Identitas Penelitian
1. Judul Penelitian : Pengembangan Paket Layanan Bimbingan Konsep Diri
(Self Concept) bagi Siswa Tunalaras
2. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Drs. Sujarwanto, M.Pd.
b. Bidang Keahlian : Bimbingan Anak Berkesulitan Belajar
c. Jabatan Struktural : Ketua Program PLB
d. Jabatan Fungsional : Dosen PLB
e. Unit Kerja : PGPLB- FIP Universitas Negeri Surabaya
f. Alamat Surat :1. Kampus PLB Jl. Raya Sedati Km 2 Gedangan
Sidoarjo Telp. 031 8918281
2. Kampus FIP UNESA Lidah Wetan Surabaya
Telp. (O31) 7532160.
g. Telepon/Faks : 031-8947940/-
h. E-mail : jarwanto_plb@yahoo.com
3 Anggota Peneliti :
No Nama Bidang Mata kuliah Instansi Alokasi
Keahlian yg diampu Waktu
1 Drs.Ari Wahyudi,Msi Sosiologi Sosiologi PLB FIP Unesa 10 jam /mg
2 Dra. Endang PS,M.Pd PLB/ABK Psi. Sosial PLB FIP UNESA 10 jam / mg
1
upaya pengendalian diri berkaitan dengan perilaku
sosial.
9. Instansi lain yang terlibat : Dinas P & K dan DinSos Surabaya dan Jember.
10. Keterangan lain yang dianggap perlu : -
BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak tunalaras yang mengalami penyimpangan perilaku sosial, secara
sepintas sulit diduga bahwa dirinya ada gangguan perilaku. Ganggun perilaku ini
dapat diamati dan ditemukan gejala-gejalanya jika secara bersama-saama
berkomunikasi dan bergaul dengan mereka dalam kurun waktu tertentu.
2
Hasil observasi pendahuluan dan wawancara dengan guru tentang sikap guru
terhadap siswa di SLB/E Surabaya, mereka pada umumnya bersikap wajar dan
penuh perhatian, namun masih sebatas apa yang dipersepsinya dan bersifat
insidental. Oleh karena itu guru akan melakukan pembimbingan terhadap siswanya,
hanya apabila siswa tersebut melakukan perilaku yang negatif atau kurang etis
menurut norma sopan santun maupun agama. Sebagai contoh, “siswa berciuman
dengan pacarnya di hadapan guru tanpa ada keraguan”, “menangis dan tidak mau
pulang sekolah sebelum dicium pacarnya”, “siswa laki-laki memegang pantat dan
payudara teman sekelasnya pada waktu istirahat” bahkan “tindakan destruktif
memukul-mukul benda disekitarnya ketika emosional tidak terkendali “(temuan studi
pendahuluan).
Perilaku siswa seperti pada contoh di atas menggambarkan adanya
ketidakmampuan siswa dalam mengendalikan diri berkaitan dengan perilaku dirinya
atau yang dikenal dengan konsep diri (self concept) nya rendah. Kondisi demikian
dapat terjadi selain karena faktor lingkungan dapat pula karena faktor rendahnya
tingkat intelektual (IQ), sehingga anak tidak mampu mempersepsi dengan baik suatu
nilai yang bersifat abstrak, diantaranya masalah pacaran, masalah pertengkaran atau
masalah menetang gurunya. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai pembimbing
terhadap siswanya, hanya apabila siswa tersebut melakukan perilaku yang negatif
atau kurang etis menurut norma baik sopan santun maupun agama. Artinya
bimbingan yang diberikan guru hanya secara insidental saja berupa memberikan
pengarahan atau informasi bahwa tindakan itu tidak benar. Walaupun bersifat
insidental guru, wali kelas dan kepala sekolah sudah berusaha menasehati seoptimal
mungkin. Temuan lapangan khususnya pada tingkat SLTPLB di SLB/E Surabaya
siswanya berada dalam rentangan usia remaja, sehingga permasalahan yang berkaitan
dengan konsep diri banyak terjadi dan membutuhkan bimbingan serius yang secara
proporsional, dengan indikator terjadinya perilaku tidak wajar menurut etika pada
siswa.
Memperhatikan adanya gejala-gejala penyimpangan perilaku sosial pada siswa
SLTPLB di SLB/E Surabaya, dengan indikator, seperti tingkat inteligensi siswa rendah,
adanya gangguan perilaku yang mengakibatkan sulit menyesuaikan dengan orang lain,
3
kurang mampu menempatkan diri sehingga mereka sulit mengungkapkan pikiran dan
kehendaknya dengan lingkungan, serta sikap orang tua yang cenderung over protection
dan rejection. Sementara guru belum memposisikan dirinya sebagai guru Bimbingan
konseling, maka berdasarkan kondisi objektif tersebut perlu adanya kajian yang
mendalam tentang (a) bagaimana bentuk paket layanan bimbingan konsep diri (self
concept) yang tepat agar dapat mengubah/memperbaiki perilaku sosial anak tunalaras?,
(b) bagaimana bentuk paket layanan bimbingan konsep diri (self concept) yang dapat
diimplementasikan dengan mudah dan menarik bagi anak tunalaras?.
