Anda di halaman 1dari 18

REKAYASA PENAKAR HUJAN SEDERHANA

UNTUK MENDUKUNG MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHANAN IKLIM

Oleh :
Hunggul Y.S.H. Nugroho
Peneliti Madya Bidang Hidrologi dan Konservasi Tanah
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16,5 Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan
Email : hunggulys@yahoo.com; hunggulys@forda-mof.org

ABSTRAK

Pemahaman karakter hujan adalah faktor penting penunjang keberhasilan upaya mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim serta pengembangan sistem peringatan dini bencana banjir dan
longsor pada suatu daerah. Tanpa data curah hujan yang akurat dalam jumlah yang cukup,
upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta pengembangan sistim peringatan dini
tidak akan berhasil optimal. Untuk hasil analisis yang akurat, data curah hujan yang
diperlukan adalah curah hujan rata-rata dari beberapa titik pengamatan curah hujan yang
merepresentasikan curah hujan wilayah, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Semakin banyak alat penakar hujan dipasang pada daerah-daerah yang mempunyai curah
hujan yang beragam, data curah hujan area yang diperoleh akan semakin baik. Pada
kenyataanya, data curah hujan yang ada saat ini sangat terbatas karena terbatasnya jumlah
alat penakar hujan dan keterbatasan pengamat. Keterbataasan data ini terutama terjadi di
daerah hulu DAS yang sesungguhnya merupakan wilayah yang memberikan kontribusi
penting pada kejadian banjir. Alat penakar hujan milik BMG dan Departemen Pertanian pada
umumnya dipasang di daerah tengah dan hilir DAS. Alat penakar hujan buatan pabrik yang
ada selama ini, selain mahal, apabila mengalami kerusakan untuk memperbaikinya diperlukan
tenaga terampil khusus, sehingga banyak alat penakar hujan terpasang di lapangan yang
rusak dan dibiarkan tidak berfungsi. Untuk menjawab persoalan di atas, BP2LHK Makassar
merancang alat penakar hujan sederhana, murah dan apabila rusak mudah diperbaiki yang
diberi nama ATHUS (Alat Takar Hujan Sederhana). Tujuannya adalah untuk mengatasi
persoalan kekurangan data hujan melalui penyediaan alat penakar hujan alternatif. ATHUS
adalah alat penakar hujan manual dari pipa PVC. Berbeda dengan penakar hujan manual tipe
ombrometer yang pengukuran curah hujannya memerlukan gelas ukur, pada ATHUS fungsi
gelas ukur digantikan oleh pembacaan pada pipa transparan berskala yang terpasang di luar
tabung. Pendayagunaan ATHUS untuk pengamatan curah hujan dengan konsep utuh diakui
oleh Kementerian Riset dan Teknologi sebagai salah satu dari 102 inovasi paling prospektif di
Indonesia tahun 2010. Selanjutnya, dalam Peraturan Dirjen PHKA no P.07/IV-SET/2014
tentang Pedoman Inventarisasi SD Air di Kawasan Konservasi, ATHUS direkomendasikan
sebagai alat yang digunakan untuk pengamatan curah hujan.

Kata Kunci : curah hujan, mitigasi, adaptasi, perubahan iklim, peringatan dini
SIMPLE RAIN GAUGE ENGINEERING
TO SUPPORT CLIMATE CHANGE MITIGATION AND ADAPTATION

By :
Hunggul Y.S.H. Nugroho
Hydrology and Soil Conservation Researcher
Environment and Forestry Research and Development Institute of Macassar
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16,5 Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan
Email : hunggulys@yahoo.com; hunggulys@forda-mof.org

ABSTRACT

An understanding of rain characters is an important factor of supporting the success of


