PENDAHULUAN
1
Istimewa Yogyakarta. Provinsi yang mempunyai kontribusi peningkatan penjaringan suspekyang
signifikan di tahun 2011 adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
Lampung, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara.Dan di propinsi Jawa Tengah sendiri
menunjukan capain lebih tinggi yakni 637 per 100.000 penduduk di tahun 2011 dibandingkan
angka pencapaian di tahun 2010 yakni 610 per 100.000 penduduk.2
Di Puskesmas Tempuran sendiri berdasarkan data SPM periode Januari – Maret 2013
menunjukkan angka pencapaian penemuan kasus TB BTA (+) (case detection rate) yakni sebesar
10,99% dan angka pencapaian Cakupan suspek TB paru masih rendah yaitu 23% dimana jauh
dibawah standar pencapaian yang diharapkan yakni ≥ 100 % .
Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut di atas rumusan masalah adalah faktor –
faktor apa sajakah yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB Paru pada Puskesmas
Tempuran Periode Januari – Maret 2013 dan apa sajakah alternative pemecahan masalah yang
sesuai dengan penyebab masalah yang ditemukanserta apa saja kegiatan yang dapat dilakukan
untuk pemecahan masalah tersebut.
2
1. Mampu menganalisis faktor – faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan
suspek TB paru di Puskesmas Tempuran, kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
2. Mampu memberikan alternative pemecahan masalah yang menyebabkan
rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Tempuran Kabupaten
Magelang.
3. Mampu menentukan prioritas pemecahan masalah yang menyebabkan
rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Tempuran Kabupaten
Magelang.
4. Mampu menyusun rencana kegiatan (POA) pemecahan masalah terpilih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 TUBELKULOSIS
II.1.1 DEFENISI
3
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.3
Sumber penularan TB adalah pasien TB dengan BTA positif.Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.Faktor yang memungkinkan
seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.3
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap
tahun.ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi
tuberkulin negatif menjadi positif.3
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah
pasien TB BTA positif.
4
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula.
Adapun faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:
5
Gambar 1 Faktor resiko kejadian TB3
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-
course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif
(cost-efective).Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials),
pengalaman-pengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi program
penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik,
disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan
6
demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.4
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh Kemitraan global dalam penanggulangan
TB (stop TB partnership) dengan memperluas strategi dots sebagai berikut :
7
berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan merupakan tulang punggung layanan TB
dengan arahan dari subdit Tuberkulosis, sedangkan pembinaan rumah sakit berada di bawah
Ditjen Bina Upaya Kesehatan.Pelayanan TB juga diselenggarakan di praktik swasta, rutan/lapas,
militer dan perusahaan, yang seperti halnya rumah sakit, tidak berada di dalam koordinasi Subdit
Tuberkulosis. Dengan demikian kerja sama antar Ditjen dan koordinasi yang efektif oleh subdit
TB sangat diperlukan dalam menerapkan program pengendalian TB yang terpadu.4,5
Pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota merupakan tulang punggung dalam
program pengendalian TB.Setiap kabupaten/kota memiliki sejumlah FPK primer berbentuk
Puskesmas, terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), Puskesmas Satelit (PS) dan
Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Pada saat ini Indonesia memiliki 1.649 PRM, 4.140 PS
dan 1.632 PPM. Selain Puskesmas, terdapat pula fasilitas pelayanan rumah sakit, rutan/lapas,
balai pengobatan dan fasilitas lainnya yang telah menerapkan strategi DOTS.Tenaga yang telah
dilatih strategi DOTS berjumlah 5.735 dokter Puskesmas, 7.019 petugas TB dan 4.065 petugas
laboratorium.Pada tingkat Kabupaten/kota, Kepala Dinas Kesehatan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program kesehatan, termasuk perencanaan, pembiayaan dan pemantauan
pelayanannya. Di seksi P2M Wakil supervisor (wasor) TB bertanggung jawab atas pemantauan
program, register dan ketersediaan obat.5
Di tingkat Provinsi, telah dibentuk tim inti DOTS yang terdiri dari Provincial Project
Officer (PPO) serta staf Dinas Kesehatan, khususnya di provinsi dengan beban TB yang tinggi.
Di beberapa provinsi dengan wilayah geografis yang luas dan jumlah FPK yang besar, telah
mulai dikembangkan sistem klaster kabupaten/kota yang bertujuan utama untuk meningkatkan
mutu implementasi strategi DOTS di rumah sakit.Rutan, lapas serta tempat kerja telah terlibat
pula dalam program pengendalian TB melalui jejaring dengan Kabupaten/kota dan Puskesmas.
8
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkanpenyakit TB paru
dengan cara memutuskan rantai penularan,sehinggapenyakit TB paru tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakatIndonesia.
Jangka Pendek.
Tercapainya angka kesembuhan minimal 85 % dari semua penderita
baru BTA positif yang ditemukan.
Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap
sehingga pada tahun 2015 dapat mencapai 70 % dari perkiraan semua penderita
baru BTA positif.
II.1.6 PENATALAKSANAAN TB
9
Pemeriksaan dilakukan terhadap mereka yang kontak dengan pasien TB, terutama
mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya .
3. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
Penjaringan tersangka pasien secara pasif dengan promosi aktif ini dilakukan di unit
pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakatuntuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB
Unit pelayanan kesehatan yang dimaksud antara lain di puskesmas, puskesmas pembantu,
polindes dan waktu pelaksanaan puskesmas keliling. Penemuan suspek tuberkulosis di
puskesmas dilakukan di Balai Pengobatan (BP) yang melibatkan petugas BP, KIA, pengelola
program TB, dokter puskesmas dan petugas laboratorium terhadap tersangka penderita yang
datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan penyuluhan mengenai penyakit tuberculosis di UPK dalam hal ini
pengelola program TB puskesmas dapat melakukan kerjasama lintas program dengan petugas
Promosi Kesehatan (Promkes) puskesmas sehingga penyuluhan yang dilakukan dapat
terintegrasi dengan kegiatan Promkes yang menyebabkan penyuluhan mengenai penyakit
tuberkulosis dapat berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan.Disamping itu untuk
melakukan penyuluhan perorangan kepada penderita tuberkulosis dan keluarganya, pengelola
program TB puskesmas dapat juga melakukan kerjasama lintas program dengan petugas
Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) dimana petugas Perkesmas sering mengunjungi
pasien tuberculosis ke rumahnya sehingga petugas Perkesmas dapat dimintai untuk memberikan
penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dan pentingnya penderita memakan OAT sampai
selesai dan sembuh.
Selain menjaring kerjasama dengan lintas program dalam penemuan suspect Tb paru
juga dapat dilakukan melalui lintas sektoral antara lain dokter swasta,bidan dan perawat praktek
swasta dan profesi kesehatan lainnya.Dokter praktik swasta memiliki potensi untuk dilibatkan
dalam penemuan dan pengobatan penderita TB paru berdasarkan strategi DOTS. 5Dokter praktik
swasta berperan dalam penemuan kasus TB dan mengirim pasien tersangka TB untuk melakukan
10
pemeriksaan BTA sputum ke puskesmas, melakukan pengobatan sampai tuntas dengan strategi
DOTS, menunjuk PMO, membuat catatan dan pelaporan yang nantinya akan dijemput oleh
petugas puskesmas. Penderita tersangka TB yang telah melakukan pemeriksaan BTA sputum di
puskesmas hasil kiriman dokter praktik swasta, dikembalikan lagi ke dokter praktik
swasta.Supaya dokter praktik swasta tertarik dengan program ini, maka pihak puskesmas dapat
memberikan OAT secara cuma-cuma kepada dokter praktik swasta dan mempersilahkan dokter
praktik swasta mengambil biaya konsultasinya. 5
Bidan dan perawat praktik swasta dalam kemitraan program penanggulangan TB
berperan dalam menemukan penderita tersangka tuberkulosis dan mengirimnya ke puskesmas
untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum.Peran dari Dinkes dan Puskesmas adalah dengan
menyediakan sarana yang dibutuhkan praktisi swasta dalam program penanggulangan
tuberkulosis seperti pot sputum, OAT dan formulir pencatatan dan pelaporan. 5
Kemitraan yang terjalin perlu dilakukan pemantauan secara berkala, apakah masing-
masing pihak telah menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Dalam melakukan pemantauan,
sebaiknya dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten dan organisasi profesi kesehatan seperti
IDI, IBI dan PPNI. Dinas kesehatan kabupaten juga membuat kesepakatan dengan masing-
masing organisasi profesi kesehatan tersebut. 5
Adapun untuk menjaring suspek penderita TB paru harus memahami gejala gejala
penderita TB paru.Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).3
1. Gejala respiratorik
batuk berdahak 3 minggu atau lebih (gejala utama)
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
11
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.2Dan mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
a. Bahan pemeriksasan2
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquorcerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsy (termasuk biopsy jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan2
12
laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
screening)
Sedangkan hasil interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
2kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif :BTA positif
13
1kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasiliti foto
toraks, kemudian
1kali positif, 2 kali negatif BTA positif
2kali negatif BTA negative
d. Pemeriksaan biakan
II.1.6. 2. Diagnosis TB
Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu – pagi
– sewaktu (SPS).Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Jadi Suspect TB paru adalah seseorang yang berada di sekitar atau sering kontak
dengan pasien BTA positif dengan atau tanpa gejala atau tanda-tanda TB.Gejala utama batuk
berdahak 2 minggu atau lebih,batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah (haemoptysis), sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan.
