Anda di halaman 1dari 15

Ahmadiyyah (Urdu: ‫ احمدیہ‬Ahmadiyyah) atau sering pula ditulis Ahmadiyah, adalah sebuah

gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun
1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza
Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.[1]

Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau
Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri
Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).[2] Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya
Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut
kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat
Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan
Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.[3]

Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung
Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang
memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang
bertentangan dengan Islam.[4]

Jemaat Muslim Ahmadiyah (Ahmadiyya Muslim Community) adalah satu organisasi


keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia[5]. Jemaat
Muslim Ahmadiyah adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional
yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan,
Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150
juta orang.[6] Jemaat Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al Quran ke dalam
bahasa-bahasa besar di dunia dan sedang merampungkan penerjemahan al Quran ke dalam
100 bahasa di dunia. Sedangkan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah menerjemahkan al
Quran dalam bahasa Indonesia, Sunda, dan Jawa.

Ahmadiyah Qadian dan Lahore

Mirza Ghulam Ahmad, pendiri aliran Ahmadiyyah.


Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan
tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:

 Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di


Bogor[7]), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang
mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.

Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut:

1. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran Qadian, India sebagai Imam Mahdi dan Al-
Masih yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman oleh Allah SWT.
2. Mengimani dan meyakini bahwa kitab Alquran adalah satu-satunya kitab suci.
3. Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya Nabi
Muhammad saw. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian (nabi ummati/nabi pengikut
Rasulullah saw. yang hanya mengikuti syariat Islam terus berlanjut sampai hari kiamat.
4. Mengimani dan meyakini bahwa Mekah dan Madinah tempat suci sebagaimana umat Islam
pada umumnya.
5. Wanita Ahmadiyah dianjurkan menikah dengan laki-laki Ahmadiyah demi menjaga dan
meneruskan keturunan rohani, namun laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di
luar Ahmadiyah.

 Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di


Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai
nabi, melainkan hanya sekadar mujaddid dari ajaran Islam [8].

Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:

1. Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits,
dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan
Ahlus-Sunnah wal Jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang
terakhir.
2. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi,
baik nabi lama maupun nabi baru.
3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat
kepada siapa pun.
4. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada
seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn
(QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah
wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
6. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang
auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
7. Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap
ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan
sebagai mujaddid.
8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka
dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9. Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir.
Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat,
tidak bisa disebut kafir.
10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan
pengemban misi Nabi Muhammad SAW.[9]

Sejarah penyebaran di Indonesia

Ahmadiyah Qadian

Tiga pemuda dari Sumatera Thawalib yakni suatu pesantren di Padangpanjang, Sumatera
Barat meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub,
(alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan.

Awalnya meraka akan berangkat ke Mesir, karena saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi
Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai
menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam.

Sampailah ketiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman Isyaati
Islam atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu disana,
merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di desa Qadian. Dan setelah
mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai'at di tangan Hadhrat Khalifatul
Masih II r.a., Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a.

Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah yang kini
disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, Mereka mengundang
rekan-rekan pelajar di Sumatera Thawalib untuk belajar di Qadian. Tidak lama kemudian
duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dari Sumatera Thawalib bergabung dengan ketiga
pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi juga baiat masuk ke dalam
Jemaat Ahmadiyah.

Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul
Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud - juru bicara
para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul
Masih II r.a.. Ia meyakinkan bahwa meskipun dia sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia,
dia akan mengirim wakil dia ke Indonesia. Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali HAOT
dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya.

Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II
r.a berangkat dari Qadian. Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali
HAOT di Tapaktuan, Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak
kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah. Pada tahun
1926, Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai organisasi.[10] Tak beberapa
lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta, ibu kota Indonesia. Perkembangan
Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat
Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin sebagai Ketua pertamanya.

Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di dalam meraih


kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih
kemerdekaan. Misalnya (alm) R. Muhyiddin. Dia dibunuh oleh tentara Belanda pada tahun
1946 karena dia merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia. Juga ada
beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dan mengorbankan diri mereka untuk negara. Sementara para Ahmadi yang lain berperan di
bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan
(alm) Mln. Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan
kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia.

Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah
satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian
hari menganugerahkan gelar veteran kepada dia untuk dedikasi dia kepada negara.

