Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS KADAR AKRILAMIDA

PADA MINYAK BEKAS PENGGORENGAN


HASIL PENJERNIHAN DENGAN BENTONIT
TERAKTIVASI

METODOLOGI PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Metodologi


Penelitian Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

SITI NURASYIAH
31115164

STIKES BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 3

1.5 Krangka Pemikiran ......................................................................................... 4

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 4

1.7 Jadwal Penelitian ............................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Minyak Goreng .............................................................................................. 6

2.1.1 Pengertian Minyak Goreng................................................................. 6

2.1.2 Kandungan Minyak Goreng ............................................................... 6

2.1.3 Kerusakan Minyak Goreng karena Pemanasan ................................... 7

2.2 Penjernihan Minyak ...................................................................................... 8

2.2.1 Adsorben ........................................................................................... 8

2
2.2.2 Tujuan Penjernihan ............................................................................ 8

2.2.3 Reaksi yang Terjadi Saat Penjernihan ................................................ 8

2.3 Akrilamida ..................................................................................................... 9

2.3.1 Sifat Fisiko Kimia Akrilamid ............................................................. 9

2.3.2 Bahaya Akrilamida............................................................................10

2.3.3 Kadar Maksimal Akrilamida dalam Minyak Goreng pada Tubuh ......10

2.4 HPLC ............................................................................................................11

2.4.1 HPLC.................................................................................................11

2.4.2 Parameter Pemisahan Kromatografi Kolom........................................11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................15

3.1 Alat dan Bahan .............................................................................................15

3.2 Prosedur Penelitian .......................................................................................16

3.2.1 Aktivasi Bentonit ..............................................................................16

3.2.2 Penjernihan Minyak Bekas dengan Bentonit ......................................16

3.3 Penetapan Kadar Akrilamid dengan HPLC ...................................................17

3.3.1 Penyiapan Fase Gerak dan Baku Pembanding ...................................17

3.3.2 Penentuan Kesesuaian Sistem HPLC .................................................17

3.3.3 Penetapan Kadar Akrilamida dalam Sampel Minyak .........................18

3.4 Bagan Alir ....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

3
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Rencana Jadwal Penelitian ................................................................... 5

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumus Bangun Senyawa Akrilamida ............................................. 10

3.1 Bagan Alir Penelitian ..................................................................... 19

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kebutuhan penting yang diperlukan oleh masyarakat

Indonesia adalah minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak nabati yang

telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Selain

memberikan nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya juga dapat

memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan menjadi lebih

menarik, serta permukaan yang kering (Dewi dan Hidajati, 2012).

Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses

pemurnian minyak nabati (golongan yang biasa dimakan) dan terdiri dari

beragam jenis senyawa trigliserida. Minyak dapat digunakan sebagai medium

penggoreng bahan pangan. Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi

sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai

gizi dan kalori dalam bahan pangan. Tetapi pemanasan minyak secara

berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan

menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak.

Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu

dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng (Ketaren, 1986).

1
2

Minyak yang dipanaskan akan menghasilkan aldehid akrilat atau

akrolein yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap

putih. Akrolein merupakan salah satu senyawa pembentuk akrilamida yang

dapat juga terbentuk dari asam amino langsung dan dari dehidrasi atau

dekarboksilasi beberapa asam organik tertentu. Akrolein selanjutnya dapat

mengalami oksidasi membentuk asam akrilat atau membentuk senyawa antara

berupa radikal akrilat. Kedua senyawa tersebut, dengan adanya sumber

nitrogen (umumnya gugus amina dari asam amino) dan kondisi yang sesuai,

dapat membentuk akrilamida. Semakin tinggi suhu dan lama pemanasan

minyak goreng, semakin tinggi kadar akrilamida yang ditemukan (Napitupulu,

2008).

International Agency for Research on Cancer (IARC), U.S.

