Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sifat-sifat fisika kimia merupakan dasar yang sangat penting untuk menjelaskan
aktivitas biologis obat, oleh karena:

1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor.
2. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan tinggi saja yang dapat
berinteraksi dengan reseptor biologis.

Absorpsi obat merupakan cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah
lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular,
subkutan dan intraperitonial, melibatkan proses absorpsi obat yang berbeda-beda. Proses
absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologi obat.
Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan memepengaruhi efek obat dan
menyebabakan kegagalan pengobatan.

Distribusi obat merupakan sebuaha proses perpindahan suatau obat secara reversible dari
sirkulasi darah menuju ke interstisium (cairan ekstraseluler) dan/ atau sel-sel jaringan.

Eksresi adalah pengeluaran obat dari dalam tubuh yang terjadi dengan melalui beberapa
rute yaitu: eksresi obat melalui paru, eksresi obat melali ginjal dan eksresi obat melalui
empedu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Hubungan Struktur, Sifat Fisika Kimia dan Absorpsi suatu obat?
2. Bagaimana Hubungan Struktur, Sifat Fisika Kimia dan Distribusi suatu obat?
3. Bagaimana Hubungan Struktur, Sifat Fisika Kimia dan Eksresi suatu obat?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Hubungan Struktur, Sifat Fisika Kimia dan Absorpsi suatu obat
2. Untuk mengetahui Hubungan Struktur, Sifat Fisika Kimia dan Distribusi suatu obat
3. Untuk mengetahui Hubungan Struktur, Sifat Fisika Kimia dan Eksresi suatu obat

1
II. ISI

Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu (oral, parenteral, anal, dermal, dll) obat akan
mengalami proses absorpsi, distribusi, metanolisme dan ekskresi. Tiga Fasa yang
menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah :
1. Fasa farmasetik
Meliputi proses pabrikasi, penganturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan
bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk
dapat diabsorpsi ke tubuh.
2. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat (ADME). Fasa ini
berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan sasaran (target) atau reseptor
sehingga dapat menimbulkan respons biologis.
3. Fasa Farmakodinamik
Fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini berperan dalam
timbulnya respons biologis obat.
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan
parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan dan intraperiontal,
melibatkan proses absorpsi obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain,
seperti melalui intravena, intraarteri, intraspinal dan intrasaerebral, tidak melibatkan proses
absorpsi, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi
reseptor (receptor site). Cara pemberian yang lain adalah secara inhalasi melalui hidung dan
secara setempat melalui kulit atau mata. Proses absorpsi merupakan dasar yang penting
dalam menentukan aktivitas farmakologi obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses
absorpsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses-proses
sebagai berikut :
 Obat disimpan dalam depo jaringan
 Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumin
 Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respons biologis.
 Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu:

2
a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan
menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respons biologis (bioaktivasi).
b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif,
kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi).
 Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap
utuh dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat berubah atau terikat
pada biopolimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai
reseptor disebutsisi kehilangan (site of loss).
Contoh sisi kehilangan: protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang dapat
menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif menjadi bentuk tidak aktif dan
proses ekskresi obat baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme.

2.1 Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Absorpsi Obat
Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis
obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan mempengaruhi efek obat
dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
a. Absorpsi Obat melalui Saluran Cerna
Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan
ke seluruh tubuh, terlebih dulu harus mengalami proses absorpsi pada saluran cerna. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat pada saluran cerna antara lain:
 Bentuk sediaan
 Sifat kimia fisika
 Cara pemberian

