Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1 Penyakit ini

bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan

komplikasi berbahaya hingga kematian. Tuberkulosis (TB) merupakan

penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum

ada satu negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat

kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. WHO (World Health

Organization menyatakan bahwa tuberkulosis merupakan global emergency

pada awal tahun 1990-an. Hingga saat ini, TB merupakan penyakit menular

yang masih menjadi tantangan bagi banyak negara di dunia. Indonesia

termasuk salah satu sebagai salah satu negara dengan beban TB tinggi di

dunia.2

TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi

DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) telah diterapkan di WHO

pada tahun 2013 diperkirakan 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 di mana 1,1

juta orang (13%) diantara adalah pasien TB dengan HIV (Human

Immunodeficiency Virus) positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di

wilayah Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang

1
2

menderita TB MDR (Multi Drug Resistance) dan 170.000 orang diantaranya

meninggal dunia.3

Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria

tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi.

Diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah

kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya adalah

160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan HIV

positif. Di Lampung, perkiraan kasus TB BTA (+) mengacu pada insidens rate

Lampung sebesar 160 per 100.000 penduduk, perkiraan insiden semua kasus

TB tahun 2014 yaitu case notification rate semua kasus sebesar 224 per

100.000 penduduk. Angka notifikasi semua kasus TB sebesar 94 per 100.000

penduduk.3,4

Sekiranya 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif

secara ekonomis (15-50 tahun), diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan

kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Jika ia meninggal akibat

TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan

secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial,

seperti stigma bahkan dikucilkan masyarakat.2

1.2 Masalah

Belum adanya evaluasi lebih lanjut akan Program Pengendalian dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit serta untuk

melihat sejauh mana keberhasilan puskesmas dalam Program Pengendalian

dan Penanggulangan TB.


3

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

Melakukan evaluasi lebih lanjut akan Program Pengendalian dan

Penanggulangan Tuberkulosis agar dapat diketahui pelaksanaan dan

tingkat keberhasilannya di Puskesmas Rawat Inap Satelit.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pelaksanaan dan pencapaian Program Pengendalian dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit.

b. Mengetahui masalah-masalah pada Program Pengendalian dan

Penaggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit.

c. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah-masalah dari Program

Pengendalian dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat

Inap Satelit dan membuat prioritas masalah

d. Membuat alternatif pemecahan masalah untuk Program Pengendalian

dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit.

1.4 Manfaat

1.4.1. Manfaat bagi Puskesmas

a. Mendapatkan masukan mengenai pelaksanaan dan masalah-masalah

yang dihadapi selama pelaksanaan Program Pengendalian dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit.

b. Mendapatkan alternatif penyelesaian masalah dalam pelaksanaan

Program Pengendalian dan Penanggulangan Tuberkulosis Puskesmas

Rawat Inap Satelit.


4

c. Sebagai bahan masukan untuk melakukan penyuluhan kesehatan guna

meningkatkan keberhasilan Program Pengendalian dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit pada

tahun-tahun berikutnya.

1.4.2. Manfaat bagi Universitas

Sebagai tempat penyelenggaraan tugas kedokteran terutama dalam

kepaniteraan ilmu kedokteran komunitas serta siap bekerja di

masyarakat.

1.4.3. Manfaat bagi penulis

a. Penulis dapat melakukan evaluasi program puskesmas dengan

mengaplikasikan ilmu kedokteran komunitas.

b. Mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan Program

Pengendalian dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat

Inap Satelit.

c. Penulis dapat mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif

penyelesaian masalah sebagai masukan untuk pelaksanaan


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian

besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ

tubuh lainnya.5

2.1.2 Epidemiologi

Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dari 22

negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar

5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu

TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).5

2.1.3 Diagnosis

 Anamnesis

Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.

Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu,

yang disertai:

a. Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau

b. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat

badan, keringat malam dan mudah lelah).5

5
6

 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali

menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar suaranapas

bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks paru,

tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

 Pemeriksaan Penunjang

a. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.

b. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA)

ataukultur kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagi-

sewaktu.

c. Untuk TB non-paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung,

cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.

d. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.

Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-

bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas

membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu,

kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis

(penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).5


7

 Penegakan Diagnosis (Assessment)

a. Diagnosis Pasti TB

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes

tuberkulin pada anak).5

b. Kriteria Diagnosis

Berdasarkan International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC

2014) Standar Diagnosis

a) Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan

harus waspada terhadap individu dan grup dengan faktor risiko

TB dengan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaan

diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB.

b) Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama

≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi

untuk TB.

c) Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu

mengeluarkan dahak, harus diperiksa mikroskopis spesimen

apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1 spesimen sputum

untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*, yang diperiksa di

laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya

adalah spesimen pagi.

d) Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen

dari organ yang terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis


8

dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai

pilihan uji mikrobiologis untuk pasien terduga meningitis

karena membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat.

e) Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak.

Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF* negatif pada pasien

dengan gejala klinis yang mendukung TB, sebaiknya segera

diberikan pengobatan antituberkulosis setelah pemeriksaan

kultur.5

2.1.4 Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

a. Tujuan pengobatan:

 Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan

produktivitas pasien.

 Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.

 Mencegah kekambuhan TB.

 Mengurangi penularan TB kepada orang lain.

 Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya

b. Prinsip-prinsip terapi:

A. Obat AntiTuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk

kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan

dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari

penggunaan monoterapi.
9

B. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose

Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.

C. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.

D. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban

tanggung jawab kesehatan masyarakat.

E. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang

belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama.

F. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai,

diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien

(patient centered approach) dan dilakukan dengan pengawasan

langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang

pengawas menelan obat.

G. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator

penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada

akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.

H. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan

efek samping harus tercatat dan tersimpan.5


10

Tabel 2.1 Dosis Obat Anti Tuberkulosis KDT/FDC

Fase Intensif Fase Lanjutan


Berat Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
Badan R/H/Z/E R/H/Z R/H/Z/ R/H R/H
150/75/400/275 150/75/40 10/150/500 150/75 150/150
30/37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

Tabel 2.2 Dosis obat TB berdasarkan berat badan (BB)

Rekomendasi dosis dalam mg/kgbb


Obat Harian 3x/minggu
INH 5 (4-6) max 300 mg/hr 10(8-12) max 900 mg/dosis
RIF 10 (8-12) max 600 mg/hr 10(8-12) max 600 mg/dosis
PZA 25(20-30) max 1600 mg/hr 35(30-40)max 2400 mg/dosis
EMB 15(15-20) max 1600 mg/hr 30(25-35)max 2400 mg/dosis

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan5

A. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid,

pirazinamid dan etambutol.

a. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis

obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum

setiap hari dan diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan

minum obat dan mencegah terjadinya kekebalan obat.

b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya

penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu.


11

c. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif

(konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah

terjadi konversi pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjut.

B. Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan isoniazid

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan

isoniazid), namun dalam jangka waktu yang lebih lama (minimal 4

bulan).

b. Obat dapat diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat

program) atau tiap hari (obat non-program).

c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :5

A. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap

hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam

seminggu. Jadi lama pengobatan seluruhnya 6 bulan.

B. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal

pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal

pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah

suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal


12

diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan,

3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.

C. OAT sisipan : HRZE

Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada

akhir pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka

diberikan pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

c. Konseling dan Edukasi5

a) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang

penyakit tuberkulosis

b) Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur.

c) Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan

2.1.5 Kriteria Rujukan5

A. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan

perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu

B. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)

C. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu

D. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)

E. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.

2.1.6 Peralatan5

A. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.

B. Radiologi

C. Uji Gen Xpert-Rif MTB jika fasilitas tersedia


13

2.1.7 Prognosis

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi

sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid,

prognosis menjadi kurang baik.5

Kriteria hasil pengobatan:

a) Sembuh : pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif

pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

b) Pengobatan lengkap : pasien yang telah menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan

apusan dahak ulang pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan

sebelumnya.

c) Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena

sebab apapun.

d) Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-

turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

e) Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.

f) Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan

pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.5

2.1.8 Efek Samping

Sebagian besar pasien TB paru dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek


14

samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek

samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping

yang terjadi dapat yaitu: 6

A. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada

syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini

dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg

perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut

pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai

defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek samping berat dapat

berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita.

Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan

pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

B. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simptomatis ialah:

 Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

 Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah

kadang-kadang diare

 Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah

kadang-kadang diare.8

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :


15

 Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT

harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB paru

pada keadaan khusus

 Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila

salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan

dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

 Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas. Rifampisin

dapat menyebabkan warna merah pada air seni,keringat, air mata

dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses

metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan

kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

C. Piranizamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan

sesuai pedoman TB paru pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga

dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan

serangan arthritis gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya

ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi

demam, mual,kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

D. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.31

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis

yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB per
16

hari atau 30mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan

penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat

dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena

risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

E. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek

samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis

yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat

pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek

samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan

kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat

segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan

diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan

menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti

kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit

kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan

ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga

yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini

mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat

menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada

perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.9,10


17

2.1.9 Komplikasi

TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru

dibedakan menjadi dua, yaitu:7

1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,

laryngitis, usus.

2. Komplikasi pada stadium lanjut:Komplikasi-komplikasi yang sering

terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:

a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang

dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau

syok hipovolemik

b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)

pada paru

d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang

pecah

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal,

dan sebagainya, 9,10

2.2 Sistem

Evaluasi program P2TB di Puskesmas Rawat Inap Satelit menggunakan

pendekatan sistem, yaitu merupakan suatu penerapan dari cara berpikir yang

sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah
18

atau keadaan yang dihadapi. Dalam hal ini program atau organisasi dipandang

menjadi suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen sistem.8

2.2.1. Definisi Sistem

Sistem dapat memiliki beberapa makna.8

A. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling

dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai

satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang

telah ditetapkan (Ryans)

B. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-

fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit

organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan

efisien(John McManama)

C. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan

membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing

bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai

sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula

D. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai

elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan

sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

Jika diperhatikan dalam keempat pengertian sistem ini, terlihat bahwa

pengertian sistem secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni

sebagai suatu wujud dan sebagai suatu metoda.8


19

A. Sistem sebagai suatu wujud

Suatu sistem disebut sebagai suatu wujud, apabila bagian-

bagian atau elemen-elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut

memberikan suatu wujud yang ciri-cirinya dapat dideskripsikan

dengan jelas.