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
14
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.Gambaran
kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.Untuk lebih jelasnya lihat
alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TBdan lain-
lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain – Lain
15
Gambar.2 Alur Diagnosa TB Paru
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto
toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB paru BTA positif. (lihat
bagan alur)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
16
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
17
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
o Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
18
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positi
(apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat
jarang,harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan),
radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
II.1.7 PENGOBATAN TB
19
o OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
o Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
o Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
20
(8-12) (8-12)
Bakterisid 25 35
Pyrazinamide (Z)
(20-30) (30-40)
Bakterisid 15
Streptomycin (S)
(12-18)
Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
21
Memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB dalam pengobatan diperiksa
dahaknya sampai mendapatkan hasil pembacaan.
Tugas
Mengambil dahak tersangka pasien TB, membuat sediaan dan fiksasi sediaan
dahak pasien untuk keperluan diagnosis, dan untuk keperluan follow up
pemeriksaan dahak dan merujuknya ke PRM.
Tanggung jawab
Memastikan semua kegiatan laboratorium TB berjalan sesuai prosedur tetap,
termasuk mutu kegiatan dan kelangsungan sarana yang diperlukan.Catatan :
Bilamana perlu, dalam upaya meningkatkan akses pelayanan laboratorium
kepada masyarakat, maka Puskesmas pembantu/Pustu dapat diberdayakan untuk
melakukan fiksasi, dengan syarat harus telah mendapat pelatihan dalam hal
pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak sampai fiksasi, dan keamanan dan
keselamatan kerja. Pembinaan mutu pelayanan lab di pustu menjadi tanggung
jawab PRM.
22
b. Laboratorium Rujukan Uji Silang Mikroskopis
Fungsi
Laboratorium yang melakukan uji silang dari UPK setara PPM dan PRM dalam
sistem jejaring laboratorium TB setempat dan m elakukan pembinaan
laboratorium sesuai jejaring.
Peran
Laboratorium mikroskopis TB dan Laboratorium rujukan uji silang sesuai jejaring
laboratorium TB setempat.
Tugas
1. Melaksanakan kegiatan laboratorium mikroskopis TB
2. Melaksanakan uji silang mikroskopis TB sesuaijejaring.
3. Melaksanakan pembinaan laboratorium TB, termasukEQAS sesuai
jejaring
4. Mengikuti kegiatan EQAS yang diselenggarakanlaboratorium rujukan TB
provinsi sesuai jejaring.
Tanggungjawab
a) Memastikan semua kegiatan laboratorium TB berjalansesuai prosedur
tetap, termasuk mutu kegiatan dankelangsungan sarana yang diperlukan.
b) Memastikan kegiatan uji silang dilaksanakan sesuaiprogram pengendalian
TB.
c) Memastikan pembinaan laboratorium TB dalamjejaring dilaksanakan
sesuai program.
23
Melaksanakan pemeriksaan mikroskopis, isolasi,identifikasi kuman dan uji
kepekaan (DST).
Menyelenggarakan pembinaan Lab. TB berjenjang(EQAS dan pelatihan) bagi
laboratorium TB sesuaijejaring.
Mengikuti kegiatan EQAS Laboratorium TB yangdiselenggarakan oleh
laboratorium rujukan TB regional.
Menyelenggarakan pelatihan bagi petugaslaboratorium UPK dan laboratorium
rujukan uji silang.
Tanggungjawab
a) Menentukan hasil akhir uji silang jika terjadiketidaksepahaman hasil antara lab
rujukan uji silangdan lab mikroskopis TB UPK
b) Memastikan semua kegiatan sebagai laboratoriumrujukan TB tingkat provinsi
berjalan sesuai prosedurtetap, termasuk mutu kegiatan dan kelangsungansarana
yang diperlukan.
c) Memastikan laboratorium TB uji silang yang menjaditanggung jawabnya
melaksanakan tanggung jawabmereka dengan baik dan benar.
Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku.Adapun formulir-formulir yang
dipergunakan dalam pencatatan TB dibagi berdasarkan tempatnya sebagai berikut :
24
Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
Register Laboratorium TB (TB.04).
Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan TB dapat disesuaikan
selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia.
25
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya
diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu. Pekerjaan
tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai (Drs. Sidi
Gazalba).
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar (knowledgement is justified true beliefed).
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam
peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memilliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya
sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketehui pada
dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam
diri orang tersebut menjadi proses berurutan :
1. Awarenes, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek).
2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik
buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial, dimana orang telah mulai mecoba perilaku baru.
5. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
kesadaran dan sikap.
b. Tingkat Pengetahuan
Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang mempunyai
enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):
26
1. Tahu (Know)
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.
2. Memahami (Comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi yang sebenarnya.Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.
4. Analisis (Analysis)
Universitas Sumatera UtaraKemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam suatu komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan,
memisahkan.
5. Sintesis (Sinthesis)
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek
tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).
c. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalamam
27
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan diatas (Notoadmojo, 2003)
a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%
b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75%
c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%
II.2.2. Perilaku
a. Defenisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar. Menurut Robert kwick (1974) perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.
Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya.Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar).
Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau
faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons
terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan
faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
b.Determinan Perilaku
Green (1980), mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan.
Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor
28
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes) (Notoatmodjo,
1993: 102-103). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor, yakni :
1. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan
kehamilan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat
periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Di samping itu, kadang-kadang
kepercayaan, tradisi, sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk
periksa hamil, misalnya orang hamil tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh
suntikan anti tetanus), karena suntik bisa menyebabkan anak cacat. Karena faktor ini terutama
yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
2. Faktor-faktor sarana dan prasarana (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan
seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau
Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk
berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku
pemeriksaan kehamilan tersebut di atas, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia
tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat
memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil; misalnya Puskesmas, Polindes, Bidan Praktek,
ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan,
maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung
3. Faktor-faktor sikap (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini
Undang-Undang, peraturan-peraturan bayik dari Pusat maupun Pemerintah Daerah yang terkait
dengan kesehatan.Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat, masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja,
29
malainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para
petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu Undang-Undang, peraturan-
peraturan, dan sebagainya diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.Seperti
contoh perilaku periksa hamil tersebut di atas; di samping pengetahuan dan kesadaran
pentingnya periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan
perilaku contoh dari tokoh masyarakat setempat.Demikian juga diperlukan peraturan atau
perundanganundangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil.Disimpulkan
bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan,
sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di
samping itu, ketersediaan fasilitas, dan sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. 6
Adapun secara umum urutan siklus pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,
menetapkan indictor tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja.Kemudian
mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil
pencapain.Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi
30
dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indicator tertentu yang sudah
ditetapkan.
b. Penentuan penyebab masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan curah pendapat.Penentuan penyebab masalah dilakukan dengan
menggunakan fishbone.Hal ini hendaknya jangan menyimpang dari masalah
tersebut.
c. Memilih penyebab yang paling mungkin
Penyebab masalah yang paling mgkn harus dipilih dari sebab – sebab yang
didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan.