climate change mitigation and adaptation efforts and development of early warning system
for floods and landslides disaster of certain area. Without accurate rainfall data in sufficient
quantities, mitigation and adaptation of climate change and early warning system will not
work optimally. For accurate analysis results, there must be data of an average rainfall over
an area collected from several rainfall observation stations, not rainfall data from a single
station. The more rain gauge in such area with diverse rainfall, the better data acquired. In
fact, the rainfall data is currently very limited due to the limited amount of installed rain
gauge and the limitation of observer. The lack of data mainly occurs in the upstream
watershed which provides important contributions to the flood event. A Rain gauge installed
by BMG and the Ministry of Agriculture are generally mounted in the middle and lower area
of the watershed. Factory-made rain gauge, in addition to expensive, there must be a special
technician to repair when damaged, causing many rain gauge in field is not functioning. To
solve the problem above, BP2LHK Makassar designing a rain gauge which is simple,
inexpensive and easy to use named ATHUS. The aim is to overcome the problem of rainfall
data limitation through the provision of an alternative rain gauge. ATHUS is a manual rain
gauge made from PVC pipe. In contrast to a factory-made rain gauge which need a
measuring glass to measure the rainfall, in ATHUS the function of measuring glass is replaced
by a transparent pipe with scale installed outside the tube. The use of ATHUS for rainfall
observation in the whole concept was recognized by the Ministry of Research and Technology
as one of the 102 most prospective innovation in Indonesia in 2010. Subsequently, in The
Director General of Forest Protection and Nature Conservation regulation No. P.07 / IV-SET /
2014 on Guidelines for Water Resources Inventory in Conservation Areas, ATHUS was
recommended as a tool for observation of rainfall.

Key words : rainfall data, mitigation, adaptation, climate change, early warning
PENGELOLAAN DATA HUJAN PARTISIPATIF BERBASIS MASYARAKAT

LATAR BELAKANG

Pemahaman karakter curah hujan adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam
pengelolaan sumberdaya lahan. Pengabaian karakter curah hujan akan mengakibatkan terjadinya
kegagalan yang berujung pada kerugian waktu, tenaga, maupun biaya. Pemahaman karakter curah
hujan juga sangat penting dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana banjir dan longsor serta
membangun sistem peringatan dini,. Tanpa data yang akurat dalam jumlah yang cukup , sistem
peringatan dini dan upaya mitigasi bencana yang akan dilaksanakan tidak akan akurat.

Pada kenyataannya data curah hujan yang dibutuhkan sangat terbatas sebagai akibat terbatasnya
jumlah alat penakar hujan terpasang khususnya pada hulu DAS. Data hujan yang digunakan hanya
berasal dari alat penakar yang berada di stasiun klimatologi yang cukup jauh dari lokasi kegiatan
yang nota bene memiliki karakteristik hujan yang berbeda dengan dengan data yang ada.

Alat penakar hujan milik BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) dan Departemen Pertanian
pada umumnya dipasang di daerah tengah dan hilir DAS yang secara teknis tidak mampu
merepresentasikan kondisi curah hujan dibagian hulu yang menjadi sumber air banjir.

Untuk menjawab persoalan diatas, Balai Penelitian dan Pengembangan LHK merancang model
pengumpulan data hujan dan pengelolaannya berbasis masyarakat. Kegiatan dimulai pada tahun
2003 dengan merancang alat penakar hujan sederhana yang diberi nama ATHUS (Alat Takar
Hujan Sederhana). ATHUS (Gambar 1) adalah alat penakar hujan yang murah dan mudah
digunakan dan dirancang untuk mengatasi masalah keterbatasan data curah hujan.

PENGELOLAAN DATA HUJAN PARTISIPATIF BERBASIS MASYARAKAT


(Korelasi dengan program ”Kampung Iklim”)

Model pengelolaan data curah hujan berbasis masyarakat dirancang untuk mendukung kebutuhan
data hujan untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya alam dan mitigasi bencana dengan prinsip-
prinsip : cepat, tepat, berdaya guna dan berhasil guna; kemitraan dan pemberdayaan.

Kegiatan utama adalah pemasangan alat penakar hujan dan pencatatannya pada daerah-daerah di
hulu DAS yang mempunyai karakter curah hujan berbeda. Semakin banyak wilayah yang terwakili
informasi hujannya, maka data hujan yang bisa dipakai untuk perencanaan pengelolaan SDA
maupun pengendalian bencana banjir dan longsor akan lebih baik. Pengukuran curah hujan
dilakukan oleh anak-anak SD di sekolah-sekolah yang berada di hulu DAS. Data ini kemudian
akan dikumpulkan secara bertahap di kelurahan, kecamatan dan terakhir di Kabupaten.