B. Sistem sebagai suatu metode

Suatu sistem disebut sebagai suatu metode, apabila bagian atau

elemen-elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk

suatu metode yang dapat dipakai sebagai alat dalam melakukan

pekerjaan administrasi. Pemahaman sistem sebagai suatu metode

berperanan besar dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah

yang dihadapi oleh suatu sistem. Populer dengan sebutan pendekatan

sistem (system approach) yang pada akhir-akhir ini banyak

dimanfaatkan pada pekerjaan administrasi.

2.2.2 Unsur-unsur Sistem

Unsur-unsur yang terdapat dalam sistem dapat dikelompokkan menjadi

enam unsur yaitu :8

a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat

dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem

tersebut. Dalam sistem pelayanan kesehatan, masukan terdiri dari

tenaga, dana, metode, sarana/material.

b. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat

dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi


20

keluaran yang direncanakan. Dalam sistem pelayanan kesehatan

terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

penilaian.

c. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.

d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi

sistem tersebut.

e. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu

sistem.

f. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak

dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap

sistem. 8

Lingkungan

Masukan Proses Keluaran Dampak

Umpan Balik

Gambar 2.1 Enam unsur sistem yang saling mempengaruhi


21

2.2.3 Pendekatan Sistem

Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan

tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut, perlu

dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara

keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama

berfungsi untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja

sistem ini diterapkan ketika menyelenggarakan pekerjaan administrasi,

maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan

sistem (system approach).8

Terdapat beberapa definisi dari pendekatan sistem, antara lain:

a. Penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang

suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga

dapat berfungsi sebagai satu-kesatuan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan (L. James Harvey).

b. Strategi yang menggunakan metode analisa, desain dan manajemen

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan

efisien.

c. Penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam

membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan

yang dihadapi.

Dalam suatu pendekatan sistem, dua proses utama yang

dikerjakan adalah (1) menguraikan sesuatu untuk mencari masalah

dan (2) membentuk sesuatu untuk menyusun jalan keluar.12


22

Keuntungan dari pendekatan sistem adalah dapat menilai masukan

secara efisien, menilai proses secara efektif, menilai keluaran secara

optimal, dan menilai umpan balik secara adekuat. Akan tetapi,

pendekatan sistem memiliki kelemahan, yaitu terjebak pada detail

sehingga sulit menarik kesimpulan.8

2.3. Evaluasi Program

Definisi evaluasi menurut The American Public Association adalah suatu

proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu

program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.8 Evaluasi adalah

kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan merupakan suatu

proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah

ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang telah dicapai

oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan.9 Evaluasi merupakan

proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang dicapai

dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai, serta dilaksanakan sebagai upaya

untuk melakukan perbaikan atas segala kegiatan.10

Berdasarkan tujuannya, evaluasi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:8

a. Evaluasi formatif

Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada tahap awal

program. Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk meyakinkan bahwa

rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang

ditemukan, sehingga nantinya dapat menyelesaikan masalah tersebut.


23

b. Evaluasi promotif

Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada saat program

sedang dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi promotif adalah untuk mengukur

apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan

rencana atau tidak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan

tujuan program.

c. Evaluasi sumatif

Ini merupakan jenis evaluasi yang dilaksanakan pada saat program

telah selesai. Tujuannya adalah untuk mengukur keluaran (output) atau

dampak (impact) bila memungkinkan. Jenis evaluasi ini yang dilakukan

dalam makalah ini.

Secara umum, langkah-langkah membuat evaluasi program meliputi (1)

penetapan indikator dari unsur keluaran, (2) penetapan tolak ukur dari tiap

indikator keluaran, (3) perbandingan pencapaian masing-masing indikator

keluaran program dengan tolak ukurnya, (4) penetapan prioritas masalah, (5)

pembuatan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan, (6)

pengidentifikasian penyebab masalah, (7) pembuatan alternatif pemecahan

masalah, (8) penentuan prioritas cara pemecahan masalah yang dirangkum

dalam kesimpulan dan saran.9


24

BAB III
METODE EVALUASI

3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data bersumber dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan penanggung jawab

Program Pengendalian Tuberkulosis (P2TB) di UPT Puskesmas Rawat Inap

Satelit.

2. Data sekunder

Data sekunder didapatkan dengan mempelajari dokumentasi

Puskesmas yaitu dari Profil UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit dan Buku

Registrasi Pasien TB periode Januari – Desember 2015 di Klinik TB Paru.

3.2 Cara penilaian dan Evaluasi

3.2.1. Penetapan Indikator dan tolak ukur penilaian

Evaluasi dilakukan pada Program Pengendalian Tuberkulosis di

UPTD Puskesmas Rawat Inap Satelit. Sumber rujukan tolak ukur

penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Profil UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2015

2. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2014.2

3. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.1

24
25

Tabel 3.1 Penetapan Indikator dan tolak ukur penilaian.2


Variabel Definisi operasional atau rumus Target
Case
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛
Detection Rate 𝑥 100% 100%
𝑃𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
(%)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 85%
Cure Rate (%) 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑠𝑒𝑚𝑏𝑢ℎ
Sumber : Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014

3.3 Cara Analisis

3.3.1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran

Mengetahui atau menetapkan indikator dan tolok ukur atau standar

yang ingin dicapai merupakan langkah pertama untuk menentukan

adanya suatu masalah dari pencapaian hasil output. Indikator didapatkan

dari berbagai rujukan, rujukan tersebut harus realistis dan sesuai sehingga

layak digunakan untuk mengukur. Tolak ukur juga diperoleh dari

rujukan.

3.3.2. Menganalisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi

Mencari adanya masalah dengan mengidentifikasi dan

membandingkan hasil pencapaian program (output) dengan tolak

ukurnya.

3.3.3. Menetapkan Masalah

Masalah dalam pendekatan sistem adalah kesenjangan antara tolak

ukur dengan hasil pencapaian pada unsur keluaran. Adanya masalah

diidentifikasi dengan membandingkan keluaran pada program dengan

tolak ukur. Tolak ukur program P2TB dapat dilihat pada tabel 3.1.

3.3.4. Menetapkan Prioritas Masalah


26

Masalah bisa lebih dari satu, tergantung dari indikator yang

dipakai. Jika terdapat lebih dari satu masalah, maka harus ditentukan

prioritas masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan

sumber daya, serta kemungkinan masalah-masalah tersebut saling

berkaitan. Tujuan menetapkan prioritas masalah adalah menetapkan

masalah yang akan dipecahkan masalahnya terlebih dahulu. Masalah

yang menjadi prioritas adalah masalah yang dianggap paling besar,

mudah diintervensi, dan paling penting, di mana jika masalah tersebut

diatasi maka masalah-masalah lain juga dapat teratasi. Jika masalah lebih

dari satu, maka penetapan prioritas masalah dilakukan dengan teknik

kriteria matriks (criteria matrix technique). Kriteria ini dibedakan atas

tiga macam, yaitu:8

1. Pentingnya masalah (Importancy = I)

Makin penting masalah tersebut, makin diprioritaskan

penyelesainnya. Ukuran pentingnya masalah yaitu :

a. Besarnya masalah (Prevalence = P)

b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (Severity = S)

c. Kenaikan besarnya masalah (Rate of Increase = RI)

d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of

Unmeet need = DU)

e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social Benefit = SB)

f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (Public Concern = PO)

g. Suasana politik (Political Climate = PC)


27

2. Kelayakan teknologi (Technology = T)

Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai

untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.

Kelayakan teknologi yang dimaksud adalah menunjuk penguasaan

ilmu dan teknologi yang sesuai.

3. Sumber daya yang tersedia (Resources = R)

Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk

mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut. Sumber

daya yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tenaga (man), dana

(money) dan sarana (material).

Beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting)

untuk setiap kriteria yang sesuai. Perhitungan prioritas masalah

dilakukan dengan rumus “I x T x R”. Masalah yang dipilih sebagai

prioritas adalah yang memiliki nilai tertinggi.

3.3.5. Identifikasi penyebab masalah

A. Kerangka Konsep Masalah

Untuk menentukan penyebab masalah, gambarkan terlebih

dahulu proses terjadinya masalah atau kerangka konsep prioritas

masalah. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor – faktor

penyebab masalah yang telah diprioritaskan yang berasal dari

komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen masukan (input),

proses, lingkungan, dan umpan balik. Dengan menggunakan


28

kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat

diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

B. Identifikasi Penyebab Masalah

Identifikasi dilakukan dengan mengelompokkan faktor

dalam unsur masukan, proses, lingkungan, dan umpan balik yang

diperkirakan berpengaruh terhadap prioritas masalah. Masing–

masing masalah ditentukan indikator dan tolak ukur, kemudian

dibandingkan antara pencapaian dari unsur tersebut dengan tolak

ukurnya. Suatu faktor ditetapkan menjadi penyebab masalah jika ada

kesenjangan antara pencapaian indikator dengan tolak ukur.

Diperlukan pengumpulan data baik data berupa dokumentasi

puskesmas, maupun data dari wawancara untuk mengetahui

pencapaian di lapangan. Tolak ukur pada komponen masukan,

proses, lingkungan, dan umpan balik dapat dilihat pada tabel 3.2,

tabel 3.3, tabel 3.4, dan tabel 3.5.

Tabel 3.2. Tolak ukur pada komponen masukan

No Variabel Tolak Ukur

1. Tenaga  Tenaga pelaksana minimal : 1 dokter, 1 perawat, 1


petugas administrasi, dan 1 analis sebagai pemeriksa
laboratorium
 Pelaksanaan program telah sesuai prosedur
2. Dana Tersedianya dana khusus untuk pelaksanaan program
yang berasal dari APBD dan APBN
29

3. Sarana Tersedianya sarana:


a. Sarana medis : alat-alat pemeriksaan seperti
stetoskop, senter, timbangan, tensimeter, dan
termometer
b. Sarana non medis: ruangan dilengkapi dengan
ruang tunggu yang terbuka, ruang periksa pasien,
ruang laboratorium, ruang suntik, ruang obat,
tempat untuk memeriksa, lemari penyimpanan
obat, bangku untuk ruang tunggu, status, alat tulis,
buku catatan
c. Sarana penyuluhan: brosur, poster
d. Sarana khusus pencatatan dan pelaporan
e. Laboratorium

4. Metode Pengobatan penderita Tuberkulosis Paru sesuai dengan


pedoman pemberantasan penyakit Tuberkulosis Paru :
a. Penemuan tersangka pasien TB paru BTA (+)
b. Penentuan diagnosis pasien TB paru
c. Pengobatan pasien TB paru
Penyuluhan kesehatan
a. Penyuluhan kepada penderita dan keluarga
b. Penyuluhan ke masyarakat
Pembinaan dan pelatihan kader
Pencatatan dan pelaporan kasus Tuberkulosis Paru

Tabel 3.3.Tolak ukur pada komponen proses

No Variabel Tolak ukur


1. Perencanaan Adanya perencanaan operasional (plan of action) yang
jelas: Jenis kegiatan, target kegiatan, waktu kegiatan.