31
Gambar 3 . Kerangka Pikir Pemecahan Masalah8
32
Gambar 4. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem8
Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai dengan
standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam
rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan
pendekatan system masalah dapat terjadi pada input maupun proses.
33
Masing-masing masalah diberi nilai 1-5.Bila makin magnitude makan nilainya makin
besar, mendekati 5.Begitu juga dalam melakukan penilaian pada criteria I dan V.
Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai dengan
standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam
rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan
pendekatan system masalah dapat terjadi pada input maupun proses.
34
BAB III
ANALISA MASALAH
Jumlah desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tempuran adalah 15 (lima belas) desa.
Daftar desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Daftar Desa Wilayah Kerja Puskesmas Tempuran
35
Tenaga Kerja Jumlah (orang) Keterangan
Dokter Umum 3 Rasio dokter umum
(3/46434) x 10.000 = 0,65
Dokter Gigi 1 Rasio dokter gigi
(1/46434) x 10.000 = 0,21
Perawat Puskesmas 4 Rasio perawat
Perawat Pustu 2
(7/46434) x 10.000 = 1,51
Perawat Gigi 1
36
Sulistyowardani jabatan SIMPUS
fungsional
3 Dr. Indraswari FK Undip Kelompok BP Umum
jabatan
fungsional
4 Drg. Dollyviatri FKG Dokter Gigi BP Gigi
Helix Magister
Nurmulianti, Manageme
MM n
5 Oslyn Merida SPK Perawat Imunisasi Kesehatan
Saragih Jiwa
6 Achmad Tohir SMEA/Pek Staf/Pekarya Bendahara
/Kes Rutin
7 Dwi Prijono SMA Staf Loket Bendahara
Pendaftaran MP
8 Sigit Indrijanto D4 Sanitarian Koord.
Kesehatan
Lingkungan
9 Rumiasih, SKM FKM Nutrisionis Koord. Gizi Bendahara
UNDIP JPKMM
10 Rini Yulianti D4 Bidan Bidan Koord. KIA Bidan Desa
Puskesmas
11 Raisman SPRG Perawat Gigi BP Gigi UKS/UKGS
PROMKES
12 Sri Riningsih SPK Perawat BP Umum Koord.
PUSTU
13 M. Sayful SLTA Pengadaan
Amsyar Perlengkapan
14 Andriani D3 Bidan Bidan Desa Koord. Bidan Desa
Imunisasi
15 Yuli Astuti SLTA Kasubag TU Administrasi
16 Sri Endang D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
Sugiarti
17 Dwi Ary D3 Bidan Bidan Koord. KB Bidan Desa
Septilestiana
18 Ragil Retno SMF Asisten Loket Obat SIMPUS
37
Kuntari Apoteker
19 Noor Hidayanto SPK Perawat Koord. P2M
20 Indra Nur D3 Perawat P2M TB BP
Wahyuni
21 Tri Prasetyono SLTP Pengemudi Pengemudi Bendahara
Barang
22 Tri Wahyuni D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
23 Dusi Catur D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
24 Ermawati D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
25 Sri Sumijati D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa PUSTU
26 Ratri Adiningsih D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
27 Agus Sunartiyah D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
28 Winandu Dwi D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
Rahayu
29 Ernayanti D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
30 Windy Ari D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
Setiani
31 Irmaya Eka D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
Setyabudi
32 Emi Lestari SLTA Laboratorium Laboratorium
Hidayati
33 Puji Sismiyati SPK Bantu Di
Loket
34 Tri Kurniawati D3 Kes Kes Gigi
Gigi
35 Agustiana D3 Rekam Rekam
Suharman, A.Md Medis Medis
36 Rokhana D3 Analis Pranata Laboratorium
Emawati, A.Md Kesehatan Laborat
37 Purwo Handoko SD Penjaga
Kantor
38 Taufik Hadi SMK Seni Petugas
Prasetyo Rupa Kebersihan
39 Dewi Upiani D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
40 Nurani Ardianita D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
38
41 Hana Setiawati, D3 Perawat Perawat
A.Md. Kep Keperawat
an
42 Nunuk D3 Perawat Perawat
Prihmiyati Keperawat
an
Sumber : Profil SDM Puskesmas Tempuran tahun 2012
39
12. Ruang perawat
13. Mushola
14. Toilet
40
III.2. Data Umum Desa Tempurejo
I. Keadaan Geografis
Desa Tempurejo berada di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah.Adapun batas Wilayah Desa Tempurejo
Sebelah Utara : Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Timur : Sungai Progo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.
Sebelah Selatan : Desa Sumber Arum Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Barat : Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.
Secara Geografis terletak pada 70º32’33’’ LS dan 110º10’50’’ BT.
41
2 Tamat SD 1385
5 Tamat D3 34
6 Tamat S1 117
7 Tamat S2 13
8 Tamat S3 1
Jumlah 3708
III.Sarana Kesehatan
Tabel 7. Jumlah Sarana Kesehatan
No Sarana Jumlah
1 Polindes 1
2 Bidan 4
3 Klinik kesehatan 2
Jumlah 7
42
BULAN
= 23 x 100% = 18,40 %
(10,7/1000x 46434) x 10/12
Dari hasil didapatkan besar cakupan suspect TB paru di Puskesmas Tempuran pada bulan
Januari – Maret 2013 18,40 %
43
Tabel 8.Data TB paru positif di Puskesmas Tempuran Januari - Maret 2013
BULAN
= 1 x 100%
(10,7/1000x 46434)x 10/12
= 7,69 %
Dari hasil didapatkan besar cakupan penemuan BTA positif di Puskesmas Tempuran
pada bulan Januari – Maret 2013 hanya sebesar 7,69 %
Jumlah pencapaian penemuan kasus BTA posiif paru di Puskesmas Tempuran adalah :
Pencapaian = Besar cakupan x 100%
Target Dinkes 2011
= 7,69% x 100%
70 %
= 10,99 %
44
45
BAB IV
KERANGKA PENELITIAN
INPUT PROSES
Man: Dokter, koordinator program P1: Penemuan
TB,petugas laborat,bidan desa,dan penderita,penyuluhan penderita
kader,Tingkat kepatuhan SOP
P2:SOP penemuan TB
Money: Dana Untuk program
penanggulangan TB ,Koordinasi dengan lintas
program lain di
Method:SOP penemuan TB Puskesmas,Koordinasi dengan
Material:Ruangan balai pengobatan unit pelayanan lain .
dan pemeriksaan, Ruangan (BKPM,dokter swasta dan bidan
Laboratorium praktek swasta)
Machine:Stetoskop,Timbangan P3: Pengawasan berkala
BB,Pot dahak,Kaca objek,Botol puskesmas,
berisi alkohol,tangkai aplikator
,lampu spirtus,rak sediaan,Cat Ziel
Nelson,Mikroskop CAKUPAN
SUSPECT TB
PARU
LINGKUNGAN
Faktor pasien TB : Pengetahuan dan perilaku penderita TB mengenai penyakit
dan penularannya TB.
Faktor pasien suspect TB (keluarga pasien):Pengetahuan dan perilaku keluarga
pasien suspect TB mengenai penyakit TB,kesadaran pemeriksaan dahak dan
kesulitan mengeluarkan dahak.
Faktor lingkungan fisik tempat tinggal pasien dan pasien suspect Tb dalam dan
pengetahuan mengenai lingkungan dan rumah yang sehat.
Peran unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta(BKPM,dokter
swasta,bidan praktek swasta)
46
IV.2 Kerangka Konsep
47
Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder .
Pengumpulan data – data tersebut dilakukan tanggal 25 – 30 April 2013. Data yang
diperoleh dianalisis melalui pendekatan sistem, baik input, proses, dengan tujuan mengetahui
permasalahan secara menyeluruh. Data kemudian diolah untuk mengidentifikasi
permasalahan.lalu dilakukan analisis masalah dengan mencari kemungkinan penyebab
melalui pendekatan sistem dengan diagram fishbone. Kemudian dilakukan konfirmasi
penyebab yang paling mungkin ke koordinator P2M TB Paru.Kemudian menentukan
prioritas alternative pemecahan masalah secara sistematis yang paling mungkin dilaksanakan
dengan menggunakan kriteria matriks.Setelah itu, dibuat plan of action berdasarkan prioritas
pemecahan masalah.
48
Penulis memilih judul “Rencana Peningkatan Cakupan suspect TB Paru di
Puskesmas Tempuran, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang. Evaluasi
Manajemen Program, Program Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Menular (P2PM) Periode Januari-Maret 2013” Penulisan tugas mandiri ini dilakukan
untuk menganalisis faktor – faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru,
menentukan alternatif pemecahan masalah dan prioritas pemecahan masalah serta
merencanakan kegiatan yang akan dilakukan. Cakupan penemuan suspek TB paru yang
dianalisis hanya 3 bulan, yaitu bulan Januari - Maret 2013, sesuai dengan hasil cakupan bulan
berjalan SPM 2013, dimana pencapaian cakupan suspek TB paru yang diraih Puskesmas
Tempuran masih di bawah target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang.
49
6. Tingkat kepatuhan adalah penilaian tehadap tingkat ketaatan tenaga
kesehatan Puskesmas Tempuran dalam melaksanakan segala sesuatu
yang telah diatur.Tingkat kepatuhan ini dilihat dari hasil pengamatan
terhadap tingkat kepatuhan SOP penjaringan suspect dan pemeriksaan
dahak di Puskesmas Tempuran yang diberi penilaian dengan rumus
Jumlah Ya : Jumlah (Ya + Tidak) x 100 %. Yang apabila CR > 80 %
dianggap tingkat kepatuhannya baik.
7. Standard Operating Procedures (SOP) adalah serangkaian instruksi
tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan
administrasi serta bagaimana,kapan harus dilakukan,dimana dan oleh
tenaga kesehatan Puskesmas Tempuran dalam penjaringan suspect TB
paru dan pemeriksaan dahak pasien suspect TB.
8. Penyuluhan adalah ilmu social yang mempelajari system dan proses
perubahan pada masyarakat di wilayah Puskesmas Tempuranagar dapat
terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang
diharapkan.Penyuluhan yang dimaksud adalah penyuluhan mengenai
TB paru kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tempuran.
9. Faktor lingkungan fisik adalah faktor lingkungan yang berwujud fisik
yakni rumah yang sehat yang manaadalah rumah yang memenuhi
kriteria rumah sehat yakni meliputi komponen rumah (bangunan),
sarana sanitasi, perilaku penghuni yang dimana hasil akhirya
menggunakan skoring dengan jumlah rumah sehat sebesar 1008-1388,
rumah kurang sehat sebesar 614-1007, dan rumah tidak sehat sebesar
229-613.
10. Unit Pelayanan Kesehatan adalah suatu badan/suatu profesi kerja yang
melaksanakan kegiatan proses pemenuhan kebutuhan kesehatan.Dan
unit pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah unit pelayanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta (BKPM,dokter praktek
swasta dan bidan praktek swasta) yang menjaring kemitraan kerja
dengan Puskesmas Tempuran untuk menjaring pasien suspect TB paru.
50
paru(suspect TB) yakni keluarga pasien yang diperiksa dahaknya yakni di Dusun JambuDesa
Tempurejo.
Faktor Eksklusi adalah penderita TB paru di Dusun Jambu DesaTempurejo yangsudah
mendapatkan pengobatan atau sudah sembuh dari penyakit TB paru BTA (-).
BAB VI
HASIL PENELITIAN
51
Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan digambarkan melalui tabel
diantaranya,tabel hasil pengamatan tigkat kepatuhan SOP,tabel hasil wawancara dengan
koordinator TB dan tabel skor penilaian tingkat pengetahuan dan perilaku pasien TB dan
suspect TB.Dibawah ini dijelaskan satu demi satu hasil penelitian :
VI.1 Hasil pengamatan Tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam penjaringan suspect
dan Tingkat kepatuhan SOP dalam pemeriksaan dahak
6.1.1 Hasil pengamatan Tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam penjaringan suspect TB
Tabel dibawah ini menunjukan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 27 - 29 April
2013di balai pengobatan terhadap dokter mengenai tingkat kepatuhan SOP penjaringan
suspect TB,mendapatkan 5 orang pasien yang dipilih dengan keluhan batuk.
Keterangan :
Penilaian
Ya : nilai 1
Tidak : nilai 1
Pasien
Untuk kepatuhan terhadap pasien suspect TB paru dinilai dari nomor 1.I dan 1.II -10
Untuk kepatuhan terhadap pasien suspect bukan TB paru dinilai nomor 1.I dilanjtukan nomor
2,5,8 dan 10
Tabel 10 .Hasil pengamatan tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam penjaringan suspect TB
52
N SOP dalam penjaringan Ya Tida Ya Tida Ya Ti Ya Tid Ya Tida
o suspect TB k k da ak k
k
Petugas melakukan
1.
anamnesis :
I. Gejala Utama
Lama batuk :
a. < 3 minggu
b. ≥ 3
minggu/lebi
h
c. Nyeri dada √
d. Demam √
e. Keringat malam √
4. Petugas menentukan √
diagnosa sementara
5. Petugas merujuk ke RS
bila diperlukan
6. Petugas merujuk ke √
53
laboratorium
7. Petugas memberikan √
pengobatan sesuai protap
TBC bila positif TBC
8. Petugas memberikan √
pengobatan sesuai dengan
diagnosa bila bukan TBC
10 0 5 0 10 0 5 0 5 0
Total
Keterangan :
∑ ya
∑ ya + tidak
20
x 100 % = 100 %
54
20+0
15
X 100 % = 100 %
15+ 0
Dari tabel dan perhitungan diatas menunjukan bahwa tingkat kepatuhan terhadap SOP
penjaringan pasien suspect TB adalah baik.
6.1.2 Hasil pengamatan tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam pemeriksaan dahak/sputum
Keterangan :
Penilaian
Ya : nilai 1
Tidak : nilai 1
Tabel 11. Hasil pengamatan Tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam pemeriksaan
dahak/sputum
2. Petugas mengambil
bagian dahak yang
55
purulen atau berdarah saja
3. Petugas mengahpus
spesimen di bagian tengah
kaca sediaan dengan
ukuran 3 x 2 cm
4. Petugas membuang
tangkai aplikator
kedalam ember
pembuangan setelah
digunakan
5. Petugas membersihkan
ose ke dalam pasir
alkohol dan bakar sampai
merah menyala dan
biarkan dingin
6. Petugas mengeringkan
sediaan di atas rak
sediaan dan jauhkan dari
sinar matahari langsung
7. Petugas melakukan
fiksasi dengan pemanasan
setelah sediaan kering
8. Petugas meletakkan
sediaan menghadap
keatas pada rak
pengecatan
56
almpu spirtus samapai
keluar uap api,hentikan
pemanasan bila timbul
uap api.
11. Petugas mendiamkan
pewarna yang telah panas
diatas sediaan minimal 5
menit
12. Petugas mencuci dengan
hati hati setiap sediaan
dengan air mengalir
57
PRM( Puskesmas
Salaman I) untuk dibaca
Total
15 3 15 3 15 3
Keterangan :
∑ ya
∑ ya + tidak
45
X 100 % = 83,33 %
45 + 9
Dari hasil tabel diatas menunjukan tingkat kepatuhan terhadap SOP pemeriksaan dahak
adalah baik.
Berikut di bawah ini adalah hasil wawancara dengan coordinator P2M TB paru di
Puskesmas Tempuran tanggal 29 April 2013.
