Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stres adalah kondisi yang biasanya ditandai dengan gejala ketegangan
mental dan fisik yang hasilnya didapat dari reaksi terhadap situasi dimana
seseorang merasa terancam dan tertekan. Stres dapat dilihat sebagai dua
reaksi tubuh neurologis dan fisiologis untuk beradaptasi dengan kondisi
baru (Siraj et al, 2014). Stres yaitu usaha penyesuaian diri terhadap stressor
atau sumber stres. Bila stressor tersebut tidak diatasi dengan baik atau
periode stres jangka panjang, maka dapat menyebabkan gangguan pada
tubuh (Maramis dan Maramis, 2009).
Stres dibagi menjadi tiga tingkatan, antara lain stres ringan, stres
sedang dan stres berat (International Stress Management Association
(ISMA), 2013). Stres mental atau psikososial merupakan salah satu faktor
risiko utama untuk hipertensi yang merupakan faktor risiko untuk berbagai
penyakit kardiovaskular lainnya (Jadhav et al, 2014). Stres dapat bertindak
langsung dengan mempengaruhi sistem pengaturan utama, khususnya aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal dan sistem saraf otonom, menyebabkan
pelepasan katekolamin abnormal yang merusak kinerja vaskular, dorongan
simpatis yang tidak tepat, dan dengan demikian memberi kontribusi untuk
meningkatkan tekanan arteri (Tsigos et al, 2016).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
menetap di atas batas normal secara kronik, yaitu sistolik ≥140mmHg dan
atau diastolik ≥90mmHg atau seseorang yang mengkonsumsi obat
antihipertensi (Ganong, 2008). Penyakit hipertensi akan menjadi masalah
yang serius, karena jika tidak ditangani sedini mungkin akan berkembang
dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan, dan
penyakit ginjal (Andria, 2013).

1
2

Data World Health Organization (WHO) tahun 2011 menunjukkan


satu milyar orang di dunia menderita Hipertensi, 2/3 diantaranya berada di
negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang.
Prevalensi Hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada
tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena
Hipertensi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 diketahui
bahwa penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari
31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Sedangkan Survei Indikator
Kesehatan Nasional (SIRKENAS) menyatakan, kasus hipertensi di
Indonesia terus meningkat pada tahun 2013 yaitu 25,8% menjadi 32,4% di
tahun 2016 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI),
2017).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran
pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung
(30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%)
Jawa Barat (29,4%), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (25,7%).
Sedangkan untuk provinsi Riau (20,9%) (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2016 diketahui
bahwa penyakit hipertensi masih menempati proporsi pertama sepuluh
besar dalam kasus kunjungan penyakit tidak menular, yaitu sebanyak
36.476 kunjungan, sedangkan urutan kedua terbanyak adalah diabetes
melitus sebanyak 12.306 kunjungan (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru,
2016).
Pada penelitian Andria (2013) didapatkan hubungan antara stres
dengan hipertensi. Dalam tinjauan sistematis oleh John J. dan Bhatt D.
atas 'Emerging Risk Factors for Atherosclerosis' mengamati bahwa lima
dari 13 penelitian menunjukkan stres sangat terkait dengan hipertensi
(Jadhav et al, 2014). Namun, pada penelitian Bo Hu et al (2015) pada laki-
laki tidak ditemukan hubungan antara tingkat hipertensi dengan perubahan
tipe stres.
3

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Stres dengan Hipertensi pada
Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota
Pekanbaru tahun 2018”. Hipertensi dipilih karena merupakan penyakit
terbanyak di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru pada
tahun 2017. Selama tahun 2017 dari jumlah penduduk 38.340 orang,
didapatkan 1.542 orang menderita hipertensi pada usia >15 tahun yang
mendapatkan pelayanan kesehatan dengan dilakukan pengukuran tekanan
darah. Dimana jumlah tersebut merupakan tiga kali lipat dari jumlah
pasien hipertensi yang di dapatkan dari penelitian sebelumnya di
puskesmas Sidumulyo Rawat Inap dengan jumlah penduduk yang lebih
banyak yaitu 59.122. Variabel tingkat stres dipilih sebagai faktor risiko
yang diteliti karena belum ada yang meneliti sebelumnya di Puskesmas
Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat
hubungan tingkat stres dengan hipertensi pada pasien rawat jalan di
Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat stres dengan hipertensi pada pasien
rawat jalan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru tahun
2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tingkat stres pada pasien rawat jalan di
Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru tahun 2018.
2. Mengetahui gambaran hipertensi pada pasien rawat jalan di
Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi hipertensi khususnya faktor stres dengan
4

hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya
Kota Pekanbaru tahun 2018 dan mengembangkan wawasan peneliti dalam
bidang penelitian kedokteran komunitas.
1.4.2 Bagi Instansi Kesehatan
Memberikan masukan yang dapat digunakan oleh pemberi pelayanan
kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya sehingga dapat memberikan
pendidikan kesehatan dalam upaya mengendalikan faktor risiko hipertensi
khususnya tingkat stres.
1.4.3 Bagi Instansi Pendidikan
Memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan kepada berbagai
kalangan pendidikan kesehatan, khususnya ilmu kedokteran, mengenai
pengaruh stress terhadap hipertensi yang termasuk penyakit degeneratif.
1.4.4 Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat, dapat meningkatkan pengetahuan tentang faktor-
faktor yang meningkatkan risiko hipertensi pada individu maupun keluarga,
terutama pengetahuan mengenai hubungan stres dengan hipertensi sehingga
terlaksananya kemandirian penanggulangan maupun pencegahan hipertensi
sedini mungkin, dan meminimalisir terjadinya tingkat stres berkepanjangan.

1.5 Orisinalitas Penelitian


Penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya, yaitu :
Tabel 1. Orisinalitas Penelitian
No Nama Judul Tahun Desain Hasil Penelitian
Peneliti Studi
1. Kiki Hubungan antara 2013 Cross Terdapat hubungan antara
Mellisa Perilaku Olahraga, sectional perilaku olahraga dan stres
Andria Stres dan Pola dengan tingkat hipertensi
Makan dengan pada lansia di posyandu
Tingkat Hipertensi lansia kelurahan Gebang
pada Lanjut usia di Putih kecamatan Sukolilo
Posyandu Lansia kota Surabaya p-value =
Kelurahan Gebang 0,000 (p-value < 0,05)
5

Putih Kecamatan untuk perilaku olahraga


Sukolilo Kota dan p-value = 0,047 (p-
Surabaya value < 0,05) untuk
perilaku stres.