B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Menyusun sebuah prototipe paket layanan bimbingan konsep diri (self concept)
bagi siswa SLB tunalaras dalam bentuk buku panduan praktis, booklet, dan
framentasi VCD (pesan-pesan moral dalam berperilaku sosial)
2) Membuktikan prototipe paket layanan bimbingan konsep diri (self concept) bagi
siswa SLB tunalaras telah teruji dalam lingkungan terbatas.
3) Menyempurnakan prototype yang telah diujicobakan secara terbatas menjadi
paket layanan bimbingan konsep diri (self concept) bagi siswa SLB tunalaras
yang siap untuk diimplementasikan ke seluruh SLB/E di Surabaya dan di Jember.
C. Pentingnya atau Keutamaan Penelitian
1) Dengan diperolehnya paket layanan bimbingan konsep diri (self concept) bagi
siswa SLB tunalaras akan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Institusi Pendidikan Luar Biasa. Implementasi hasil
penelitian ini akan bermanfaat pada institusi PLB Unesa khususnya dan institusi
SLB yang berada pada posisi ujung tombak perubahan perilaku anak tunalaras
secara dini
2) Secara akademis hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi para pakar
pendidikan luar biasa terhadap kondisi objektif lapangan dalam layanan
bimbingan konsep diri (self concept) bagi siswa SLB tunalaras sebagai wujud
pembangunan moral/perilaku sosial.
4
3) Secara teknis bimbingan hasil penelitian ini dapat sebagai acuan bagi guru, wali
kelas, kepala sekolah dan orangtua dalam memberikan layanan bimbingan
konsep diri (self concept) bagi siswa SLB tunalaras
5
Konsep diri itu tidak semata-mata mendasari satu self saja, tetapi akan
menaksirkan adanya perbedaan-perbedaan pada beberapa self yang menjadi inti
dari individual, yang merupakan keseluruhan persepsi-persepsi keberadaan
individu. Mc Candless mengemukakan bahwa: “ Self-concept is complex, made up
many facets, with each facet differing in impotance or reward value, from the other
(De Polito,1997)”.
Konsep diri adalah mengubah semua hal pada individu baik secara sadar,
maupun sub sadar, individu mengetahui dirinya, mengetahui persepsinya, baik yang
bersifat pisik, social dan bersifat intelektual.
Persepsi yang bersifat fisik, itu misalnya persepsi mengenai keadaan badan,
yang antara lain adalah mengenai; a) gambaran mengenai kesehatan, b) kepuasan
mengenai kesehatan fisik, c) gambaran diri yang menarik, d) kepuasan mengenai
tinggi badan dan sebagainya.
Persepsi social, yaitu persepsi dalam berhubungan dengan orang lain di dalam
a) kelompok kecil, gambaran kebahagiaan hidup keluatga, b) tanggungjawab
keluarga, c) kepercayaan diantara anggota keluarga, d) kedudukan dalam keluarga
dan sebagainya.
Kemudian yang menjadi unsure final inti konsep diri adalah persepsi mental
atau intelektual, yaitu yang meliputi; a) gambaran diri yang bersifat logic, berpikir
rasional, b) gambaran diri yang berpandangan terbuka, c) gambaran diri sebagai
murid yang berkemampuan, d) kepuasan terhadap ilmu pasti dan ilmu pengetahuan
dan e) kemampuan membaca dan sebagainya.
Di samping yang tersebut di atas di dalam konsep diri terkait juga apa yang
disebut dengan moral dan sifat-sifat etik, gambaran tentang keagamaan, serta
kejujuran dan dapat dipercaya.
Dari berbagai factor yang berkaitan dengan masalah ketunalarasan, berikut ini
dibahas mengenai kondisi/ keadaan fisik, masalah perkembangan, lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Kondisi Fisik Anak Tunalaras
Ada sementara ahli yang meyakini bahwa disfungsi kelenjar endoktrine dapat
mempengaruhi timbulnya gangguan tingkah laku, atau dengan kata lain kelenjar
6
endoktrine berpengaruh terhadap respon emosional seseorang. Ditegaskan oleh
penelitian Gunzburg (dalam Somantri, 1996), menyimpulkan bahwa disfungsi
kelenjar endoktrine ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan.
