Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS INVESTASI PERUSAHAAN

Pendahuluan
Investasi merupakan suatu pengeluaran modal saat ini untuk
megharapkan pengembalian atau hasil pada masa yang akan datang.
Keputusan atas suatu investasi pada umumnya didasarkan pada
pertimbangan investor terhadap besarnya return (pengembalian) yang
diharapkan serta risiko yang diperkirakan akan dihadapi. Hubungan
antara risiko dengan return bersifat positif artinya apabila risiko
tinggi maka return yang diharapkan juga akan tinggi. Sebagai ilustrasi,
apabila seorang detektif memiliki misi untuk membongkar suatu sindikat
perampokan maka besarnya bayaran yang ditawarkan bergantung besarnya
risiko yang akan dihadapi dalam menjalankan tugas.
Analisis investasi (investment analysis) dimaksudkan sebagai upaya
untuk memperkirakan prospek suatu investasi di masa yang akan datang.
Analisis ini sangat diperlukan dengan pertimbangan bahwa kondisi
investasi masa yang akan datang bersifat tidak pasti (uncertainty).
Hasil analisis investasi ini akan menjadi pertimbangan bagi para
investor dalam mengambil keputusan atas investasinya. Analisis
investasi meliputi analisis fundamental, analisis teknikal, model-model
valuasi investasi, serta model-model keseimbangan dalam menilai
investasi. Pada pembahasan analisis investasi ini, penulis lebih banyak
mengungkapkan teori hasil kompilasi dari beberapa pakar serta hasil
penelitian, baik yang dilaksanakan di dalam negeri (Indonesia) maupun
di luar negeri.

Kerangka Pembahasan
Analisis Investasi: Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan salah satu pendekatan yang
dapat digunakan dalam menganalisis suatu sekuritas. Menurut
Jones (2007) bahwa “Fundamental analysis at the company
level involves analyzing basic financial variables in order
to estimate the company’s intrinsic value”. Selanjutnya,
Jones (2007) menyatakan bahwa “The end result of
fundamental analysis at the company level is good
understanding of the company’s financial variables and an
assessment of the estimated value and potential of the
company”. Selanjutnya, Reilly dan Brown (2006) mengemukakan
bahwa “Fundamental analysts believe that, at any time there
is a basic intrinsic value for the aggregate stock market,
various industries, or individual securities and that these
values depend on underlying economic factors”.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa analisis fundamental
dilakukan untuk menentukan nilai intrinsik (nilai yang
sebenarnya) suatu sekuritas, misalnya saham yang didasarkan
pada faktor-faktor fundamental, seperti faktor-faktor
ekonomi, industri, dan faktor-faktor finansial perusahaan.

Copeland, Weston, dan Shastri (2005) mengemukakan


beberapa faktor yang menentukan harga sekuritas adalah
transaksi perdagangan (permintaan dan penawaran) antar
investor yang secara garis besar dipengaruhi oleh tiga
faktor yaitu pilihan waktu untuk melakukan investasi dan
produktivitas investasi dalam menghasilkan return,
ekspektasi investor mengenai keadaan masa yang akan datang,
serta sikap investor terhadap risiko.
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran dana saat
ini untuk mengharapkan pengembalian (hasil) pada masa yang
akan datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Berbagai pilihan investasi akan dihadapi oleh para
investor, baik investor individu maupun investor kelompok.
Berdasarkan bentuknya, investasi dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Investasi pada sektor riil, seperti peralatan, properti,
dll.
b. Investasi pada sektor finansial, baik instrumen investasi
pada pasar uang maupun instrumen investasi pada pasar
modal, seperti obligasi dan saham maupun derivatifnya.
Berdasarkan analisis faktor risiko yang kemudian
menentukan return saham tersebut akan menjadi pertimbangan
bagi investor dalam mengambil keputusan. Keputusan investor
merupakan perwujudan dari suatu perilaku atas respon
investor dari berbagai faktor yang mempengaruhi iklim
investasinya. Faktor utama yang menjadi pertimbangan
investor atas keputusan investasinya adalah ekspektasi
terhadap return dan risiko.