Tabel 12. Hasil Wawancara dengan koordinator P2M TB Paru di Puskesmas Tempuran
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apakah terdapat target Ya ada, Penjaringan TB dilaksanakanselain di BP
penjaringan TB paru selain di Puskesmas juga di Pustu dan PKD.
puskesmas Tempuran?
2. Bagaimana penjaringan suspek Pada PKD dan Pustu penjaringan awal dilakukan
58
TB paru dilakukan? dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien suspek TB, kemudian pasien suspek TB
tersebut dianjurkan ke Puskesmas untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
3. Apakah pot dahak juga Pada pasien suspek TB paru yang dijaring di Pustu
diberikan pada pasien suspek TB atau PKD diberikan pot dahak untuk menampung
yang ditemukan di PKD, Pustu dahaknya, dan pot dahak dibawa ke puskesmas oleh
atau Puskesling? pasien, tetapi keputusan untuk datang ke puskesmas
ada di tangan pasien sendiri.
4 Apakah setiap pasien yang Tidak,biasanya pasien hanya 2 kali.Pasien
disuspect TB paru dilakukan diberikan 2 pot dahak, kemudian diminta datang
pemeriksaaan dahak sebanyak 3 kembali keesokan harinya dengan membawa pot
kali (S_P_S) yang sudah berisi dahak pasien. Dahak sewaktu
bangun pagi pada 1 pot. Dahak saat sebelum
berangkat ke puskesmas pada 1 pot lainnya. Saat
pasien datang keesokan harinya, pasien diminta
mengeluarkan dahak di laboratorium pada pot ke 3
5. Bagaimana tindak lanjut pada Pasien diajarkan terlebih dahulu cara – cara
pasien yang sulit mengeluarkan mengeluarkan dahak
dahak?
6. Apakah terdapat penjemputan Kadang iya, kadang tidak.
dahak bagi pasien suspek TB
yang tidak mengembalikan pot
dahak?
7. Apakah terdapat kunjungan ke Ya, bila ada BTA (+) dikunjungi ke rumahnya, dan
rumah pada pasien TB seluruh anggota keluarga disuruh melakukan
(pemeriksaaan kontak) dan pemeriksaan sputum.Jadwal kunjungan dibuat
keluarga penderita TB paru? berdasarkan register penderita di Puskesmas
Tempuran dan dilakukan juga penyuluhan
mengenai TB paru.
8. Apakah ada koordinasi dengan Ada,biasanya dilakukan koordinasi dengan progam
lintas program lain di Puskesmas Gizi,Kesling dan KIA dalam program
dalam program penemuan penyuluhan.Bila ada penyuluhan dari bagain
suspect TB paru? tersebut dimasukan juga penyuluhan materi TB.
9. Apakah didata pasien suspek TB Tidak, hanya dilakukan pendataan suspek TB yang
59
yang datang ke praktek dokter datang ke puskesmas
umum, bidan dan poliklinik
swasta?
10. Apakah ada Koordinasi dengan Tidak ada.
unit pelayanan lain
(BKPM,dokter swasta dan bidan
praktek swasta) seperti
pendataan ulang jumlah suspect
TB yang datang ke unit
pelayanan tersebut?
11 Apakah ada kerjasama/ Ya ada kerjasama antara koordiator TB dengan
pemberdayaan kader kesehatan kader kesehatan tapi tidak ada kader khusus
desa dalam penemuan pasien TB.Tiap kader kesehatan yang dapat menemukan
suspek TB. suspect TB dan bila disarankan untuk ke puskesmas
diberikan uang 5000/pasien. Namun sampai saat ini
belum ada peningkatan angka cakupan suspect TB
dari penemuan kader.
12 Kendala apa yang sering Dari sisi masyarakat, pengetahuan tentang TB dan
ditemukan dalam penjaringan keinginan berobatnya masih rendah, terutama pada
suspek TB paru? pasien suspek TB paru yang di anjurkan ke
puskesmas dari PKD, pustu dan puskesling,
seringkali mereka tidak ke puskesmas.
Selain itu yg menjadi kendala juga adalah beberapa
pasien suspect TB paru sulit ataupun malu
mengeluarkan dahak di Puskesmas.
13. Bagaimana tatacara laporan Laporan P2M TB dilaporkan ke dinkes kabupaten
jumlah pasien suspek TB? tiap 3 bulan, disertai dengan data pencapaian
program. Evaluasi program dilaksanakan 6 bulan –
1 tahun.
14. Apakah alat dan bahan di Semua alat dan bahan tersedia lengkap, semua di
laboratorium untuk pemeriksaan sediakan oleh dinas kesehatan.
dahak suspect TB paru tersedia
lengkap?
15. Apakah bahan-bahan untuk Iya, selalu tersedia, setiap kali bahan – bahan
pemeriksaan BTA selalu tersedia tinggal sedikit dibuat pelaporan ke dinas kesehatan
dari dinas kesehatan kabupaten? dan dengan segera disediakan.
60
16. Apakah semua alat untuk Semuanya dalam kondisi baik.
pemeriksaan BTA dalam kondisi
baik?
17. Apakah pernah ada pelatihan Pernah dilakukan,setahun sekali. Terakhir di
untuk petugas laboratorium lakukan pelatihan pada bulan Juli 2012
dalam pemeriksaan dahak pada
suspect TB paru?
18. Apakah pernah ada pelatihan Pernah dilakukan,terakhir pada bulan Juli 2012.
laboratorium dalam pemeriksaan
dahak pada suspect TB paru?
19. Apakah ada pamflet atau poster Ada,pamflet dan poster di dalam laboratorium saja
yang terpasang untuk sosialisi
penyakit TB paru?
Responden terdiri dari 10 reponden yang mana digambarkan pada tabel berikut ini :
2-10 : Keluarga dan tetangga pasien yang sering kontak dengan pasien BTA positif
61
menular?
6 Apakah anda tahu berapa lama 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1
pengobatan flek paru?
7. Apakah anda tahu obat flek paru 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1
gratis dari pemerintah?
8. Apakah anda pernah/sedang 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1
mengalami gejala seperti batuk
berdahak lama, badan lemah,
berat badan menurun, nafsu
makan menurun, berkeringat di
malam hari?
9. Apakah di lingkungan sekitar 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1
rumah (tetangga) anda ada yang
mempunyai gejala serupa seperti
anda (seperti diatas)?
Penilaian
≤ 5: Pengetahuan kurang
6-7: Pengetahuan cukup
8-10 : Pengetahuan baik
62
Kesimpulannya pengetahuan penduduk desa yang suspek TB tentang TB paru adalah masih
kurang.
Penilaian
< 3: perilaku kurang
4-5: Perilaku cukup
6: Perilaku baik
Dari hasil survey, didapatkan 3 responden (30 %) perilaku cukup dan 7 responden
(70%) yang perilaku kurang. Kesimpulannya perilaku pasien dan pasien suspect TB paru
menenai kesehatan adalah kurang.
63
6.3.3 Hasil Kuisioner Kepemilikan Rumah Sehat
Kuisioner ini hanya menilai 3 rumah saja pasien suspect TB paru dimana respondennya
adalah 10 reponden diatas dimana responden
3 Lantai a. Tanah/papan 0 0%
b. Seluruh lantai plester kasar (terasah) 2 66,66 %
c. Seluruh kedap air dan sebagian 1 33,33 %
0
keramik
d. Seluruh lantai pasangan keramik
4 Pintu a. Hanya ada pintu utama 0 0%
b. Setiap ruang tidur terpasang pintu 3 100 %
c. Setiap pintu ruang tidur terpasang 0 0%
kasa nyamuk
5 Jendela kamar a. Tidak ada 0 0%
b. Ada 3 100%
tidur
6 Ruang a. Tidak ada 0 0%
b. Ada 3 100%
keluarga
7 Ventilasi a. Tidak ada 0 0%
b. Ada, < 10% LL 0 0%
64
c. Ada, 10 % LL tidak dipasang kassa 3 100 %
d. Ada, 10% LL dan dipasang kassa 0 0%
8 Lubang asap a. Tidak ada 3 100 %
b. Ada 0 0%
dapur
c. Ada dan berfungsi dengan baik 0 0%
9 Pencahayaan a. Tidak terang, tidak dapat digunakan 0 0%
untuk membaca
Alamiah
3 100 %
b. Kurang terang, bila untuk membaca
terasa sakit 0 0%
c.Terang, enak untuk membaca dan tidak
silau
65
1 Membuka Jendela a. Tidak pernah dibuka 0 0%
b. Kadang-kadang 2 66,66 %
c. Setiap hari dibuka 1 33,33 %
2 Menyapu dan a. Seminggu 0 0%
b. Tiap 3 hari 1 33,33 %
mengepel rumah
c. Setiap hari 2 66,66 %
3 Cara membuang a. Ke sungai/kebun/kolam 3 100 %
b. Ke WC/Jamban 0 0%
tinja
4 Pengelolaan a. Dibuang ke sungai/kebun 3 100 %
b. Ke TPS/Petugas sampah 0 0%
sampah
c. Dimanfaatkan/daur ulang 0 0%
Dari kriteria rumah sehat didapatkan bahwa semua pasien suspect TB paru memiliki
rumah kurang sehat karena pengetahuannya yang kurang.