Kelenjar endoktrine ini mengeluarkan hormon yang mempengaruhi tenaga
seseorang, bila secara terus menerus fungsinya mengalami gangguan maka dapat
berakibat terganggunya perkembangan wataknya.
Kondisi fisik ini dapat pula berupa kelainan atau kecacatan baik tubuh
maupun senssoris yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Kecacatan yang
dialami seseorang mengakibatkan timbulnya keterbatasan dalam memenuhi
kebutuhannya, baik berupa kebutuhan fisik, biologis maupun kebutuhan psikisnya.
Masalah ini menjadi semakin komplek dengan adanya sikap atau perlakuan
negatif dari lingkungannya. Sebagai akibatnya timbul perasaan rendah diri,
perasaan tidak berdaya, mudah putus asa dan merasa tidak berguna, sehingga
menimbulkan kecenderungan menarik diri dari lingkungan pergaulan atau
sebaliknya memperlihatkan tingkah laku agresif, atau bahkan memanfaatkan
kelainannya untuk menarik belas kasihan lingkungannya dengan demikian jelaslah
bahwa kondisi fisik yang dinyatakan secara langsung dalam cirri-ciri kepribadian
atau cara tidak langsung dalam reaksi menghadapi kenyataan, memiliki implikasi
bagi penyesuaian diri seseorang.
Masalah Perkembangan Anak Tunalaras
Dikatakan Erikson (Somantri, 1996) bahwa setiap memasuki fase
perkembangan baru individu dihadapkan kepada berbagai tantangan atau krisis
emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini jika pada dirinya tumbuh
kemampuan baru yang berasal dari adanya proses kematangan yang menyertai
perkembangan. Apalagi ego dapat mengatasi krisis ini maka perkembangan ego
yang matang akan terjadi sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan social atau masyarakatnya. Sebaliknya apabila individu tidak berhasil
menyelesaikan masalah tersebut maka akan menimbulkan gangguan emosi dan
tingkah laku. Konflik emosi ini terutama terjadi pada masa kanak-kanak dan masa
pubertas.
7
Kartini-Kartono (1989) menegaskan bahwa penghalang terhadap
kelangsungan fungsi-fungsi fisik dan psikis pada masa-masa ini dapat
mengakibatkan kemunduran pada individu. Jiwa anak yang masih pada masa ini
banyak mengandung resiko berbahaya, jika kurang mendapatkan bimbingan dan
pengarahan dari orang dewasa maka anak akan mudah terjerumus pada tingkah laku
menyimpang.
Lingkungan Keluarga Anak Tunalaras
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga
memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian anak.
Keluargalah peletak dasar perasaan aman (emotional security) pada anak, dalam
keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap
social. Lingkungan keluarga yang tidak mampu memberikan dasar perasaan aman
dan dasar untuk perkembangan social, dapat menimbulkan gangguan emosi dan
tingkah laku pada anak.
Banyak factor yang terdapat dalam lingkungan keluarga yang berkaitan
dengan masalah gangguan emosi dan tingkah laku anak. Sofyan S. Wilis
(Somantri,1996), mengemukakan bahwa mereka berkelompok untuk memenuhi
kebutuhan yang hampir sama, antara lain untuk mendapatkan perhatian dari orang
tua dan masyarakat. Kurangnya kasih saying dan perhatian orang tua
mengakibatkan anak mencarinya di luar rumah. Dia bergabung dengan kawan-
kawan dan membentuk suatu kelompok anak yang merasa senasib. Sebaliknya
sikap memanjakan anak menyebabkan ketergantungan pada anak sehingga jika
anak mengalami kegagalan dalam mencoba sesuatu ia lekas menyerah dan merasa
kecewa akibatnya rasa tidak percaya diri/rendah diri pada anak.
Di lain pihak berdasarkan hasil studinya Hetherington (dalam
Gallagher,1983) menyimpulkan bahwa hampir semua anak yang menghadapi
perceraian orang tua mengalami masa peralihan yang sangat sulit. Jelas orang tua
yang sering berselisih paham dalam menerapkan peraturan atau disiplin, dapat
menimbulkan keraguan pada diri anak akan kebenaran suatu norma, sehingga
akhirnya anak mencari jalan sendiri dan hal dapat saja menjadi awal dari terjadinya
gangguan tingkah laku. Lebih jauh G.W. Bawengan (Somantri,1996), menyatakan
8
bahwa kondisi-kondisi seperti kemiskinan atau pengangguran, secara relatif dapat
melengkapi rangsangan-rangsangan untuk melakukan pencurian, penipuan, dan
perilaku menyimpang lainnya. Lemahnya kondisi ekonomi keluarga dapat pula
menjadi salah satu penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan anak, padahal pada diri
anak timbul keinginan-keinginan untuk dapat menyamai temannya yang lain.