2. Bo Hu Effects of 2015 Cross Tingkat hipertensi


et al Psycological stress sectional bersamaan meningkat
of Hypertension on dengan perubahan tipe
Middle-Age stres, untuk wanita (p-
Chinese: A Cross- value = 0,043). Tetapi
Sectional study pada laki-laki tidak
ditemukan hubungan
antara tingkat hipertensi
dengan perubahan tipe
stres (p-value = 0,38).

3. Desi Hubungan antara 2018 Cross Terdapat hubungan yang


Kartika tingkat stres sectional bermakna antara tingkat
Sari et dengan kejadian stres dengan kejadian
al hipertensi pada hipertensi (p-value =
pasien rawat jalan 0,688).
di puskesmas
Sidomulyo Rawat
Inap.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, perbedaan


dengan penelitian ini adalah perbedaan pada populasi penelitian, tempat,
dan waktu penelitian dimana penelitian ini dilakukan pada pasien rawat
jalan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru pada bulan
Agustus-September tahun 2018.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Stres
2.1.1.1 Definisi
Stres adalah kondisi yang biasanya ditandai dengan gejala ketegangan
mental dan fisik, depresi atau hipertensi, yang hasilnya didapat dari reaksi
terhadap situasi dimana seseorang merasa terancam dan tertekan. Seorang
individu dapat tertekan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang
berbeda, dan stres dapat dilihat sebagai dua reaksi tubuh neurologis dan
fisiologis untuk beradaptasi dengan kondisi baru (Siraj et al, 2014). Stres
juga didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara kondisi lingkungan
yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dan kemampuan individu untuk
beradaptasi dengan kondisi tersebut (Umesh et al, 2014).
Stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu
dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan
yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis
dan sosial dari seseorang. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan,
ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar
diri seseorang (Legiran et al, 2015). Stres merupakan respon normal,
diperlukan dan tidak dapat dihindari dari fenomena kehidupan yang dapat
menghasilkan ketidaknyamanan sementara serta konsekuensi jangka panjang
(Dumitru dan Cozman, 2012). Menurut Thangaraj dan D’souza (2014), stres
adalah ketegangan emosional atau mental yang mengakibatkan sejumlah
reaksi normal tubuh untuk mempertahankan kelestarian diri.
Stres didefinisikan sebagai respon tubuh yang tidak spesifik terhadap
tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau
tidak menyenangkan sebagai “penderitaan”, serta dapat mengancam
kesejahteraan individu, sehingga dapat mengakibatkan perubahan biologis
yang berisiko terkena penyakit (Christyanti et al, 2010; dalam Slamet dan
Markam, 2008). Dalam Maramis (2009), stres adalah usaha penyesuaian diri

6
1
7

terhadap stressor atau sumber stres. Bila stressor tersebut tidak diatasi
dengan baik, maka akan muncul gangguan badani dan perilaku tidak sehat.

2.1.1.2 Penyebab
Sumber stres atau yang disebut stressor adalah suatu keadaan, situasi
objek atau individu yang dapat menimbulkan stres. Faktor penyebab stres
bisa berasal dari dalam diri dan dapat juga faktor dari luar diri. Faktor yang
berasal dari dalam diri adalah suatu sifat atau ciri yang terlalu menonjol,
misalnya terlalu mudah marah, terlalu bersih atau kotor, terlalu disiplin dan
terlalu obsesif. Faktor yang dari luar diri, misalnya kecelakaan, di-PHK
(pemberhentian hak kerja), perkawinan tidak harmonis, tidak lulus ujian,
persaingan yang terlalu besar dan sebagainya (Maramis dan Maramis, 2009)

2.1.1.3 Tipe Kepribadian Yang Rentan Terhadap Stres


Ada beberapa klasifikasi tipe kepribadian berdasarkan Myer Briggs
Type Indicator yaitu ekstrovert dan introvert. Tipe kepribadian ekstrovert
dan introvert merupakan aspek penting dari karakter manusia. Ekstrovert
memiliki kecepatan mental yang lebih tinggi sehingga mereka juga
membutuhkan energi yang tinggi dari normal untuk aktivitas. Introvert
memiliki kecepatan mental yang kurang dari normal sehingga mereka
membutuhkan energi yang lebih tinggi dari normal untuk mengelola
rutinitas mereka (Ghaderi dan Ghasemi, 2012).
Introvert lebih sering mengalami stres dibandingkan dengan
ekstrovert, karena introvert cenderung menarik energi dari pemikiran diri
sendiri, emosi, dan tayangan, mereka memproses informasi dalam kepala
mereka. Sedangkan ekstrovert menggambarkan sikap dimana perhatiannya
mengarah pada suatu benda, mereka cenderung menarik energi dari dunia
luar dan lebih memilih untuk berkomunikasi dengan orang lain serta
memproses informasi dengan lisan. Introvert sering berfikir tanpa bertindak
sedangkan ekstrovert sering bertindak tanpa berfikir (Khodabakhshi et al,
2012).

2.1.1.4 Gejala Stres


8

Beberapa gejala stres diantaranya gejala fisiologis, perilaku, kognitif,


dan emosional (Parnabas et al, 2014). Berikut penjelasan gejala stres
tersebut:

1. Gejala fisiologis
Gejala fisiologis akibat stres yaitu perasaan gugup, sulit bernafas,
denyut jantung cepat, tekanan darah tinggi, tenggorokan kering, otot
tegang, telapak tangan berkeringat, dan perut melilit atau sembelit.
2. Gejala perilaku
Gejala perilaku karena stres seperti gangguan tidur, nafsu makan
berkurang, mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan narkoba,
absensi, dan gagal dalam tugas yang diberikan.
3. Gejala kognitif
Gejala kognitif merupakan komponen mental diantaranya
harapan keberhasilan atas diri berkurang, takut gagal, kehilangan harga
diri, kepercayaan diri yang rendah, kekhawatiran tentang kinerja,
gambar kegagalan, bicara sendiri, tidak mampu untuk berkonsentrasi,
dan terganggunya perhatian.
4. Gejala Emosional
Mencakup depresi, kesedihan, iritasi, ledakan emosi, serangan
panik, ketidakmampuan untuk mengatasi perubahan suasana hati.