66
Tabel 16. Hasil Skor penilaian kriteria rumah sehat (LAMPIRAN)
BAB VII
PEMBAHASAN
Dari hasil survei yang dilaksanakan dari tanggal 27 - 29 April 2013 di balai
pengobatan Puskesmas Tempuran, ruang laboraorium dan di Desa Tempurejo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang didapatkan bahwa rendahnya cakupan suspek TB dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah kurangnya pengetahuan pasien dan suspect
TB paru (keluarga dan lingkungan sekitar) terhadap penyakit TB paru, kurangnya
pengetahuan mengenai lingkungan dan kepemilikan rumah sehat, kurangnya perilaku dan
kesadaran pasien suspect TB untuk mengumpulkan dahak dan adanya kesulitan dalam
mengeluarkan dahak, kurang optimalnya pemberdayaan kader kesehatan desa dalam
menemukan pasien suspect TB paru,masih kurangnya pemberian penyuluhan tentang TB
paru kepada masyarakat dan kader, kurangnya peran serta unit pelayanan kesehatan
lain(dokter praket swasta dan bidan swasta) dalam menemukan suspect TB paru, tidak ada
koordinasi dengan unit pelayanan kesehatan lain baik pemerintah maupun swasta
(BKPM,dokter praktek swasta,bidan swasta) dalam pencatatan dan pendataan terhadap
pasien suspek TB paru yang memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan tersebut.
Sedangkan tingkat kepatuhan SOP tenaga kesehatan dalam penjaringan suspect TB
paru dan tingkat kepatuhan petugas laboratorium dalam pemeriksaan dahak pasien suspect
TB paru adalah tidak menjadi masalah dalam rendahnya cakupan suspek TB karena dari hasil
pengamatan didapatkan bahwa tingkat kepatuhan untuk penjaringan suspect TB adalah 100 %
sedangkan untuk pemeriksaan dahak pasien suspect TB adalah 83.33 %.
67
VII .2 ANALISIS PENYEBAB MASALAH
68
Ketersediaan alat – alat di laboratorium sosialisasi penyakit TB.
untuk melakukan pemeriksaan sampel dahak
(pot dahak, objek glass, pipet, reagen
pewarna, lampu spiritus, dll).
Ketersedian form laboratorium dan buku
register untuk pemeriksaan dan pencatatan
hasil pemeriksaan laboratorium.
Ketersediaan pamflet mengenai TB paru di
laboratorium.
69
Adanya kegiatan aktif dari petugas Kurangnya peran aktif kader
kesehatan untuk melakukan kegiatan untuk membantu petugas
kunjungan rumah dalam kegiatan kesehatan dalam penemuan
pemeriksaan kontak dankeluarga pasien suspek TB.
serta dilakukan penyuluhan mengenai TB
dan keluarga pasien disarankan untuk
memeriksakan dahaknya.
Ketersediaan alat untuk melakukan
pemeriksaan fisik untuk pemeriksaan
pasien di Puskesmas dan pustu.
Pemeriksaan sputum/dahak pada pasien
suspect TB di laboratorium puskesmas
Tempuran selama jam kerja dari hari Senin -
Sabtu dari jam 08.00 - 13.00.
P2 Petugas kesehatan (bidan, dokter dan Pengambilan dahak tidak
perawat) di BP umum sudah menjalankan dilakukan tiga kali (SPS) tapi
SOP penjaringan suspect TB dengan hanya dua kali.
Beberapa pasien suspect TB
melakukan anamnesis dan pemeriksaan
tidak kembali untuk
fisik kepada pasien tersangka TB dan
mengumpulkan sampel dahak.
melakukan rujukan ke laboratorium untuk
Jumlah penyuluhan TB
melakukan pemeriksaan dahak.
paruyangmasih kurang baik
Petugas laboratorium sudah menjalankan
untuk kader dan terutama di
SOP pememeriksaan dahak pada suspect
lingkungan masyarakat dengan
TB paru dan tiap pasien mendapatkan pot
BTA positif.
dahak dan pengarahan cara mengeluarkan
Tidakadanya koordinasi
dahak.
dengan unit
Petugas kesehatan di pustu, posyandu
pelayanankesehatan baik
memberikan anjuran untuk melakukan
pemerintah maupun swasta
pemeriksaan dahak ke puskesmas pada
dalam pendataan pasien
pasien suspek TB yang ditemukan.
Adanya kerjasama lintas program dengan suspek TB paru yang
Gizi,KIA dan Kesling dalam penyuluhan memeriksakan diri ke
TB paru pada masyarakat pelayanan kesehatan swasta
(bidan, dokter praktek swasta,
BKPM)
70
P3 Terdapatnya laporan mengenai jumlah Tidak adaevaluasi dan laporan
pasien suspek TB di puskesmas yang pendataan khusus terhadap pasien
didapatkan dari rekam medik di BP dan suspek TB paru yang
laboratorium memeriksakan diri ke pelayanan
Selaluada pencatatan pasien suspek TB kesehatan swasta (bidan, dokter
berdasarkan desa asal tempat praktek swasta, BKPM).
tinggal(alamat lengkap).
Adanya laporan P2M TB dilaporkan ke
dinkes kabupaten tiap 3 bulan, disertai
dengan data pencapaian program.
Evaluasi program dilakukan 6 bulan – 1
tahun sekali
Dari hasil pengamatan dan survey yang dilakukan didapatkan beberapa penyebab
masalah adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada kader khusus untuk TB
2. Kurang optimalnya pemberdayaan kader kesehatan desa dalam menemukan pasien
TB paru.
3. Masih kurangnya pengetahuan dari kader kesehatan mengenai penyakit TB paru.
4. Cara pengumpulan dahak yang kurang tepat yakni hanya dua kali
5. Kurangnya poster dan leaflet di tempat – tempat umum untuk sosialisasi penyakit TB.
6. Kurangnya pengetahuan pasien TB dan keluarga pasien(suspect TB) mengenai
penyakit TB dan kurang pengetahuan mengenai lingkungan dan rumah yang sehat
7. Kurangnya kesadaran pasien suspect TB untuk diperiksakan dan memeriksakan
dahaknya ke puskesmas
8. Kesulitan pasien suspect TB dalam mengeluarkan dahak.
9. Masih kurangnya peran serta dari unit pelayanan kesehatan lain seperti dokter praktek
swasta dan bidan praktek swasta dalam dalam menemukan pasien suspect TB paru.
10. Masih kurangnya jadwal rutin penyuluhan tentang TB kepada masyarakat dan kader
kesehatan.
11. Kurangnya peran aktif kader untuk membantu petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TB.
12. Pengambilan dahak tidak dilakukan tiga kali(SPS) tapi hanya dua kali.
13. Beberapa pasien suspect TB tidak kembali untuk mengumpulkan sampel dahak.
14. Jumlah penyuluhan TB paru yang masih kurang baik untuk kader dan terutama di
lingkungan masyarakat dengan BTA positif.