Environmental Protection Agency (EPA), Food and Drug Administration

(FDA), serta The National Toxicology Program telah mengklasifikasikan

akrilamida sebagai senyawa yang mungkin menyebabkan kanker atau

berpotensi sebagai karsinogenik pada manusia (grup 2A). Berdasarkan studi

hewan percobaan, akrilamida diketahui berpotensi dapat menyebabkan

kerusakan sel-sel saraf dan gangguan reproduksi pada hewan percobaan serta

pemberian akrilamida dalam jangka panjang dapat menyebabkan tumor.

Salah satu metode yang sederhana, ekonomis dan mudah untuk

perbaikan kualitas minyak goreng adalah dengan cara adsorpsi. Bentonit

termasuk mineral lempung yang memiliki sifat mudah mengembang,


3

memiliki kation-kation yang dapat dipertukarkan dan luas permukaan yang

cukup besar. Sifat-sifatnya tersebut menjadikan bentonit dapat dimanfaatkan

sebagai adsorben. Namun lempung bentonit tanpa dimodifikasi terlebih

dahulu, bila diaplikasikan sebagai adsorben memberikan hasil yang kurang

maksimal. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang mudah menyerap air

sehingga kurang stabil jika digunakan sebagai bahan penyerap. Kelemahan

dari bentonit yang mudah mengalami swelling dapat diatasi melalui proses

aktivasi menggunakan asam mineral (HCI/ H 2SO4) sehingga dihasilkan

lempung dengan situs aktif yang lebih besar dan bentonit juga memiliki

keasamaan permukaan yang tinggi, yang mengakibatkan kemampuan adsorpsi

menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut rumusan permasalahan

ini adalah sebagai berikut :

Berapakah kadar akrilamida dalam minyak bekas penggorengan yang sebelum dan

sesudah di jernihkan dengan adsorben bentonit teraktivasi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

Mengetahui kadar akrilamida dalam minyak bekas penggorengan sebelum dan

sesudah dijernihkan dengan adsorben bentonit teraktivasi.


4

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pengaruh adsorben bentonit teraktivasi sebagai

penjernih minyak bekas penggorengan terhadap kadar akrilamida dalam

minyak bekas penggorengan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Masyarakat Indonesia sering menggunakan minyak goreng lebih dari

satu kali pemakaian, apabila minyak goreng dipanaskan pada suhu tinggi

dengan waktu yang cukup lama dan digunakan berulang akan menghasilkan

senyawa berbahaya berupa akrilamida, yang dapat menyebabkan kanker dan

berpotensi karsinogenik. Oleh karena itu peneliti menggunakan bentonit

teraktivasi untuk menyerap akrilamida dalam minyak bekas penggorengan,

dan dilakukan penetapan kadar akrilamid sebelum dan sesudah dijernihkan

dengan bentonit teraktivasi.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2018 di Laboratorium Kimia

STIKes Bakti Tunas HusadaTasikamalaya.


5

1.7 Jadwal Penilitian

Tabel 1.1Rencana Jadwal Kegiatan

Bulan

Mei Juni Juli


No. Kegiatan
Mingguke- Mingguke- Mingguke-

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Preparasi sampel

2. Penjernihan minyak

Penetapan kadar akrilamid dengan


3.
HPLC

5. Penyusunan laporan penelitian


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng

2.1.1 Pengertian Minyak Goreng

Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam

lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan.

Penggunaan minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas,

menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam makanan.

Minyak goreng tersusun dari beberapa senyawa seperti asam lemak dan

trigliserida (Ketaren, 2008).

2.1.2 Kandungan Minyak Goreng

Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) merupakan

asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya.

Minyak ini bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi

asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh yang terkandung dalam minyak

goreng pada umumnya terdiri dari asam oktanoat, asam dekanoat, asam laurat,

asam miristat, asam palmitat dan asam stearat (Ketaren, 2008).

6
7

Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty

acids/MUFA) maupun majemuk (polyunsaturated fatty acids/PUFA)

merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap pada

rantai hidrokarbonnya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap

(polyunsaturated), semakin mudah berubah menjadi asam lemak jenuh. Asam

lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng adalah asam oleat

dan asam linolenat (Ketaren, 2008).