Beberapa konsep dasar yang diperlukan dalam melakukan


analisis fundamental adalah:
1. Return investasi individual
Tujuan utama suatu kegiatan investasi adalah untuk menghasilkan
return (hasil) sebagaimana dikemukakan oleh Penman (2003) bahwa “The
objective of investing is to earn returns, and the objective of
fundamental analysis is to forecast and value this returns”. Pada
dasarnya seluruh jenis investasi mempunyai return yang sama yaitu
berupa net cash inflow yang dihasilkan dari kegiatan investasi. Namun
komponen pembentuk return akan berbeda bagi setiap jenis investasi.
Return dapat diartikan sebagai hasil atau pengembalian dari investasi
berupa pendapatan bunga, pendapatan dividen, capital gain, dll. Fischer
dan Jordan (1995) mengemukakan bahwa “ Return is the motivating force
and the principal reward in the investment process, and it is the key
method available to investors in comparing alternative investments”.
Bagi investasi riil, return berupa net cash flow yang
dihasilkan dari aktivitas operasi atas proyek investasi;
bagi investasi obligasi akan menghasilkan return berupa
pendapatan bunga atas obligasi (bond yield); sedangkan bagi
investasi saham akan menghasilkan return berupa pendapatan
dividen (dividend yield) dan pendapatan dari selisih harga
(capital gain).
Jadi total return suatu investasi aktiva finansial dapat
dihitung secara matematis: Return = Hasil + Perubahan
harga. Menurut Salomon Brothers (1989) dalam Elton dkk
(2007) bahwa terdapat tujuh variabel yang dapat
mempengaruhi return sekuritas yaitu: (1) pertumbuhan
ekonomi, (2) siklus bisnis, (3) tingkat suku bunga jangka
panjang, (4) tingkat suku bunga jangka pendek, (5) inflasi,
(6) kurs mata uang, dan (7) indeks pasar.
Return dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu return ekspektasi dan
return aktual. Menurut Rose, Westerfield, dan Jaffe (2010) bahwa
“Expected return is the return that an individual expects a stock to
earn over the next period”. Untuk mengukur besarnya return saham aktual
digunakan rumus (Jogiyanto, 2008) sebagaimana ditunjukkan pada
Persamaan 10.1.

Keterangan:
Rit = Return individual realisasi pada periode t
Pt = Harga saham pada periode t
Pt-1 = Return individual realisasi pada periode t-1
Dt = Dividen pada periode t

Untuk menjelaskan penghitungan return saham di atas, sebagai ilustrasi


digunakan data harga pasar saham dan pembayaran dividen PT United
Tractors Tbk di Bursa Efek Indonesia sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
10.1.

Tabel 10.1. Harga pasar saham, pembayaran dividen, dan return saham PT United
Tractors Tbk
Pembayaran
Harga Capital Dividend Return
Tahun dividen*)
pasar (Rp) gain (%) yield (%) saham (%)
(Rp)
2005 5.400 0
2006 7.550 0 39,81 0 39,81
2007 10.900 0 44,37 0 44,37
2008 4.400 0 (59,63) 0 (59,63)
2009 15.500 0 252,27 0 252,27
Sumber: Fact book Bursa Efek Indonesia
Keterangan *) Asumsi penulis

Berdasarkan Tabel 10.1 di atas menunjukkan bahwa harga pasar saham


PT United Tractors Tbk sangat fluktuatif. Apabila diasumsikan tidak ada
pembayaran dividen maka return saham aktual sama dengan capital gain
yang ditunjukkan pada kolom return saham. Nilai return saham akan
berfluktuasi sejalan dengan harga pasar saham.

2. Risiko investasi
Risiko dapat diartikan sebagai variabilitas return
terhadap return yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Jones (2007) bahwa “Risk is defined here as the
chance that the actual return on an investment will be
different from its expected return”. Apa yang menyebabkan
timbulnya risiko bagi aktiva finansial? Menurut Jones
(2007) terdapat delapan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya risiko bagi suatu aktiva finansial, yaitu: (1)
risiko tingkat suku bunga, (2) risiko pasar, (3) risiko
inflasi, (4) risiko bisnis, (5) risiko finansial, (6)
risiko likuiditas, (7) risiko nilai tukar, (8) risiko
Negara.

3. Return dan risiko pasar


Setiap investasi yang dilakukan oleh investor, baik investasi pada
sektor riil maupun investasi finansial tidak terlepas dari pengaruh
pasar. Oleh karena itu, pada analisis investasi perlu memperhitungkan
return dan risiko pasar. Return pasar merupakan pengukuran return
portofolio pasar yang dihitung berdasarkan perubahan indeks pasar modal
sebagai proksi indeks pasar. Rumus yang digunakan sebagaimana
dikemukakan oleh Jogiyanto (2008) ditunjukkan pada Persamaan 10.2.