71
15. Tidakadanya koordinasi dengan unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta dalam pendataan pasien suspek TB paru yang memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan swasta (bidan, dokter praktek swasta, BKPM)
16. Tidak ada evaluasi dan laporan pendataan khusus terhadap pasien suspek TB paru
yang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan swasta (bidan, dokter praktek swasta,
BKPM).
72
MAN
Input Tidak ada kader khusus untuk TB
Machine
Kurangnya poster dan leaflet di
Kurang optimalnya pemberdayaan bidan desa dan kader kesehatan desa dalam
tempat – tempat umum untuk memberikan penyuluhan tentang TB paru.
sosialisasi penyakit TB.
Masih kurangnya pengetahuan dari kader kesehatan mengenai penyakit TB paru.
Material
Money
Tidak ada masalah
Method
Cara pengumpulan dahak yang kurang tepat yakni hanya
dua kali.
Cakupan Suspek TB Paru di Puskesma
Tempuran 1 %
P2
Pengambilan dahak tidak dilakukan tiga kali (SPS)
P1
Masih kurangnya jadwal rutin penyuluhan
Beberapa pasien suspect TB tidak kembali untuk mengumpulkan sampel
tentang TB kepada masyarakat dan kader Lingkungan
dahak.
kesehatan. Kurangnya pengetahuan pasien TB dan keluarga
Kurangnya pengetahuan TB paru pada kader – kader kesehatan di desa pasien(suspect TB) mengenai penyakit TB dan kurang
Kurangnya peran aktif kader untuk pengetahuan mengenai lingkungan dan rumah yang sehat
membantupetugas kesehatan dalam Jumlah penyuluhan TB paru yang masih kurang baik untuk kader dan
terutama di lingkunganmasyarakat denganBTA + Kurangnya kesadaran pasien suspect TB untuk diperiksakan
penemuan suspek TB.
dan memeriksakan dahaknya ke puskesmas
Tidakadanya koordinasi dengan unitpelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta dalampendataanpasien suspekTB paru yang memeriksakan
Kesulitan pasien suspect TB dalam mengeluarkan dahak.
diri ke pelayanankesehatan swasta (bidan, dokter praktek swasta, BKPM)
Masih kurangnya peran serta dari unit pelayanan kesehatan
PROSES P3 lain seperti dokterpraktek swasta dan bidan praktek swasta
Tidak ada evaluasi dan laporan pendataan khusus terhadap pasien suspek TB paru yang
dalam menemukan pasien suspect TB paru.
memeriksakandiri ke pelayanankesehatanswasta (bidan, dokterpraktek swasta,BKPM).
74
mengeluarkan dahak. pengeluaran dahak dengan baik dan meminta
dukungan dari anggota keluarga untuk
memberi dorongan pasien untuk bisa
mengeluarkan dahaknya.
9. Masih kurangnya peran serta dari unit Melakukan kerjasama dengan cara
pelayanan kesehatan lain seperti dokter menghimbau dokter praktek swata dan bidan
praktek swasta dan bidan praktek dan praktek swasta apabila menemukan pasien
swasta dalam dalam menemukan pasien suspect TB disarankan untuk datang
suspect TB paru memeriksakan diri ke puskesmas
10. Masih kurangnya jadwal rutin Membuat jadwal khusus untuk penyuluhan TB
penyuluhan tentang TB kepada paru diluar jadwal penyuluhan bersama dengan
masyarakat dan kader kesehatan. lintas program lain
11. Kurangnya peran aktif kader untuk Menggalang pembentukan kader khusus TB.
membantu petugas kesehatan dalam dan saran tetap memberikan mereka”hadiah”
penemuan suspek TB. apabila menemukan pasien suspect TB seperti
yang telah dijalankan sebelumnya sehingga
dorongan untuk menemukan suspect TB paru
makin tinggi.
12. Pengambilan dahak tidak dilakukan tiga Sosialisasi kepada petugas laboratorium
kali(SPS) tapi hanya dua kali. mengenai pentingnya pengambilan dahak
sesuai prosedur yang mempengaruhi hasil
pemeriksaan dahak tersebut.
13. Beberapa pasien suspect TB tidak Memberikan penyuluhan mengenai TB paru
kembali untuk mengumpulkan sampel terutama cara mendiagnosa TB paru dengan
dahak. pemeriksaan dahak sehingga meningkatkan
keinginan mereka untuk memriksa dahak
14. Jumlah penyuluhan TB paru yang masih Meningkatan jumlah penyuluhan TB dengan
kurang baik untuk kader dan terutama di membuat jadwal khusus tentang penyuluhan
lingkungan masyarakat dengan BTA TB paru diluar jadwal penyuluhan bersama
positif dengan lintas program lain
15. Tidakadanya koordinasi dengan unit Membuatkanformulirdan diisi oleh unit
pelayanan kesehatan baik pemerintah pelayanan kesehatan tersebut mengenai data
maupun swasta dalam pendataan pasien pasien suspek TB yang datang periksa ke unit
75
suspekTB paru yang memeriksakan diri pelayanan kesehatan tersebut.
ke pelayanan kesehatan swasta (bidan,
dokter praktek swasta, BKPM)
16. Tidak ada evaluasi dan laporan Mengikutsertakan unit pelayanan kesehatan
pendataan khusus terhadap pasien lain dalam evaluasi jumlah cakupan suspek TB
suspek TB paru yang memeriksakan diri dan pembuatan data khusus pasien suspect TB
ke pelayanan kesehatan swasta (bidan, yang memeriksakan dirinya ke pelayanan
dokter praktek swasta, BKPM). kesehatan lain.
77
Masih kurangnya jadwal rutin penyuluhan
tentang TB kepada masyarakat dan kader
kesehatan.
78
Memberikan penyuluhan kepada 5 4 5 2 50 I
masyarakat dan kader TB mengenai
TB paru dimulai dari defenisi
,gejala,diagnosa dengan pemeriksaan
dahak,cara mengeluarkan dahak
dengan baik,pencegahan dengan
memlihara lingkungan sehat dan
kepemilikan rumah yang sehat.
Sosialisasi kepada petugas 3 4 5 2 30 IV
laboratorium mengenai pentingnya
pengambilan dahak sesuai prosedur
yang mempengaruhi hasil
pemeriksaan dahak tersebut
Melakukan kerjasama dengan cara 4 4 3 2 24 III
menghimbau dokter praktek swata dan
bidan praktek swasta apabila
menemukan pasien suspect TB
disarankan untuk datang
memeriksakan diri ke puskesmas
Membuat jadwal khusus untuk 3 3 5 1 45 II
penyuluhan TB paru diluar jadwal
penyuluhan bersama dengan lintas
program lain
79
data khusus pasien suspect TB yang
memeriksakan dirinya ke pelayanan
kesehatan lain.
Berdasarkan matriks MIVC maka didapatkan prioritas alternatif pemecahan masalah sebagai
berikut:
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan kader TB mengenai TB paru dimulai
dari defenisi ,gejala,diagnosa dengan pemeriksaan dahak,cara mengeluarkan dahak
dengan baik,pencegahan dengan memlihara lingkungan sehat dan kepemilikan rumah
yang sehat dan penggunaan poster yang sudah ada sebagai penyuluhan pasif kepada
masyarakat.
2. Membuat jadwal khusus untuk penyuluhan TB paru diluar jadwal penyuluhan bersama
dengan lintas program lain
3. Melakukan kerjasama dengan cara menghimbau dokter praktek swata dan bidan praktek
swasta apabila menemukan pasien suspect TB disarankan untuk datang memeriksakan
diri ke puskesmas
4. Sosialisasi kepada petugas laboratorium mengenai pentingnya pengambilan dahak sesuai
prosedur yang mempengaruhi hasil pemeriksaan dahak tersebut
5. Menggalang pembentukan kader khusus TB dansaran untuk tetap memberikan
mereka”hadiah” apabila menemukan pasien suspect TB seperti yang telah dijalankan
sebelumnya sehingga dorongan untuk menemukan suspect TB paru makin tinggi.
6. Membuatkanformulirdan diisi oleh unit pelayanan kesehatan tersebut mengenai data
pasien suspek TB yang datang periksa ke unit pelayanan kesehatan tersebut.
