. Berikan obat sesuai indikasi; golongan narkotik dan antisipasmodik.

8. Beri kompres hangat pada punggung.

9. Pertahankan patensi kateter bila digunakan.

33
Diagnosa 2 : Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi

mekanik dan iritasi ginjal/uretal.

Perencanaan dan implementasi:

1. Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine.

2. Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.

3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan.

4. Periksa semua urine. Catat adanya keluaran batu dan kirim

kelaboraturium untuk bias dianalisa.

5. Selidiki keluhan kandung kemih penis jangan kandung penuh, palpasi

distensi supra suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine dan

adanya edema periorbital.

6. Observasi perubahan status mental dan tingkat kesadaran.

7. Awasi pemeriksaan laboraturium, seperti elektrolit, BUN, keratin.

8. Berikan obat sesuai indikasi seperti: Alupuriol, HCT, Asam askorbat.

9. Pertahankan patensi kateter, bial menggunakan.

10. Siapkan pasien/ bantu untuk prosedur endoskopi.

Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

berhubungan dengan mual/muntah dan dieresis pasca obstruksi.

Perencanaan dan implementasi :

1. Awasi pemasukan dan pengeluaran.

2. Catat insiden/frekuensi dan karakteristik muntah/diare, juga pencetus

dan kejadian yang menyertai.

3. Tingkatkan pemasukan cairannsampai 3-4L/hr dalam toleransi jantung

34
4. Awasi tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler,tugor kulitdan

membrane mukosa.

5. Timbang berat badan tiap hari.

6. Awasi pemeriksaan laboraturium seperti Hb/Ht,dan elektrolit.

7. Berikan cairan intravena.

8. Berikan diet tepat,cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.

9. Berikan obat susai indikasi, misalnya obat anti muntah.

3.8 Evaluasi

Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

terhadap batu ginjal.

1. Mengevaluasi tempat obstruksi kemahuan gerakan kalkulus,nyeri tiba-

tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas

berat.

2. Memungkinkan pemberian analgesi sesuai waktu, dan meningkatkan

kewaspadaan.

3. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan

koping.

4. Mengarahkan kembali perhatian dan membantu relaksasi otot.

5. Hidrasi kuat memungkinkan lewatnya batu, mencegah statis urine, dan

membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.

6. Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan

ekstravasasi urine ke dalam parianal, membutuhkan kedaruratan bedah

akut.

35
7. Menurunkan kolik uretal,menigkatkan relaksasi otot,dan menurunkan

edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

8. Menghilangkan ketegangan otot dan dapat menurunkan reflek spasme.

9. Mencegah statis/retensi urine,menurunkan risiko peningkatan tekanan

ginjal dan infeksi.

Diagnosa 2 : Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi

mekanik dan iritasi ginjal/uretal.

1. Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.

2. Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan

sensasi kebutuhan berkemih segera.

3. Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat

membantu lewatnya batu

4. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan

mempengaruhi pilihan terapi.

5. Retensi urin dapat menyebabkan distensi jaringan kandung

kamih/ginjal,potensial risiko infeksi, gagal ginjal.

6. Akumulasi sisa uremik dan ketidak seimbangan elektrolit dapat

menjadi toksik pada SSP.

7. Peninggian BUN ,kereatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi

ginjal.

8. Meningkatkan pH urine9alkalinitas), mencegah statis urine dan

mencegah pembentukan batu.

9. Membantu aliran urine mncegahretensi dan komplikasi.

10. Memperlancar prosedur diagnostic dan atau pengobatan.

36
Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

berhubungan dengan mual/muntah dan dieresis pasca obstruksi.

1. Membandingkan actual keluaran actual dan mengevaluasi derajat

kerusakan ginjal.

2. Mual/muntah diare berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf

ganggolin seliaka pada kedua ginjal dan lambung.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis dan

mencegah dehidrasi.

4. Indicator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

5. Perubahan 0,5 kg BB dapat menunjukan perpindahan cairan.

6. Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi.

7. Mempertahankan volume sirkulasi, meningkatkan fungsi ginjal.

8. Makan mudah cerna menurunkan aktivitas GI/iritasi dan membantu

mempertahankan keseimbangan cairan dan keseimbangan nutrisi.

9. Menurunkan muntah-muntah.

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

 Sistem perkemihan atau system urinaria adalah suatu system tubuh tempat

terjadinya proses filtrasi atau penyaringan darah sehingga darah terbebas

dari zat-zat yang tidak di gunakan lagi oleh tubuh.

 System urinaria pada manusia terdiri atas:

a. Ginjal yang mengeluarkan secret urin

b. Ureter yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih

c. Kandung kemih yang bekerja sebagai penampung urin

d. Uretra yang menyalurkan urine dari kandung kemih untuk

kemudian di keluarkan

 Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada

saluran kencing yang terbentuk karena factor presipitasi endapan dan

senyawa tertentu.

 Penyebab terjadinya batu pada saluran kemih terutama ginjal;

Peningkatan ph urine, Penurunan ph urine, Kandungan matriks batu

tinggi, Lifestyle, Obat-obatan, Stagnansi urine, Penyakit, Obesitas

 Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien urolithiasis:

Nyeri, Gangguan miksi, Hematuria, Mual dan muntah, Demam,

Distensi vesika urinaria

4.2 Saran

38
Sebagai seorang calon perawat kita diaharapkan mampu memberikan asuhan

keperawatan terhadap penderita urolithiasis sesuai dengan standar prosedur.

39
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif, dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Prabowo, Eko, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogykarta :


Nuha Medika.

Syaifuddin. 2003. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


EGC

S. Costanzo Linda. 2012. Essential Fisologi Kedokteran Edisi 5. Tangerang


Selatan : Binarupa Aksara

C. Pearcen Evelyn. 2016. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama

Fairus Martini. 2011. Fisiologi Kebidanan. Yokyakarta : Pustaka Rihama

Sherwood Lauralee. 2015. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta :
EGC

Windy Astuti Cahya Ningrum. 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap


Komponen Fisik dan Komponen Mental Kualitas Hidup Pasien Urolithiasis.
Magister Keperawatan. Program Pascasarjana. Universitas Muhammadiyah
Yokyakarta.

Rudy Haryono, Skep,.Ns. 2013. Keperwatan Medikal Bedah : Sistem perkemihan.


Yogyakarta : Rapha Publishing.

Dewi Kartikawati. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperatan Gawat Darurat.

Jakarta : Salemba Medika.

40

Anda mungkin juga menyukai