Pada tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu
Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh
Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953.

Ahmadiyah tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun
1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden
pertama Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di
Indonesia pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif
Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah. Dia terbunuh di
tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh
karena itu, iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera.

Di Era 70-an, melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi di awal 1970-an, para
ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika Rabithah Alam al Islami
menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan
fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, Banyak masjid Ahmadiyah yang
dirobohkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita
serangan secara fisik. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di
Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya (MTA).

Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat
dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan
kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim
Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka.

Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London
menuju Indonesia. Ketika itu dia sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden
Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais.[11]

Ahmadiyah Lahore

Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana
Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di
organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam
Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai "Organisasi Saudara
Muhammadiyah".[12]

Pada tahun 1926, Haji Rasul mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran
paham Ahmadiyah dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah
18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa "orang yang percaya akan Nabi
sesudah Muhammad adalah kafir". Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah,
lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi
berdiri 4 April 1930.[12]

Status di Berbagai Negara


Masjid Ahmadiyyah di Paramaribo, Suriname

Pakistan

Di Pakistan, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah sebagai non-muslim. Pada


tahun 1974, pemerintah Pakistan merevisi konstitusinya tentang definisi Muslim, yaitu
"orang yang meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir.[13] Penganut
Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, dibolehkah menjalankan kepercayaannya di
Pakistan, namun harus mengaku sebagai agama tersendiri di luar Islam.[14]

Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan semenjak tahun 1980 tentang "sesatnya
Jema’at Ahmadiyah Qadiyah yang berada di luar Islam"[15], lalu ditegaskan kembali pada
fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005 bahwa "Aliran Ahmadiyah, baik Qodiyani ataupun
Lahore, sebagai keluar dari Islam, sesat dan menyesatkan".[16][17]

Dalam pembukaan dialog antarumat beragama di Semarang pada 8 November 2013, Menteri
Agama Suryadharma Ali menyatakan solusi yang paling efektif untuk menyelesaikan
permasalahan Ahmadiyah yakni pemberangusan atau deklarasi yang menyatakan Ahmadiyah
merupakan agama baru. Ia juga menyatakan bahwa Menteri Agama tidak berwenang
melarang praktik agama Ahmadiyah di Indonesia. Ia berkata: "Di Malaysia, agama itu jelas-
jelas diharamkan. Sedangkan di Pakistan, Ahmadiyah dianggap agama minoritas non-Islam",
"Menurut saya, memang harusnya dilarang saja, lebih efektif. Tapi bukan Menteri Agama
yang melarang karena tidak punya hak. Dari sisi organisasinya itu hak Menteri Dalam Negeri
untuk menghentikan, dari segi pelarang ajaran itu kewenangan Jaksa Agung. Sedangkan dari
sisi badan hukum merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM".[18]

Malaysia

Di Malaysia Ahmadiyah telah lama dilarang.[14]

Brunei Darussalam

Sebagaimana di Malaysia, di Brunei Darussalam pun status terlarang ditetapkan untuk


Ahmadiyah.[14]

Kontroversi ajaran Ahmadiyah

Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng
karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi (Isa al Masih dan Imam Mahdi). Hal ini
bertentangan dengan pandangan umum Islam yang mempercayai Nabi Muhammad SAW
sebagai nabi terakhir, walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi
setelah masa Dia(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad SAW)
[19]
.
Perbedaan Ahmadiyah dengan Islam secara umum adalah bahwa Ahmadiyah menganggap
bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia seperti yang telah dinubuwwatkan
Nabi Muhammad SAW, sedangkan umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al
Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Di luar hal tersebut permasalahan lain hanya
sebatas perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.[butuh rujukan]

Ahmadiyah sering dikaitkan dengan kitab Tazkirah. Tazkirah ini sebenarnya bukan kitab suci
warga Ahmadiyah, melainkan buku berisi kumpulan pengalaman rohani pendiri Jemaat
Ahmadiyah, layaknya jurnal. Buku ini tidak dimiliki setiap warga Ahmadiyah pegangan dan
pedoman hidup hanyalah Al Quran-ul-Karim saja.[20]

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan
Rabwah. Hal ini tidak benar, kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci
umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.[21]

Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak
disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia
(Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.