ATHUS dipasang di sekolah-sekolah SD yang tersebar di pelosok-pelosok desa. Pencatatan data


hujan bisa dilaksanakan oleh murid dari kelas IV SD keatas secara bergiliran. Selain untuk
keamanan alat, dan kontinuitas pengamatan, upaya ini juga dimaksudkan untuk memperkenalkan
IPTEK sedini mungkin kepada generasi penerus di hulu DAS.
Sasaran kegiatan adalah menjawab keterbatasan data akibat keterbatasan alat dan tenaga pengamat,
dan kecepatan lalu lintas data guna membangun sistem informasi yang tepat, cepat dan akurat.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang iklim
khususnya curah hujan dan hubungannya dengan lingkungan. Sasaran lainnya adalah pengenalan
IPTEK sedini mungkin dan peningkatan sadar bencana pada masyarakat yang bermukim di
daerah rawan bencana maupun di daerah yang potensial menjadi kontributor terjadinya bencana

Kegiatan ini terdiri dari tiga rangkaian kegiatan yaitu : pengukuran, pengumpulan, dan pengolahan
data curah hujan. Data curah hujan yang dicatat dari setiap sekolah dua hari sekali dikumpulkan
ke kantor desa setempat. Pada hari ke 3 data dikirim dari desa ke kecamatan. Pada hari ke 5 atau 6
data semua kecamatan diharapkan sudah terkumpul di kantor kabupaten atau lembaga tertentu
yang ditunjuk. Setiap instansi pengguna data bisa memperoleh data di kantor kabupaten. Data
curah hujan di tingkat kabupaten bisa merupakan data mentah maupun data hujan yang sudah
diolah.

Untuk membangun basis data di tingkat desa, dibutuhkan waktu 2-3 tahun pengamatan. Biaya
yang diperlukan terdiri dari biaya pengadaan ATHUS (satu kali), biaya insentif pengamat (anak
sekolah) dihitung per tahun, dan biaya insentif pengumpul dan pengolah data. Biaya pengadaan
satu unit ATHUS saat ini Rp. 350.000,-. Dalam satu desa, jumlah ATHUS terpasang di dekati
berdasarkan informasi sebaran variasi curah hujan dari masyarakat dikombinasikan dengan
konfigurasi topografi. Biaya pengamatan tidak diberikan dalam bentuk uang namun diberikan
dalam bentuk indentif buku, fasilitas sekolah dan lainnya.

PENUTUP

ATHUS adalah alat penakar hujan sederhana yang murah dan mudah dibuat. Dengan pemasangan
ATHUS secara massal di hulu-hulu DAS, kendala kekurangan data hujan dalam perencanaan
pengelolaan sumberdaya alam dan mitigasi banjir dan longsor dapat di minimalkan. Di samping
itu dengan pemasangan ATHUS di sekolah dan pendayagunaan siswa serta aparat pemerintah
desa, kekurangan tenaga pengamat dapat diatasi dan sekaligus pemasyarakatan IPTEK kepada
siswa-siswa dan aparat pemerintah daerah di pelosok.

ATHUS dapat diaplikasikan untuk berbagai kebutuhan mendasar dalam pengelolaan pengelolaan
sumberdaya lahan maupun antisipasi banjir dan longsor. Dalam pemilihan komoditi tanaman,
penentuan jadwal waktu pengelolaan lahan, dan perancangan bangunan-bangunan air, bangunan
konservasi maupun sarana-prasarana lain, ketersediaan data yang akurat dan mampu
merepresentasikan kondisi riil curah hujan akan sangat mempengaruhi keberhasilan. Informasi ini
selain berguna untuk pengelolaan SDA pada level kabupaten, juga bermanfaat bagi Desa itu
sendiri dalam pengelolaan lahan dan peningkatan sadar bencana.

Pendayagunaan ATHUS untuk pengamatan curah hujan dengan konsep utuh diakui oleh
Kemenristek sebagai salah satu inovasi paling prospektif di Indonesia tahun 2010 (Gambar 1).
Selanjutnya, dalam Peraturan Dirjen PHKA no P.07/IV-SET/2014 tentang Pedoman
Inventarisasi SD Air di Kawasan Konservasi, ATHUS direkomendasikan sebagai alat yang
digunakan untuk pengamatan curah hujan.
Gambar 1. ATHUS (Alat Takar Hujan Sederhana) BP2LHK Makassar

Gambar 2. Serifikat penghargaan Inovasi Indonesia 2010


ATHUS (ALAT TAKAR HUJAN SEDERHANA):