2.1.1.5 Pengukuran Tingkat Stres


Tingkat stres diperoleh melalui Stress Questionnaire yaitu
International Stress Management Association (ISMA) (2013). Skor untuk
setiap pertanyaan adalah 1 jika jawaban ya, dan 0 jika jawaban tidak. Dari
skor tersebut dibagi menjadi:

1. Stres ringan (total skor 0-4): paling kecil untuk mengalami suatu penyakit
yang berhubungan dengan stres.
2. Stres sedang (total skor 5-13): lebih mungkin untuk mengalami suatu
penyakit terkait stres baik mental, fisik, ataupun keduanya.
9

3. Stres berat (total skor >14): rentan untuk mengalami penyakit yang terkait
dengan stres.

2.1.2 Hipertensi
2.1.2.1 Definisi Dan Epidemiologi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
menetap diatas batas normal secara kronik, yaitu sistolik ≥140mmHg dan
atau diastolik ≥90mmHg atau seseorang yang mengkonsumsi obat
antihipertensi (Ganong, 2008). Lebih dari seperempat jumlah orang yang
memiliki riwayat hipertensi tidak menyadari bahwa diri mereka hipertensi
dan hampir tiga perempat dari jumlah orang yang diketahui memiliki
riwayat hipertensi kondisinya kurang terkontrol. Prevalensi dan kerentanan
terjadinya penyakit lain seperti stroke meningkat seiring dengan usia
(Kumar et al, 2007).

2.1.2.2 Klasifikasi Hipertensi


Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan
darah ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat, karena tekanan
arteri rerata mempengaruhi pasukan oksigen memadai yang diterima oleh
otak dan organ lain serta mempengaruhi kerja jantung yang selanjutnya
berpengaruh pada risiko kerusakan pembuluh darah dan pecahnya pembuluh
darah halus. Itulah sebabnya mengapa tekanan arteri rerata merupakan
tekanan yang harus dipantau secara ketat dan diatur oleh tubuh. Tekanan
arteri rerata ini dapat diperoleh dengan menggunakan nilai tekanan sistolik
dan tekanan diastolik yang didapatkan dari pengukuran tekanan darah rutin.
Berdasarkan National Institutes of Health (NIH) nilai ambang tekanan darah
normal adalah kurang dari 120/80mmHg (Sherwood, 2011).
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah
yang dialami dan etiologinya. Berdasarkan tingginya tekanan darah
seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya ≥140/ 90mmHg. The
Joint National Committee on prevention, detection, and treatment of high
blood pressure (JNC) yang terbaru adalah JNC VII.
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Berdasarkan JNC VII.
10

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi
Tingkat 1 140 – 159 90 – 99
Tingkat 2 >160 >100
Sumber : (Nafrialdi, 2012)

Klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua


yaitu hipertensi esensial atau idiopatik atau primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi esensial adalah hipertensi tanpa diketahui kelainan dasar patologi
yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial.
Penyebabnya yaitu multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud faktor lingkungan
adalah diet, kebiasaan merokok, stres emosional, obesitas dan lain-lain.
Sedangkan hipertensi sekunder yang didasari adanya kelainan patologi yang
jelas. Hipertensi jenis ini meliputi 5%-10% kasus yang terdiagnosis
(Nafrialdi, 2012; Kumar et al, 2007; Ganong, 2008).

2.1.2.3 Etiopatogenesis
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang bukan hanya berkaitan
dengan jantung saja, melainkan organ lain juga berperan dalam
pengendalian tekanan darah. Organ tersebut diantaranya yaitu ginjal, korteks
adrenal, paru-paru dan hati. Kerja dari organ ini biasa dikenal dengan sistem
renin-angiotensin aldosteron. Mekanisme hipertensi terjadi karena adanya
penyimpangan dari pengendalian tekanan darah tersebut (Kumar et al,
2007).
Ketika volume darah menurun menyebabkan penurunan absorbsi
natrium atrial peptide yang diikuti vasodilatasi pembuluh darah dan ekskresi
natrium (Na+) serta air oleh ginjal. Hal ini menyebabkan tekanan darah
menurun. Penurunan tekanan darah yang disebabkan dari penurunan volume
darah ataupun penurunan resisten perifer tersebut akan menyebabkan
11

stenosis arteri renal. Informasi ini diterima ginjal sebagai suatu alarm,
selanjutnya sel jukstaglomerulus ginjal terinduksi untuk mengeluarkan renin
untuk merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I (Ganong, 2008).
Angiotensinogen ini dihasilkan oleh hati. Kemudian angiotensin I
dirubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme yang
dihasilkan oleh endothelium paru-paru. Angiotensin II menyalurkan
stimulus ke korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron, yang
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal, serta
menyebabkan peningkatan aktivitas vasokonstriksi pembuluh darah.
sehingga tekanan darah akan meningkat atau kembali ke normal (Kumar et
al, 2007). Kerja organ tersebut dalam pengendalian tekanan darah berkaitan
dengan sistem renin-angiotensin aldosteron terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengendalian Tekanan Darah Oleh Sistem Renin-Angiotensin


Aldosteron (Kumar et al, 2007)