2.1.3 Kerusakan Minyak Goreng karena Pemanasan

Pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan

mengakibatkan rusaknya asam lemak tak jenuh yang terdapat di dalam

minyak seperti asam oleat dan linoleat. Kerusakan minyak akibat pemanasan

dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan kekentalan, peningkatan

kandungan asam lemak bebas dan kenaikan bilangan peroksida (Febriansyah,

2007).

Kerusakan minyak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

meliputi lamanya minyak kontak dengan panas, banyak oksigen yang akan

mempercepat oksidasi, banyaknya asam lemak tidak jenuh yang akan

mempercepat oksidasi, adanya katalis oksidasi seperti cahaya (Ketaren, 2008).


8

2.2 Penjernihan Minyak

2.2.1 Adsorben

Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang

sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori-pori

yang halus pada padatan tersebut. Disamping luas spesifik dan diameter pori,

maka kerapatan unggul, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya

merupakan data karakteristik yang penting dari suatu adsorban (Asip, 2008).

2.2.2 Tujuan Penjernihan

Penjernihan merupakan suatu tahap pemurnian untuk menghilangkan

zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Penjernihan dilakukan

dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah

serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat

juga menggunakan bahan kimia.

2.2.3 Reaksi yang Terjadi Saat Penjernihan

Bentonit dijadikan sebagai adsorben karena memiliki sifat mudah

mengembang, memiliki kation-kation yang dapat dipertukarkan dan luas

permukaan yang cukup besar sehingga adsorbsi akan terjadi karena adanya

perbedaan energi potensial antara permukaan bentonit dan zat yang akan

diserap, tetapi sebelumnya bentonit harus dimodifikasi terlebih dahulu, karena


9

ketika digunakan sebagai adsorben akan memberikan hasil yang kurang

maksimal. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang mudah menyerap air

sehingga kurang stabil jika digunakan sebagai bahan penyerap. Akan tetapi

kelemahan dari bentonit yang mudah mengalami swelling dapat dilakukan

proses aktivasi menggunakan asam mineral (HCI/H2SO4) sehingga dihasilkan

bentonit dengan situs aktif dan bentonit juga memiliki keasamaan permukaan

yang tinggi, yang mengakibatkan kemampuan adsorbsi menjadi lebih tinggi

dibandingkan sebelum diaktivasi.

2.3 Akrilamida

2.3.1 Sifat Fisiko Kimia Akrilamid

Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksiamida,

akrilikamida, asam propeonik amida, vinilamida) merupakan suatu senyawa

kimia kristalin bening hingga putih dengan bobot molekul 71,08 dan tidak

berbau. Senyawa ini sangat mudah larut dalam air, larut dalam aseton, etanol,

metanol dan dimetil eter. Titik leleh akrilamida pada suhu 84 0 -850 C dan

mendidih pada suhu 1250 C (Harahap, 2006).


10

Gambar 2.1 Rumus Bangun Senyawa Akrilamida

2.3.2 Bahaya Akrilamida

World Health Organization (WHO) memutuskan bahwa akrilamida

bersifat karsinogenik (toksik terhadap materi genetik dalam sel). Akrilamida

dapat diabsorpsi pada saluran gastrointestinal, didistribusikan secara luas oleh

cairan tubuh dan dapat menembus membran plasenta, senyawa ini juga

neurotoksis (toksik terhadap sel saraf) dan secara oral meningkatkan risiko

kanker skrotal, tiroid tumor adrenal pada tikus jantan dan meningkatkan risiko

kanker mamae, tiroid dan tumor uterin pada tikus betina, Enveronmental

Protection Agency mengklasifikasikan akrilamida sebagai senyawa yang

kemungkinan bersifat karsinogenik terhadap manusia.

2.3.3 Kadar Maksimal Akrilamida dalam Minyak Goreng pada Tubuh

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada populasi

umum, rata-rata asupan akrilamida melalui makanan berada pada rentang 0,3–
11

0,8 µg/kg BB/hari. Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1992

dan WHO pada tahun 1985 telah membatasi kadar akrilamida dalam air

minum sebesar 0,5 µg/liter (ppb) (WHO, 2002). Office of Environmental

Health Hazard Assesment (OEAHHA), salah satu divisi EPA yang berlokasi

di California, Amerika Serikat telah menetapkan bahwa 0,2 µg/hari

akrilamida tidak bersifat sebagai agen pencetus kanker.