3
 Faktor biologis
 Faktor-faktor lain seperti umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan
senyawa lain dan adanya penyakit tertentu.
Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran partikel molekul
obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.
b. Absorpsi Obat melalui Mata
Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi melalui
membran konjungtiva dan sebagian lagi melalui kornea. Kecepatan penetrasi tergantung pada
derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk yang tidak terionisasi dan mudah larut
dalam lemak cepat diabsorpsi oleh membran mata. Penetrasi obat yang bersifat asam lemah
lebih cepat dalam suasana asam karena dalam suasana tersebut bentuk tidak terionisasinya
besar sehingga mudah menembus membran mata. Untuk obat yang bersifat basa lemah
penetrasi lebih cepat dalam suasana basa.
c. Absorpsi Obat melalui Paru
Obat anestesi sistemik yang diberikan secara inhalasi akan diabsorpsi melalui epitel paru
dan membran mukosa saluran napas. Krena mempunyai luas permukaan besar maka absorpsi
melalui buluh darah paru berjalan dengan cepat. Absorpsi obat melalui paru tergantung pada:
 Kadar obat dalam alveoli
 Koefisien partisi gas/darah
 Kecepatan aliran darah paru
 Ukuran partikel obat
d. Absorpsi Obat melalui Kulit
Absorpsi obat melalui kulit sangat tergantung pada kelarutan obat dalam lemak karena
epidermis kulit berfungsi sebagai membran lemak biologis.
2.2 Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Distribusi Obat

Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat secara serentak didistribusikan ke


seluruh jaringan dan organ tubuh. Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh
bervariasi dan tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:

4
 Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam lemak
 Sifat membran biologis
 Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan organ tubuh
 Ikatan obat dengan sisi kehilangan
 Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat
 Masa atau volume jaringan
a. Struktur Membran Biologis
Sel kehidupan dikelilingi oleh membrane yang berfungsi untuk memelihara keutuhan sel,
mengatur pemindahn makanan, dan produk yang terbuang, serta mengatur keluar masuknya
senyawa-senyawa dari dan kesitoplasma. Membran biologis mempunyai dua fungsi utama,
yaitu:
 Sebagai penghalang dengan sifat permeabilitas yang khas
 Sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi energi
 Komponen Membran Sel
 Lapisan Lemak Bimolekul
 Protein
 Mukopolisakarida
 Model Membran Sel
 Model Struktur Membran Davson-Danielli (1935)
Struktur membran sel terdiri daru dua bagian dalam adalah bagian lapisan lemak
bimolekul dan bagian luar adalah satu lapisan protein, yang mengapit lapisan lemak
bimolekul. Protein ini bergabung dengan bagian polar lemak melalui kekuatan elektrostatik.
 Model Struktur Membran Robertson (1964)
Memperjelas model membran biologis Davson-danielli yaitu daerah polar molekul lemak
secara normal berorientasi pada permukaan sel dan diselimuti oleh satu lapis protein pada
permukaan membran.
 Model Struktur Membran Singer dan Nicholson (1972)
Disebut model cairan mosaik dimana struktur membran terdiri dari lemak bimolekul dan
protein globular yang tersebar diantara lemak bimolekul tersebut.
Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara menembus membran biologis melalui
proses difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat kimia fisika obat dan
sifat membran biologis. Proses difusi dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan difusi aktif.
1. Difusi pasif