Dari penjelasan di atas dapat juga menjelaskan mekanisme hipertensi


sekunder. Contohnya hipertensi ginjal, jika fungsi ekskresi ginjal terganggu
12

maka peningkatan tekanan arteri merupakan mekanisme kompensasi yang


membantu memulihkan keseimbangan dan elektrolit (Kumar et al, 2007).
Contoh hipertensi sekunder lainnya adalah hipertensi endrokin,
feokromositoma merupakan suatu tumor adrenal yang mengeluarkan
epinefrin dan norepinefrin berlebihan. Peningkatan yang berlebihan dari
kedua hormon tersebut menyebabkan peningkatan curah jantung dan
vasokonstriksi perifer generalisata, sehingga menyebabkan hipertensi khas
pada penyakit ini. Hipertensi neurogenik merupakan hipertensi yang terjadi
disebabkan oleh kesalahan kontrol tekanan darah karena adanya defek pada
pusat kontrol kardiovaskular (Sherwood, 2011).
Selain faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah,
ada hipotesis yang disimpulkan oleh para ilmuwan menyatakan bahwa ada
peran interaksi antara faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi
curah jantung, resistensi perifer, atau keduanya dalam mekanisme hipertensi
esensial. Kelainan genetik yang dimaksud merupakan kelainan yang terjadi
pada ekskresi natrium oleh ginjal, regulasi fungsional tonus vaskular, dan
regulasi struktural pembuluh darah. Faktor lingkungannya yaitu usia, jenis
kelamin, indeks massa tubuh, gaya hidup dan kebiasaan contohnya
peningkatan asupan garam yang dapat mempengaruhi efek faktor genetik
(Kumar et al, 2007).
Pengaruh genetik dan faktor lingkungan ini bekerja sama dalam
mekanisme hipertensi esensial, maka dapat dikatakan bahwa hipertensi
esensial merupakan suatu penyakit multifaktor kompleks. Faktor genetik
menyebabkan kelainan dalam homeostatis natrium ginjal, kelainan dalam
pertumbuhan dan struktur otot polos vaskular, kelainan pada aktivitas
vasokonstriksi fungsional. Masing-masing kelainan ini mempengaruhi
pengendalian tekanan darah. Kelainan homeostatis natrium ginjal
menyebabkan ekskresi natrium inadekuat kemudian menyebabkan retensi
garam dan air selanjutnya curah jantung meningkat (Kumar et al, 2007).
Kelainan aktivitas vasokonstriksi fungsional bersama kelainan dalam
pertumbuhan dan struktur otot polos vaskular menyebabkan peningkatan
reaktivitas vaskular yang menyebabkan peningkatan ketebalan dinding
13

vaskular yang menghasilkan peningkatan retensi perifer. Pada akhirnya


peningkatan curah jantung dan retensi perifer yang terus-menerus ini akan
menimbulkan hipertensi (Kumar et al, 2007). Mekanisme hipertensi esensial
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Patogenesis Hipertensi Esensial (Kumar et al, 2010)

2.1.2.4 Manifestasi Klinis


Peningkatan tekanan darah di atas normal kadang-kadang merupakan
gejala utama pada hipertensi. Hipertensi tidak melihatkan manifestasi yang
khas, gejalanya akan timbul setelah beberapa tahun menderita hipertensi,
yaitu ketika komplikasi pada organ-organ target sudah terjadi. Organ-organ
target tersebut diantaranya adalah jantung, ginjal, mata dan otak. Gejala
yang dapat timbul merupakan hasil dari organ target yang telah mengalami
gangguan akibat hipertensi tersebut yaitu; penglihatan karena kerusakan
retina, migrain, mual muntah akibat meningkatnya tekanan intrakranial,
berat di tengkuk, sesak nafas dan mudah lelah (Ganong, 2008).

2.1.2.5 Diagnosis
14

a. Anamnesis Hipertensi
Diagnosis hipertensi harus dapat ditegakkan dengan cepat dan
tepat, karena penanganan dari setiap derajat hipertensi berbeda. Maka
penegakan hipertensi harus dapat dilakukan dengan cepat didukung
dengan data anamnesis dan data pemeriksaan lain yang diperoleh
(Ganong, 2008).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pengukuran tekanan
darahnya dengan mengunakan sfigmomanometer untuk mengetahui
derajat hipertensi yang diderita oleh pasien (Ganong, 2008).
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan merupakan
pemeriksaan untuk mendukung hasil dari pemeriksaan fisik dan
mengetahui adanya komplikasi yang telah ditimbulkan dari hipertensi
seperti kerusakan organ target seperti retinopati, gangguan neurologi
dan payah jantung kongestif. Pemeriksaan tersebut diantaranya;
Pemeriksaan elektrokardiogram dan rekam jantung untuk melihat
apakah terdapat pembesaran ventrikel jantung yang menunjukkan
hipertensi yang sudah diderita lama maupun tanda iskemik pada
jantung tersebut. Foto thorax untuk melihat adanya pembesaran
jantung dan edema. Pemeriksaan zat kimia darah (kreatinin, ureum)
dan urinalisis dilakukan untuk menilai fungsi ginjal, pemeriksaan
kalsium dalam serum dapat membantu menyingkirkan kemungkinan
aldosteronisme primer pada hipertensi (Rothwell et al, 2013).

2.1.2.6 Faktor Risiko


Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan
darah atau hipertensi terdiri atas faktor-faktor yang dapat diubah atau
dikendalikan dan faktor-faktor yang tidak dapat diubah maupun
dikendalikan (Yogiantoro, 2009).
Faktor risiko yang tidak dapat diubah atau dikendalikan, yakni:
1. Riwayat keluarga
15

Riwayat keluarga dengan hipertensi kebanyakan muncul pada


pasien hipertensi. Dengan heritabilitas berkisar antara 35% hingga
50% pada kebanyakan studi (Mancia et al, 2013).

2. Jenis kelamin
Pada umumnya pria lebih sering menderita hipertensi dibandingkan
dengan wanita. Wanita pre-menopause memiliki risiko penyakit
kardiovaskular lebih kecil dibanding pria dengan usia yang sama.
Hal ini disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang mendorong
terjadinya hipertensi seperti kelelahan, perasaan kurang nyaman
terhadap pekerjaan, pengangguran, pola hidup dan makan tidak
terkontrol. Namun demikian, setelah menopause risiko wanita
terhadap masalah ini mulai meningkat dengan signifikan
disebabkan karena faktor hormonal dan peningkatan berat badan
(Kauffman, 2005).
3. Umur
Dengan semakin bertambahnya umur, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Hilangnya elastisitas
pembuluh darah adalah penyebab utama hipertensi pada usia lanjut
(Suiraoka, 2012).
Faktor-faktor risiko yang dapat diubah atau dikendalikan yakni:
1. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara
bertahap. Stres yang terjadi secara berkepanjangan akan
mengakibatkan tekanan darah terus dalam keadaan tinggi
(Suiraoka, 2012).