Untuk menjelaskan penghitungan return pasar di atas, sebagai ilustrasi


digunakan data indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10.2.

Tabel 10.2. Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia
Tahun IHSG Return Pasar (%)
2001 392
2002 425 8,39
2003 679 59,86
2004 1.000 47,24
2005 1.163 16,24
2006 1.806 55,34
2007 2.746 52,05
2008 1.355 -50,66
2009 2.534 87,01
Sumber: Bank Indonesia

Berdasarkan Tabel 10.2 di atas menunjukkan return pasar saham di


Indoensia mengalami fluktuasi. Nilai return pasar akan berfluktuasi
sejalan dengan fluktuasi indeks harga saham gabungan. Fluktuasi return
pasar juga dapat dilihat pada Gambar 10.1.
Gambar 10.1. Return pasar saham di Indonesia

Sedangkan risiko pasar menunjukkan risiko yang timbul


karena adanya pengaruh faktor pasar yang tidak dapat
dihilangkan dengan cara diversifikasi investasi.

Untuk menghitung besarnya risiko pasar digunakan rumus varians


return pasar (Jogiyanto, 2008) sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan
10.3.

Keterangan:
sM2 = varians pasar (tingkat risiko pasar)
si2 = Varians saham individual (risiko saham individual)
sei2 = Varians residual saham individual
bi2 = Beta kuadrat

4. Tingkat return aktiva bebas risiko


Untuk mengukur tingkat return aktiva bebas risiko digunakan
pendekatan tingkat suku bunga, sebagaimana disebutkan oleh Brigham,
Gapenski, dan Ehrnhardt (1999) “generally taken to be the yield on a
long-term U.S. Treasury bond”. Pada penelitian-penelitian pasar modal
yang dilakukan di Indonesia digunakan tingkat suku bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) sebagai proksi tingkat return aktiva bebas risiko.

5. Beta Saham
Risiko yang relevan dalam permasalahan investasi saham adalah risiko
yang tidak dapat dihilangkan sama sekali atau risiko sistematisnya,
sehingga dalam hal ini risiko yang diperhitungkan adalah risiko
sistematis yang diukur dengan beta. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Jogiyanto (2008) bahwa beta adalah pengukur risiko
sistematis dari suatu saham atau portofolio relatif terhadap risiko
pasar. Menurut Elton, gruber, Brown, dan Goetzmann (2007) bahwa “Beta
is risk measure that arises from the relationship between the return on
a stock, and the return on the market”.

Pada umumnya, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk


menghitung beta, yaitu:
1) Menurut Elton, Gruber, Brown, dan Goetzmann (2007) untuk
mengestimasi beta dapat digunakan pendekatan pasar atau Model Indeks
Tunggal dengan menggunakan teknik statistik regresi. Rumus yang
digunakan sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 10.4.
Keterangan:
Rit = Return saham I pada periode t
Rmt = Return saham pada periode t
ai = Konstanta (unique return)
bi = Beta saham
eit = Residual error saham i pada periode t.

2) Menurut Radcliffe (1997) untuk mengestimasi beta dapat dilakukan


dengan mengukur volatilitas antara return suatu saham dengan return
pasar. Rumus yang digunakan sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan
10.5.

Keterangan:
bi = Beta saham
sim = Covarians antara return saham i dengan return pasar
sm2 = Varians pasar
Rm = Return pasar pada periode t
Ri = Return saham i pada periode t.

Menurut Rose, Westerfield, dan Jaffe (2010) bahwa “Variance and


standard deviation are many ways to assess the volatility of a
security’s return. One of the most common is variance, which is a
measure of the squared deviations of a security’s return from its
expected return”. Selanjutnya, Rose, Westerfield, dan Jaffe (2010)
bahwa “Covariance and Correlation is a return on individual securities
are related to one another”.

Menurut Jogiyanto (2008) bahwa Beta untuk portofolio pasar adalah


bernilai 1. Suatu sekuritas yang mempunyai Beta lebih kecil dari 1
dikatakan berisiko lebih kecil dari risiko portofolio pasar.
Sebaliknya, suatu sekuritas yang mempunyai nilai Beta lebih besar dari
1 dikatakan dikatakan mempunyai risiko sistematik yang lebih besar dari
risiko pasar. Jika suatu sekuritas mempunyai Beta sama dengan Beta
portofolio pasar atau sama dengan 1, maka diharapkan sekuritas ini
mempunyai return ekspektasi yang sama dengan return ekspektasi
portofolio pasar atau E(RM). Untuk sekuritas individual yang mempunyai
Beta lebih kecil (besar) dari satu, maka diharapkan akan mendapatkan
return ekspektasi lebih kecil (besar) dibandingkan dengan return
ekspektasi portofolio pasar.

Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis


fundamental (fundamental analysis) merupakan suatu upaya untuk
mengestimasi harga sekuritas di masa yang akan datang dengan
mempertimbangkan faktor-faktor fundamental secara top-down. Kerangka
analisis fundamental secara top-down ditunjukkan pada Gambar 10.2.

Gambar 10.2. Model analisis fundamental secara top-down

Berdasarkan kerangka pada Gambar 10.2 di atas menunjukkan bahwa


analisis fundamental meliputi:
1. Analisis faktor-faktor makro ekonomi
Faktor-faktor fundamental ekonomi merupakan variabel-
variabel makroekonomi dan industri yang menjadi indikator
kinerja perekonomian yang dicapai oleh suatu negara.
Variabel ini menggambarkan fundamental ekonomi suatu
negara. Faktor-faktor fundamental ekonomi dipandang dalam
konteks lingkungan ekonomi dari suatu sistem bisnis. Pasar
modal sebagai suatu sistem bisnis tentunya akan mendapat
pengaruh dari lingkungan ekonominya.

Variabel-variabel makroekonomi yang dianggap berpengaruh


terhadap return saham adalah: tingkat inflasi, pendapatan
nasional, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, nilai
tukar mata uang asing, neraca pembayaran, APBN, dan tingkat
pengangguran.
1) Tingkat Inflasi
Inflasi (inflation) dapat diartikan sebagai kecenderungan
kenaikan harga barang-barang dan jasa yang berlaku secara
umum dan berlangsung relatif lama. Inflasi berpengaruh
terhadap return saham. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Reilly dan Brown (2006) bahwa “when investors anticipated
an increase in rate of inflation, they would increase their
required rates of return by a similar amount to derive
constant rates of return”. Menurut Dornbusch, Fischer, dan
Startz (2008) bahwa “The inflation measure in the figure is
the rate of change of the consumer price index (CPI), the
cost of a given basket of goods representing the purchases
of a typical urban consumer”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian suatu negara.
Inflasi berpengaruh terhadap daya beli masyarakat sehingga juga
berpengaruh terhadap pendapatan riil masyarakat. Semakin tinggi Inflasi
suatu negara maka semakin rendah daya beli (purchasing power)
masyarakat sehingga pendapatan riil juga menurun. Daya beli masyarakat
akan berpengaruh terhadap permintaan (demand) barang dan jasa yang
dihasilkan oleh produsen sebagai emiten. Semakin tinggi daya beli
masyarakat maka semakin tinggi pula permintaan barang dan jasa.
Permintaan akan berpengaruh terhadap pendapatan produsen. Artinya
semakin tinggi permintaan suatu produsen maka akan semakin tinggi pula
pendapatan produsen tersebut. Dan pada akhirnya apabila pendapatan
meningkat maka cenderung diikuti pula peningkatan laba. Selanjutnya,
para investor akan merespon kondisi tersebut sehingga akan berpengaruh
terhadap nilai suatu sekuritas. Apabila para investor merespon positif
terhadap kinerja emiten maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten
tersebut cenderung meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila para
investor merespon negatif maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten
tersebut cenderung menurun.

