Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma
uteri atau uterine fibroid.1 Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain mioma submukosa, mioma intramural, mioma
subserosa, dan mioma intraligamenter. Salah satu contoh dari mioma submukosa adalah
mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata ini dapat keluar dari
rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang di
lahirkan.2,3
Mioma submukosa mencakup 6% dari keseluruhan kasus mioma uteri. Mioma uteri
itu sendiri merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, dengan 2,39-11,7% dari seluruh kasus penyakit ginekologik di Indonesia.
Penyebab terbentuknya mioma geburt, seperti mioma lainnya, masih belum diketahui
secara pasti, namun diduga terdapat peranan hormon estrogen. Mioma geburt mudah
mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas, yang merupakan masalah serius yang dapat
menyebabkan kemaitan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas kasus
mioma uteri pada pasien berinisial NMS yang dirawat di BRSUD Tabanan.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mioma geburt adalah mioma bertangkai pada uterus yang keluar dari rongga rahim
ke vagina melalui saluran serviks. Mioma geburt merupakan salah satu jenis mioma
submukosa bertangkai (pedunculated). Mioma jenis ini sering mengalami perdarahan dan
infeksi. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses
di atas.

2.2 Etiologi
Penyebab pasti terjadinya mioma geburt, seperti mioma lainnya, belum diketahui.
Namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai faktor predisposisi, antara lain1:
 Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun. Prevalensinya mencapai
20% populasi wanita > 30 tahun dan 35-40% pada wanita > 50 tahun. Gejala klinis
paling sering dikeluhkan pada pasien usia 35-45 tahun.
 Paritas
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah
hamil atau hanya hamil 1 kali. Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita
yang relatif infertil.
 Faktor ras dan genetik
Pada ras kulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Kejadian tumor ini juga
tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga yang menderita mioma.
 Fungsi ovarium
2
Terdapat hubungan antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma. Mioma
uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami
kemunduran (regresi) setelah menopause.

2.3 Epidemiologi

Mioma submukosa mencakup 6% dari keseluruhan kasus mioma uteri. Mioma uteri
itu sendiri merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, dengan 2,39-11,7% dari seluruh kasus penyakit ginekologik di Indonesia.

2.4 Patofisiologi

Secara umum, pertumbuhan mioma merupakan akibat stimulasi estrogen, yang ada
hingga menopause. Seiring berjalannya waktu, mioma yang awalnya asimtomatik dapat
tumbuh dan menjadi bergejala. Sebaliknya, banyak mioma yang menyusut seiring
menopause dimana stimulasi estrogen menghilang dan banyak gejala yang berkaitan
dengan mioma hilang segera setelah menopause4,5.
Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibanding dari miometrium sekitarnyanamun konsentrasinya lebih rendah dibanding
endometrium.Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita
muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka
tumbuh. Salah satu jenis mioma uteri, mioma submukosa, dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini
dapaat menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi
nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat
disalahartikan dengan kanker serviks3

2.5 Manifestasi Klinis

Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma geburt5,6:

a. Perdarahan abnormal uterus

3
Merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang
ditemukan berupa menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Bila terjadi secara
kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan
dalam jumlah yang besar maka sulit dikoreksi dengan suplementeasi zat besi.
Perdarahan umumnya disebabkan karena terjadinya torsi pada daerah tangkai dari
mioma.

b. Nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri
panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi akibat
oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi
miometrium yang disebabkan mioma subserosum.

c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.

d. Abortus spontan. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran.

Pada Mioma Geburt gejala yang menonjol berupa perdarahan per vaginam di antara
siklus haid yang bervariasi mulai dari perdarahan bercak hingga perdarahan masif. Darah
yang keluar berupa darah segar dan kadang disertai nyeri sehingga dapat diduga sebagai
haid yang memanjang. Selain itu, dapat juga ditemukan perdarahan intermenstrual,
perdarahan post coital, perdarahan vaginal terus-menerus atau dismenore5.