2. Organisasia. Adanya struktur pelaksana program


b. Adanya pembagian tugas, tanggung jawab, dan
monitoring yang jelas

3. Pelaksanaana. Penemuan tersangka pasien TB paru BTA (+)


i. Penentuan diagnosis pasien TB paru
ii. Pengobatan pasien TB paru
iii. Pengawasan Menelan Obat
b. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB paru
i. Penyuluhan TB
ii.
4. Pencatatan a. Penilaian kegiatan dalam bentuk laporan tertulis secara
dan periodik (bulanan, triwulan, semester, tahunan)
pelaporan b. Pengisian laporan tertulis yang lengkap
c. Penyimpanan laporan tertulis yang benar
d.
5. Pengawasan Adanya pengawasan eksternal maupun internal
30

Tabel 3.4. Tolak ukur komponen umpan balik

No Variabel Tolak Ukur


1. Masukan a. Digunakan data-data tentang hasil kegiatan dan
hasil laporan analisis sebagai masukan dan perbaikan program
selanjutnya

Tabel 3.5. Tolak ukur komponen lingkungan

No Variabel Tolak Ukur


1. Kemauan b. Semua penduduk datang ke puskesmas sesuai
penduduk ke wilayahnya untuk berobat
puskesmas
2 Sosial, c. Masyarakat yang ekonomi dan pendidikan tinggi
ekonomi dan ataupun rendah mengerti dan memahami mengenai TB
pendidikan

Penyebab masalah bisa lebih dari satu. Namun tidak semua

penyebab dapat diselesaikan karena mungkin ada masalah yang

saling berkaitan dan adanya keterbatasan kemampuan dalam

menyelesaikan semua penyebab masalah.

3.3.6. Membuat Alternatif Pemecahan Masalah

Sesuai dengan penyebab masalah yang ditemukan, maka dibuat

alternatif pemecahan masalah. Alternatif pemecahan masalah dibuat

dengan melihat kerangka konsep prioritas masalah, sehingga tersusun

daftar alternatif pemecahan masalah, dengan memperhatikan kondisi,

kemampuan, dan situasi fasilitas kesehatan di Puskesmas. Alternatif

pemecahan masalah dibuat secara rinci, meliputi tujuan, sasaran, target,

metode, jadwal kegiatan, serta rincian dananya.


31

3.3.7. Menentukan Prioritas Cara Pemecahan Masalah.

Setelah membuat alternatif jalan keluar yang dianggap paling

baik dan memungkinkan, kemudian menentukan prioritas cara

pemecahan masalah. Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan

memakai teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang lazim digunakan

adalah efektivitas dan efisiensi jalan keluar.8

A. Efektivitas jalan keluar

Tetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar

dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan

angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai

efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan keluar

digunakan kriteria tambahan yang dapat dilihat di bawah ini.

a. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude)

Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas

jalan keluar tersebut.

b. Pentingnya jalan keluar (Importancy)

Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah.

Makin lama masa bebas masalahnya, makin penting jalan keluar

tersebut.
32

c. Sensitivitas jalan keluar (Vulnerability)

Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi

masalah. Makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar

tersebut.

B. Efisiensi jalan keluar

Tetapkan nilai efisiensi untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai

efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan

untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan,

makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Berikan angka 1 (biaya

paling sedikit) sampai dengan angka 5 (biaya paling besar).

Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar ditentukan

dengan membagi nilai hasil perkalian M x I x V dengan C. Alternatif

jalan keluar dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar yang

terpilih. Lebih jelas rumus untuk menghitung prioritas jalan keluar dapat

dilihat di bawah ini:

𝑀𝑥𝐼𝑥𝑉
𝑃=
𝐶
Keterangan = P: Priority, M: Magnitude, I: Importancy , V:

Vulnerability, C : Cost

3.4 Cara Evaluasi

3.4.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan data di tabel-

tabel yang tersedia, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan secara

komputerisasi.
33

3.5 Waktu dan Lokasi

Data yang diambil mulai dari Januari 2015 – Desember 2015 di Klinik

TB Paru UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit.


34

BAB IV
PENYAJIAN DATA

4.1. Data Analisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi

4.1.1. Data Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit seluas 853 Ha dan

mempunyai 7 Kelurahan di Kecamatan Kedamaian, yaitu:

A. Kelurahan Tanjung Gading

B. Kelurahan Tanjung Raya

C. Kelurahan Kedamaian

D. Kelurahan Bumi Kedamaian

E. Kelurahan Tanjung Baru

F. Kelurahan Kali Balau Kencana

G. Kelurahan Tanjung Agung Raya

Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah

sebagai berikut:

A. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Way Halim dan

Sukarame

B. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bumi Waras dan

Enggal

C. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang

Timur

D. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukabumi

34
35

4.1.2. Data Demografis

Dari data didapatkan jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Rawat

Inap Satelit sebesar 43.043 jiwa. Adapun gambaran jumlah penduduk

tiap kelurahan sebagai berikut

Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah, Jumlah KK dan Luas Wilayah di Wilayah

Kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2015

Jumlah Jumlah Jumlah Luas


No Kelurahan
Penduduk Rumah KK Wilayah
1 Tanjung Gading 3.909 780 1.015 165 Ha
2 Tanjung Raya 6.784 1.276 1.731 97 Ha
3 Kedamaian 8.315 1.929 2.026 120 Ha
4 Bumi Kedamaian 7.371 1.556 1.794 91 Ha
5 Tanjung Baru 6.037 1.538 1.539 110 Ha
6 Kali Balau Kencana 8.675 1.926 2.189 155 Ha
7 Tanjung Agung Raya 1.958 436 457 15 Ha
Jumlah 43.043 9431 10.751 853 Ha

4.1.3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Satelit adalah sebagai berikut

Tabel 4.2 Sarana Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit

Tahun 2015

No Nama Sarana Jumlah


1 Puskesmas Induk Satelit 1
2 Puskeskel 7
3 Dokter Praktek Umum 6
4 Dokter Praktek Gigi 3
5 Dokter Praktek Spesialis 2
6 Bidan Praktek Swasta 3
7 Balai Pengobatan Swasta 2
8 Toko Obat/Apotek 5
9 Posyandu 30
10 Laboratorium Kesehatan Swasta 2
11 Salon Kecantikan 4
36

4.1.4. Tingkatan Pendidikan masyarakat

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat

Inap Satelit Tahun 2015

Kelurahan
No Pendidikan Jumlah
TG TR KDM BK TB KBK TAR
1 Sarjana 304 1.209 3.151 652 353 545 215 6.429
2 Sarjana
90 1.130 2.428 297 145 742 86 4.918
Muda
3 SLTA 1.065 1.275 563 1.918 965 1.781 1.150 8.717
4 STLP 665 1.427 807 1.329 733 2.530 105 7.596
5 SD 665 1.187 525 1.609 601 2.491 225 7.303
6 TK 137 0 127 554 405 252 41 1.516
7 Belum
977 556 383 885 307 334 132 3.574
Sekolah
8 Buta Huruf 0 0 0 127 28 0 0 155

4.1.5. Tingkatan Pekerjaan Masyarakat

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap

Satelit Tahun 2015

Kelurahan
No Pekerjaan Jumlah
TG TR KDM BK TB KBK TAR
1 PNS 660 103 1.189 269 228 120 103 2.575
2 TNI/Polri 11 6 416 0 33 25 6 491
3 Tani 42 49 119 29 12 0 0 251
4 Tukang 174 302 297 353 231 155 49 1.561
5 Buruh 685 103 1.214 2.434 764 691 302 6.175
6 Pensiunan 114 137 773 45 105 52 103 1.329
7 Pedagang 427 250 2.199 705 273 248 137 4.239
8 Lain-lain 1.790 4.698 1.777 3.508 1.378 7.384 250 20.785

4.1.6. Gambaran Mengenai Puskesmas

Sumber daya tenaga Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah sebagai

berikut
37

Tabel 4.5 Sumber daya tenaga Puskesmas Rawat Inap Satelit

Status Tenaga
No Jenis Tenaga Jumlah
PNS PTT Kontrak TKS
1 Dokter Umum 5 0 1 0 6
2 Dokter Gigi 3 0 0 0 3
3 SKM 1 0 0 0 1
4 Sarjana Umum 1 0 2 0 3
Perawat
a. SPK 1 0 0 0 2
5
b. D3 9 0 7 0 16
c. S1 1 0 2 1 4
Bidan
a. D1 2 0 0 0 2
6
b. D3 2 0 7 3 12
c. D4 2 0 0 0 2
Perawat Gigi
7 a. SPRG 2 0 0 0 2
b. D3 1 0 1 1 2
8 Apoteker 1 0 0 0 1
9 Asisten Apoteker 1 0 0 1 2
Sanitarian
10 a. SPPH 2 0 0 0 2
b. D3 1 0 0 0 1
11 Gizi 1 0 0 1 1
12 Analis Kesehatan 2 0 0 1 3
13 D3 Bahasa Inggris 0 0 1 0 1
14 SLTA 2 0 3 1 6
15 SMP 0 0 0 1 1
16 SD 1 0 0 0 1
17 Bidan Psukeskel 0 4 4 0 8
18 Perawat Puskeskel 0 0 12 0 12
Jumlah 39 4 41 10 95
38

4.1.7. Struktur Organisasi


KEPALA DINAS KESEHATAN
KOTA BANDAR LAMPUNG
dr. Hi. EDWIN RUSLI, M. KM

KEPALA PUSKESMAS SATELIT


Kasubag Tata Usaha
dr. Hj. RIA SARI
SARGANI, S. Sos
Kegiatan :
Sistem Informasi Puskesmas : HARYATI, A. Md. Kep
Kepegawain : SARGANI S. Sos
Rumah Tangga : RUMPOKONINGSIH
Keuangan : drg. ERRY INDRIANA, MM