Di luar uraian tersebut di atas, masih banyak kontroversi dan hitam putih persepsi yang tidak
bisa disamakan antara Jemaat Ahmadiyah dan umat muslim.

Ahmadiyah menurut pengikutnya

Pada tahun 1835, di sebuah desa bernama Qadian, di daerah Punjab, India, lahir seorang anak
laki-laki bernama Ghulam Ahmad. Orang tuanya Muslim dan ia tumbuh dewasa menjadi
seorang Muslim yang luar biasa. Sejak awal kehidupannya, Mirza Ghulam Ahmad sudah
amat tertarik pada telaah dan khidmat agama Islam. Ia sering bertemu dengan individual
Kristiani, Hindu ataupun Sikh dalam perdebatan publik, serta menulis dan bicara tentang
mereka. Hal ini menjadikan lingkungan keagamaan menjadi tertarik kepadanya dan ia dikenal
baik oleh para pimpinan komunitas. Mirza Ghulam Ahmad mulai menerima wahyu Ilahi
sejak usia muda dan dengan berjalannya waktu maka pengalaman perwahyuannya berlipat
kali secara progresif. Setiap wahyu yang diterimanya kemudian terpenuhi pada saatnya,
sebagian di antaranya yang berkaitan dengan masa depan masih menunggu pemenuhannya.
Dakwahnya menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau'ud (al Masih) dilakukan
pada akhir tahun 1890, dan dipublikasikan ke seluruh dunia. Pernyataannya, seperti juga
halnya para pembaharu Ilahiah lainnya seperti Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW,
langsung mendapat tentangan luas. Sebelum menyatakan dirinya sebagai Masih Mau'ud,
Allah SWT telah menjanjikan kepada Mirza Ghulam Ahmad melalui wahyu bahwa:

Aku akan membawa pesanmu sampai ke ujung-ujung dunia.

“ — Mirza Ghulam Ahmad



Wahyu ini memberikan janji akan adanya dukungan Ilahi dalam penyebaran ajaran Jemaat
yang telah dimulainya di dalam Islam. Mentaati perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad
menyatakan diri sebagai Al-Masih bagi umat Kristiani, sebagai Imam Mahdi bagi umat
Muslim, sebagai Krishna bagi umat Hindu, dan lain sebagainya. Jelasnya, ia adalah "Nabi
Yang Dijanjikan" bagi masing-masing bangsa, dan ditugaskan untuk menyatukan umat
manusia di bawah bendera satu agama. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi umat Islam
adalah seorang nabi yang membawa ajaran yang bersifat universal; dan sosok Mirza Ghulam
Ahmad yang menyatakan diri sebagai al Masih yang dijanjikan juga menyatakan dirinya
tunduk dan menjadi refleksi dari Muhammad, Khataman Nabiyin. Menjelaskan tentang
tujuan diutusnya wujud Masih Mau'ud, ia menjelaskan:

Tugas yang diberikan Tuhan kepadaku ialah agar aku dengan cara menghilangkan

“ hambatan di antara hamba dan Khalik-nya, menegakkan kembali di hati manusia,


kasih dan pengabdian kepada Allah. Dan dengan memanifestasikan kebenaran lalu
mengakhiri semua perselisihan dan perang agama, sebagai fondasi dari kedamaian
abadi serta memperkenalkan manusia kepada kebenaran ruhaniah yang telah
dilupakannya selama ini. Begitu juga aku akan menunjukkan kepada dunia makna
kehidupan keruhanian yang hakiki yang selama ini telah tergeser oleh nafsu duniawi.
Dan melalui kehidupanku sendiri, memanifestasikan kekuatan Ilahiah yang
sebenarnya dimiliki manusia namun hanya bisa nyata melalui doa dan ibadah. Di atas
segalanya adalah aku harus menegakkan kembali Ketauhidan Ilahi yang suci, yang
telah sirna dari hati manusia, yang bersih dari segala kekotoran pemikiran
polytheistik[22].
— Mirza Ghulam Ahmad ”
Menyusul wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para Muslim Ahmadi memilih
seorang pengganti sebagai Khalifah. Sosok Khalifah merupakan pimpinan keruhanian dan
administratif dari Jemaat Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jemaat Ahmadiyah di
seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad yang berkedudukan
di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara
dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.