2. Obesitas
Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa orang dengan obesitas
berisiko tinggi menderita hipertensi. Pada wanita, peningkatan
berat badan berbanding lurus dengan peningkatan risiko terjadinya
hipertensi. Obesitas sentral dan deposisi lemak di jaringan penting
16

aktivasi sistem saraf simpatis dan renin-angiotensin (Davy dan


Hall, 2004).

3. Konsumsi garam berlebih


Pada hipertensi esensial maupun sekunder, asupan natrium
berlebihan akan memperparah penyakit (Kumar et al, 2007).
Populasi dengan asupan garam <50 mmol/hari diketahui memiliki
tekanan darah yang rendah. Pembatasan konsumsi garam secara
signifikan dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi, biasanya >10mmHg (Kauffman, 2005).
4. Konsumsi rokok dan alkohol
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan
kesehatan, selain dapat menyebabkan plak di pembuluh darah,
nikotin juga dapat menyebabkan cedera pada endotel pembuluh
darah (Suiraoka, 2012). Konsumsi alkohol lebih dari 3 gelas
standar perhari dapat meningkatkan 2 kali risiko hipertensi.
Mekanisme ini belum cukup jelas, namun diduga peningkatan
tekanan darah terjadi karena aktivasi sistem saraf simpatis
(Kauffman, 2005).
5. Kurang olahraga
Orang yang kurang aktif berolahraga pada umumnya mengalami
kegemukan yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kurang
olahraga dapat meningkatkan resistensi perifer sehingga
memperbesar risiko hipertensi (Suiraoka, 2012; Pescatello et al,
2010).

2.1.2.7 Hubungan Stres Dengan Hipertensi


Stres berkepanjangan yang terjadi di tempat kerja, keluarga dan
masyarakat dapat memicu kenaikan tekanan darah dengan mekanisme
peningkatan kadar adrenalin dan respon adrenokortikal. Stres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga
akan menstimulasi aktivitas saraf simpatik. Stres dapat bertindak langsung
dengan mempengaruhi sistem pengaturan utama, khususnya aksis
17

hipotalamus-hipofisis-adrenal dan sistem saraf otonom, menyebabkan


pelepasan katekolamin abnormal yang merusak kinerja vaskular, dorongan
simpatis yang tidak tepat, dan dengan demikian memberi kontribusi untuk
meningkatkan tekanan arteri (Tsigos et al, 2016).
Pada penelitian Andria (2013) didapatkan hubungan antara stres
dengan hipertensi. Dalam tinjauan sistematis oleh John J. dan Bhatt D. atas
'Emerging Risk Factors For Atherosclerosis' mengamati bahwa lima dari 13
penelitian menunjukkan stres sangat terkait dengan hipertensi (Jadhav et al,
2014). Namun, pada penelitian Bo Hu et al (2015) pada laki-laki tidak
ditemukan hubungan antara tingkat hipertensi dengan perubahan tipe stres.

2.2 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang dapat diubah atau dikendalikan:


1. Stres
2. Obesitas
3. Konsumsi garam berlebih
4. Konsumsi rokok dan alkohol
5. Kurang olahraga
Hipertensi
Faktor-faktor yang tidak dapat diubah atau
dikendalikan:
1. Riwayat keluarga
2. Jenis kelamin
3. umur Gambar 3. Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen : Variabel Dependen :

Tingkat StresGambar 4. Kerangka Konsep


Hipertensi

Tingkat Stres Hipertensi

2.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat stres
dengan hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Rawat Inap
Tenayan Raya Kota Pekanbaru.
18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian


19

Penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan metode


desain studi cross sectional, untuk mengetahui hubungan tingkat stres
dengan hipertensi, dimana variabel diukur dalam waktu bersamaan (Dahlan,
2010).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya pada
Bulan Agustus - September 2018.

3.3 Variabel Penelitian


a. Variabel dependen
Variabel dependen penelitian ini adalah hipertensi.
b. Variabel independen
Variabel independen penelitian ini yaitu tingkat stres.

3.4 Definisi Operasional


Tabel 3. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur

1 Tingkat Ganguan homeostasis Kuesioner Skor 0-4 Ordinal


Stres yang menyebabkan International (stres ringan),
perubahan pada Stress Skor 5-13
keseimbangan fisiologis Management (stres sedang)
yang dihasilkan dari Association dan Skor >14
adanya rangsangan (ISMA) 2013 (stres berat).
terhadap fisik maupun
psikologis.

2 Hipertensi Peningkatan tekanan Tensimeter Berdasarkan Ordinal


darah sistolik lebih dari Joint
140 mmHg dan tekanan National
darah diastolik lebih Committee
dari 90 mmHg. (JNC) VII. 20
Prehipertensi
: 120/139
mmHg,
Hipertensi
grade 1 :
140/159 21
mmHg,
Hipertensi
grade 2 :
20

160/100
mmHg

3.5 Bahan Dan Alat Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tensimeter,
pedoman menegakkan hipertensi menggunakan standarisasi yang
dimodifikasi dari Joint National Committee (JNC) VII dan kuesioner
International Stress Management Association untuk tingkat stres.