2.6 Diagnosis

Diagnosis mioma geburt ditegakkan berdasarkan4,5,6:


1. Anamnesis

4
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.2,3
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen kemungkinan tidak didapatkan
kelainan. Namun dapat juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang
bentuknya tidak regular, tidak lunak atau penonjolan yang berbenjol-benjol yang
keras pada palpasi. Pada pemeriksaan Ginekologik (PDV) teraba massa yang keluar
dari OUE (kanalis servikalis), lunak, mudah digerakkan, bertangkai serta mudah
berdarah. Melalui pemeriksaan inspekulo terlihat massa keluar OUE (kanalis
servikalis) berwarna pucat.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Darah Lengkap: Hb turun, Albumin turun, Leukosit turun/meningkat,
Eritrosit turun.
4. USG: untuk menentukan jenis tumor dalam rongga pelvic. Mioma juga dapat
dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal
dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG.
5. Vaginal Toucher: didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
6. Rontgen: untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi.
7. Pemeriksaan mikroskopis: Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih
dari jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai sel-sel
otot polos panjang, yang membentuk bangunan yang khas sebagai kumparan. Inti
sel juga panjang dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal,
sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya. Pada
pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya mast cells
diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel
raksasa (giant cells).

2.7 Diagnosis Banding


Mioma Geburt dapat didiagnosis banding dengan polip serviks.Polip serviks merupakan
suatu adenoma ataupun adenofibroma yang berasal dari mukosa endoserviks. Tangkainya

5
dapat panjang hingga keluar dari OUE. Epitel yang melapis biasanya adalah epitel
endoserviks yang dapat juga mengalami metaplasia menjadi semakin kompleks.Bagian
ujung polip dapat mengalami nekrosis sehingga membuatnya mudah berdarah. Hal inilah
yang membedakannya dari Mioma Geburt dimana bagian yang mudah berdarah bukan
merupakan ujung mioma tapi merupakan endometrium yang mengalami hyperplasia, selain
itu juga terjadi atropi endometrium di atas mioma submukosa7.

2.8 Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan
untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala. Dalam kasus mioma geburt,
dimana mioma sudah keluar dari cervix, maka segera dilakukan tindakan operatif dengan
ekstirpasi mioma, yang merupakan salah satu jenis miomektomi 6,7 Ekstirpasi adalah
tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya.
 Lakukan asepsis pada daerah labia mayor dan sekitarnya dengan betadin.
 Pasang spekulum sims pada liang vagina.
 Lakukan eksisi pada tangkai massa sampai massa lepas dari dasar, jaringan hasil
ekstirpasi dikirim untuk pemeriksaan PA.
 Jahit luka bekas massa.
 Bila perlu, lanjutkan dengan tindakan kuretase.
2.9 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul dari mioma geburt, diantaranya3,5:
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32
– 0,6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 – 75 % dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar
dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
3. Torsi pada tangkai mioma. Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi,
timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat
terjadi pada semua bentuk mioma tetapi.

4. Nekrosis dan infeksi. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang
diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma

6
yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai
leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.

2.10 Prognosis

Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung membesar dan
tidak memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan
sekali termasuk pemeriksaan USG. Menopause dapat menghentikan pertumbuhan mioma
geburt. Rekurensi setelah miomektomi sebesar 15 - 40 %, 2/3-nya memerlukan
pembedahan lagi.5,6.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Karim A. IMS Murah Manoe. Mioma Uteri, dalam : Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekologi, Ujung Pandang, Bagian/SMF OBstetri dan
Ginekologi FK Unhas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 1999.
2. Okolo S. Incidence, aetiology and epidemiology of uterine fibroids. Best practice &
research. Clinical obstetrics & gynaecology. 2008.
3. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids, dalam : Shaw RW. eds.
Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey :
The Phartenon Publishing Group, 1992.
4. Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD, Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology, Boston,
Elsevier Saunders, 2003.
5. Impey, Lawrence; Child, Tim. Obstetrics and Gynaecology. 24: John Wiley &
Sons. 2016.
6. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie Chesmy,
Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia : Lippincott
Williams and Wilkins, 2010 ; 314 – 315.
7. Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta : 1999. Hal: 338-45.

Anda mungkin juga menyukai