Dengan bimbingan seorang Khalifah, Jemaat Ahmadiyah berada di barisan terdepan dalam
khidmat dan kesejahteraan kemanusiaan. Banyak sekolah-sekolah, klinik dan rumah sakit
yang didirikan di berbagai negeri, di mana mereka yang papa dan miskin dirawat secara
gratis. Saat terjadi bencana alam, Jemaat Ahmadiyah membantu secara sukarela secara
finansial ataupun fisik tanpa membedakan agama, warna kulit atau pun bangsa. Jemaat
Ahmadiyah telah memiliki jaringan televisi global yang bernama "MTA (Muslim Television
Ahmadiyya) International", yang mengudara dua puluh empat jam sehari dalam beberapa
bahasa dunia. Layanan ini diberikan tanpa memungut biaya. Jemaat Ahmadiyah telah
menyebar ke lebih dari 170 negara di dunia dan populasinya diperkirakan sudah mencapai 80
juta manusia yang telah berbai'at ke dalam Jemaat pada tahun 2001.

Bai'at dalam Jemaat Ahmadiyah

Bulan Desember 1888, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima ilham Ilahi
untuk mengambil bai'at dari orang-orang. Bai'at yang pertama diselenggarakan di kota
Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889 di rumah seorang mukhlis bernama Mia Ahmad Jaan.
Dan orang yang bai'at pertama kali adalah Hadhrat Maulvi Nuruddin (yang nantinya menjadi
Khalifah pertama Jemaat Ahmadiyah). Pada hari itu kurang lebih 40 orang telah bai'at.[23].
Sepuluh syarat Bai'at

1. Orang yang bai'at, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk
ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik.
2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi
terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara,
pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun
bagaimana juga dorongan terhadapnya.
3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena
mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa
mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw,
dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat
setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji
dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
4. Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya
dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau
dengan tangan atau dengan cara papaun juga.
5. Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang,
dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan
senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah.
Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan
akan terus melangkah ke muka.
6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar akan
menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu
akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya.
7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah
lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun.
8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih daripada jiwanya,
hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
9. Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh
mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang
dianugerahkan Allah Taala kepadanya.
10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al Masih Mau'ud",
semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf dan akan berdiri di atas
perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan
duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja.

Para Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad

Khalifah Ahmadiyah Qadiyan

1. Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih I, 27 Mei 1908 - 13 Maret 1914
2. Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih II, 14 Maret 1914 - 7
November 1965
3. Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III, 8 November 1965 - 9 Juni 1982
4. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, 10 Juni 1982 - 19 April 2003
5. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, 22 April 2003 - sekarang
Pendiri Tarekat Syadziliyah

Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili.
Nama Lengkapnya adalah Abul Hasan Asy Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar bin
Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya' bin Ward bin Baththal bin
Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad anak pemimpin pemuda ahli surga dan cucu
sebaik-baik manusia: Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah al-Zahra
binti Rasulullah SAW.[2].

Nama kecil Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin,
Julukanya adalah Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. al-Syadzili lahir di
sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah pada tahun 593 H (1197 M).
menghapal al-Quran dan pergi ke Tunis ketika usianya masih sangat muda. Ia tinggal di desa
Syadzilah. Oleh karena itu, namanya dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak
berasal dari desa tersebut.[2]

Intisari tarekat

Secara pribadi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu
juga muridnya, Syekh Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, doa,
dan hizib. Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari atau nama lengkapnya Syekh Ahmad ibnu
Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari]] (658 - 709 H )/ (1260 - 1309 M) [3] adalah orang
yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga
khasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibnu Atha'illah juga orang yang pertama kali
menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-
prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.

Melalui sirkulasi karya-karya Ibnu Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke
Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi
individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan
pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-
muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk
kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan
ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar
tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.

Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh Al-Ghazali dan Abu Talib al-Makki atau al-
Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian
mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid Al-
Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya Al-Ghazali, mewarisi
anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya Abu Talib al-Makki/ al-Makki, mewarisi anda
cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-
Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad,
Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atha'illah.