5
Penembus membran biologis secara difusi pasif dibedakan menjadi tiga, yaitu difusi pasif
melalui pori (cara penyaringan), difusi pasif dengan cara melarut dalam lemak penyusun
membran dan difusi dengan fasilitas.
 Difusi Pasif melalui Pori
Membran sel mempunyai pori dengan garis tengah sekitar 4 A˚ dan dapat dilewati secara
difusi oleh molekul yang bersifat hidrofil, molekul dengan garis tengah lebih kecil dari 4A
dan molekul dengan jumlah atom C lebih kecil dari 3 atau berat molekul lebih kecil dari
150. Kecepatan difusi obat tergantung pada ukuran pori, ukuran molekul dan peredaran
kadar antar membran. Sel glomerulus kapsula Bowman ginjal mempunyai membran
karakteristik, dengan pori yang lebih besar dibanding pori membran biologis lain.
Porinya dapat dilewati oleh molekul obat dengan garis tengah ± 40 A dan molekul protein
dengan berat molekul sampai 5000. sebagian besar molekul obat mempunyai garis tengah
lebih besar 4 A sehigga cara penyaringan ini kurang penting dalam mekanismepengangkut
obat.
 Difusi Pasif dengan cara Melarut pada Lemak
Difusi Pasif dengan Cara Melarut pada Lemak Penyusun Membran, kelarutan senyawa
organik dalam lemak berhubungan dengan mudah atau tidaknya penembusan membran
sel. Senyawa non polar bersifat mudah larut dalam penembusan membran sel. Senyawa non
polar bersifat mudah larut dalam dalam lemak, mempunyai harga koefisein partisi lemak/air
besar sehingga mudah menembus sel secara difusi.
2. Difusi aktif
Penembusan membran secara difusi aktif dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem
pengangkutan aktif, pinositosis dan interaksi obat dengan biopolymer.
 Sistem Pengangkutan Aktif
Sistem pengangkutan aktif atau traspor aktif, mirip dengan proses difusi pasif
dengan fasilitas yaitu sama-sama berdasarkan pembawa membrane, perbedaannya adalah :
- Pengangkutan obat dapat berjalan dari daerah yang berkadar rendah ke daerah
berkadar lebih tinggi, jadi tidak tergantung pada perbedaab kadar antar membran.
- Reaksi pembentukan kompleks obat-pembawa memerlukan afinitas.
 Pinositosis
Pinositosis merupakan tipe khas pengangkutan aktif dari obat yang mempunyai ukuran
molekul besar dan misel-misel, seperti lemak, amilum, gliserin dan vitamin A, D, E. K.
Pengangkutan ini digambarkan seperti sistem fagositoris pada nakteri. Bila membran sel

6
didekati oleh molekul obat maka membran akan membentuk rongga yang mengelilingi,
molekul obat dan kemudian obat bergerak menembus membran sel.
 Interaksi Obat dengan Biopolimer
Semua molekul organik asing yang masuk ke tubuh, kemungkinan besar berikatan dengan
konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak, asam nukleat, mopolisakarida,
ensim, biotransformasi dan reseptor. Pengikatan obat-biopolimer dipengaruhi oleh bentuk
konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dan gugus-gugus fungsional.
 Interaksi Tidak Khas
Interaksi tidak khas adalah interkasi obat dengan biopolimer, yang hasilnya
tidak memebrikan efek yang berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur
molekul obat maupun biopolimer. Interaksi ini bersifat terpulihkan, ikatan kimia yang
terlibat pada umumnya mempunyai yang relatif lemah. Interaksi tidak khas tidak
menghasilkan respons biologis. Contoh interaksi tidak khas obat dengan biopolimer antara
lain adalah interaksi obat dengan protein, jaringan, asam nukleat, mukopolosakarida dan
lemak.
 Interaksi Obat dengan Protein
Di dalam tubuh terdapat protein, baik pada plasma darah maupun jaringan, yang dapat
berinteraksi dengan hampir semua molekul obbat. Interaksi obat-protein bersifat
terpulihkan dan ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi ini adalah ikatan-ikatan
ion, hidrogen, hidrofob dan ikatan van der Waals. Pengikatan obat-biopolimersebagian
besar terjadi dalam cairan darah dan kadar obat bebas dalam darah selaluberkaitan dengan
kadar obat yang terikat oleh protein plasma.Kurang lebih 6,5% komposisi darah adalah
protein, dan ± 50% dari protein tersebut adalah Albumin, yang mempunyai peran
penting dalam proses pengkitan obat. Albumin mempunyai berat molekul ± 69.000, bersifat
amfoter, mempunya pH isoelektrik yang lebih rendah dibanding pH fisiologis (7,4) sehingga
albumin dapatberinterkasi baik dengan kation maupun anion obat. Selain albumin, protein
yang sering mengikat obat adalah Globulin.
Bila protein plasma telah jenuh, obat bebas dalam cairan darah berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respon biologis. Bila kadar obat bebas dalam darah menurun,
kompleks obat-protein plasma akan terurai dan obat bebas kembali ke plasma darah.
Kompleks obat-protein mempunyai beberapa fungsi, antara lain adalah :
- Pengangkutan senyawa biologis, contoh : pengangkutan 0² oleh hemoglobin, Fe
oleh transferin dan Cu oleh seruloplasmin.

