PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah
besar di negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian di Negara tersebut
disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World
Health Organization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya
meninggal saat hamil dan bersalin. Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan
berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat
mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya. (Saifuddin dkk, 2002).
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam
menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian
ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup.
Jika perkiraan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan
terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26
– 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan oleh kasus komplikasi
obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta previa
atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang
panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin
(Manuaba, 1998). Plasenta previa sendiri merupakan komplikasi yang terjadi pada
kira-kira 1 dari 200 kehamilan dan merupakan salah satu penyebab utama
perdarahan pervaginam pada trimester ke 2 dan ke 3 (Getahun D, 2006).
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak
terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa
ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di
Negara-negara berkembang berkisar antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto
Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan
(Saifuddin dkk, 2002).
Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta
previa disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas
yang tinggi endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus
belum siap menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada
1
desidua, riwayat plasenta previa. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan
mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya
(Manuaba, 1998).
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. TH
Umur : 43 tahun
Paritas : G6P3A2
Alamat : Beureghang Tanah Luas, Aceh Utara
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
HPHT : :
UK :
Tanggal masuk :
No. MR : 46.83.38
B. Anamnesis
1. Keluhan utama : Nyeri perut bagian bawah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli kebidanan RSUD Cut Meutia dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah, tidak adanya darah maupun cairan yang
keluar dari jalan lahir. Air ketuban belum merembes dan pasien masih
merasakan gerakan janin.
3. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit
jantung disangkal oleh pasien. Riwayat hipertensi dalam kehamilan
sebelumnya juga disangkal oleh pasien.
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit dan keluhan yang sama.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung
dalam keluarga juga disangkal oleh pasien.
5. Riwayat operasi
Pasien pernah menjalani kuretase 2 kali pada tahun 1999 dan tahun
2000. Pasien juga mempunyai riwayat operasi Caesar pada tahun 2010.
6. Riwayat perkawinan
Pernikahan yang ke-3 dengan suami sekarang sejak 2 tahun yang lalu.
Pernikahan sebelumnya mengalami cerai hidup.
C. Pemeriksaan fisik
Status generalisata
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign : TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/menit
3
RR : 20 x/menit
T : 36,5˚ C
4. Tinggi badan : 157 cm
5. Berat Badan : 62 kg
6. Gizi : Baik
7. Kulit : Turgor dan elastisitas baik, tak tampak kelainan
kulit
8. Kepala : Mesocephal
9. Mata : Conjunctica anemis +/+, sclera ikterik -/-
10. Telinga : Tidak ada secret, tidak ada perdarahan
11. Hidung : Tidak ada secret, tidak ada perdarahan
12. Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tremor (-)
13. Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak ada pembesaran getah bening
14. Dada
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Fremitus (+) normal
Auskultasi :
Cor : S1 S2 reguler, bising jantung (-)
Pulmo : vesikuler +/+, suara tambahan ronkhi (-), wheezing (-)
15. Perut : membesar, sesuai umur kehamilan, stria gravidarum (+),
janin tunggal, punggung kiri, presentasi bokong, his (-), DJJ = 142
x/menit, TFU = 31 cm.
16. Anggota gerak : akral hangat, tidak ada edema, tidak ada varices
D. Status obstetric
1. Inspeksi
Kepala : Kloasma gravidarum (-)
Dada : Mammae tegang, areola dan paplilla mammae
hiperpigmentasi
Abdomen : perut tampak membesar kedepan, stria gravidarum (+),
bekas operasi Caesar (+)
2. Palpasi
Leopod I : Teraba bagian bulat dan keras, TFU : 31 cm
Leopod II : Kanan : teraba bagian kecil-kecil dari janin, Kiri: Teraba
bagian yang memanjang, DJJ 142 x/mnt, His (-)
Leopod III: Teraba bagian lunak, keras, bagian terbawah belum masuk
panggul, teraba 5/5 bagian.
Leopod IV: Konvergen
3. Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
4
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 10,4 gr%
Leukosit : 10.02 ribu/mm3
Trombosit : 243 ribu/mm3
HMT : 36,9 %
Gol. Darah : “AB”
Masa Perdarahan : 2`30` menit
Masa Pembekuan : 7` menit
Glukosa stik : 138 mg/dl
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Janin tunggal, memanjang, preskep, nampak plasenta menutupi OUI
BPD: 9 ,0cm
AC: 30,1 cm
FL: 7 cm
US-GA 34w 3d
EFW 2287g
Kesan : plasenta previa totalis
F. Assessment
G6P3A2 hamil Aterm dengan janin presentasi bokong dan plasenta previa
totalis.