3.6 Populasi Dan Sampel


3.6.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan riwayat
hipertensi yang datang ke Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota
Pekanbaru, yaitu sebanyak 1542 pasien pada tahun 2017.
3.6.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan dengan riwayat
hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru yang
memenuhi kriteria inklusi. Metode pengambilan sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah Accidental Sampling. Accidental Sampling adalah
pengambilan sampel secara aksidental (accidental) dengan mengambil
kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat
sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010). Sehingga dalam
teknik sampling ini peneliti mengambil responden yang datang berobat ke
Puskesmas pada saat rentang waktu pelaksanaan penelitian yang bersedia
menjadi responden. Penelitian direncanakan berlangsung selama 2 minggu,
dengan target jumlah responden minimal 30 orang untuk bisa dianalisis
secara statistik.
3.6.3. Kriteria Inklusi dan kriteria Ekslusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Responden dengan semua jenis kelamin, baik laki-laki maupun
perempuan
2. Responden yang berada pada rentang usia 15 sampai 60 tahun
3. Responden yang mampu berkomunikasi dengan baik
21

4. Responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.


Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Responden yang mengalami gangguan jiwa
2. Responden yang merupakan ibu hamil

3.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data


3.7.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran
kuesioner tentang tingkat stres yang dilakukan kepada responden penelitian.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat stres ini adalah
kuesioner International Stress Management Association. Terdapat dua
pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan, yaitu: 0 = Tidak ,
1 = Iya. Untuk kepentingan analisis univariat, variabel akan dikelompokkan
menjadi stres ringan = 0-4, stres sedang = 5-13, stres berat = >14.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam medis
Puskesmas Tenayan Raya Rawat Inap Pekanbaru yang berupa status
hipertensi dan tekanan darah pasien rawat jalan bulan Agustus-September
2018.

3.7.2 Teknik Pengumpulan Data


Pengukuran data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang tingkat
stres dan hipertensi. Pengumpulan data dilakukan langsung di Puskesmas
Rawat Inap Teanayan Raya Kota Pekanbaru pada bulan Agustus-September
2018, dan cara pengisian kuesioner diisi sendiri oleh responden dengan
didampingi oleh peneliti.

3.8 Analisis Data


3.8.1 Analisis Univariat
Dilakukan untuk melihat gambaran tingkat stres dan hipertensi pasien
rawat jalan yang datang ke Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Pekanbaru
22

pada bulan Agustus-September 2018. Analisis univariat menggunakan tabel


distribusi frekuensi dan persentase.
3.8.2 Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat stres
dengan hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Rawat Inap
Tenayan Raya Pekanbaru pada bulan Agustus-September 2018. Analisis
bivariat dengan menggunakan uji korelasi Pearson, apabila data terdistribusi
normal. Uji alternatif adalah uji korelasi Spearman Rank, apabila data
terdistribusi tidak normal. Hasil uji berupa tingkat kemaknaan p-value dan
koefisien korelasi (r). Apabila p-value <0,05 berarti terdapat korelasi yang
bermakna antara kedua variabel yang diuji. Koefisien korelasi (r) ialah nilai
yang menunjukkan kuat atau tidaknya hubungan linier antara dua variabel.
Adapun interpretasi koefisien korelasi (r) sebagai berikut : 0,00-0,199 =
sangat lemah, 0,20-0,399 = lemah, 0,40-0,599 = sedang, 0,60-0,799 = kuat,
0,80-1,000 = sangat kuat (Dahlan, 2010).

3.9 Jadwal Penelitian


Tabel 4. Jadwal Penelitian

No. Keterangan Bulan / Tahun


2018
8 9
1. Penyusunan
Proposal
2. Seminar Proposal
3. Revisi Proposal
4. Pengambilan Data
5. Analisis Data
6. PenyusunanLaporan
7. DiskusiLaporan
8. Seminar Hasil
23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2018, di
Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru. Sampel dalam penelitian
ini adalah pasien rawat jalan di Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru
sebanyak 40 sampel. Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner tingkat
stres dan hipertensi yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Kuesioner tersebut
diberikan kepada seluruh responden yang sudah ditentukan.

4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas


A. Uji Validitas
Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini telah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas dengan hasil sebagai berikut:
24

Tabel 5. Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Stres

Soal Nilai Corrected item r tabel Kriteria 25


total correlation
1 0,369 0,312 Valid

2 0,586 0,312 Valid

3 0,409 0,312 Valid

4 0,350 0,312 Valid

5 0,488 0,312 Valid

6 0,581 0,312 Valid

7 0,450 0,312 Valid

8 0,385 0,312 Valid

9 0,511 0,312 Valid

10 0,439 0,312 Valid

11 0,319 0,312 Valid

12 0,418 0,312 Valid

13 0,329 0,312 Valid

14 0,384 0,312 Valid

15 0,446 0,312 Valid

16 0,484 0,312 Valid

17 0,329 0,312 Valid

18 0,319 0,312 Valid

19 0,374 0,312 Valid


25

20 0,351 0,312 Valid

21 0,523 0,312 Valid

22 0,453 0,312 Valid

23 0,375 0,312 Valid

24 0,391 0,312 Valid

25 0,415 0,312 Valid

Berdasarkan Tabel 5, maka dapat dilihat bahwa seluruh pertanyaan (25


item) untuk variabel tingkat stres memiliki status valid, karena nilai r hitung
(Corrected Item-Total Correlation) > r tabel sebesar 0,312.

B. Reliabilitas
Tabel 6. Hasil Reliabilitas Tingkat Stres

Soal Cronbach's Alpha

25 0,640

Berdasarkan Tabel 6 maka dapat dilihat bahwa pertanyaan untuk variabel


tingkat stress reliabel, dibuktikan dengan nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,640.

4.1.2 Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik responden. Hasil analisis univariat karakteristik responden dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Karakteristik Masing-Masing Variabel

No. Karakteristik Persentase


f %
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 14 35,0
Perempuan 26 65,0
26

Total 40 100%
2 Tingkat Stres
Sedang 25 62,5
Berat 15 37,5
Total 40 100%
3 Hipertensi
Pre-hipertensi 5 12,5
Hipertensi stage 1 16 52,5
Hipertensi stage 2 19 47,5
Total 40 100%

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa karakteristik jenis kelamin


responden terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu 26 orang (65,0%).
Untuk variabel tingkat stres responden terbanyak berada pada kategori tingkat
stres sedang yaitu, sebanyak 25 orang (62,5%). Untuk variabel status hipertensi
responden terbanyak berada pada kategori hipertensi tingkat 2 yaitu sebanyak 19
orang (47,5%). Keterkaitan masing-masing variabel pada penelitian dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Tabel Silang Hubungan Tingkat Stres Dengan Hipertensi

Hipertensi
Pre- Hipertensi Hipertensi
Total
hipertensi stage 1 stage 2

Tingkat Sedang 4 13 25 42
stress
Berat 1 3 11 15
Total 5 16 36 40

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien dengan status
hipertensi tingkat 1 berada pada kategori tingkat stres sedang yaitu sebanyak 13
orang (52%). Sedangkan, sebagian besar responden dengan status hipertensi
tingkat 2 berada pada kategori tingkat stres berat yaitu sebanyak 11 orang (73%).