2) Tingkat Suku Bunga


Tingkat suku bunga (interest rates) dapat diartikan
sebagai biaya atas dana pinjaman atau pendapatan atas
investasi pada pasar uang. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Dornbusch, Fischer, dan Startz (2008) bahwa “The
interest rate states the rate of payment on a loan or other
investment, over and above principal repayment, in terms of
an annual percentage”.
Zafar, Urooj, dan Durrani (2008) telah melakukan
penelitian tentang volatilitas tingkat suku bunga dan
return saham pada Pasar Saham Karachi. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa “conditional market returns and variance
parameters are very close to each other for both the
models. Conditional market returns have a negatively
significant relation with the interest rates as in USA and
Korea. Thus we can easily predict the stock returns by
analyzing interest rates.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator perekonomian suatu
negara. Suku bunga berpengaruh terhadap dua hal yaitu (1) daya beli
untuk konsumsi masyarakat dan (2) selera investasi masyarakat. Semakin
tinggi suku bunga pada suatu negara maka semakin rendah daya beli
(purchasing power) masyarakat. Kondisi ini pula akan mengubah selera
investasi masyarakat yang cenderung mengalihkan investasinya dari pasar
modal ke pasar uang. Daya beli masyarakat akan berpengaruh terhadap
permintaan (demand) barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen
sebagai emiten. Semakin tinggi daya beli masyarakat maka semakin tinggi
pula permintaan barang dan jasa. Permintaan akan berpengaruh terhadap
pendapatan produsen. Artinya semakin tinggi permintaan suatu produsen
maka akan semakin tinggi pula pendapatan produsen tersebut. Dan pada
akhirnya apabila pendapatan meningkat maka cenderung diikuti pula
peningkatan laba. Di samping itu, adanya perubahan selera investasi
masyarakat yang cenderung mengalihkan investasinya dari pasar modal ke
pasar uang sehingga harga sekuritas pada pasar modal cenderung menurun.
Selanjutnya, para investor akan merespon kondisi tersebut sehingga akan
berpengaruh terhadap nilai suatu sekuritas. Apabila para investor
merespon positif terhadap kinerja emiten maka nilai sekuritas yang
diterbitkan emiten tersebut cenderung meningkat. Demikian pula
sebaliknya, apabila para investor merespon negatif maka nilai sekuritas
yang diterbitkan emiten tersebut cenderung menurun.

3) Jumlah Uang Beredar


Jumlah uang beredar (money supply) dapat diartikan
sebagai nilai uang yang beredar di masyarakat, kecuali bank
komersial dan kas Negara. Variabel jumlah uang beredar
juga salah satu indikator perekonomian suatu negara. Jumlah
uang beredar akan berpengaruh terhadap inflasi yang mana
apabila jumlah uang beredar meningkat maka cenderung
tingkat inflasi akan meningkat. Demikian pula sebaliknya,
apabila jumlah uang beredar menurun maka tingkat inflasi
cenderung menurun. Pengaruh selanjutnya adalah sama dengan
pengaruh inflasi terhadap nilai suatu sekuritas.

4) Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional (national income) merupakan salah
satu indikator kinerja perekonomian yang dicapai oleh suatu
Negara. Pendapatan nasional dapat memberikan pengaruh
terhadap iklim berinvestasi, termasuk iklim berinvestasi di
pasar modal. Salah satu konsep pengukuran pendapatan
nasional adalah Produk Domestik Bruto (gross domestic
product).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel PDB
merupakan salah satu indikator perekonomian suatu negara. Apabila PDB
suatu negara mengalami peningkatan maka perekonomian negara tersebut
mengalami kemajuan. PDB berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.
Semakin tinggi PDB suatu negara maka semakin tinggi pula daya beli
(purchasing power) masyarakat. Daya beli masyarakat akan berpengaruh
terhadap permintaan (demand) barang dan jasa yang dihasilkan oleh
produsen sebagai emiten. Semakin tinggi daya beli masyarakat maka
semakin tinggi pula permintaan barang dan jasa. Permintaan akan
berpengaruh terhadap pendapatan produsen. Artinya semakin tinggi
permintaan suatu produsen maka akan semakin tinggi pula pendapatan
produsen tersebut. Dan pada akhirnya apabila pendapatan meningkat maka
cenderung diikuti pula peningkatan laba. Selanjutnya, para investor
akan merespon kondisi tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap nilai
suatu sekuritas. Apabila para investor merespon positif terhadap
kinerja emiten maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut
cenderung meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila para investor
merespon negatif maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten tersebut
cenderung menurun.