2.4 HPLC

2.4.1 HPLC

High performance Liquid chromatoghrapy (HPLC) merupakan salah

satu metode kromatografi cair yang menggunakan fasa diam yang

ditempatkan dalam suatu kolom tertutup dan juga fasa geraknya berupa

pelarut yang ditempatkan dalam suatu kolom tertutup dan juga fasa geraknya

berupa pelarut yang dialirkan dengan cepat ke dalam kolom dengan bantuan

pompa/tekanan (Anshori,2007)

2.4.2 Parameter Pemisahan Kromatografi Kolom

a. Waktu retensi (t R)

Waktu retensi adalah selang waktu yang diperlukan oleh linarut (solut)

mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh

detektor, dinyatakan sebagai t R (Mulja.et.al.,1995).


12

b. Faktor Kapasitas (K’)

Faktor kapasitas atau faktor retensi merupakan parameter penting

untuk menjelaskan laju migrasi analit dalam kolom. Faktor kapasitas (K’)

didefinisikan sebagai

𝑡𝑅 − 𝑡0 VR - V0
k’ = =
𝑡0 V0

Dengan

K’ = faktor kapasitas

tR, VR = waktu, volume retensi

t0, V0 = waktu, volume tidak teretensi

Jika faktor kapasitas kurang dari satu maka elusinya sangat cepat

berlangsung artinya spesi tersebut ditahan sedikit oleh kolom dan terelusi

dekat puncak spesi yang tidak diretensi. Hal ini menunjukan pemisahan

yang jelek dan waktu retensi sulit diukur dengan cermat.

Jika faktor kapasitas berkisar antara 20-30, waktu elusinya sangat lama

dan kurang berarti untuk analisis. Faktor kapasitas antara 2-10

menunjukan pemisahan yang baik. Beberapa pustaka merekomendasikan

faktor kapasitas yang baik adalah 1< k’ < 10.

c. Faktor selektifitas (α)

Faktor selektifitas untuk spesi A dan B dirumuskan sebagai berikut

α = 𝐾𝐵
𝐾𝐴

Dengan
13

KB = koefisien partisi spesi B yang lebih kuat diretensi oleh kolom

KA= koefisien partisi spesi A yang lemah diretensi oleh kolom

d. Jumlah pelat teoritik

Jumlah pelat teoritik atau N dapat menggambarkan efisiensi kolom

yang dapat dihitung menggunakan persamaan :


𝐿
N=𝐻

Dimana

H = 2,5 dp

Dengan

N = jumlah pelat teoritis atau efisiensi kolom

L = panjang kolom

H = tinggi lempeng teoritik yang efektif (HETP)

dp = diameter partikel fase diam

Dengan demikian jumlah pelat teoritik akan meningkat dengan

semakin panjangnya kolom (L) dan semakin kecil harga H. secara

empirik harga N dapat dihitung dari kromatogram sebagai berikut

𝑡𝑅
N= 16 2
𝑊

Dengan

W = lebar dasar puncak

e. Resolusi
14

Resolusi suatu kolom adalah ukuran kemampuan kolom untuk

memisahkan dua analit, resolusi dirumuskan sebagai berikut

2 (𝑡𝑅𝐴 −𝑡𝑅𝐵 )
R= 𝑊𝐵 −𝑊𝐴

Dengan

R = resolusi

tRA , tRB = waktu retensi A (lebih cepat diretensi), waktu retensi

spesi B (lebih lama diretensi)

WA , WB = lebar dasar puncak spesi A, lebar dasar puncak spesi

nilai resolusi yang baik untuk memisahkan dua puncak adalah R ≥ 1,5

(Ahuja.et.al.,2005)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan adalah Spektrofotometer UV-