Lingkungan Sekolah Anak Tunalaras
Dikatakan oleh Sofyan Willis (Somantri,1996) bahwa dalam rangka
pembinaan anak didik ke arah kedewasaan, kadang-kadang sekolah juga penyebab
dari timbulnya kenakalan remaja. Timbulnya gangguan tingkah laku yang
disebabkan lingkungan sekolah antara lain berasal dari guru sebagai tenaga
pelaksana pendidikan dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan anak didik. Perilaku
guru yang otoriter mengakibatkan anak merasa tertekan dan takut menghadapi
pelajaran. Sebaliknya sikap guru yang terlampau lemah dan membiarkan anak
didiknya tidak disiplin mengakibatkan anak didik berbuat sesuka hati dan berani
melakukan tindakan-tindakan menentang peraturan.
Demikian pula fasilitas pendidikan juga berpengaruh terhadap terjadinya
gangguan tingkah laku. Sekolah yang kurang memiliki fasilitas yang dibutuhkan
anak didik untuk menyalurkan bakat dan mengisi waktu luang, mengakibatkan anak
menyalurkannya pada hal-hal yang kurang baik.
Lingkungan Masyarakat Anak Tunalaras
Menurut Bandura (Gallagher,1983), salah satu hal yang nampak
mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan social adalah keteladanan
yaitu menirukan perilaku orang lain. Di sampng pengaruh-pengaruh yang bersifat
positif, di dalam lingkungan masyarakat juga terdapat banyak sumber yang
merupakan pengaruh negatif yang dapat memicu munculnya perilaku menyimpang.
Konflik juga dapat timbul pada diri anak sendiri yang disebabkan norma yang
dianut di rumah atau keluarga bertentangan dengan norma atau kenyataan yang ada
dalam masyarakat. Misalnya, seorang anak dalam keluarga ditekankan untuk
bertingkah laku sopan dan menghargai orang lain, akan tetapi ia menemukan
kenyataan lain dalam masyarakat ditemukan tindakan kekerasan dan tidak adanya
sikap saling menghargai.
9
Dari keseluruhan factor tersebut ternyata bahwa jarak yang memisahkan
hubungan anak dengan lingkungannya mula-mula bersifat obyektif, akan tetapi
kemudian menjadi lebih bersifat subyektif. Hal ini tergantung kepada bagaimana
sikap anak, bagaimana penghayatan anak akan dirinya (self concept) dan
penghayatan anak terhadap lingkungan sosialnya.
2. Perilaku Sosial Anak Tunalaras
Tunalaras adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku
sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 dikatakan
sebagai kelainan social, bunyi lengkapnya pada pasal 5 ayait (2) yaitu warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
social berhak memperoleh pendidikan khusus.
Macam anak tunalaras diantaranya (1) defect moral, yaitu mereka yang
tidak mempunyai kemampuan untuk mengenal, mengerti, mengendalikan dan
mengadakan regolasi terhadap emosi dan tingkah lakunya dan cenderung
hidupnya anti social. Anak ini memiliki ciri secara psikologis ada gangguan
perkembangan mental, ada kelemahan dorongan insting yang primair,
pembentukan sifat ego lemah sekali, pribadi cenderung bergeser pada gejala
psikotis dan emosi beku. (2) demage children, atau anak bubrah yaitu anak yang
tidak mampu mengenal pendidikan dan sering depresi, serta mengalami retardasi
pada aspek perkembangan kejiwaannya (Kartono,1989).
Perilaku social anak tunalaras merupakan sikap, perbuatan yang selalu
dilakukan oleh anak tunalaras dalam kehidupannya yang tidak dikehendaki oleh
masyarakat, bahkan ditentang oleh masyarakat, sekalipun kemungkinan sekali
anggota masyarakat mengalami benturan kehidupan mereka yang tunalaras.
Benturan itu terjadi karena masyarakat mempunyai kekuatiran kalau perilaku itu
sampai mempengaruhi lingkungan social disekitarnya.
Variasi dari perilaku tunalaras itu dapat berbentuk individual, kelompok
(gang) dan subculture delinquency. Dapat berada dalam masyarakat kelas bawah
(lower class group), masyarakat kelas menengah (middle class group) dan
10
masyarkat kelas atas (high class group) yang masing-masing mempunyai
keunikan sendiri-sendiri dalam menjalankan perilaku itu.