4.1.3 Analisis Bivariat


27

Untuk menganalisis adanya hubungan Tingkat stres dengan Hipertensi

pada pasien rawat jalan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru.

Maka dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi person.

a. Uji Normalitas Data


Sebelum menggunakan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas data

untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Kaidah yang

digunakan untuk mengetahui normalitas data adalah jika p>0,05 maka distribusi

dikatakan normal dan jika p<0,05 maka distribusi data dianggap tidak normal.

Pengujian normalitas data ini dilakukan dengan uji normalitas Kolmogorov-

Smirnov yang terdapat dalam prosedur SPSS 21. Hasil uji normalitas dari kedua

variabel menunjukkan data tidak terdistribusi normal maka uji yang digunakan

adalah korelasi spearman. Hasil uji normalitas data dapat dilihat pada tabel 9

dibawah ini.

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Data

Nilai p
Variabel (Kolmogorov-Smirnov) Keterangan
Tingkat stres 0,000 Distribusi tidak
normal (p<0,05)
Hipertensi 0,000 Distribusi tidak
normal (p<0,05)

b. Uji Korelasi Spearman


Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan tingkat stres
dengan hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Rawat Inap Tenayan
Raya Kota Pekanbaru. Untuk menguji hipotesis ini maka digunakan uji korelasi
Spearman. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini.
Tabel 10. Hubungan Tingkat Stres Dengan Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di
Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru.
28

Tingkat Stres
Hipertensi p-value 0,016
r 0,379
N 40

Berdasarkan Tabel 9, diperoleh p-value=0,016 (p-value < 0,05)


menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres
dengan hipertensi. Nilai koefesien korelasi Spearman Rank atau r sebesar 0,379
menunjukkan bahwa arah korelasi adalah positif dengan kekuatan korelasi lemah .

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 26 orang (65,0%). Hal ini sejalan dengan
beberapa penelitian yang mengatakan bahwa perempuan lebih banyak menderita
hipertensi. Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Miller (2010)
menyatakan bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi menyebabkan wanita
lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan risiko
wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat stres
sedang dengan persentase tertinggi yaitu (62,5%) dan sebanyak 19 orang (47,5%)
responden mengalami hipertensi grade 2. Dari hasil uji statistik menunjukan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara stres dengan hipertensi di Puskesmas
Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru, Agustus-September 2018.
Berdasarkan hasil analisa data bivariat dengan menggunakan uji korelasi
spearman didapatkan hasil nilai p=0,016 (p < 0,05), nilai korelasi (r = 0,379)
lemah.
Stres merupakan mekanisme yang bersifat individual, menurut Mesuri
(2013), daya tahan atau penyesuaian individu terhadap stress akan berbeda satu
sama lain karena tergantung pada umur, jenis kelamin, tipe kepribadian, tingkat
intelegensi, emosi, status sosial atau pekerjaannya.
Menurut Ranabir dan Reetu (2011) Apabila ada sesuatu hal yang
29

mengancam secara fisiologis maka kelenjar pituitary otak akan mengirimkan


hormon kelenjar endokrin kedalam darah, hormon ini berfungsi untuk
mengaktifkan hormon adrenalin dan hidrokosrtison, sehingga membuat tubuh
dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi. Secara alamiah dalam
kondisi seperti ini seseorang akan merasakan detak jantung yang lebih cepat dan
keringat dingin yang mengalir di daerah tengkuk. Selain itu peningkatan aliran
darah ke otot-otot rangka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran
pencernaan juga dapat terjadi karena stres.
Hal ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa emosi-emosi kuat dan
stres yang hebat dan berkelanjutan akan menyebabkan reaksi somatic yang
langsung mengenai sistem peredaran darah sehingga mempengaruhi detak jantung
dan peredaran darah (Semium, 2008 dalam Mesuri).
Kondisi stres meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang kemudian
meningkatkan tekanan darah secara bertahap, artinya semakin berat kondisi stres
seseorang maka semakin tinggi pula tekanan darahnya. Kondisi stres yang
membuat tubuh menghasilkan hormon adrenalin lebih banyak, membuat jantung
berkerja lebih kuat dan cepat. Apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama maka
akan timbul rangkaian reaksi dari organ tubuh lain. Perubahan fungsional tekanan
darah yang disebabkan oleh kondisi stres dapat menyebabkan hipertropi
kardiovaskuler bila berulang secara intermiten. Begitupula stres yang dialami
penderita hipertensi, maka akan mempengaruhi peningkatan tekanan darahnya
yang cenderung menetap atau bahkan dapat bertambah tinggi sehingga
menyebabkan kondisi hipertensinya menjadi lebih berat (Lawson, 2007).
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak mengetahui apakah pasien
memiliki penyakit lain yang berpengaruh terhadap tekanan darah seperti pada
hipertensi sekunder.
30

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat stres dengan hipertensi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Rawat Inap
Tenayan Raya Kota Pekanbaru Tahun 2018.
5.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat menggali lagi faktor-faktor
lain yang dapat dimodifikasi yang dapat mempengaruhi derajat hipertensi
seperti faktor obesitas, pola makan tidak sehat, faktor merokok dan kurangnya
31

aktivitas fisik.
2. Perlu penambahan jumlah sampel yang lebih luas agar dapat hasil yang lebih
akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Andria, K.M. 2013. Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stres Dan Pola Makan
Dengan Tingkat Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Posyandu Lansia
Kelurahan Gebang Putih Kecamatan Sukolio Kota Surabaya. Jurnal
Promkes.; 1 (2) : 1-5
Bo Hu. Liu, X. Yin, S. Fan, H. Femg, F. Yuan, J. 2015. Effects of Psycological
stress of Hypertension on Middle-Age Chinese: A Cross- Sectional study.;
10 (6) : 1-6
Christyanti, D. Mustami’ah, D. Sulistiani, W. 2010. Hubungan Antara
Penyesuaian Diri Terhadap Tuntutan Akademik Dengan Kecendrungan
Stres Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya. INSAN.; 12 (03) : 1-7
Dahlan, S. M. 2010. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta,: Salemba
Medika.
32