Penanggung jawab UKM Penanggung Jawab UKM Penanggung jawab UKP Penanggung jawab Jaringan
Esensial dan Keperawatan Pengembangan Kefarmasian dan Laboratorium Pelayanan Puskesmas dan
Kesehatan Masyarakat Jejaringan fasyankes
dr. NOVITA FITRIATI dr. DERA MEILENI dr. DHUFITA FITRIANA dr. BIE N U, MARS

 Pelayanan Promkes  Pelayanan Kesehatan Jiwa  Pelayanan Pemeriksaan Umum  Poskeskel KEDAMAIAN
WIWIK PRIHANDINI, S. KM AKHAMD RIDUAN, A. Md. Kep dr. DERA MEILENI  Poskeskel B. KEDAMAIAN
 Pelayanan Kesehatan Lingkungan  Pelayanan Kesehatan Gizi  Pelayanan Kesehatan Gigi  Poskeskel TJ. AGUNG RAYA
WINARTI, A. Md. KL Masyarakat dr. NURLITA WN
 Poskeskel TJ. RAYA
 Pelayanan KB SISKA RATMAWATI, A. Md. KG  Pelayanan KIA/ KB
 Pelayanan Kesehatan Tradisional Hj. DEVI SUARTY
 Poskeskel TJ. GADING
Hj. DEVI SUARTY
 Pelayanan Gizi-UKM Komplementer  Pelayanan Gawat Darurat  Poskeskel TJ. BARU
TUTI MARIYANI, A. Md. Gizi HERNAWATI, S, Kep dr. NOVITA FITRIATI  Poskeskel KALI BALAU
 Pelayanan P2P  Pelayanan Kesehatan Lansia  Pelayanan Gizi-UKM KENCANA
LINDA WARZATI, S. Kep ENDANG SURYOWULAN P TUTI MARIYANI, A. Md. Gizi 
 Pelayanan Keperawatan Kesehatan  Pelayanan Kesehatan Kerja Olahraga  Pelayanan Persalinan
Masyarakat HERNAWATI, S, Kep EVI AVIVAH, S, ST
AKHMAD. RIDUAN, A.Md. Kep  Pelayanan Upaya Kesehatan Sekolah  Pelayanan Rawat Inap
ELIYATI dr. NOVITA FITRIATI
Puskesmas Pembantu
 Pelayanan Kefarmasian
NURHAYATI ANBIYA, S, Si, Apt
 Pelayanan Kefarmasian Pustu Kedamaian : PARINGAN, A. Md. Kep
WINDA SULISTIYANI, A. Md. Ak Pustu Tj. Baru : SUTIKNO, A. Md. Kep
Pustu Tj. Gading : ANANTO PRATIKNO, A. Md. Kep

Gambar 4.1 Struktur Organisasi BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit
39

4.1.8. Struktur Organisasi Program Pencegahan dan Penanggulangan

TB paru

Kepala Puskesmas Rawat Inap Satelit

(dr.Hj. Ria Sari)

Penanggung Jawab

(Ibu Linda Warzati, S.Kep)

Pelaksana

(tenaga kesehatan puskesmas dan kader terkait)

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Program Pencegahan dan Penanggulangan TB paru

4.1.9. Data Khusus

Program Pencegahan dan Penanggulangan TB Paru (P2TB)

periode Januari 2015 – Desember 2015 dilaksanakan pada semua pasien

dengan hasil pemeriksaan sputum BTA Positif yang datang ke

Puskesmas Rawat Inap Satelit Bandar Lampung. Berikut adalah data-

data hasil pencapaian program P2TB Puskesmas Rawat Inap Satelit

Bandar Lampung. Tidak ada pasien yang meninggal dari semua

kelompok umur. Tidak ada data pasien yang ditangani dari Puskeskel

atau Pustu di wilayah kerja puskesmas.


40

Tabel 4.6. Jumlah pasien dengan gejala TB Paru dan pemeriksaan sputum BTA di Puskesmas

Rawat Inap Satelit Bandar Lampung periode Januari 2015 – Desember 2015

Kelompok usia
BTA BTA
Bulan <10 10-18 18-25 25-40 >40 Jumlah
(+) (-)
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Januari 0 0 0 3 1 3 1 4
Februari 0 0 0 3 1 2 2 4
Maret 0 1 0 3 6 5 5 10
April 0 0 2 1 1 1 3 4
Mei 0 0 2 3 2 3 4 7
Juni 0 0 0 2 8 6 4 10
Juli 0 0 1 2 3 3 3 6
Agustus 0 1 2 3 10 6 10 16
September 0 0 1 3 4 3 5 8
Oktober 0 0 3 1 3 6 1 7
November 0 0 1 3 6 3 7 10
Desember 0 0 0 2 6 4 4 8
Jumlah 0 2 12 29 51 45 49 94

Program P2TB periode Januari 2015 – Desember 2015,

dilaksanakan pada penderita dengan hasil pemeriksaan sputum BTA

Positif yang datang ke Puskesmas dengan segala variasi usia, namun

pada kasus TB anak dirujuk ke RS. Untuk memudahkan maka penderita

dikelompokkan menjadi penderita berusia<10 tahun, 10-18 tahun, 18-

25 tahun, 25-40 tahun dan lebih dari 40 tahun. Jumlah penderita TB

Paru BTA Positif selama periode tersebut berjumlah 45 orang. Selama

periode itu, tidak terdapat penderita berusia <10 tahun, ada 2 penderita

TB BTA Positif berusia 10-18 tahun, penderita TB berusia 18-25 tahun

sebanyak 12 orang, penderita TB berusia 25-40 tahun sebanyak 29

orang dan penderita TB berusia > 40 tahun sebanyak 51 orang. Tidak

ada penderita TB Paru BTA Positif yang ditangani oleh kader pada

periode Januari 2015 – Desember 2015.


41

Tabel 4.7 Pencapaian program P2TBPuskesmas Rawat Inap Satelit Bandar Lampung

No Variabel Tolak ukur Pencapaian

1. Temuan pasien TB BTA Positif 85% 62,5%

2. Temuan pasien TB BTA Positif sembuh 85% 60%

4.2 Menetapkan Masalah

Identifikasi masalah yang ada pada program P2TB BTA Positif

dilakukan dengan membandingkan pencapaian keluaran dengan tolak ukur.

Tabel 4.8 Identifikasi masalah program P2TB BTA Positif di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Satelit Bandar Lampung

No Variabel Tolak ukur Pencapaian Masalah

1. Temuan pasien TB BTA Positif 85% 62.5% (+)

2. Temuan pasien TB BTA Positif sembuh 85% 60% (+)

Dari data di atas kemudian diidentifikasi beberapa masalah dalam Program

P2TB BTA Positif di Puskesmas Rawat Inap Satelit Bandar Lampung yaitu :

1. Penemuan kasus baru TBBTA Positif yang rendah

2. Kepatuhan pasien masih rendah dalam menjalani pengobatan

3. Kurangnya PSP (pengetahuan, sikap dan perilaku) masyarakat mengenai TB

4.3 Penetapan prioritas Masalah

Berdasarkan tabel 4.8, didapatkan beberapa masalah pada program P2TB

BTA Positif yang harus diselesaikan. Ditemukannya permasalahan ini maka

harus dibuat program prioritas penanganan masalah karena adanya

keterbatasan dana dan sumber daya. Penetapan prioritas masalah dilakukan


42

dengan menggunakan kriteria matriks seperti pada Tabel 4.9. Prioritas masalah

ditetapkan dengan sistem skoring dan akan dinilai beberapa kriteria:

a) Pentingnya masalah (importancy) yang terdiri dari:

 Besarnya masalah (Prevalence = P)

 Akibat yang ditimbulkan masalah (severity) = S

 Kenaikan besarnya masalah (rate of increase) = RI

 Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social benefit) = SB

 Derajat keinginan masyarakat tidak terpenuhi (degree of unmeetneeds) =

DU

 Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern) = PB

 Suasana politik (political climate) = PC

b) Kelayakan teknologi (technilcal feasibility) = T

c) Sumber daya yang tersedia (Resources availability) = R

Untuk setiap kriteria diberikan nilai dalam rentang 1 (tidak penting) hingga

5 (sangat penting). Masalah yang menjadi prioritas utama ialah masalah

dengan nilai tertinggi.

Tabel 4.9 Penetapan prioritas masalah

Importance Jumlah
No Daftar Masalah T R P=I x T
P S RI DU SB PB PC
xR
Penemuan kasus TB BTA (+)
1. 4 4 4 3 3 3 5 4 3 312
baru masih rendah
Kepatuhan pasien masih rendah
2. 4 4 4 3 3 3 5 2 3 156
dalam pengobatan
Kurangnya PSP (pengetahuan,
3. sikap dan perilaku) masyarakat 5 5 4 4 4 4 5 5 4 620
mengenai TB
43

Dari penetapan prioritas berdasarkan teknik kriteria matriks di atas, maka

prioritas masalah yang dipilih adalah kurangnya PSP masyarakat mengenai

penyakit TB. Adapun urutan prioritas masalah yang berhasil ditetapkan adalah

sebagai berikut :

1. Kurangnya PSP masyarakat/pasien mengenai penyakit TB

2. Rendahnya penemuan kasus TB baru dengan BTA (+)

3. Kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

Kurangnya PSP masyarakat mengenai penyakit TB merupakan masalah

yang menjadi prioritas suatu masalah kesehatan masyarakat (prevalence).

Kurangnya tingkat PSP ini menggambarkan kurangnya informasi masyarakat

mengenai suatu penyakit menular di wilayah kerja Puskesmas. Kurangnya PSP

masyarakat dapat berdampak pada temuan penyakit atau kepedulian

masyarakat dalam upaya pemecahan masalah kesehatan, terlebih dalam kasus

TB yang merupakan salah satu jenis penyakit menular. Selain memberikan

pelayanan berupa pengobatan, puskesmas juga diharapkan mampu melakukan

pencegahan, salah satunya dengan mengadakan penyuluhan atau sosialisasi

baik secara aktif maupun pasif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan

perilaku masyarakat.