Untuk mengkaji perilaku social anak tunalaras, perlu diuraikan pula
tentang perkembangan kepribadian anak tunalaras, perkembangan emosi anak
tunalaras dan perkembangan social anak tunalaras, sebagai berikut:
Perkembangan kepribadian anak tunalaras
Tingkah laku yang ditampilkan seseorang ini erat sekali kaitannya dengan
upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak lahir setiap individu sudah dibekali
dengan berbagai kebutuhan dasar yang menuntut pemenuhan dipenuhi dan untuk
itu setiap individu senantiasa berusaha memenuhinya yang diwujudkan dalam
berbagai bentuk tingkah laku.
Dalam bertingkah laku ini, individu tidak dapat berbuat sekehendak
hatinya, akan tetapi harus senantiasa memperhatikan norma-norma yang berlaku
dalam lingkungannya. Konflik psikis dapat terjadi apabila terjadi benturan antara
usaha pemenuhan kebutuhan dengan norma social. Kegagalan dalam memenuhi
kebutuhan dan menyelesaikan konflik stabilitas emosi dan mendorong terjadinya
perilaku menyimpang ini dapat menimbulkan frustasi pada diri individu. Keadaan
ini berkepanjangan dan tidak terselesaikan dapat menimbulkan gangguan
(Somantri,1996).
Perkembangan emosi anak tunalaras
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan
tingkah laku anak tunalaras. Ciri yang menonjol pada mereka adalah kehidupan
emosi yang tidak stabil, ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara
tepat, dan pengendalian diri yang kurang sehingga mereka seringkali menjadi
sangat emosional. Terganggunya kehidupan emosi ini terjadi sebagai akibat
ketidakberhasilan anak dalam melewati fase-fase perkembangan.
Kematangan emosional seorang anak ditentukan dari hasil interaksi
dengan lingkungannya, anak belajar tentang bagaimana emosi itu hadir dan
bagaimana cara untuk mengekspresikan emosi-emosi tersebut. Perkembangan
emosi ini berlangsung secara terus menerus sesuai dengan perkembangan usia,
akan banyak pula pengalaman emosional yang diperoleh anak. Ia semakin banyak
11
merasakan berbagai macam perasaan. Akan tetapi tidak demikian halnya pada
anak tunalaras. Ia tidak mampu belajar dengan baik dalam merasakan dan
menghayati berbagai macam emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan
emosinya kurang bervariasi dan ia pun kurang dapat mengerti dan menghayati
bagaimana perasaan orang lain. Mereka juga kurang mampu mengendalikan
emosinya dengan baik sehingga seringkali terjadi peledakan emosi. Ketidak
stabilan emosi ini menimbulkan penyimpangan tingkah laku, misalnya; mudah
marah dan mudah tersinggung, kurang mampu memahami perasaan orang lain,
perilaku agresif, menarik diri dan sebagainya. Perasaan-perasaan seperti itu tentu
akan mengganggu situasi belajar dan akan mengakibatkan prestasi belajar yang
dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Karena itu mereka
memerlukan pengajaran remidial.
Perkembangan social anak tunalaras
Sebagai makhluk social, manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Interaksi social ini berlangsung sejak lahir dan
berkembang sesuai dengan pola atau tahapan-taahapan perkembangan.
Sebagaimana kita pahami bahwa anak tunalaras mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi social dengan orang lain atau lingkungannya. Hal ini
tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk
membentuk hubungan social dengan semua orang. Diantara bentuk-bentuk
kelainan tingkah laku, anak yang cemas dan menarik diri memiliki ancaman yang
lebih besar terhadap dirinya sendiri daripada lingkungan sosialnya. Karena
mereka tidak menunjukkan tingkah laku yang menggganggu dan tidak terlalu
menimbulkan masalah bagi orang lain, maka biasanya kurang menarik perhatian.
3. Keterkaitan Konsep diri dan Perilaku Sosial Anak Tunalaras
Anak tunalaras memiliki penghayatan yang keliru, baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya. Mereka menganggap
dirinya tidak berguna bagi orang lain dan merasa tidak berperasaan. Oleh karena
itulah timbul kesulitan apabila akan menjalin hubungan dengan mereka, ingin
mencoba mendekati dan menyayangi mereka, dan apabila berhasil sekalipun,
12
mereka akan menjadi sangat bergantung kepada seseorang yang pada akhirnya
dapat menjalin hubungan social dengannya.
Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung
bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu
meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak
akan menyenangi diri kita. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang
lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya,
harga dirinya sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
Eksperimen lain yang dilakukan Gergen (1965) menunjang penemuan
ini. Pada satu kelompok, subyek-subyek eksperimen yang menilai dirinya dengan
baik diberi peneguhan dengan anggukan, senyuman atau pernyataan mendukung
pendapat mereka. Pada kelompok lain, penilaian positif tidak ditanggapi sama
sekali. Kelompok pertama menunjukkan peningkatan citra diri yang lebih baik,
karena mendapat sokongan dari orang lain. Tidak semua orang lain mempunyai
pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-
orang yang paling dekat dengan diri kita. Dari merekalah, secara perlahan-lahan
kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan
mereka menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Sebaliknya ejekan,
cemoohan dan hardikan membuat kita memandang diri kita secara negatif.
Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam
komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin
sesuai dengan konsep dirinya. Apabila seseorang menganggap dirinya sebagai
orang yang rajin, ia akan berusaha melakukan pekerjaan secara baik. Jika seorang
gadis merasa wanita menarik, maka akan berusaha berpakaian serapi mungkin dan
menggunakan kosmetik yang tepat. Hubungan konsep diri dengan perilaku
mungkin dapat disimpulkan dengan ucapan paraa pengajar berpikir positif “You
don’t think what you are, you are what you think”.
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (1976), ada 4 tanda
orang yang memiliki konsep diri yang negatif yaitu; Pertama, ia peka pada kritik.
Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya, dan mudah marah. Bagi
13
orang ini, koreksi seringkali dipersepsikan sebagai usaha untuk menjatuhkan
harga dirinya; Kedua, responsive sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin
berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya
pada waktu menerima pujian. Bagi orang ini segala macam embel-embel yang
menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya. Bersamaan dengan
kesenangannya terhadap pujian, merekapun bersikap hiperkritis terhadap orang
lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapa pun.
Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau
pengakuan pada kelebihan orang lain; Ketiga, memiliki sikap hiperkritis, sehingga
cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan.
Karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat
melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Ia tidak akan pernah
mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari
system social yang tidak beres; Keempat, bersikap pesimis terhadap kompetisi
seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam
membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya.
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan 5
hal, yaitu (1) ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, (2) ia merasa
setara dengan orang lain, (3) ia menerima pujian tanpa rasa malu, (4) ia
menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, (5) ia mampu memperbaiki
dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenangi dan berusaha mengubahnya (Rakhmat,1991).
14
Peningkatan keterampilan berpikir mahasiswa dalam mengenali dan mengidentifikasi
perilaku anak tunalaras (Masitoh,2006).
Pengkajian terakhir yang dapat menjadi dukungan kemajuan yang telah
dicapai adalah Pengembangan Paket Layanan Perilaku Seksual bagi Anak
Tunagrahita (Sartinah, Wahyudi, 2006). Hasil pengkajian tersebut bahwa perilaku
seksual yang dialami anak tunagrahita (yang di dalamnya ada anak tunalaras) dapat
diminimalisir melalui intervensi paket layanan bimbingan perilaku seksual.
Keseluruhan hasil kajian yang telah dicapai menunjukkan bahwa siswa
tunalaras atau lebih dikenal dengan anak nakal perlu mendapatkan layanan bimbingan
untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang. Ujung seluruh bimbingan yang
harus diberikan adalah bagaimana anak tunalaras dapat mengenali dirinya melalui
bimbingan khusus yang menyenangkan dan bimbingan yang mandiri melalui
membaca paket khusus yang menyenangkan. Harapan peneliti akan mewujudkan
paket layanan bimbingan konsep diri (self concept) yang sederhana dan menarik
untuk dibaca anak tunalaras serta dilengkapi informasi pesan-pesan moral dalam
bentuk kemasan VCD.
15
konseling dengan SLB/E di Surabaya yang saat ini berada pada komplek SDN
Dinoyo II.
Kondisi riil yang pernah dilakukan inilah peneliti akan menindaklanjuti dalam
bentuk kajian lebih mendalam tentang perilaku social anak tunalaras melalui
pengembangan paket layanan konsep diri (self concept). Hal ini terdorong hasil
pengamatan lapangan peneliti bahwa sumber persoalan penyimpangan perilaku anak
tunalaras karena mereka kurang mengenali akan dirinya.
16
Crowley,1994). Desain A-B-A-B ini langkah pertama adalah mengumpulkan data
target behavior pada kondisi baseline pertama (A1). Setelah data menjadi stabil pada
kondisi baseline, intervensi (A1) diberikan. Pengumpulan data pada kondisi
intervensi dilaksanakan secara kontinyu sampai data mencapai trend dan level yang
jelas. Setelah itu masing-masing kondisi yaitu baseline (A1) dan intervensi (B1)
diulang kembali pada subjek yang sama.
Desain penelitian pengembangan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
TAHUN PERTAMA
HASIL PROTOTIPE
PAKET LAYANAN Ujicoba skala kecil dan revisi produk
BIMBINGAN KONSEP - 1 SLB/E dan 1SLB lain di
DIRI Surabaya
(SELF CONCEPT) - Hasil ujicoba direvisi
17
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa tunalaras SLB/E di Surabaya dan Jember.