Vis SHIMADZU 1240, HPLC Agilent Technologies 1120 Compact

LC dilengkapi dengan detektor UVVisible, kolom ZORBAX Eclipse

XDB-C18 ( 3x150 mm, 3,5 µm), syringe, filter eluen dan sampel,

membrane filter Whatman Nylon 0,2 µm, Whatman 42, vial, penangas

air 0-1000 C, sentrifuga, pH-Meter, termometer, heater, magnetic

stirrer, timbangan analitis Metler Toledo, Vortex Mixer, oven,

pengayak ukuran mesh 100, dan alat-alat gelas yang umum digunakan

dalam laboratorium analisis.

Bahan penelitian yang digunakan adalah minyak goreng bekas,

Bentonit dari PT.Brataco, H2SO4 dari PT.Brataco, BaCl2 dari

PT.Brataco, Asetonitril pro. HPLC dari J.T. Baker, Asam Fosfat 85%

pro.analisis dari PT.Merck, Dinatrium hidrogen fosfat dari PT. Merck,

diklorometana dari PT.Merck, Etanol dari PT.Brataco, Akrilamida

SIGMA A3553, Aqua Bidestilata Steril dari PT.IKA.

15
16

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Aktivasi Bentonit

Sebanyak 25 gram Na-Bentonit didispersikan dalam 150 mL

larutan asam sulfat 1,5 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit

selama 6 jam. Lalu didiamkan selama 24 jam kemudian disaring

dengan penyaring vakum dan dicuci dengan akuades panas sampai

terbebas dari ion sulfat. Hal ini ditunjukkan dengan uji negatif

terhadap BaCl2. Na-Bentonit teraktivasi asam kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu 1000C. Setelah kering digerus sampai halus

kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran 100 mesh.

3.2.2 Penjernihan Minyak Bekas dengan Bentonit

Menimbang minyak curah sebanyak 100 gram dimasukkan

dalam erlenmeyer 250 ml. Minyak curah tersebut kemudian

dipanaskan hingga 1000C. Penambahan adsorben bentonit terpilar pada

saat suhu minyak mencapai 800C. Kemudian diaduk selama 20 menit

dengan kecepatan 500 RPM. Selanjutnya minyak disaring dengan

kertas Whatman 42.


17

3.3Penetapan Kadar Akrilamid dengan HPLC

3.3.1 Penyiapan Fase Gerak dan Baku Pembanding

Fase gerak (eluen) yang digunakan adalah dapar fosfat pH 2,5–

asetonitril dengan perbandingan 95:5. Pembuatan dapar fosfat adalah dengan

cara melarutkan 6.9 g Na2HPO4 dengan aqua bidestilata steril, tambahkan

asam fosfat hingga pH mencapai 2,5 dengan pH-Meter lalu di add dengan

aqua bidestilata steril sampai 1000 ml. Selanjutnya dapar disaring dengan

filter eluen, lalu eluen dibuat dengan mencampur 950 ml dapar fosfat pH 2,5

dan 50 ml asetonitril sehingga perbandingannya 95:5. Larutan induk

akrilamida dibuat 10 ppm dengan cara melarutkan 1 mg akrilamida dengan

fase gerak hingga 100 ml. Larutan standar eksternal yang dibuat adalah 0,5 ; 1

; 1,5 ; 2 ; 2,5 ppm dalam sampel yang dianalisis.

3.3.2 Penentuan Kesesuaian Sistem HPLC

Kondisi percobaan dipilih pada kolom ZORBAX Eclipse XDB-C18 (

3x150 mm, 3,5 μm), laju alir 0.5 ml/menit, suhu 25 0C, volume sampel yang

disuntikkan 20 μl dan panjang gelombang 210 nm. Penentuan kondisi

optimum mengacu pada beberapa parameter kualitas pemisahan, yaitu waktu

pemisahan (tR), faktor kapasitas (k’) dan efisiensi kolom (N). Persyaratan

kesesuaian sistem kromatografi, yaitu waktu retensi (5 menit < t R < 10 menit),

faktor kapasitas ( 1 ≤ 𝑘′ ≤ 10 ) dan jumlah pelat teoritik (𝑁 ≥ 10.000 ).


