Oleh :
lancar dan tertib, segala sesuatunya untuk dapat menumbuhkan minat para
pengusaha menanamkan modalnya di Pulau Batam.
b. Mengenai tanahnya
- Data yuridis : sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan
hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli
oleh pemerintah, akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan,
3
Selain itu terdapat ketentuan khusus yang diatur oleh Otorita Batam itu sendiri,
yaitu :
- Memperoleh izin peralihan dari Badan Otorita Batam
- Setelah memperoleh izin, maka subyek pemegang hak harus membayarkan
uang muka sebesar 10% dari jumlah Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO)
yang harus dibayarkan.
- Menandatangani Surat Perjanjian Pengalokasian, Penggunaan dan
pengurusan Tanah atas Bagian-Bagian Tertentu Daripada Tanah Hak
Pengelolaan Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (SPJ)
Konsep Pengalihan Hak Penguasaan oleh Negara kepada Swasta Ditinjau dari
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa konsep pengalihan hak penguasaan negara di
atas bukanlah diberikan kepada swasta secara langsung. Akan tetapi Hak Menguasai
oleh Negara (HMN) tetap dipegang oleh Badan Penguasa, dalam hal ini adalah
Otorita Batam. Sebagaimana merupakan amanat dari Pasal 2 ayat (4) UUPA bahwa
HMN dapat dikuasakan hanya kepada daerah-daerah swatantra (vide Badan
Penguasa) dan bahkan kepada masyarakat adat khusus untuk tanah yang berkaitan
dengan hak ulayat. Sedangkan konsepsi yang ada di Pulau Batam sebagai daerah
industri, HMN diberikan kepada Otorita Batam sebagai pemegang lahan dengan
menggunakan mekanisme Hak Pengelolaan, dan selanjutnya berdasarkan Hak
Pengelolaan tersebut dapat diberikan hak atas tanah lain sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. Parameter yang paling mudah digunakan
dalam teknisnya adalah ketika ada perpanjangan terhadap Hak Guna Bangunan di
atas lahan Hak Pengelolaan Otorita Batam dan Otorita Batam tidak memberikan
2
Maria Sriwulan Sumardjono, Kewenangan Negara untuk Mengatur dalam Penguasaan Tanah oleh
Negara, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 14 Februari 1998, hlm 4-9.
3
Ibid.
5
Otorita Batam, akan tetapi juga masyarakat biasa, baik secara individu
maupun secara komunal.
- Lahan untuk investor harus memperhatikan fungsi sosial. Ketika investor
mendapatkan lahan dari Otorita Batam, baik dengan mekanisme
permohonan maupun tender sekalipun, investor tersebut harus
memperhatikan kepentingan masyarakat, terutama masyarakat di sekitar
lingkungan lahan dimaksud, sehingga tidak menghancurkan kehidupan
masyarakat akan tetapi justru meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu
sendiri.
Selain itu, hilangnya izin konsesi lahan sebelum dilakukannya pengurusan hak atas
tanah, dapat dilakukan dengan menggunakan ketentuan dari Otorita Batam,
halmana mirip dengan hapusnya hak atas tanah di atas, kecuali terhadap kondisi
nomor 7.
Secara lengkap Tata Ruang Wilayah Kota Batam ini dapat dilihat dalam gambar
sebagai berikut :
8
9
Pada saat era perencanaan di Pulau Batam pada sekitar tahun 1969-1983, yang
dilakukan oleh Otorita Batam, pihak Otorita Batam sebenarnya juga telah melakukan
perencanaan tata ruangnya sendiri, sehingga dibuatlah Blue Print Pembangunan dan
Pengelolaan Pulau Batam. Tata ruang yang ditegaskan oleh Otorita Batam tampak
pertama kali pada Surat Keputusan OPDIPB No. 033/UM-KPTS/III/86 tentang
Petunjuk Pelaksanaan untuk Penyerahan Bagian-bagian Areal Tanah di Pulau Batam
kepada Pihak Ketiga yang menyebutkan mengenai penggunaan tanah untuk jasa
(perkantoran, pergudangan, perhotelan, pertokoan), perumahan, industri,
pariwisata, instansi pemerintah dan rumah ibadah/sosial dan pendidikan, dan juga
kawasan perkebunan, peternakan dan perikanan. Pada kenyataannya, Tata Ruang
yang ditetapkan oleh Otorita Batam berbeda dengan Tata Ruang versi Pemerintah
Kota Batam. Hal inilah yang terkadang membingungkan investor. Meskipun
demikian, setelah adanya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, sepatutnya apabila
Otorita Batam dalam memberikan lahannya juga mengacu pada Tata Ruang Wilayah
Kota Batam yang menurut mekanisme undang-undang tersebut ditetapkan dengan
menggunakan sebuah Peraturan Daerah.
Secara pragmatis hukum sepatutnya sebuah HPL yang diberikan kepada pihak ketiga
dibebankan adanya hak atas tanah di atasnya, sehingga tercipta sesuatu hak atas
tanah, dan tidak sekedar hak penguasaan berdasarkan hukum perdata (vide Pasal
1963 KUHPerdata jo. Pasal 24 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah). Perbedaan antara pemegang Penetapan Lokasi oleh Otorita Batam (PL) yang
tidak mempunyai sertifikat hak atas tanah dengan pemegang Penetapan Lokasi oleh
Otorita Batam yang mempunyai sertifikat hak atas tanah adalah terletak di
pemberian perlindungan hukum terhadap hak atas tanahnya tersebut. Bagi
pemegang PL yang telah bersertifikat hak atas tanah, maka Hukum Agraria dan
Hukum Perdata secara umum akan melindungi haknya sampai dengan hapusnya hak
tersebut. Sedangkan pemegang PL tanpa adanya sertifikat hak atas tanah tentu
hanya akan berlandaskan pada Hukum Perdata saja, tanpa adanya perlindungan
hukum dari Hukum Agraria. Sedangkan di dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA telah jelas
disebutkan mengenai Asas Pemisahan Horizontal yang memungkinkan pemegang
hak atas tanah berbeda dengan pemegang hak atas benda-benda di atasnya. Hal ini
berarti bahwa hak yang diakui secara perdata hanyalah apa yang ada di atas atau di
dalam tanah, selain tanah itu sendiri.