Satu SLB/E dan satu SLB/C yang ada siswa tunalaras di Surabaya sebagai ujicoba
terbatas/skala kecil, selanjutnya kegiatan ujicoba skala besar akan dilakukan pada
SLB/E di Surabaya dan SLB/E di Jember.
18
BAB IV. PEMBIAYAAN
Penelitian ini dirancang dengan waktu dua tahun yaitu tahun anggaran 2007
dan tahun anggaran 2008. Adapun perincian pembiayaan diuraikan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
19
Gerungan,W.A. 1991. Psikologi Sosial. Bandung: PT Eresco.
Hallahan, Daniel & Kaufman, James M. 1988. Exceptional Children Introduction to
Special Education. London: Prestice Hall International Inc.
Handaya, B. (2000). Etiket dan Pergaulan . Yogyakarta : Kanisius.
Kartono,Kartini.1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:
Monder Baru..
____.1986. Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja. Jakarta: CV. Rajawali
Moekijat. (1995). Asas-asas Etika. Bandung : Mandar Maju.
Natawidjaja, R. (1988). Pedoman Guru dalam Bimbingan di Sekolah. Bandung: FIP
IKIP Bandung.
Purwanto, Fr M Firdelis, Jangan Hanya Melarang Beri Anak Solusi, Seminar
Pendidikan Seks Untuk Orangtua (Surya, 3 Desember 2004).
Sartinah, Endang Puji Astuti. 2004. Bimbingan perilaku Seksual Siswa Cerebral Palsy
Di SLTPLB YPAC Surabaya, Jurnal Rehabilitasi dan Remidasi (JRR). Tahun 14,
No: 1, Juni 2004, ISSN. 0854- 0020.
Schalfer, Charles. 2000. Bagaimana Membimbing, Mendidik dan Mendisiplinkan Anak
Secara Efektif, Terjemahan. R. Tarman Sirait, Radar Jaya Ofset. Jakarta.
Sullivan,H.S. 1953. The Interpersonal Theory of Psychiatry. New York: Norton.
Sutjihati, S. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling). Jakarta: Depdikbud.
Direktorat Jendral
Wahyudi,Ari.1999. Peran Penting Interaksi Sosial Terhadap Keterkaitan Antara Kosep
Diri dan Perilaku Sosial Anak Tunalaras. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi
(JRR). Tahun 9, No. 20, Juni 1999, ISSN –0854-0020.
Winkel, W.S. (1991). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta :
Gramedia.
Winzer, M. (1990). Children With Exceptionalities, Ontario: Canadian Perspective
Prentice- Hall.
LAMPIRAN
20
I. Pertimbangan Alokasi Biaya
6 Penyusunan Laporan
a.Pengetikan 300 lmb x Rp. 2.500 750.000,-
b.Penggandaan draft laporan 300 lmb x 5 x Rp. 200 300.000,-
c.Seminar draft laporan 1.500.000,-
d.Pengetikan revisi laporan 750.000,-
e.Penggandaan laporan akhir 20 eks x Rp 25.000 500.000,-
Jumlah 3.800.000,-
21
Rekapitulasi Anggaran Tahun I
1 Honor Pelaksana 13.200.000,-
2 Bahan Aus 1.700.000,-
3 Peralatan dan penggadaan media paket layanan bimbingan 13.500.000,-
4 Semiloka/Pertemuan pakar 13.000.000,-
5 Perjalanan 4.800.000,-
6 Penyusunan laporan dan publikasi 3.800.000,-
Jumlah seluruhnya 50.000.000,-
4 Pertemuan/ Semiloka
a.Desiminasi pakar pendidikan 2 org x Rp 1.500.000 + 7.000.000,-
20 guru SLB di dua kota X Rp. 200.000
b.Akomodasi desiminasi 30 org x 2 hr x Rp. 100.000 6.000.000,-
c.Seminar ke Jakarta awal dan akhir 2.000.000,-
Jumlah 15.000.000,-
22
3 orang x 4 minggu x 4 hari x Rp.50.000,- (Surabaya) 4.800.000,-
Transportasi + akomodasi ujicoba skala besar 3 org x 4 mg
x 4 hr x Rp. 100.000,-
Jumlah 9.200.000,-
6 Penyusunan Laporan
a.Pengetikan 300 lmb x Rp. 2.500 750.000,-
b.Penggandaan draft laporan 300 lmb x 5 x Rp. 200 300.000,-
c.Seminar draft laporan 1.500.000,-
d.Pengetikan revisi laporan 750.000,-
e.Penggandaan laporan akhir 20 eks x Rp 25.000 500.000,-
Jumlah 3.800.000,-
III. Sarana
A. Laboratorium : Tersedia laboratorium Tunalaras di PLB FIP UNESA
B. Peralatan Utama : Tes CPM- sbg alat penunjang ada dan yang lain tdk ada
C. Keterangan tambahan : Keseluruhan SLB yang ada di Jawa Timur telah terjalin
ikatan yang kuat dengan PLB FIP Unesa dalam bentuk
kerjasama KKG SLB dan menjadi konsultan
pengembangan PLB di Jawa Timur dalam pembinaan
profesi guru , sehingga amat sangat membantu dalam
proses penelitian ini dan telah dijajaki bahwa seluruh
SLB/E di dua kota tersebut siap membantu.