G. Rencana
Pro – Seksio sesaria (elektif)
H. Follow up kasus
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 1. Plasenta
Previa (Hacker, 2007)
Menurut de Snoo, berdasarkan keadaan pada saat pembukaan 4 -5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis : bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior : bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
2.3 Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta (Hanafiah, 2004).
3.2 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan
pada usia diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah
dilaporkan insiden plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara
maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan
7
disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya
penggunaan ultrasnografi dalam obstetrik yang menungkinkan deteksi lebih dini
insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Chalik, 2009).
8
parut bekas operasi berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali
lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).
3.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum
diketahui secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau
atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan,
miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian
atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi
terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden
dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa
lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran
rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi ostium uteri
internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Chalik, 2009).
3.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus
uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai
tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan
9
membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari
ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan
perdarahan yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena
pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap,
maka laserasi baru akan mengulang terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis
atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat
dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah terjadi ke luar rahim
dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus vesica urinaria dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
10
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3
karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah
uri lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik
(Chalik, 2009).
11
plasenta posterior, karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi
plasenta atau hasil USG terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh
karena itu USG transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa.
Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif untuk mengetahui jarak
pinggir plasenta dari OUI (sensitivitas 87,5% dan spesivitas 98,8%)
(Oppenheimer, L et. al, 2007a; Oppenheimer L, 2007b).
3.7 Penatalaksanaan
Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan
syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed
Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%
12
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan
perawatan konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12
mg tiap 12 jam bila usia kehamilan < 34 minggu
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan
dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6
jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu
13
gejala klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat
memungkinkan. Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun
pada trimester ke 3 sangat besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea.
Jarak antara OUI dan pinggir plasenta pada USG transvaginal setelah umur
kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk menentukan persiapan rute
kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI, maka dapat
dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi.
Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan
tindakan seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih
memungkinkan bergantung pada keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0
mm atau lebih pada usia kehamilan lebih dari 35 minggu merupakan indikasi
untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L, 2007b)
3.8 Komplikasi
Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post
partum, malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008).
3.9 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah
ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut
berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau
bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil
dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga
berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum
terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun
karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum
sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu
14
penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan
(1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan
pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti
(Chalik, 2009).
Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan
plasenta previa memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat
meningkatkan resiko perdarahan pada trimeseter tiga dan kelahiran preterm
(Cunningham FG et al. 2003).
15
BAB IV
PEMBAHASAN
16
teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta
sebelumnya.
Penatalaksanaan pasien dengan plasenta previa tergantung pada keadaan
umum pasien (kadar Hb>8gr%), umur kehamilan, banyaknya perdarahan, serta
ada tidaknya tanda persalinan. Pada awal masuk rumah sakit dilakukan
manajemen ekspektatif terhadap pasien ini. Hal ini sesuai dengan beberapa
kriteria manajemen ekspektatif, antara lain umur kehamilan < 37 minggu,
perdarahan sedikit, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien baik
(Hb = 9,8 gr%). Manajemen ini bertujuan supaya janin tidak lahir premature.
Penanganan tersebut berupa :
- Rawat inap, tirah baring mutlak, berikan antibiotik profilaksis
BAB V
KESIMPULAN
17
Kesimpulan kasus ini terdiri dari:
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang berupa USG yaitu G6P3A2 hamil Aterm
dengan janin presentasi bokong dan plasenta previa totalis.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi
konservatif plasenta previa
3. Faktor predisposisi dari pasien ini adalah paritas tinggi dan riwayat operasi
caesar serta tindakan medis berupa kuretase.
DAFTAR PUSTAKA
18
Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam
Saifudin, AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu
Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2009: p. 495-503
Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram :
Mataram
Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins
Manual of Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore,
Maryland : Lippincott Williams & Wilkins.
Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics &
Gynecology 4E, Elsevier Saunders, United States.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.
19
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.
20