Anda di halaman 1dari 3

Korupsi Dalam Berbagai Perspektif

Dalam perspektif agama korupsi dipandang sebagai suatu perbuatan yang sangat tercela.
Dalam perspektif ajaran islam, korupsi termasuk perbuatan fasad atau perbuatan yang merusak
kemslahatan, kemanfaatan hidup, dan tatanan kehidupan. Pelakunya dikategorikan melakukan
jinayah kubro (dosa besar). Dalam konteks ajaran islam yang lebih luas, korupsi merupakan
tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-‘adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan
tanggung jawab.
Dalam perspektif sosial korupsi dipandang suatu perbuatan yang dapat meningkatkan angka
kemiskinan, perusakan moral bangsa, hilangnya rasa percaya terhadap pemerintah, akan timbul
kesenjangan dalam pelayanan umum dan menurunnya kepercayaan pemerintah dalam pandangan
masyarakat. Dalam sistem ini, menerima sesuatu dari rakyat, walaupun untuk rakyat itu sendiri
harus berkorban dan menderita, tanpa diketahui oleh rakyat itu sendiri mereka telah diperlakukan
tidak adil oleh oknum-oknum korupsi yang tidak bertanggung jawab, merupakan perbuatan
tercela dan penerimaan itu jelas dapat dimasukkan sebagai perbuatan korupsi.
Dalam perspektif budaya korupsi dipandang suatu perbuatan yang akan membentuk
pandangan buruk terhadap reputasi negara, dan secara perlahan akan memutus budaya luhur
bangsa. Almarhum Dr. Mohammad Hatta yang ahli ekonomi pernah mengatakan bahwa korupsi
adalah masalah budaya. Pernyataan bung Hatta tersebut dapat diartikan bahwa korupsi di
Indonesia tidak mungkin diberantas kalau masyarakat secara keseluruhan tidak bertekad untuk
memberantasnya.
Masalah hukum dapat ditangani dengan hukum, sedangkan masalah budaya tentu saja
ditangani dengan tindakan – tindakan dibidang kebudayaan juga. Inilah hal yang tidak mudah.
Berbeda kalau masyarakat secara keseluruhan sudah menganut ukuran yang sama dalam hal rasa
keadilan, maka usaha pengenalan dan pengendalian korupsi akan jauh lebih mudah.
Dalam perspektif teknologi korupsi dipandang sebagai sesuatu yang dapat menghambat
perkembangan teknologi yang ada, penyalahgunaan tindakan yang merugikan negara, dan
terorisme yang terus merajalela.
Dalam perspektif hukum korupsi menimbulkan pandangan ketidak konsistenan terhadap
hukum yang berlaku, timbul pandangan bahwa hukum bisa diperjual belikan, kepercayaan
masyarakat terhadap hukum menurun, timbul gambaran orang-orang yang berkuasa dan kaya
sebagai pemilik hukum, timbul pemikiran bahwa hukum terlalu bobrok, dan timbul rasa
ketidakadilan didalam diri masyarakat.
Dalam perspektif politik korupsi dapat mempersulit demokrasi dan tata cara pemerintahan
yang baik dengan cara menghancurkan proses formal, sistem politik akan terganggu cenderung
tidak dipercaya oleh masyarakat, akan timbul aklamasi – aklamasi untuk menguatkan kekuatan
politik (menjaga keberlangsungan korupsi) dan akan timbul ketidakpercayaan rakyat terhadap
lembaga-lembaga politik.
Dalam perspektif ekonomi korupsi berdampak pada pembangunan infrastruktur yang tidak
merata, tidak sesuai dengan yang dianggarkan sebelumnya. Pemerataan pendapatan yang buruk,
membuat pengusaha asing takut untuk berinvestasi di Indonesia, pendapatan negara mengalami
penurunan dan membuat beban lebih berat pada masyarakat.
Korupsi dalam perspektif pancasila
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam hal ini jelas
perilaku tindak pidana korupsi ini tidak mencerminkan perilaku tersebut karena perilaku tindak
pidana korupsi adalah perilaku yang tidak percaya dan taqwa kepada Tuhan. Dia menafikan
bahwa Tuhan itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar.1[7]
b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam sila ini perilaku tindak pidana korupsi sangat melanggar bahkan sama sekali tidak
mencerminkan perilaku ini, seperti mengakui persamaan derajat, saling mencintai, sikap
tenggang rasa, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan serta membela kebenaran dan keadilan.
c. Sila persatuan indonesia
Tindak pidana dan tipikor bila dilihat dalam sila ini, pelakunya itu hanya mementingkan
pribadi, tidak ada rasa rela berkorban untuk bangsa dan Negara, bahkan bisa dibilang tidak cinta
tanah air karena perilakunya cenderung mementingkan nafsu, kepentingan pribadi atau kasarnya
kepentingan perutnya saja.
d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan
perwakilan
Dalam sila ini perilaku yang mencerminkannya seperti, mengutamakan kepentingan Negara
dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak, keputusan yang diambil harus
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat martabat
manusia dan keadilannya. Sangat jelaslah bahwa tindak pidana korupsi tidak pernah ada rasa
dalam sila ini.
e. Keadilan sosial bagi seluruh bangsa indonesia
Rata-rata bahkan sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi itu, tidak ada perbuatan yang
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana gotong royong, adil, menghormati hak-hak orang
lain, suka memberi pertolongan, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak melakukan
perbuatan yang merugikan kepentingan umum, serta tidak ada rasa bersama-sama untuk
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
Jadi semua perilaku tindak pidana dan tipikor itu semuanya melanggar dan tidak
mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya ideologi bangsa ini. Selain bersifat
mengutamakan kepentingan pribadi, juga tidak adanya rasa kemanusiaan, keadilan, saling
menghormati, saling mencintai sesama manusia, dan yang paling riskan adalah tidak ada rasa
‘percaya dan taqwa’ kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Anda mungkin juga menyukai