7. Mengikutsertakan unit pelayanan kesehatan lain dalam evaluasi jumlah cakupan suspek
TB dan pembuatan data khusus pasien suspect TB yang memeriksakan dirinya ke
pelayanan kesehatan lain.
80
baik,pencegahan dengan memlihara lingkungan
sehat dan kepemilikan rumah yang sehat dan
penggunaan poster yang sudah ada sebagai
penyuluhan pasif pada masyarakat setiap 6 bulan
sekali
81
8. Mengikut sertakan unit pelayanan kesehatan lain Rapat lintas sektor dalam evaluasi dan
dalam evaluasi jumlah cakupan suspek TB dan pendataan data khusus TB
pembuatan data khusus pasien suspect TB yang
memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan
lain.
82
VII.8 Plan Of Action
Tabel 20. Plan of Action
No Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Pelaksana Waktu Dana Metode Tolak ukur
1. Penyuluhan Meningkatnya Masyarakat Balai Bagian 6 bulan Dana Penyuluha Proses:
TB Paru pengetahuan dan kader Desa P2M TB sekali Operasiona n Terselenggaranya
masyarakat dan di area Paru dan untuk l penyuluhan tentang
kader tentang TB wilayah Bagian setiap desa Puskesmas TB Paru
Paru dari defenisi kerja Promkes Tempuran Hasil: Meningkatnya
,gejala,diagnosa Puskesmas pengetahuan
dengan pemeriksaan Tempuran masyarakat tentang TB
dahak,cara Paru
mengeluarkan dahak
dengan
baik,pencegahan
dengan memlihara
lingkungan sehat
dan kepemilikan
rumah yang sehat
dan penggunaan
poster yang sudah
ada sebagai
penyuluhan pasif
83
pada masyarakat.
3. Pembuatan Membuat jadwal Bagian Aula Koordinat 1 atau 2 Dana Diskusi Proses :
jadwal khusus untuk P2PM TB Puskesma or P2PM kali dalam Operasiona Terselenggaranya
penyuluhan TB paru paru s TB paru 6 hari jam l diskusi tersebut
diluar jadwal Tempuran kerja Puskesmas Hasil :
penyuluhan bersama Tempuran Terbentuknya jadwal
dengan lintas khusus untuk
program lain penyuluhan TB
4. Rapat lintas Menjalin kerjasama Puskesmas Aula Kepala 1 kali Dana Rapat Proses:
sektor dengan dokter Tempuran,d Puskesma Puskesma dalam 6 Operasiona Terlaksanannya jalinan
praktek swasta dan okter s s hari jam l kerjasama tersebut
bidan swasta dalam praktek Tempuran Tempuran kerja Puskesmas Hasil:
menenmukan pasien swasta dan dan Tempuran Meningkatnya
suspect TB paru bidan bagian cakupan suspect
praktek P2PM TB penemuan TB paru
swasta paru yang datang
memeriksakan diri ke
puskesmas
84
5. Rapat Sosialisai dengan Bagian Aula Kepala 1 kali Dana Sosialisasi Proses:
Koordinasi petugas laboratorium P2PM TB Puskesma Puskesma dalam Operasiona Sosialisasi dapat
dengan mengenai prosedur Paru s s jadwal l berjalan dengan baik
petugas pengambilan dahak khususnya Tempuran Tempuran rapat Puskesmas Hasil :
laboratoriu dengan benar laboratoriu program Tempuran Prosedur pengambilan
m, m dahak dilakukan
dilakukan sesuai prosedur yakni
setiap 3 kali.
setahun
sekali
6. Rapat Untuk menentukan Bagian Aula Koordinat 1 kali Dana Rapat Proses:
koordinasi kader khusus tb dan P2PM TB Puskesma or bagian dalam Operasiona Berjalannya rapat
pembentuk memberi dorongan paru. kader s P2PM TB jadwal l tersebut dengan baik
an kader untuk menemukan kesehatan Tempuran paru rapat Puskesmas Hasil:
khusus TB suspect TB paru program Tempuran Terpilihnya kader
makin tinggi khusus TB
85
7. Pembuatan Membuat formulir Puskesmas Aula Bagian 1 kali Bantuan Diskusi Proses:
formulir pendataan pasien Tempuran Puskesma P2PM TB dalam 6 Operasiona Berjalannya diskusi
suspect TB paru s paru,Bagi hari jam l Kesehatan pembuatan formulir
yang berobat ke unit Tempuran an Tata kerja Hasil:
pelayanan kesehatan Usaha Tersedianya formulir
lain pendataan pasien
suspct TB paru di unit
pelayanan kesehatan
lain.
8. Rapat lintas Evaluasi dan Bagian Aula Bagian 1 atau 2 Dana Rapat Proses;
program pendataan khusus P2PM TB Puskesma P2PM TB kali Operasiona Berjalannya kegiatan
dalam jumlah cakupan paru,Unit s Paru sebelum k evaluasi tersebut
evaluasi pasien suspek TB pelayanan Tempuran dilakukann Kesehatan dengan unit pelayanan
yang memeriksakan kesehatan ya evaluasi Tempuran kesehatan
dirinya ke pelayanan lain pelaporan Hasil:
kesehatan lain. majemenen Meningkatnya
program ke cakupan suspect TB
Dinkes paru di Puskesmas
86
Tabel 21. Gann Chart
87
koordina
si
pembent
ukan
kader
khusus
TB
Pembuat
an
formulir
6.Rapat
lintas
program
dalam
evaluasi
88
BAB VIII
PENUTUP
VIII.1 Kesimpulan
VIII.2 Saran
89
1. Untuk Puskesmas Tempuran :
a. Pembuatan jadwalkhusus penyuluhandi luar jadwal penyuluhan bersama program lain
untuk meningkatkan jumlah penyuluhan dan meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
TB paru.
b. Mengusulkan penyediaan ruangan khusus untuk pasien yang enggan mengeluarkan
dahak sehingga juga dapat memperbaiki prosedur pengambilan dahak secara benar yakni
tiga kali.
c. Menggalangkan adanya kader khusus TB paru sehingga meningkatkan kinejra aktif kader
dalam membantu tenaga kesehatan untuk menemukan pasien suspect TB paru
d. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan unit pelayanan kesehatan lain dengan cara
pendataan khusus pasien suspect TB paru yang berobat di unit pelayanan kesehatan
tersebut misalnya pengisian formulir yang telah dibuat oleh Puskesmas Tempuran.
e. Penyusunan SOP yang terstruktur dengan baik sesuai dengan prosedur yang berlaku.
f. Penambahan indikator pada SOP yakni “Petugas memberikan penjelasan kepada pasien
mengenai cara cara untuk mengeluarkan dahak dan solusi agar bisa mengeluarkan dahak
dengan baik”
2. Untuk masyarakat:
a. Masyarakat diharapkan untuk lebih memahami dan mawas diri terhadap gejala – gejala
TB paru dan faktor risikonya
b. Pasien suspek TB paru diharapkan menyadari pentingnya melakukan pemeriksaan dahak
di Puskesmas setempat
c. Masyarakat terutama masyarakat disekitar pasien dengan TB postif untuk menciptakan
lingkungan dan rumah yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
90
2. Tuberkulosis di Indonesia 2012.Available at
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2012/profil-tb_th2011.pdf. Accesed on 25th
April 2013
3. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Edisi 2.Departemen Kesehatan
Republik Indonesia 2010.
4. Implementasi Penemuan Suspek Tuberkulosis di Puskesmas. Available at
http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-
PDF/_working/No.14_syahrizal_antoni_01_09.pdf Accessed on 27th April 2013.
5. Tuberkulosishttp://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf Accessed on 27th April
2013.
6. DOTS. Available at http://www.who.int/tb/dots/en/. Accessed on 27th April 2013.
7. Panduan bagi Petugas Laboratorium. Pemeriksaan mikroskopis Tuberkulosis.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007
8. Hartoyo. Handout :Manajemen Pelayanan/Manajemen Program di Puskesmas.
Magelang; 2013
91