Rendahnya angka kunjungan penderita ke puskesmas dapat diartikan

masih banyak yang kasus yang tidak teridentifikasi, sehingga tindak lanjut

berupa penyuluhan mengenai penyakit TB haruslah sampai pada penderita atau

masyarakat. Akibat dari kurangnya pengetahuan penderita dan keluarga

mengenai pencegahan TB Paru dapat meningkatkan risiko penularan ke


44

keluarga dan bahkan ke masyarakat sekitar, terlebih lagi jika kegiatan

penyuluhan ke masyarakat tidak berjalan. Atas alasan-alasan di atas, akibat

yang ditimbulkan (severity) oleh kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku

masyarakat mengenai penyakit TB diberikan nilai paling besar.

Angka cakupan penemuan kasus TB BTA (+) yang belum memenuhi

target menunjukan bahwa masih banyak penderita TB Paru yang tidak datang

berobat ke puskesmas dan tidak adanya pelayanan pemeriksaan atau

pengobatan TB di puskeskel/pustu (seperti program puskesmas keliling), atau

porsi pemeriksaan dan pengobatan dilakukan juga oleh beberapa pusat

pelayanan kesehatan yang lain seperti praktek dokter swasta serta pusat

pelayanan kesehatan swasta lainnya.

Puskesmas sebagai sentra layanan kesehatan primer seharusnya menjadi

lini pertama dalam kegiatan penemuan kasus TB baru. Diharapkan dapat

dilakukan perbaikan dalam penemuan kasus-kasus TB baru, sehingga dari

temuan tersebut pasien dapat mendapatkan penanganan awal TB Paru yang

tepat sehingga tidak sampai terjadi komplikasi atau bahkan terjadi penularan

di sekitar lingkungan tempat tinggal penderita TB. Kader yang bersentuhan

langsung dengan masyarakat sebenarnya diharapkan mampu memperluas daya

jangkau program P2TB di wilayah kerja puskesmas.

Nilai kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang masih rendah

dapat mengakibatkan kesembuhan TB menjadi lebih lama bahkan

dikhawatirkan terjadi resistensi, sebaiknya hal seperti ini disampaikan kepada

pasien agar selalu memperhatikan pengobatannya dan kepada pihak keluarga


45

pasien agar turut serta dalam mengawasi minum obat serta kontrol

pengobatannya. Jika dibiarkan, hal ini dapat memunculkan anggapan buruk

pada masyarakat tentang penanganan di Puskesmas yang akan semakin

membuat angka kesembuhan dapat berkurang atau terjadinya peningkatan

risiko penularan pada masyarakat.

Kenaikan besar masalah (Rate of Increase) untuk angka cakupan

penemuan kasus baru TB BTA (+) mencapai 63,8% dari nilai idealnya 85%.

Ini berarti terdapat kesenjangan sebesar 21,2%. Jumlah pelaksanaan screening

yang lebih kecil dari standar untuk tiap penderita dapat menyebabkan

penegakan diagnosis dan penanganan TB menjadi terlambat. Hal ini terkendala

pada kemauan pasien dengan gejala TB untuk dilakukan pemeriksaan sputum

BTA, atau pasien tersebut mengalami kesulitan untuk mengeluarkan dahak

yang akan dilakukan pemeriksaan BTA.

Selain rendahnya temuan kasus baru, kepatuhan yang masih rendah dan

kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat mengenai penyakit

juga memiliki nilai yang sama. Kurang aktifnya peran petugas puskesmas dan

kader juga dapat mencerminkan kurangnya perhatian dan peran serta

masyarakat terhadap penanggulangan kasus TB. Oleh karena itulah,

diharapkan petugas puskesmas untuk meningkatkan kualitas kinerjanya dan

bagi kader yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sebenarnya

diharapkan mampu memperluas daya jangkau program P2TB yang berjalan di

wilayah kerja puskesmas.


46

Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degree of

unmeetneed) untuk rendahnya angka pengetahuan masyarakat mengenai

penyakit TB menunjukkan betapa pentingnya informasi untuk sampai kepada

masyarakat agar dapat muncul kepedulian masyarakat dalam pemberantasan

penyakit menular seperti TB. Untuk temuan kasus baru TB BTA (+) dan

kepatuhan dalam pengobatan menempati nilai yang sama. Kesembuhan

merupakan harapan utama dari seorang penderita, oleh karena itu dibutuhkan

penyampaian informasi kepada masyarakat dan penanganan yang tepat untuk

setiap kasus TB yang sesuai dengan standar, termasuk kepatuhan dalam

berobat. Masyarakat juga menginginkan penularan TB dapat diminimalisasi.

Untuk mewujudkannya, tidak cukup dengan pelayanan TB dalam puskesmas

saja, tetapi juga dibutuhkan peran serta masyarakat baik dalam berbagai aspek

(pelayanan, penyuluhan, dan pencegahan), dengan salah satu bentuk nyatanya

adalah pelayanan oleh kader.

Keuntungan sosial (Social benefit) yang diperoleh jika masalah

rendahnya angka cakupan pelayanan informasi (pengetahuan) mendapat nilai

terbesar, kemudian disusul oleh nilai kepatuhan dan penemuan kasus baru.

Adanya penyelesaian terhadap seluruh masalah tersebut diharapkan dapat

memutus rantai penularan karena kasus-kasus yang ada dapat teridentifikasi

dan mendapat penanganan yang tepat dan tindak lanjut berupa penyuluhan

tentang pencegahan, screening, dan pengobatannya.

Perhatian masyarakat (public concern) terhadap permasalahan TB Paru

secara umum masih kurang baik. Kebanyakan masyarakat masih ada yang
47

belum mengetahui tentang masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB, hal ini

tentu patut untuk menjadi sorotan dalam edukasi masyarakat. Selain itu, pasien

masih banyak yang tidak berobat ke puskesmas pada saat terjadi TB paru.

Cakupan kepatuhan berobat yang masih kurang baik, kurangnya kinerja

petugas puskesmas dan tidak adanya pelayanan oleh kader diberikan nilai yang

sama, karena hal ini adalah keadaan yang dapat dilihat dalam masyarakat

secara langsung dan mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap kinerja

puskesmas. Ketiadaan data mengenai pasien yang sembuh tidak menjadi

sorotan, karena bentuk pencatatan ini tidak secara langsung dilihat oleh

masyarakat manfaat dan pelaksanaannya.

Pemerintah telah membentuk program P2TB dan sangat mendukung

dalam pelaksanaan program tersebut dengan penerapan protap Global Fund.

Dikarenakan hal tersebut maka keseluruhan permasalahan tersebut memiliki

nilai political climate yang sama, namun ada baiknya puskesmas melakukan

strategi baru dalam menjalankan Program P2TB agar dapat mencapai target

program P2TB.

Dari penilaian teknis (technical feasibility), data mengenai tingkat PSP

masyarakat yang masih rendah mendapatkan nilai yang paling tinggi, karena

pada saat ini, sudah banyak kemajuan teknologi yang dapat digunakan untuk

mendukung dalam edukasi masyarakat. Screening temuan kasus baru juga

mendapat sorotan, namun hal ini sebenarnya tidaklah sulit dilakukan karena di

puskesmas sendiri sudah tersedia pemeriksaan sputum BTA. Mengenai

kepatuhan pasien, hal tersebut terkendala oleh pasien sendiri dikarenakan


48

terdapat pasien yang tidak melakukan kontrol atau pengambilan OAT sesuai

jadwal yang ditentukan.

Untuk ketersediaan sumber daya (Resources availability), maka bagian

promosi kesehatan untuk peningkatan pengetahuan masyarakat memiliki nilai

yang cukup tinggi, sedangkan temuan kasus baru dan kepatuhan pasien dalam

pengobatan mendapatkan nilai menengah, karena puskesmas sebenarnya

memiliki petugas dan kader, namun belum menjangkau keseluruhan kegiatan

seperti pelaksanaan program P2TB dengan baik di poskeskel/pustu. Hal ini

berhubungan dengan peranan petugas puskesmas dan kader yang belum

optimal dalam pelayanan TB.

4.4 Identifikasi Penyebab Masalah

4.4.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat dengan menggunakan pendekatan analisis, hal

ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab masalah tidak

tercapainya program penanganan TB paru BTA (+) Puskesmas Rawat

Inap Satelit. Kerangka konsep yang telah dipikirkan untuk masalah

tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


49

Belum ada alokasi dana Belum tercapai target


kegiatan yang memadai
Kurangnya sarana
Sarana penyuluhan TB Umpan balik
Dana
Pelaksanaan Kepatuhan
pengobatan rendah
Masukan Kualitas
kinerjatenaga Sesuai prosedur
namun belum
kurang
Pencatatan ada tindak
Kurangnya lanjut hasil
& pelaporan
penemuan kasus temuan
Kurangnya
TB secara aktif penyuluhan SDM
Pengisian laporan
TB kurang rapi

Metode Belum ada pelatihan Pengorganisasian


kader TB

Monitoring
perancanaan
Kemauan penduduk Penilaian belum aktif
mengunjungi berjalan
Sebagian penduduk
puskesmas rendah
keadaan sosial
ekonomi dan
pendidikan Perencanaan
menengah ke
Lingkungan bawah Proses

Gambar 4.3 Kerangka Konsep

4.4.2. Estimasi Penyebab Masalah

Masalah dalam pelaksanaan program penanganan TB paru BTA

(+) akan dibahas sesuai dengan pendekatan sistem yang

mempertimbangkan seluruh faktor baik dari unsur masukan, proses,

umpan balik, dan lingkungan


50

Pada komponen masukan, yang berpotensi menjadi penyebab

masalah adalah kualitas kinerja sumber daya manusia termasuk di

dalamnya adalah dokter, perawat, tenaga administrasi dan kader TB,

sarana penyuluhan di puskesmas rawat inap satelit, dana dan metode

yang digunakan. Mengenai kualitas kinerja sumber daya manusia,

terdapat pada kurang maksimalnya kinerja pemegang program yang

ada. Hal ini diperkirakan karena saat ini pemegang program yaitu 1

perawat yang merangkap juga menjadi petugas administrasi. Untuk

sarana penyuluhan di puskesmas, poster ataupun brosur mengenai TB

dirasa masih kurang, hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi TB

secara pasif. Untuk metode, pada penemuan kasus TB paru BTA(+),

hanya ada secara pasif yaitu pasien datang sendiri ke puskesmas untuk

berobat, dan masih kurang secara aktif di mana para kader TB terlatih

menemukan pasien dengan gejala TB dan disarankan ke puskesmas.