5) Nilai Tukar Mata Uang Asing


Nilai tukar mata uang asing (foreign exchange rate) dapat
diartikan sebagai perbandingan nilai mata uang suatu negara
terhadap mata uang Negara lainnya. Misalnya, rupiah
terhadap dollar AS. Menurut Dornbusch, Fischer, dan Startz
(2008) bahwa “The exchange rate is the price of foreign
currency”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
nilai tukar merupakan salah satu indikator perekonomian suatu negara.
Nilai tukar berpengaruh terhadap dua hal yaitu (1) daya beli untuk
konsumsi masyarakat baik domestik maupun luar negeri dan (2) selera
investasi masyarakat. Apabila mata uang domestik mengalami depresiasi
terhadap mata uang asing maka ekspor negara tersebut cenderung
mengalami peningkatan dan sebaliknya impor negara tersebut cenderung
mengalami penurunan. Kondisi ini pula akan mengubah selera investasi
masyarakat yang cenderung mengalihkan investasinya dari pasar modal ke
pasar uang. Daya beli masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan
(demand) barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen sebagai emiten.
Semakin tinggi daya beli masyarakat maka semakin tinggi pula permintaan
barang dan jasa. Permintaan akan berpengaruh terhadap pendapatan
produsen. Artinya semakin tinggi permintaan suatu produsen maka akan
semakin tinggi pula pendapatan produsen tersebut. Dan pada akhirnya
apabila pendapatan meningkat maka cenderung diikuti pula peningkatan
laba. Di samping itu, adanya perubahan selera investasi masyarakat yang
cenderung mengalihkan investasinya dari pasar modal ke pasar uang
sehingga harga sekuritas pada pasar modal cenderung menurun.
Selanjutnya, para investor akan merespon kondisi tersebut sehingga akan
berpengaruh terhadap nilai suatu sekuritas. Apabila para investor
merespon positif terhadap kinerja emiten maka nilai sekuritas yang
diterbitkan emiten tersebut cenderung meningkat. Demikian pula
sebaliknya, apabila para investor merespon negatif maka nilai sekuritas
yang diterbitkan emiten tersebut cenderung menurun.

6) Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran (balance of payment) merupakan salah
satu indikator makroekonomi yang menunjukkan perimbangan
antara arus dana masuk dari luar negeri ke dalam negeri
dengan arus dana keluar dari dalam negeri ke luar negeri.
Neraca pembayaran dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian
suatu Negara karena akan menentukan cadangan devisa.
Komponen utama dari neraca pembayaran adalah transaksi
berjalan (neraca perdagangan) yang merupakan perimbangan
ekspor dan impor. Apabila neraca perdagangan dalam kondisi
defisit maka neraca pembayaran juga akan cenderung defisit
kecuali dapat ditutupi oleh transaksi modal. Hal ini yang
akan mempengaruhi kegiatan perekonomian sehingga akan
berpengaruh terhadap iklim investasi, baik pada sektor riil
maupun sektor keuangan.

7) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)


APBN (budgets) merupakan anggaran yang disusun oleh
pemerintah berkaitan dengan keuangan Negara. APBN merupakan
pedoman bagi pemerintah dalam mengatur keuangan Negara.
Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2009) bahwa “The budget
deficit of the federal government is the difference between
government spending and revenues. Any budgetary shortfall
must be offset by government borrowing. Large amounts of
government borrowing can force up interest rates by
increasing the total demand for credit in the economy”.

8) Pengangguran
Pengangguran (unemployment) merupakan suatu keadaan
dimana angkatan kerja tidak mendapatkan pekerjaan.
Pengangguran juga merupakan salah satu indikator
perekonomian suatu negara. Pengangguran akan mengakibatkan
pendapatan masyarakat berkurang serta cenderung terjadi
ketidakstabilan keamanan dalam suatu negara. Apabila
Tingkat Pengangguran dalam suatu negara mengalami
peningkatan maka perekonomian negara tersebut mengalami
penurunan. Pengangguran berpengaruh terhadap daya beli
masyarakat. Semakin tinggi Tingkat Pengangguran dalam suatu
negara maka semakin rendah pula daya beli (purchasing
power) masyarakat. Daya beli masyarakat akan berpengaruh
terhadap permintaan (demand) barang dan jasa yang
dihasilkan oleh produsen sebagai emiten. Semakin rendah
daya beli masyarakat maka semakin rendah pula permintaan
barang dan jasa. Permintaan akan berpengaruh terhadap
pendapatan produsen. Artinya semakin rendah permintaan
suatu produsen maka akan semakin rendah pula pendapatan
produsen tersebut. Dan pada akhirnya apabila pendapatan
menurun maka cenderung diikuti pula penurunan laba.
Selanjutnya, para investor akan merespon kondisi tersebut
sehingga akan berpengaruh terhadap nilai suatu sekuritas.
Apabila para investor merespon negatif terhadap kinerja
emiten maka nilai sekuritas yang diterbitkan emiten
tersebut cenderung menurun. Demikian pula sebaliknya,
apabila para investor merespon positif maka nilai sekuritas
yang diterbitkan emiten tersebut cenderung meningkat.

Anda mungkin juga menyukai