ALAT PENAKAR HUJAN SEDERHANA UNTUK MENDUKUNG SISTEM


PERINGATAN DINI BENCANA BANJIR DAN LONGSOR

ABSTRACT
ATHUS adalah alat penakar hujan sederhana yang murah dan mudah
dibuat. Dengan pemasangan ATHUS secara massal di hulu-hulu DAS,
kendala kekurangan data hujan dalam perencanaan pengelolaan
sumberdaya alam dan mitigasi banjir dan longsor dapat di
minimalkan. Melalui pemasangan ATHUS di sekolah dan
pendayagunaan siswa serta aparat pemerintah desa, kekurangan
tenaga pengamat dapat diatasi dan sekaligus pemasyarakatan
IPTEK kepada anak-anak sedini mungkin dan aparat pemerintah
daerah di pelosok.

PENDAHULUAN
Pemahaman karakter curah hujan adalah salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya lahan. Pengabaian
karakter curah hujan akan mengakibatkan terjadinya kegagalan
yang berujung pada kerugian waktu, tenaga, maupun biaya.
Pemahaman karakter curah hujan juga sangat penting dalam upaya
mitigasi dan adaptasi bencana banjir dan longsor serta
membangun sistem peringatan dini. Tanpa data yang akurat dalam
jumlah yang cukup, sistem peringatan dini dan upaya mitigasi
bencana yang akan dilaksanakan tidak akan akurat.

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan


pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah
hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan
curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut
curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam milimeter (mm)
(Sosrodarsono dan Takeda, 1999). Curah hujan daerah ini harus
diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan.
Semakin banyak alat penakar hujan dipasang pada daerah-daerah
yang mempunyai curah hujan yang beragam, data curah hujan area
yang diperoleh akan semakin baik.

Pada kenyataannya data curah hujan yang tersedia sangat


terbatas sebagai akibat terbatasnya jumlah alat penakar hujan
terpasang khususnya pada hulu DAS. Data hujan yang digunakan
hanya berasal dari alat penakar yang berada di stasiun
klimatologi yang cukup jauh dari lokasi kegiatan yang nota bene
memiliki karakteristik hujan yang berbeda dengan dengan data
yang ada. Alat penakar hujan milik BMG (Badan Meteorologi dan
Geofisika) dan Departemen Pertanian pada umumnya dipasang di
daerah tengah dan hilir DAS yang secara teknis tidak mampu
merepresentasikan kondisi curah hujan dibagian hulu yang
menjadi sumber air banjir.

Untuk menjawab persoalan diatas, Balai Penelitian dan


Pengembangan LHK merancang alat penakar hujan sederhana yang
yang diberi nama ATHUS (Alat Takar Hujan Sederhana). ATHUS
adalah alat penakar hujan yang murah dan mudah digunakan dan
dirancang untuk mengatasi masalah keterbatasan data curah
hujan.

DESKRIPSI ATHUS
ATHUS adalah model penakar hujan yang rancangan dasarnya
mengambil model ombrometer (alat penakar hujan standar) ukuran
100 ml. Perbedaan dengan ombrometer adalah pada bahannya,
dimana ombrometer terbuat dari aluminium sedangkan ATHUS
terbuat dari pipa paralon (PVC).
Berbeda dengan OMBROMETER yang ada di pasaran yang
pengamatannya menggunakan gelas ukur, dengan ATHUS data curah
hujan harian dicatat dari tera yang ada di pipa transparan yang
mengambarkan ketinggian curah hujan pada waktu tertentu.

Gambar 1. Kiri : ATHUS (Alat Takar Hujan Sederhana)


Kanan : Tera ukur pada pipa acrylic transparan

Spesifikasi ATHUS :

Bahan Utama :
Penampung : Pipa PVC 3” panjang 350 mm,
diamater dalam 85 mm
Cover : Pipa PVC 4” panjang 400 mm
Pipa Tera : Pipa Acrilic diameter luar 25mm,
diameter dalam 21mm, panjang 400 mm
Mulut penakar : Pipa PVC 3” panjang 150 mm
Ukuran CH maksimal : 350 mm
Keran buangan : keran 0,5”

Bahan lainnya :
- Over shock PVC 3x4”
- T PVC 0,5”
- Elbow PVC 0,5”
- Shock drat dalam PVC 0,5”
- Shock drat luar PVC 0,5”
- Sambungan lurus PVC 3”
- Tutup pipa PVC 3”
- Tutup Pipa PVC 4”