Untuk dana, sudah ada dana yang diturunkan dari BOK untuk kegiatan,

namun dana tersebut hanya untuk kegiatan tertentu, tidak dapat

digunakan untuk kegiatan lainnya. Dan juga penyuluhan dari

puskesmas kepada masyarakat mengenai TB dirasa masih kurang,

sehingga tindakan preventif juga minimal. Oleh karena itu bila kualitas

kinerja tenaga, sarana penyuluhan kurang memadai dan kurangnya

penyuluhan, hal ini dapat mengakibatkan metode yang digunakan

dalam pelaksanaan program menjadi kurang optimal, sehingga


51

partisipasi masyarakat menjadi lebih rendah dari yang diharapkan dan

menyulitkan pelaksanaan program ini.

Pada komponen proses, yang menjadi masalah pada program ini

yaitu pada pengorganisasian, pelaksanaan dan pencatatan dan

pelaporan. Untuk pengorganisasian, pada monitoring dari perencanaan

belum efektif berjalan, sehingga ini dapat mempengaruhi pelaksanaan.

Untuk pelaksanaan, pada penemuan kasus TB paru BTA (+) belum

efektif karena baik pada pelaksana program maupun kader TB belum

ada menindaklanjuti hasil temuan yang telah dilakukan secara prosedur.

Pada pengobatan, masih banyak pasien yang sulit untuk mengikuti

pengobatan selama 6 bulan, terlihat dari banyaknya pasien yang telat

untuk mengambil obat bahkan tidak mengambil obat, diperkirakan

karena kurangnya kemauan pasien untuk ke puskesmas dan pasien tidak

ingin mengantre. Untuk pencatatan dan pelaporan, yang menjadi

masalah yaitu pengisian laporan yang terkesan kurang rapi, yang dapat

berujung pada kurang lengkapnya laporan yang dicatat.

Pada komponen lingkungan, yang menjadi masalah ialah

kemauan penduduk ke puskesmas dan sosial ekonomi dan pendidikan.

Pada kemauan penduduk ke puskesmas, terdapat kurangnya kunjungan

penderita TB ke puskesmas rawat inap satelit pada beberapa kelurahan,

hal ini menunjukkan bahwa kurangnya keinginan sebagian penduduk

untuk berkunjung ke puskesmas rawat inap satelit, yang diperkirakan

karena pada sebagian wilayah terdapat puskesmas wilayah lain yang


52

lebih dekat bila penduduk sekitar pergi ke puskesmas tersebut. Pada

sosial ekonomi dan pendidikan, kebanyakan masyarakat merupakan

kalangan menengah ke bawah dan dengan pendidikan tamatan SD,

SLTP dan SLTA yang terbanyak sehingga banyak dari masyarakat yang

kesadarannya rendah mengenai TB, dan pentingnya pemeriksaan

dahak.

4.4.3. Konfirmasi Penyebab Masalah

Dilakukan wawancara dengan pihak terlibat (penanggung jawab

program P2TB puskesmas rawat inap satelit) dan membandingkan hasil

dan tolak ukur dilakukan untuk mengkonfirmasi penyebab masalah.

Identifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab masalah

tersebut dapat dilihat pada beberapa tabel berikut ini.

Tabel 4.10 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Masukan

Penyebab
Unsur Tolak Ukur Pencapaian
Masalah
Tenaga - Tenaga pelaksana minimal: 1 - Ada dokter yang
dokter, 1 perawat, 1 petugas membawahi program, ada -
administrasi, dan 1 analisis 1 perawat yang
sebagai pemeriksa laboratorium merangkap administrasi,
ada 1 analis
- Pelaksanaan program telah sesuai - Pelaksanaan program +
prosedur belum maksimal
Dana Tersedianya dana khusus untuk Ada dana untuk kegiatan
pelaksanaan program yang berasal dari BOK, namun alokasi
+
dari APBD dan APBN dana untuk semua kegiatan
belum memadai
Sarana Tersedianya sarana:
1. Sarana medis: alat-alat 1. Tersedia -
pemeriksaan seperti stetoskop,
senter, timbangan, tensimeter,
dan termometer
2. Sarana non medis: ruangan 2. Tersedia -
dilengkapi dengan ruang
tunggu yang terbuka
53

, ruang periksa pasien , ruang


laboratorium, ruang suntik,
ruang obat, tempat untuk
memeriksa, lemari
penyimpanan obat, bangku
untuk ruang tunggu, status,
alat tulis, buku catatan
3. Sarana penyuluhan: brosur, 3. Belum memadai +
poster
4. Sarana khusus pencatatan dan 4. Tersedia -
pelaporan
5. Laboratorium 5. Tersedia -
Metode - Pengobatan penderita TB Paru a. Penemuan tersangka TB +
sesuai dengan pedoman dilakukan secara pasif
pemberantasan penyakit TB Paru : dengan pasien datang
a. Penemuan tersangka pasien sendiri ke puskesmas
TB paru BTA + dan masih kurang
b. Penentuan diagnosis pasien secara aktif yaitu oleh
TB paru kader yang terlatih jika
c. Pengobatan pasien TB paru pasien menunjukkan
- Penyuluhan kesehatan gejala khas TB.
a. Penyuluhan kepada penderita b. Sudah sesuai prosedur
dan keluarga c. Sudah sesuai prosedur -
b. Penyuluhan ke masyarakat Penyuluhan kesehatan -
- Pembinaaan dan pelatihan kader A. Sudah dilakukan
TB B. sudah dilakukan namun -
- Pencatatan dan pelaporan kasus kurang maksimal +
Tuberkulosis Paru - Belum ada pembinaan
dan pelatihan kader TB +
- Sudah sesuai prosedur
-

Tabel 4.11 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Proses

Penyebab
Unsur Tolak Ukur Pencapaian
Masalah
Peren- Adanya perencanaan operasional Sudah ada perencanaan
canaan yang jelas: jenis kegiatan, target kegiatan pada program ini -
kegiatan, waktu kegiatan.
Organi- - Adanya struktur pelaksana - Ada struktur pelaksana -
sasi program program
- Adanya pembagian tugas, - Sudah ada pembagian +
tanggung jawab dan monitoring tugas yang jelas kepada
yang jelas kader TB, namun
monitoring kurang
54

Pelak- - Penemuan tersangka pasien TB - Sudah sesuai prosedur, +


sanaan paru BTA + namun belum ada tindak
- Penentuan diagnosis pasien TB lanjut hasil temuan
paru - Sudah sesuai prosedur -
- Pengobatan pasien TB paru - Sudah sesuai prosedur, +
- Pengawasan Menelan Obat namun pasien banyak telat
- Pemeriksaan ulang dahak pasien mengambil obat
TB paru - PMO telah ditentukan -
- Penyuluhan TB - Sudah sesuai prosedur -
- Sudah dilakukan saat -
proses pengobatan
Pencatat- - Penilaian kegiatan dalam bentuk - Laporan tertulis dilakukan -
an dan laporan tertulis secara periodik secara periodik tahunan
pelapor- - Pengisian laporan tertulis yang - Pengisian terkesan kurang +
an lengkap rapi dan cukup lengkap
- Penyimpanan laporan tertulis - Penyimpanan laporan -
yang benar cukup baik
Penga- Adanya pengawasan eksternal Pengawasan program
wasan maupun internal dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Bandar
-
Lampung dan secara
internal oleh kepala
puskesmas

Tabel 4.12 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Umpan Balik

Penyebab
Unsur Tolak Ukur Pencapaian
Masalah
Masukan Digunakan data-data tentang hasil Data tentang hasil
hasil kegiatan dan analisis sebagai kegiatan dan analisis ada
-
laporan masukan dan perbaikan program tiap bulan
selanjutnya

Tabel 4.13 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Lingkungan

Penyebab
Unsur Tolak Ukur Pencapaian
Masalah
Kemauan Semua penduduk datang ke Sebagian penduduk
penduduk puskesmas sesuai wilayahnya terutama penderita TB
ke untuk berobat masih banyak yang +
puskesmas datang ke puskesmas
wilayah lain
55

Sosial Masyarakat yang ekonomi dan Banyak masyarakat baik


ekonomi pendidikan tinggi ataupun rendah ekonomi atau pendidikan
dan mengerti dan memahami yang menengah ke
+
pendidikan mengenai TB bawah masih belum
sadar mengenai
pentingnya mengenai TB
Berdasarkan tabel di atas maka ditetapkan penyebab belum

optimalnya program P2TB di Puskesmas Rawat Inap Satelit untuk

periode Januari-Desember 2015 berdasarkan komponen masukan,

proses, umpan balik dan lingkungan adalah sebagai berikut.

A. Masukan

Pada komponen masukan, kualitas kinerja sumber daya

manusia, dana, sarana penyuluhan TB di puskesmas, penemuan

tersangka pasien TB paru BTA (+), penyuluhan TB ke masyarakat

serta pelatihan kader dapat menjadi penyebab masalah. Agar

program ini dapat terlaksana secara optimal, maka dibutuhkan

kinerja yang maksimal dari tenaga pelaksana program. Hal ini masih

belum terpenuhi karena hanya ada 1 perawat yang memegang

program ini dan perawat tersebut juga merangkap untuk

mengerjakan administrasi, sehingga perawat tidak dapat terfokus

untuk melaksanakan program. Untuk pendanaan, sudah ada dana

dari BOK, namun dana tersebut hanya untuk satu kegiatan saja yaitu

untuk pembagian pot dahak. Belum ada dana yang dialokasikan

untuk kegiatan lainnya. Sarana medis yang tersedia sudah sesuai

dengan standar yang ada, namun kekurangan pada sarana non-medis,

yaitu pada media penyuluhan TB di mana kurangnya poster atau


56

leaflet mengenai TB. Pada segi metode, kekurangan yang ada yaitu

kurangnya penemuan kasus pasien TB baru BTA (+) secara aktif,

yaitu di mana terdapat para pelaksana program dan kader TB yang

mencari penduduk di masyarakat yang terdapat gejala-gejala khas

TB. Penyuluhan mengenai TB kepada masyarakat juga masih

kurang, sehingga kesadaran masyarakat mengenai penyakit TB juga

kurang berkembang. Pelatihan terhadap kader juga belum ada,

sehingga tenaga kader TB yang ada belum terlatih untuk menangani

dan menghadapi pasien TB. Hal-hal inilah yang menjadi penyebab

masalah kurang optimalnya program ini.