18

3.3.3 Penetapan Kadar Akrilamida dalam Sampel Minyak

Ditimbang 15 g sampel minyak yang mengandung larutan standar

eksternal, kemudian dilarutkan dalam 60 ml diklorometana, ditambahkan 3 ml

etanol, kemudian dikocok dengan laboratory shacker pada kecepatan 200

RPM selama 10 menit. Larutan tersebut disaring, filtrat ditampung dan residu

dicuci dengan diklorometana sebanyak 2x 5 ml dan disaring kembali,

kemudian filtrat digabung dan ditambahkan 25 ml fase gerak yang digunakan.

Diklorometana dan etanol diuapkan di atas penangas air pada suhu 800 C

selama 5 jam, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8000 RPM selama15

menit, diambil lapisan fase gerak lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml

dan tambahkan fase gerak yang dugunakan dan digenapkan sampai batas.

Larutan sampel disaring dengan penyaring sampel Whatman 0.45 𝜇𝑚.

Larutan sampel disuntikkan sebanyak 20 𝜇𝐿 ke dalam kolom kemudian dicatat

luas puncaknya. Kadar akrilamida sampel berdasarkan rumus regresi yang

diperoleh dari pengukuran larutan standar eksternal dimana nilai y = 0

sehingga didapat nilai x dan dikali 2 kali pengenceran yang merupakan kadar

sampel yang sebenarnya.


19

3.4 Bagan Alir

Aktivasi Bentonit

Bentonit Teraktivasi

Penjernihan minyak bekas dengan bentonit

Minyak jernih

Penyiapan fase gerak dan baku pembanding

Penentuan kesesuaian sistem HPLC

Penetapan Kadar Akrilamida

Kadar akrilamid

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Ahuja. et. al. 2005. Handbook of pharmaceutical by HPLC. New York : A Willey

Interscience Publisher, P. 20 – 44; 192 - 216

Al Anshori, Jamaludin. 2007. Diktat Pelatihan HPLC (High Performance Liquid

of chromatoghraphy). Bandung : Universitas Padjadjaran;p.2.

Asip, F., Mardhiah, R., dan Husna, 2008. Uji Efektivitas Cangkang Telur dalam

Mengadsorpsi Ion Fe dengan Proses Batch. Jurnal Teknik Kimia, Volume

15 (2), pp 22-26.

Febriansyah, Reza. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan

Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan

Minyak Pada Kacang Sulut. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor.

Gunarti, S. N. 2010. Analisis Kadar Akrilamida Pada Minyak Goreng Bekas

Sebelum Dan Sesudah Dijernihkan Dengan Karbon Aktif [Skripsi].

Tasikmalaya: Program Studi Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada

Tasikmalaya

Harahap Yahdiana. 2006. Pembentukan Akrilamida Dalam Makanan Dan

Analisisnya.

20
Harahap, Yardiana. 2006. Optimasi penetapan kadar akrilamida yang

ditambahkan kedalam kripik kentang simulasi secara kromatografi cair

kinerja tinggi, majalah ilmu kefarmasian, Volume II No 3: 154-163.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Edisi 1.

Jakarta: UI Press; p. 45-70.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta :

Universitas Indonesia Press.

MT, Hidajati N (2012). Peningkatan mutu minyak goreng curah menggunakan

absorben bentonit teraktivasi. Jurnal Kimia UNESA, 1(2): 47-52.

Mulja.et.al. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Universitas Airlangga Press;

p. 238.

Napitupulu, Toga. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan terhadap

Pembentukan Akrilamida pada Pembuatan Minyak Kelapa dengan Cara

Panas [Skripsi]. Bandung: Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi ITB.

Neni S. G., Lilis. T., dan Saeful. A. 2017. Perbandingan Kadar Akrilamida Pada

Minyak Goreng Bekas Sebelum Dan Sesudah Dijernihkan Dengan Karbon

Aktif.

20

Anda mungkin juga menyukai