KEUNGGULAN TEKNOLOGI
ATHUS adalah alat penakar hujan yang sederhana, murah, dan
mudah dibuat yang diharapkan mampu menjawab persoalan mendasar
mengenai kebutuhan akan alat penakar hujan. Dengan adanya ATHUS
dapat dimungkinkan pemasangan penakar hujan di hulu-hulu DAS
kritis secara masal sehingga kebutuhan akan data hujan dapat
terpenuhi sesuai kebutuhan. Pembuatan ATHUS menggunakan
rancangan dasar penakar hujan manual standar model ombrometer
ukuran 100 ml. Perbedaan dengan ombrometer adalah pada
bahannya.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan ATHUS pada dasarnya


merupakan bahan-bahan yang mudah diperoleh di toko-toko bahan
bangunan di kota kecamatan sekalipun. Berbeda dengan ombrometer
yang ada di pasaran, pengukuran curah hujan pada ATHUS tidak
lagi menggunakan gelas ukur melainkan melalui pipa transparan
yang dihubungkan dengan tabung penampung air hujan. Penggunaan
pipa transparan berskala yang terbuat dari pipa acrylic ini
dimaksudkan untuk mengatasi kendala dalam pengamatan hujan
dengan gelas ukur. Persoalan kehilangan data seringkali dipicu
oleh gelas ukur yang pecah sehingga ada kekosongan data akibat
menunggu adanya gelas ukur baru yang didatangkan dari kota.
Penggunaan pipa transparan berskala lebih praktis dibandingkan
dengan penggunaan gelas ukur.
Pembacaan skala pada pipa transparan ini sesuai dengan prinsip
bejana berhubungan dimana ketinggian air di dalam bak penampung
sama dengan ketinggian air di dalam pipa berskala. Skala pada
pipa transparan ditentukan berdasarkan perhitungan luas
penampang tabung utama dan luas penampang pipa acrilic sehingga
angka terbaca pada skala sudah disamakan dengan
ketinggian/kedalaman air hujan yang jatuh (dalam mm). Sebagai
alat penakar curah hujan harian, kapasitas tampung curah hujan
yang bisa diukur dengan athus adalah 350 mm.

Dengan adanya ATHUS yang murah dan mudah, kendala keterbatasan


anggaran pemerintah untuk memasang dan membayar tenaga pengamat
curah hujan dibanyak tempat tersebut dapat diatasi dengan
pemasangan ATHUS di sekolah-sekolah SD/SMP yang tersebar di
pelosok pelosok desa.

POTENSI APLIKASI
Dengan harganya yang murah dan mudah penggunaannya, ATHUS dapat
diaplikasikan untuk berbagai kebutuhan mendasar dalam
pengelolaan pengelolaan sumberdaya lahan maupun antisipasi
banjir dan longsor.

Dalam pemilihan komoditi tanaman, penentuan jadwal waktu


pengelolaan lahan, dan perancangan bangunan-bangunan air,
bangunan konservasi maupun sarana-prasarana lain, ketersediaan
data yang akurat dan mampu merepresentasikan kondisi riil curah
hujan akan sangat mempengaruhi keberhasilan.

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan


pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir dan longsor
adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Semakin banyak alat penakar hujan terpasang pada daerah dengan
topografi beragam, data curah hujan area yang diperoleh akan
semakin baik. Alat curah hujan yang ada saat ini sangat
terbatas sebagai akibat mahalnya harga alat dan juga sulitnya
alat ini diperoleh di pasaran. Seringkali dalam perencanaan
pengelolaan lahan, data hujan yang digunakan berasal alat
penakar yang berada di stasiun klimatologi yang cukup jauh dari
rencana lokasi kegiatan yang memiliki karakteristik hujan yang
berbeda dengan data yang ada.

Alat penakar hujan buatan pabrik yang selama ini banyak


dipergunakan berbagai instansi, disamping mahal dan tidak mudah
diperoleh, apabila mengalami kerusakan yang untuk
memperbaikinya diperlukan tenaga terampil khusus, sehingga
banyak alat penakar hujan terpasang di lapangan rusak dan
dibiarkan tidak berfungsi.