B. Proses

Salah satu komponen proses yaitu pengorganisasian, terdapat

masalah yaitu belum adanya monitoring dari perencanaan kegiatan

yang baik, dikarenakan kurangnya komunikasi antara pelaksana

program dan kader TB. Pada pelaksanaan terdapat beberapa

masalah, yaitu penemuan tersangka TB paru BTA (+) yang belum

ada tindak lanjut dari hasil temuan sesuai prosedur, dikarenakan

kurangnya monitoring dari pelaksana program dan para kader TB

tidak mampu untuk melakukan pencarian penduduk yang memiliki

gejala khas TB dan pemeriksaan dahak. Hal ini dikarenakan para

penduduk biasanya menyangkal untuk gejala, dan tidak mau untuk

periksa dahak atau beralasan tidak bisa mengeluarkan dahak. Pada

pengobatan TB, banyak pasien yang masih terlambat untuk


57

mengambil obat OAT, bahkan ada yang tidak mengambil kembali.

Telatnya pasien mengambil obat kemungkinan disebabkan pasien

ingin menghindari antrean panjang. Layanan untuk pasien TB pada

puskesmas rawat inap satelit di adakan pada hari senin, di mana

pada hari senin dan selasa merupakan hari banyaknya kunjungan

pasien, sehingga harus antrean panjang untuk mendaftar. Untuk

menghindari itu, maka para pasien mengambil obat di hari yang

lain. Banyak juga pasien yang bahkan harus dihubungi terlebih

dahulu agar mengambil obat. Pada pencatatan dan pelaporan,

terdapat masalah yaitu kurang rapinya data yang dicatat, sehingga

sedikit kesulitan dalam pembacaan data dan dikhawatirkan

pencatatan data yang kurang lengkap.

C. Lingkungan

Kemauan penduduk berkunjung ke puskesmas dan tingkat

pendidikan sosial ekonomi pada aspek ini yang berpotensi

menyebabkan program ini kurang berjalan dengan optimal. Pada

kemauan penduduk ke puskesmas, yang menjadi masalah adalah

kurangnya kunjungan pasien TB dari beberapa kelurahan di

wilayah kerja puskesmas rawat inap satelit. Hal ini disebabkan para

penduduk yang masih dalam wilayah kerja puskesmas rawat inap

satelit banyak yang mendatangi puskesmas wilayah kerja lain,

umumnya dikarenakan jaraknya lebih dekat untuk ke puskesmas

lain tersebut daripada untuk ke puskesmas rawat inap satelit. Hal


58

ini menyebabkan temuan pasien TB secara pasif di puskesmas

berkurang. Pada masalah pendidikan, penduduk di wilayah kerja

puskesmas rawat inap satelit sebagian besar pendidikannya

menengah ke bawah, hal ini mempengaruhi tingkat pengetahuan

masyarakat mengenai TB. Demikian juga dengan tingkat ekonomi

masyarakat di wilayah kerja puskesmas rawat inap satelit yang

dilihat dari pekerjaannya di mana sebagian besar berpendapatan

menengah ke bawah, hal ini juga mempengaruhi kemauan

penduduk untuk berobat ke layanan kesehatan berkurang.

Ditambah dengan belum adanya penyuluhan di masyarakat

mengenai TB, sehingga pemahaman mengenai TB di masyarakat

berisiko rendah.

4.5 Alternatif Penyelesaian Masalah

Tabel 4.14 Alternatif Penyelesaian Masalah

Alternatif Penyelesaian
No Penyebab Masalah Prioritas
masalah
1 Masukan
Tenaga:
- Kualitas kinerja pelaksana - Menambah tenaga - Menambah tenaga
program kurang maksimal pelaksana program yaitu pelaksana yaitu
tenaga yang khusus untuk tenaga khusus
menangani administrasi menangani
Dana: administrasi
- Belum ada alokasi dana - Mengalokasikan dana - Mengalokasikan
untuk semua kegiatan dari untuk semua kegiatan dari dana untuk semua
program program kegiatan program
- Melengkapi
Sarana: sarana penyuluhan
- Kurangnya media - Melengkapi poster dan tentang TB di
penyuluhan TB di leaflet tentang TB puskesmas seperti
puskesmas brosur dan leaflet
- Mengadakan
Metode: pertemuan dan
59

- Kurangnya penemuan - Mengaktifkan kader TB pembinaan rutin


pasien TB baru BTA (+) agar dapat mencari pasien serta pelatihan
secara aktif TB baru BTA (+) secara tentang TB
- Kurangnya penyuluhan ke aktif bersama pelaksana kepada kader TB
masyarakat program - Meningkatkan
- Tidak ada pelatihan kader - Meningkatkan penyuluhan lagi penyuluhan
tentang TB di masyarakat TB ke masyarakat
- Mengadakan pelatihan - Mengganti hari
kader TB pelayanan khusus
2 Proses TB dari hari senin
Pengorganisasian: ke hari yang
- Monitoring dari - Meningkatkan monitoring sekiranya pasien
perencanaan kegiatan perencanaan kegiatan puskesmas tidak
kurang memadai dengan pertemuan rutin terlalu banyak
sekaligus pembinaan - Membuat buku
antara pelaksana program laporan khusus
dengan kader TB untuk pencatatan
Pelaksanaan: pasien TB
- Penemuan kasus TB baru - Melakukan tindak lanjut - Mengadakan
BTA (+) belum ada berupa pencarian kasus pelayanan TB
tindak lanjut dari hasil TB BTA (+)secara aktif hingga di
temuan secara prosedur puskeskel dengan
- Pasien banyak yang - Mengganti hari pelayanan tenaga
terlambat bahkan tidak khusus pasien TB di pelaksanaan
mengambil obat rutinnya puskesmas program maupun
kader TB yang
Pencatatan dan pelaporan: sudah mendapat
- Pencatatan laporan - Membuat buku laporan pelatihan dan
kurang rapi khusus untuk pasien TB bimbingan
3 Lingkungan
- Kemauan penduduk - Mengaktifkan pelayanan
berkunjung ke puskesmas TB minimal hingga
- Pendidikan dan sosial tingkat pustu
ekonomi menengah ke - Mengadakan penyuluhan
bawah rutin mengenai TB

4.6 Prioritas Penyelesaian Masalah

Prioritas pemecahan masalah ditetapkan dengan sistem skoring:

a) Efektifitas jalan keluar, yang terdiri dari M, I dan V

 Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude) = M

 Pentingnya jalan keluar (Importancy) = I

 Sensitivitas jalan keluar (Vulnerabillity) = V


60

b) Biaya jalan keluar (Cost) = C

Terhadap berbagai alternatif jalan keluar yang sudah dikemukakan di atas.

Tabel 4.15 Alternatif Jalan Keluar

Alternatif Jalan Keluar M I V C Prioritas Jalan


Keluar:
P=(MxIxV)/C
Menambah tenaga pelaksana 4 3 2 2 12
yaitu tenaga khusus
menangani administrasi
Mengalokasikan dana ke 4 3 3 2 18
semua kegiatan program
Melengkapi sarana 4 3 4 4 12
penyuluhan tentang TB di
puskesmas seperti brosur
dan leaflet
Mengadakan pertemuan dan 4 4 3 2 24
pembinaan rutin serta
pelatihan tentang TB kepada
kader TB
Meningkatkan lagi 5 5 4 3 33,3
penyuluhan ke masyarakat
Mengganti hari pelayanan 4 4 5 5 16
khusus TB dari hari senin ke
hari yang sekiranya pasien
puskesmas tidak terlalu
banyak
Membuat buku laporan 5 3 3 4 11,25
khusus untuk pencatatan
pasien TB
Mengadakan pelayanan TB 5 4 2 2 20
hingga di puskeskel dengan
tenaga kader TB yang sudah
mendapat pelatihan dan
bimbingan

Berdasarkan uraian di atas, terdapat 12 masalah yang menyebabkan

masih kurangnya temuan kasus BTA (+) di Puskesmas Rawat Inap Satelit.

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan urutan prioritas jalan keluar yaitu:

1. Meningkatkan lagi penyuluhan ke masyarakat


61

2. Mengadakan pertemuan dan pembinaan rutin serta pelatihan tentang TB

kepada kader TB

3. Mengadakan pelayanan TB hingga di puskeskel dengan tenaga pelaksanaan

program maupun kader TB yang sudah mendapat pelatihan dan bimbingan

4. Mengalokasikan dana ke semua kegiatan program

5. Mengganti hari pelayanan khusus TB dari hari senin ke hari yang sekiranya

pasien puskesmas tidak terlalu banyak

6. Melengkapi sarana penyuluhan tentang TB di puskesmas seperti brosur dan

leaflet

7. Menambah tenaga pelaksana yaitu tenaga khusus menangani administrasi

8. Membuat buku laporan khusus untuk pencatatan pasien TB

Dari kriteria di atas telah ditetapkan prioritas penyelesaian masalah

adalah meningkatkan lagi penyuluhan ke masyarakat. Karena dengan

penyuluhan secara berkesinambungan, maka diharapkan tingkat pengetahuan

dari masyarakat mengenai TB meningkat. Dengan meningkatnya pengetahuan

mengenai TB di masyarakat, maka beberapa masalah dapat di atasi sekaligus,

seperti penemuan kasus TB paru BTA (+), tingkat kunjungan pasien TB ke

puskesmas, dan tingkat kesembuhan pasien TB paru BTA (+). Dengan

penyuluhan, maka masyarakat mengetahui pentingnya pemeriksaan dahak,

gejala khas TB paru, dan pentingnya berobat berkesinambungan, sehingga

diharapkan berkurangnya pasien yang menolak atau kesulitan untuk

pemeriksaan dahak dan pasien yang enggan mengambil obat TB di puskesmas

tepat waktu dan teratur. Prioritas kedua adalah dengan mengadakan pertemuan
62

dan pembinaan rutin serta pelatihan tentang TB kepada kader TB. Pertemuan

dan pembinaan rutin dilakukan untuk pembahasan rutin mengenai

perkembangan penderita TB di daerah masing-masing kader TB, dan juga

dapat sebagai monitoring kegiatan rutin. Pelatihan juga penting, karena tiap

kader TB bertanggung jawab atas pasien TB yang ada di daerahnya. Dengan

kader yang terlatih, maka kader tersebut dapat lebih mengetahui apa saja yang

harus dilakukan untuk penanganan penyakit TB di daerahnya, baik secara

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai seorang kader.