23
IV. Biodata Peneliti
A. Ketua Peneliti
1. Nama lengkap, gelar dan tempat/tanggal lahir
Nama lengkap dan gelar Tempat/tanggal lahir
Drs. Sujarwanto,M.Pd. Sragen; 1 Juli 1962
2. Pendidikan
Universitas/Institut/lokasi Gelar Tahun Bidang Studi
selesai
UNS Surakarta Drs 1985 Pendidikan Luar Biasa
UPI Bandung M.Pd. 2001 Pend. Anak Berkesulitan
24
pembelajaran PPKn untuk mencapai ranah affektif bagi
siswa Tunagrahita. Jurnal Pendidikan Dasar No.1 Th.1.
4. Respon Masyarakat terhadap penyuluhan pendidikan bagi 2000
penyandang cacat. Laporan Penelitian
5. Penerapan Permainan ular tangga sebagai media simulasi 2000
untuk mencapai ranah affektif dalam pembelajaran PPKn di
SLB Tunagrahita (Laporan-tidak diterbitkan)
6. Penerapan teknologi media cerita bergambar untuk 2002
mencapai ranah affektif dalam pembelajaran PPKn di SLB
Tunagrahita (Laporan-tidak diterbitkan)
Drs. Sujarwanto,M.Pd.
25
B. Anggota Peneliti
1. Nama lengkap, gelar dan tempat/tanggal lahir
Nama lengkap dan gelar Tempat/tanggal lahir
Drs. Ari Wahyudi,M.Si. Nganjuk, 10 Mei 1965
2. Pendidikan
Universitas/Institut/lokasi Gelar Tahun Bidang Studi
selesai
IKIP Negeri Surabaya Drs 1988 Pend. Sejarah/PMP-Kn
Universitas Airlangga M.Si. 2001 Sosiologi-Budaya
26
No. 21 Th.9 –ISSN 0854-0020)
4. Peran Penting Interaksi Sosial terhadap keterkaitan antara 1999
konsep diri anak tunalaras dan perilaku social anak
tunalaras (Jurnal Rehabilitasi Remediasi No.20 Th. 9-ISSN
0854-0020)
5. Penyiapan tenaga terampil penyandang cacat pasca sekolah 2000
melalui pelatihan penggunaan media elektronika rumah
tangga (Jurnal Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
No.3 Vol. 23-ISSN 0216-9975)
6. Alumni PGSD sebagai sosok Pembaru dalam penanganan 2002
Disfungsi Minimal Otak Siswa SD (Jurnal Wacana PGSD
No.1 Vol.3 –ISSN 1411-3805)
7. Hubungan antara Pola Asuh, Interaksi orangtua pd anak, 2003
jumlah anak, keterlibatan orang ketiga dan fasilitas belajar
dengan perkembangan keterampilan motorik anak di
sekolah (Jurnal Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
No. 3 Vol.23- ISSN 0216-9975)
8. Respon Masyarakat terhadap penyuluhan pendidikan bagi 2003
penyandang cacat (Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi/JRR
No. 1 Tahun 13-ISSN-0854-0020)
9. Penerapan teknologi media cerita bergambar untuk 2004
mencapai ranah affektif dalam pembelajaran PPKn di SLB
Tunagrahita (Laporan-tidak diterbitkan)
27
C. Anggota Peneliti
1. Nama lengkap, gelar dan tempat/tanggal lahir
2. Pendidikan
28
Plan Di SLB Melalui Keterampilan Guru dan Optimalisasi
Hasil Belajar Siswa Penyandang Cacat Di Surabaya
(anggota)
5 Program Layanan Bimbingan Perilaku Seksual Siswa 2003
Cerebral Palsy Di SLB/D YPAC Suraabaya (Ketua)
6 Layanan Bimbingan Perilaku Seksual Anak Kelas 2004
Rehabilitasi Pravokasional di SLB Surabaya (Ketua)
7 Pengembangan program untuk menberdayakan layanan 2003
bimbingan penasehat Akademik PGPLB FIP UNESA
(Anggota)
29