7
- Detoksifikasi keracunan logam berat, contoh : pada keracunan Hg, Hg diikat secara kuat
oleh gugus SH protein sehingga efek toksinya dapat dinetralkan.
- Meningkatkan absorpsi obat, contoh : dikumarol diabsorpsi dengan baik oleh usus
karena dalam darah obat diadsorpsi secara kuat oleh protein plasma.
- Mempengaruhi sistem distribusi obat yaitu dengan membatasi interaksi obat dengan
reseptor khas, menghambat metabolisme dan ekskresi obat, sehingga memperpanjang
masa kerja obat. Contoh : Suramin, obat antitripanosoma, bila diberikan dalam dosis
tunggal beberapa bulan. Hal ini disebabkan ikatan kompleks suramin-protein plasma
cukup kuat dan kompleks mempunyai ukuran molekul yang besar sehingga tidak
melewati penyaringan glomerulus. Kompleks suramin-protein plasma tersebut
terdisosiasi dengan lambat, melepas obat bebas sedikit demi sedikit sehingga obat
mempunyai masa kerja yang panjang.
2.3 Hubungan Struktur, Kimia Fisika dengan Proses Ekskresi Obat

a. Ekskresi obat melalui Paru


Obat yang diekskresikan melalui paru terutama obat yang digunakan secara inhalasi. Sifat
fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat melalui paru adalah koefisien partisi
darah/udara.
b. Ekskresi obat melalui Ginjal
Ekskresi obat melalui Ginjal melibatkan tiga proses :
 Penyaringan Glomerulus
 Absorpsi Kembali secara Pasif pada Tubulus Ginjal
 Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal
c. Ekskresi Obat melalui Empedu
Obat dengan berat molekul lebih dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis menjadi
senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati, melewati empedu menuju ke usus
dengan mekanisme pegangkutan aktif. Obat tersebut biasanya dalam bentuk terkonjugasi

8
dengan asam glukuronat, asam sulfat atau glisin. Di usus bentuk terkonjugat tersebut secara
langsung diekskresikan melaui tinja, atau dapat mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau
bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat non polar, sehingga diabsorpsi kembali ke
plasma darah, kembali ke hati, dimetabolisis, dikeluarkan lagi melaui empedu menuju ke
usus,demikian seterusnya sehingga merupakan suatu siklus yang dinamakan siklus
enterohepatik. Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih panjang.

9
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan
mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. Proses absorpsi
terjadi di saluran cerna, mata, paru dan kulit.
2. Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat secara serentak didistribusikan ke
seluruh jaringan dan organ tubuh. Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara
menembus membran biologis melalui proses difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi
oleh struktur kimia, sifat kimia fisika obat dan sifat membran biologis. Proses difusi
dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan difusi aktif.
3. Eksresi adalah pengeluaran obat dari dalam tubuh yang terjadi dengan melalui
beberapa rute yaitu: eksresi obat melalui paru, eksresi obat melali ginjal dan eksresi
obat melalui empedu.

3.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa memplajari dengan baik bagaimana pengaruh struktur, sifat
kimia dan fisika terhadap absorpsi, distribusi dan eksresi suatu obat, agar efek obat
sesuai dengan efek biologisnya .

DAFTAR PUSTAKA

10
Siswandono dan Bambang, S. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga University Press : Surabaya.

11

Anda mungkin juga menyukai