ATHUS dipasang di sekolah-sekolah SD yang tersebar di pelosok-


pelosok desa di hulu DAS. Pencatatan data hujan bisa
dilaksanakan oleh murid dari kelas IV SD keatas secara
bergiliran. Selain untuk keamanan alat, dan kontinuitas
pengamatan, upaya ini juga dimaksudkan untuk memperkenalkan
IPTEK sedini mungkin kepada generasi penerus di hulu DAS yang
seringkali menjadi tumpuan kesalahan ketika terjadi bencana
banjir dan longsor.

Semakin banyak wilayah yang terwakili informasi hujannya, maka


data hujan yang bisa dipakai untuk perencanaan pengelolaan SDA
maupun pengendalian bencana banjir dan longsor akan lebih baik.
PENGUKURAN DAN ANALISA DATA
Pengukuran
Data curah hujan yang diperoleh dari ATHUS ver.3 adalah hujan
harian. Pencatatan data curah hujan dilakukan setiap hari pada
jam 7 pagi melalui pembacaan langsung. Data curah hujan hari
tersebut dimasukkan ke dalam tally sheet seperti pada contoh
berikut :

Contoh . TABEL PENGAMATAN CURAH HUJAN HARIAN

NAMA STASIUN : Bulubalea


BULAN : Desember
TAHUN : 2005
No. Tanggal Curah Hujan Keterangan
Aktual (mm)
1 1
2 2
3 3
… …
31 31
Jumlah

Bulubalea, 31 Desember 2005

(Nama Pengamat)

Kolom nomor merupakan kolom jumlah hari hujan, sedangkan kolom


tanggal merupakan kolom waktu kejadian hujan. Pada contoh di
atas, kolom curah hujan merupakan data curah hujan actual.
Kolom keterangan diisi dengan penjelasan mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan pengukuran, seperti misalnya
kerusakan alat. Pada kolom keterangan dituliskan waktu
berlangsungnya hujan yaitu jam mulai dan jam berakhir hujan.
Atau paling tidak bisa disampaikan saat kejadian hujan seperti
pagi, siang, atau sore dan perkiraan lamanya hujan (1 jam, 2
jam, dst). Keterangan seperti ini penting sekali terutama
apabila kita ingin menganalisa suatu kejadian erosi. Keterangan
ini bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
: mengapa volume curah hujan yang sama bisa menghasilkan erosi
yang berbeda ? mengapa volume curah huja harian yang lebih
kecil justru mengakibatkan erosi yang lebih besar dibandingkan
dengan suatu kejadian lain yang volume hujannya lebih besar ?

Analisa data hujan


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, disamping data curah
hujan titik (data tunggal dari satu stasiun), data curah hujan
sering dimanfaatkan dalam bentuk curah hujan area. Data curah
hujan seperti ini umumnya digunakan untuk perencaanaan dalam
skala catchments area (daerah tangkapan) misalnya untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan
dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Semakin banyak
alat penakar hujan dipasang pada daerah-daerah yang mempunyai
curah hujan yang beragam, data curah hujan area yang diperoleh
akan semakin baik.

Terdapat banyak cara untuk menghitung curah hujan wilayah


antara lain cara rata-rata aljabar, poligon thiessen, garis
isohyet, cara garis potongan antara (intersection line method),
cara dalam elevasi (Depth-elevation method). Berikut
disampaiakan cara perhitungan curah hujan rata-rata dengan
rata-rata aljabar dan poligon thiessen, dua cara yang paling
sering dipakai karena relatif lebih muda dibandingkan cara
lain.
1). Cara rata-rata aljabar

Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah


hujan di dalam dan di sekitar daerah yang bersangkutan.
Ř = 1/n (R1 + R2 + ... + Rn)
Dimana :
Ř = Curah hujan daerah (mm)
N : jumlah titik-titik (pos-pos pengamatan)
R1 + R2 + ... + Rn : curah hujan di setiap titik pengamatan
(mm).
Apabila jumlah titik pengamatan banyak dan tersebar merata
diseluruh daerah, hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak
berbeda jauh dari hasil yang diperoleh dengan cara lain.
Keuntungan dari cara ini adalah obyektivitas yang berbeda
dengan cara lain yang melibatkan unsur subyektivitas.

2) Cara Poligon Thiessen


Apabila titik pengamatan tidak tersebar merata, maka
dipergunakan pendekatan yang berbeda dengan cara rata-rata
yaitu dengan mempergunakan daerah yang terpengaruh oleh masing-
masing titik alat.