Silsilah Silsilah Sanad Tariqah Asy-Syadziliyah

 As-Syaikh As-Sayyid Abil Hasan Asy-Syadzili ra drp


 As-Syaikh Abdus Salam b Mashish ra drp
 As-Syaikh Muhammad bin Harazim ra drp
 As-Syaikh Muhammad Salih ra drp
 As-Syaikh Shuaib Abu Madyan ra drp
 As-Syaikh As-Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani ra drp
 As-Syaikh Abu Said Al-Mubarak ra drp
 As-Syaikh Abul Hasan Al-Hukkari ra drp
 As-Syaikh At-Tartusi ra drp
 As-Syaikh Asy-Shibli ra drp
 As-Syaikh Sari As-Saqati ra drp
 As-Syaikh Ma'ruf Al-Kharkhi ra drp
 As-Syaikh Daud At-Tai ra drp
 As-Syaikh Habib Al-Ajami ra drp
 Imam Hasan Al-Basri ra drp
 Sayyidina Ali bin Abu Talib ra drp
 Sayyidina Muhammad saw

Silsilah Sanad Nasab Abil Hasan Asy-Syadzili

As-Sayyid Asy-Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili

 Ali bin
 Abdullah bin
 Tamim bin
 Hurmuz bin
 Hatim bin
 Qusay bin
 Yusuf bin
 Yusya bin
 Ward bin
 Bathaal bin
 Ali bin
 Ahmad bin
 Muhammad bin
 Isa bin
 Muhammad bin
 Abi Muhammad bin
 Imam Hasan bin
 Sayyidna Ali ra dan Sayyidatina Fathimah binti
 Rasulullah Sayyidina Muhammad saw.[4]

Wejangan dasar

1. Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang tidak musyrik kepada Allah.


2. Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan
bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
3. Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang
direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
4. Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan
berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
5. Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan
dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
6. Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah,
yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung
kepada-Nya dalam keadaan susah.

Keenam atau lima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:

 Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
 Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah
atas kehormatannya.
 Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada
pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
 Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan
hidupnya.
 Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan
nikmat yang lebih besar.

Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan
akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan
tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkukuh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin
utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus
dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa
dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan
yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.

Perkembangan Tarekat

Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi
(w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran
Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan
hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan
mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan
memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita."

Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum pada
pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam
lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat
lingkaran atau diujung barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam
tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk
mengajari dan menuntun murid.

Sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya,
secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang di
sekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibnu Atha'ilah
berikut: Asma al-Latif, Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian
bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang
Dicintai membuat sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus
dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-
Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh
orang yang arif yang telah mencapai tingkatan yang tinggi.
Demografik para pengikut

Tareqat Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan
pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya
dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tareqat-tareqat yang
lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan semangat tareqat di dalam kehidupan
dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung
kemiskinan. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini
adalah kerapian mereka dalam berpakaian.

Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah "ketenagan" yang terpancar dari
tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A Schimmel
menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para
anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri'ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah
psikologis mendalam mengenai Islam pada masa awal. Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub
karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-Ghazali. Ciri "ketenangan" ini tentu saja tidak
menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih
menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar.

Disamping Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya'nya, Hakim at-
Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini adalah keyakinan mereka
bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam
Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut
tareqat ini.

Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan
tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya relatif
jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan
para anggotanya hanya membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang
(hizb), dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini
mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan
oleh seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru
tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari
sebuah tareqat.

Contoh Hizib Al Barr (Daratan)

Amalan-Amalan

[[Hizb al-Bahr]], ]]Hizb Nashor]], [[Hizb Barr]] disamping ]]Hizib al-Hafidzah]],


merupakan Hizib-Hizib yang terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini
dikomunikasikan kepadanya oleh [[Nabi Muhammad]] SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai
mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam
perjalanan dan bermanfaat dalam meningkatkan kadar ibadah kepada Allah.

Sebagai contoh, [[Ibnu Batutah]] menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-


perjalanan panjangnya, dan berhasil. Di Indonesia, di mana doa ini diamalkan secara luas,
secara umum dipercaya doa ini baik dan tidak bertentangan dengan Sunatulloh dan Sunnatur
Rosul. Untuk pengamalan hizb ini sebaiknya dalam bimbingan guru yang mengamalkannya.
Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat
lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah,
seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di Banten utara
yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah. Akan tetapi yang utama adalah Hizb tersebut
dipergunakan untuk meningkatkan kadar ibadah yang sebenarnya kepada Allah.

Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia bukan hanya merupakan
mantera megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila
dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkah dan menjamin respon supra natural dan
yang terpenting adalah mendapatkan ridha Allah. Menyangkut pemakaian hizib, wirid,
dana doa, para syekh tareqat biasanya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan
wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi
mereka tidak menyetujui murid-murid mereka mengamalkannya tanpa berlandaskan Al-
Qur'an dan tuntunan Rasululloh SAW, sebab murid tersebut sedang mengikuti suatu
pelatihan dari sang guru untuk dapat beribadah kepada Allah dengan benar.

Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari
Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat
Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin tingkah
laku islami, pemahaman, adab hati, penyaksian, pembuktian yang sangat dahsyat yang
semuanya bersumber dari Nabi Muhammad SAW.

Pengaruh dan Cabang-Cabang Tarekat Syadziliyyah

Tareqat ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di
Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa
tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang
merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang,
yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-
Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-
Faisiyyah dan al- HasyimiyyaH dan 'Alawiyah

Kata-Kata Hikmah

Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili: "Pengelihatan akan yang Haqq telah mewujud
atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga
aku memohon kepada Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian
sebuah suara memanggilku", katanya "Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana
memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun
memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu kuat memiliki-Nya."Maka akupun memohon
kekuatan dari Dia pun membuatku kuat, segala puji itu milik Allah.

Aku dipesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): "Jangan anda melangkahkan kaki
kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkan keridhoan Allah ta'ala, dan jangan duduk
dimajelis kecuali majelis yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali dengan
orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat karib kecuali
orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah."

Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ikhtiar
sendiri. Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat
kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus menjadi
tujuan dari doamu adalah untuk dapat selalu taat kepada Allah yang memiliki pemelihara
dirimu.

Seorang arif adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di dalam berbagai
macam bala' dan ni'mat yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui kesalahan-kesalahannya
di dalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya dan bersyukur atas syukur yang mendalam.

Sedikit amal dengan mengakui dan mensyukuri karunia Allah, lebih baik dari banyak amal
dengan terus merasa kurang beramal. Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang
mu'min yang berbuat dosa, niscaya ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka
bagaimanakah kiranya menjelaskan : Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang
wali, niscaya ia akan disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.

Perkembangan di Indonesia

Tarikat Syadziliyyah adalah satu di antara tarikat yang diakui di Indonesia yang tergabung
dalam Jam’iyyah Ahli al-Thariqah al-Mu’Tabarah al-Nahdliyah (JATMAN), lembaga
otonom Nahdhatul Ulama NU, yaitu Aliran-aliran tarekat yang dinilai mu'tabarah (diakui
keabsahannya) adalah: 1) 'Abbasiyah, 2) Akbariyah, 3) Baerumiyah, 4) Bakriyah, 5)
Buhuriyah, 6) Ghaibiyah, 7) Haddadiyah, 8) Idrisiyah, 9) Isawiyah, 10) Justiyah, 11)
Khadliriyah, 12) Khalidiyah wa al-Naqsyabandiyah, 13) Madbuliyah, 14. Maulawiyah, 15)
Rifa'iyah, 16) Sa’diyah, 17) Sumbuliyah, 18) Syadziliyah, 19) Syuhrawiyah, 20) Umariyah,
21) Utsmaniyah. Kemudian, 22) Ahmadiyah, 23) Alawiyah, 24) Bakdasyiyah, 25)
Bayumiyah, 26) Dasuqiyah, 27) Ghozaliyah, 28) Hamzawiyah, 29) Idrusiyah, 30) Jalwatiyah,
31) Kalsyaniyah, 32) Khalwatiyah, 33) Kubrawiyah, 34) Malamiyah, 35) Qadiriyah wa al-
Naqsyabandiyah, 36) Rumiyah, 37) Samaniyah, 38) Sya'baniyah, 39) Syathariyah, 40)
Tijaniyah, 41) Usyaqiyah, 42) Uwaisiyah, dan 43) Zainiyah.[5]

Di antara Mursyid Tarikat Syadziliyah di Indonesia adalah K.H. Abdul Jalil Mustaqim,
Mursyid Tarekat Syadziliyah Dari Tulungagung.[6]

Anda mungkin juga menyukai