Lalu solusi selanjutnya dengan mengadakan pelayanan TB hingga ke

puskeskel, supaya penduduk dalam wilayah kerja tetap berobat di dalam

wilayah, dan masyarakat juga dapat dengan mudah mengambil obat rutinnya

terutama pada pasien dengan fase intensif. Dan ini juga membantu pada

masyarakat yang menengah ke bawah atau pada orang-orang desa, di mana

mereka sebagian besar enggan ke puskesmas untuk berobat walaupun mereka

merasa sakit. Dengan adanya puskeskel, maka mereka bisa dijangkau tanpa

para penderita harus ke puskesmas. Solusi selanjutnya yaitu dengan

mengalokasikan dana ke semua kegiatan program. Hal ini penting karena

dengan dana yang memadai, maka semua kegiatan program dapat terlaksana

dengan baik. Karena pada program ini kegiatan yang terbiayai hanya untuk

pemberian pot dahak ke keluarga penderita, sedangkan belum ada alokasi dana

untuk penyuluhan ataupun pembinaan. Diharapkan diberikan alokasi khusus

untuk kegiatan lainnya, bisa dari BOK atau dari puskesmas sendiri.
63

Solusi selanjutnya yaitu dengan mengganti hari pelayanan khusus pasien

TB ke hari lainnya, karena hari pelayanan pasien TB yang ada sekarang yaitu

hari senin di mana banyak masyarakat yang juga berobat ke puskesmas,

sehingga terjadi antrean yang panjang. Untuk menghindari itu, banyak pasien

TB yang datang pada hari rabu atau kamis, akibatnya mereka ada jeda berhenti

minum obat dikarenakan obat tersebut habis. Dengan diganti hari pelayanan,

diharapkan pasien datang ke pelayanan khusus pasien TB tepat waktu. Solusi

selanjutnya yaitu dengan melengkapi dan memperbanyak sarana penyuluhan

TB di puskesmas, seperti poster dan brosur, sehingga pasien yang datang ke

puskesmas mendapat sedikit pengetahuan mengenai TB. Untuk contoh lembar

leaflet ada di lampiran.

Solusi selanjutnya yaitu dengan penambahan tenaga pelaksana, sehingga

perawat yang ada dapat terfokus untuk melaksanakan kegiatan, dan ada yang

pegawai yang terfokus pada administrasi. Solusi terakhir yaitu dengan

membuat buku laporan khusus untuk pencatatan pasien TB, sehingga pegawai

yang mengatur pencatatan dapat mencatat dengan rapi karena sudah ada kotak

yang harus diisi, dan meminimalisir kesalahan karena kurang lengkapnya

pencatatan.untuk contoh format buku laporan dapat dilampiran.


64

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kesimpulan evaluasi Program Pengendalian dan Penanggulangan

Tuberkulosis di UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit tahun 2015 adalah sebagai

berikut :

A. Masalah dalam pelaksanaan Program Pengendalian dan Penanggulangan

Tuberkulosis di UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit tahun 2015 adalah

belum tercapainya Case Detection Rate (rate of Increase) puskesmas

(62,5%) lebih kecil dari indikator yang seharusnya dicapai idealnya, yaitu

85%.

B. Penyebab masalahnya adalah pada komponen masukan yaitu pelaksanaan

program belum maksimal, alokasi dana BOK untuk semua kegiatan belum

memadai, sarana penyuluhan belum memadai, penemuan tersangka TB

secara aktif oleh kader yang terlatih masih kurang, belum maksimalnya

penyuluhan ke masyarakat, belum adanya pembinaan dan pelatihan kader

TB, kurangnya kader TB dalam monitoring, belum maksimalnya dalam

tindak lanjut pada penemuan tersangka TB, pasien yang banyak telat

mengambil obat, kurangnya kerapian pengisian laporan tertulis, penderita

TB masih banyak yang datang ke Puskesmas wilayah lain, dan masih

kurangnya kesadaran masyarakat baik ekonomi atau pendidikan yang

menengah kebawah mengenai pentingnya menangani TB.

64
65

C. Alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program tersebut adalah

pelaksanaan prioritas.

D. Pemecahan masalah yang terpilih adalah meningkatkan lagi penyuluhan TB

ke masyarakat, mengadakan pertemuan dan pembinaan rutin serta pelatihan

tentang TB kepada kader TB, mengadakan pelayanan TB hingga di

puskeskel dengan tenaga pelaksanaan program maupun kader TB yang

sudah mendapat pelatihan dan bimbingan, mengalokasikan dana untuk

semua kegiatan program, mengganti hari pelayanan khusus TB dari hari

senin ke hari yang sekiranya pasien puskesmas tidak terlalu banyak,

melengkapi sarana penyuluhan tentang TB di puskesmas seperti brosur dan

leaflet, menambah tenaga pelaksana yaitu tenaga khusus menangani

administrasi, dan membuat buku laporan khusus untuk pencatatan pasien

TB.

5.2 Saran

5.2.1. Bagi Puskesmas Rawat Inap Satelit

A. Meningkatkan kegiatan penyuluhan ke masyarakat sehingga

masyarakat mengetahui pentingnya pemeriksaan dahak, gejala khas

TB paru, dan pentingnya berobat berkesinambungan

B. Mengadakan pertemuan, pembinaan rutin, dan pelatihan tentang TB

kepada kader TB sehingga program pelaksanaan P2TB dapat

terlaksana dan kegiatan-kegiatan penyuluhan dapat dilakukan lebih

baik
66

C. Mengadakan pelayanan TB hingga ke puskeskel agar penduduk dalam

wilayah kerja tetap berobat di dalam wilayah. Dengan adanya

puskeskel, maka mereka bisa dijangkau tanpa para penderita harus ke

puskesmas.

D. Mengalokasikan dana ke semua kegiatan program P2TB sehingga

semua kegiatan program dapat terlaksana dengan baik serta

E. Mengganti hari pelayanan khusus pada hari dimana jumlah antrean

tidak panjang sehingga pasien tidak malas untuk datang mengambil

obat

F. Melengkapi dan memperbanyak sarana penyuluhan sehingga pasien

yang datang ke puskesmas mendapat sedikit pengetahuan mengenai

TB.

G. Melakukan penambahan tenaga pelaksana program P2TB sehingga

perawat dan pegawai yang ada dapat terfokus pada satu kegiatan.

H. Membuat buku laporan khusus untuk pencatatan pasien TB sehingga

pegawai yang mengatur pencatatan dapat mencatat dengan rapi karena

sudah ada kotak yang harus diisi, dan meminimalisir kesalahan karena

kurang lengkapnya pencatatan

5.2.2. Bagi Pendidikan

A. Membantu Puskesmas dalam penyediaan sarana dan prasarana yang

diperlukan untuk penyuluhan (misalnya poster, flipchart, leaflet

mengenai tuberkulosis).
67

B. Memberi kesempatan pada mahasiswa yang sedang menjalani

kepaniteraan untuk berinteraksi dan memberikan penyuluhan ke

masyarakat.

C. Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk dapat membantu

pelaksanaan evaluasi program P2TB secara berkala

5.2.3. Bagi Kader dan Masyarakat

A. Lebih turut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan yang

dilakukan Puskesmas termasuk penyuluhan tuberkulosis (TB)

sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat tuberkulosis.

B. Lebih aktif dalam melaporkan kasus tuberkulosis kepada kader

setempat ataupun petugas Puskesmas.

C. Masyarakat harus berperan aktif dan meningkatkan kesadaran akan

pentingnya kepatuhan dalam berobat.


68

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis di


Indonesia 2010-2014. Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.

2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.


Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2014.

3. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan provinsi Lampung. Bandar lampung. 2014.

4. Departemen Kesehatan RI. Identifikasi dan Obati, Mari Ciptakan Dunia yang
Bebas Tuberkulosis. 2013. Diakses pada tanggal 29 Juli 2016 pada :
www.depkes.go.id/article/view/2280/menkes-identifikasi-dan-obati-mari-
ciptakan-dunia-yang-bebas-TB.html [Diakses tanggal 29 Juli 2016]

5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
Jakarta: Departemen Kesehatan. 2015.

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : PDPI.

7. Persatuan Ahli Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta
: Balai Penerbit FK UI.

8. Azwar A. Sistem Kesehatan. Dalam: Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi


3. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010.

9. Notoatmodjo. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.


2011.

10. Ayuningtyas, D. Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Praktik. Yogyakarta :


Rajawali Pers. 2014
69
70

APA ITU TB !! APA SAJA GEJALANYA ??


Ayoo Berantas TB !!

BLUD UPT
Puskesmas Rawat Inap Satelit

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit


yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis pada
paru-paru dan bagian tubuh lain

1. Batuk berdahak lebih dari 2


minggu dan nyeri dada
2. Demam hilang timbul lebih dari 1
bulan
3. Batuk darah atau ada darah
didahak
KEPANITERAAN KLINIK ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT
4. Badan lemas dan lesu
FAKULTAS KEDOKTERAN 5. Berkeringat malam hari
UNIVERSITAS MALAHAYATI 6. Berat badan turun
2016

Lampiran 1 Contoh Leaflet TB untuk di puskesmas


71

Bagaimana Penyakit Ini Menular ?? PENCEGAHAN TB !!

 Bagi yang sehat tetap


mempertahankan pola hidup
sehat sepeti: Jika muncul gejala
o Makan dengan gizi
seimbang tersebut, segera ke
o Istirahat yang cukup PUSKESMAS atau RS
o Menjemur Kasur atau tikar
teratur terdekat
o Membuka candela pada pagi
Langsung TIdak Langsung hinga sore, agar rumah Jiga dinyatakan terkena
TB jngan khawatir Anda
mendapat cahaya dan udara
 Bila  Tidak langsung
yang cukup
penderita bila penderita  Bagi penderita Tb BISA SEMBUH dengan
batuk (TB) batuk (TB) dan o Berobat secara teratur sampai
atau bersin meludah di TUNTAS
BEROBAT TUNTAS
berhadapan tempat teduh dan o Apabila anda batuk tutup
dengan lembab, ludah mulut anda, dan buang dahak
di empat yang benar agar
orang lain, yang terdapat
orang sekitar anda tidak
terhisap ke kuman TB tertular
dakam paru- tersebut akan
paru orang mongering dan
sehat diterbangkan
angina kemudian
terhisap orang
sehat

Lampiran 1 Contoh Leaflet TB untuk di puskesmas


72

Lampiran 2 Contoh Buku Monitoring Pengobatan TB

Cek Rontgen Cek BTA Cek BTA


Usia Fase Intensif Fase Lanjutan KET
No Nama Pasien Alamat BTA diagnosis Ulang I ulang II
Awal TB
L P I II III IV V VI VII VIII I II III IV
1
2

Anda mungkin juga menyukai