STA 1

STA 2 STA 3

STA 4

STA 5

STA 5

STA 6
Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :

A1R1  A2 R 2  ... AnRn


Ř =
A1  A2  ...  An
A1R1  A2 R 2  ... AnRn
=
A
= W1R1 + W2R2 + ... + WnRn

dimana :
Ř = curah hujan daerah
R1, R2, ... Rn = curah hujan di tiap alat (stasiun pengamatan)
dan n adalah jumlah titik alat.
A1, A2, ... An = bagian daerah yang mewakili setiap titik alat
1,2,3, … n = nomor stasiun
A1 A2 An
W1, W2, ... Wn = , , ...
A A A
Untuk menentukan A1, A2, ... An, dipergunakan cara sebagai
berikut :

1. Tentukan titik-titik A1, A2, ... An di dalam peta topografi


skala 1 : 50.000
2. hubungkan masing-masing titik alat yang berdekatan dengan
garis lurus sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga
3. gambarkan garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga
untuk membentuk poligon-poligon. Curah hujan didalam
poligon dianggap diwakili oleh curah hujan dari alat penakar
dalam poligon tersebut
4. ukur luas setiap poligon dengan menggunakan planimeter untuk
menghitung luas wilayah yang diwakili oleh setiap alat pada
masing-masing poligon tersebut.

Cara poligon thiessen memberikan hasil yang relatif lebih


teliti dibandingkan cara aljabar rata-rata. Kesulitan akan
terjadi apabila terjadi kehilangan data pada satu atau lebih
titik alat maka perlu dilakukan kembali tahapan pembuatan
poligon-poligon yang baru.

Penyimpanan Data dan Arus Data/Informasi

Data curah hujan yang dicatat dari setiap sekolah dua hari
sekali dikumpulkan ke kantor desa setempat. Pada hari ke 3 data
dikirim dari desa ke kecamatan. Pada hari ke 5 atau 6 data
semua kecamatan diharapkan sudah terkumpul di kantor kabupaten
atau lembaga tertentu yang ditunjuk. Setiap instansi pengguna
data bisa memperoleh data di kantor kabupaten. Data curah hujan
di tingkat kabupaten bisa merupakan data mentah maupun data
hujan yang sudah diolah. Analisas data ini bisa dilakukan di
Bank Data (Kabupaten) atau di tingkat pengguna.

PENUTUP
ATHUS adalah alat penakar hujan sederhana yang murah dan mudah
dibuat. Dengan pemasangan ATHUS secara massal di hulu-hulu DAS,
kendala kekurangan data hujan dalam perencanaan pengelolaan
sumberdaya alam dan mitigasi banjir dan longsor dapat di
minimalkan. Di samping itu dengan pemasangan ATHUS di sekolah
dan pendayagunaan siswa serta aparat pemerintah desa,
kekurangan tenaga pengamat dapat diatasi dan sekaligus
pemasyarakatan IPTEK kepada siswa-siswa dan aparat pemerintah
daerah di pelosok.

ATHUS dapat diaplikasikan untuk berbagai kebutuhan mendasar


dalam pengelolaan pengelolaan sumberdaya lahan maupun
antisipasi banjir dan longsor. Dalam pemilihan komoditi
tanaman, penentuan jadwal waktu pengelolaan lahan, dan
perancangan bangunan-bangunan air, bangunan konservasi maupun
sarana-prasarana lain, ketersediaan data yang akurat dan mampu
merepresentasikan kondisi riil curah hujan akan sangat
mempengaruhi keberhasilan. Informasi ini selain berguna untuk
pengelolaan SDA pada level kabupaten, juga bermanfaat bagi Desa
itu sendiri dalam pengelolaan lahan dan peningkatan sadar
bencana.

Pendayagunaan ATHUS untuk pengamatan curah hujan dengan konsep


utuh diakui oleh Kemenristek sebagai salah satu inovasi paling
prospektif di Indonesia tahun 2010 (Gambar 1). Selanjutnya,
dalam Peraturan Dirjen PHKA no P.07/IV-SET/2014 tentang Pedoman
Inventarisasi SD Air di Kawasan Konservasi, ATHUS
direkomendasikan sebagai alat yang digunakan untuk pengamatan
curah hujan.
Gambar 2. Pemasangan ATHUS di lapangan

Gambar 3. Serifikat penghargaan Inovasi Indonesia 2010

Anda mungkin juga menyukai