Davy, K. P., dan Hall, J.E. 2004. Obesity And Hypertension: Two Epidemics Or
One. Am JPhysiol Regul Integr Comp Physiol. 286(5): R803-13.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Riau. Pekanbaru:
Indonesia.
Dumitru, V.M. Cozman, D. 2012. The relationship between stress and personality
factors. International Journal of the Bioflux Society.; 4 : 1-6
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Ghaderi, N. Ghasemi, A. 2012. The Association Between Personal Characters
(Extroversion, Introversion) And Emotional Intelligence With Choose Type
Of Sport (Team And Individually). European Journal of Experimental
Biology.; 2 (6) : 1-7
International Stress Management Association (ISMA). 2013. Stress Quesrionaire.
Jadhav, S. B., Jatti, G. M., Jadhav, A. S., Rajderkar, S. S., Naik, J. D., dan
Nandimath, V. A. 2014. Stressing “Mental Stress” in Hypertension: A Rural
Background Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research : JCDR.
8(6):JC04-JC07. doi:10.7860/JCDR/2014/8209.4506.
Kauffman, G.R. 2005. Epidemiology of Hypertension. In: E.J. Battegay, G.Y.H.
Lip, & G.L. Bakris (Eds.), Hypertension Principles And Practice (pp: 23-
44). Boca Raton: Taylor and Francis Group.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Sebagian Besar Penderita
Hipertensi Tidak Menyadarinya. Available From:
Http://Www.Depkes.Go.Id/Article/Print/17051800002/Sebagian-Besar-
Penderita-Hipertensi-Tidak-Menyadarinya.Html
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. INFODATIN Pusat Data dan
Informasi Kementerian Penyakit Tidak Menular Tahun 2016. Jakarta.
Khodabakhshi, M. Shaverdian, G. Karami, A. 2012. Predictor Occupational Stress
With Use Of Personality Type Such As Introversion, Extroversion, Sensing,
Intuitions, Feeling , Thinking, Perceiving And Judging Among Of The
Bank Staff In Iran. Journal of American Science.; 8 (2) : 1-7
Kumar, V. Cotran, R.S. Robbins, S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; Ali
Bahasa, Brahm U, Pendt; editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,
Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari. –ed.7-Jakarta: EGC.
Lawson, RW., Arthur, J., BarskyVictor, RG., Kaplan, NM. 2007. Systemic
Hypertension: Mechanisms and Diagnosis. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Legiran. Azis, M.Z. Bellinawati, N. 2015. Faktor Risiko Stres dan Perbedaannya
pada Mahasiswa Berbagai Angkatan di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan.; 2 (2) : 1-
7
Madhumitha, M., Naraintran, S., dan Manohar, C. 2014. Influence of Stress and
Socio Demographic Factors on Hypertension among Urban Adults in North
33

Karnataka. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences. 04


(38); 23-26.
Mancia, G., Fagard, R., Narkiewicz, K., Redón, J., Zanchetti, A., dan Böhm, M.
Guidelines 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial
hypertension: The Task Force for the management of arterial hypertension
of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European
Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal. 34(28): 2159–2219,
https://doi.org/10.1093/eurheartj/eht151.
Maramis, W. F. dan Maramis, A. A.2009. Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta:
Airlangga University Press.
Mesuri, R.,P. 2013. Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Stres Pada
Pasien Fraktur Di Ruang Trauma Centre RSUP DR M.Djamil Tahun 2013
Padang. Skripsi tidak diterbitkan. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Miller, C. 2010. Factors Affecting Blood Pressure and Heart Rate. Available from:
http://www.livestrong.com/article/196479-factors-affecting-blood-pressure-
heart-rate/ [Accessed 8 September 2018]
Nafrialdi. 2012. Antihipertensi. In: Silistia Gan Gunawan (ed). Farmakology dan
Terapi Edisi 8. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Notoatmodjo. 2010. Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Parnabas, V., Mahmood, Y., Parnabas, J., Ismail, S., Abdullah, N.M., Rahim, R.
2014. Symptoms of Stress among Student-Athletes of Universiti Teknologi
MARA (UiTM) Malaysia. Journal of Education, Society and Behavioural
Science.; 4 (1): 1-40
Pescatello, L.S., Franklin, B.A., Fagard, R., Farquhar, W.B., Kelley, G.A., dan
Ray, C.A. 2010. Exercise and Hypertension. Available from:
http://medscape.com/viewarticle/717056_6/ [Accessed 22 Mei 2018]
Ranabir, S., dan Reetu, K. 2011. Stress and hormones. Indian J Endocrinol Metab.
15(1): 18-22.
Sari, D.K. Rahmansyah, M.I. Kurniawan, M.B. Qulbi, S. Yerli, N. 2018.
Hubungan Tingkat Stres Demgam Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di
Puskesmas Sidomulyo Rawat Inap Pekanbaru. Naskah Publikasi Tidak
Diterbitkan. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab.
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia; Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siraj, H.H. Salam, A. Roslan, A. Hasan, N.A. Jin, T.H. Othman, M.N. 2014. Stress
and Its Association with the Academic Performance of Undergraduate
Fourth Year Medical Students at Universiti Kebangsaan Malaysia. The
International Medical Journal Malaysia.; 13 (1) : 1-8
Suiraoka, I. P. 2012. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.
34

Thangaraj, S. D’souza, L. 2014. Prevalence of Stress Levels Among First Year


Medical Undergraduate Students. International Journal of Interdisciplinary
and Multidisciplinary Studies (IJIMS).; 1 (1) : 1-6
Tsigos, C., Kyrou, I., Kassi, E., et al. 2016. Stress, Endocrine Physiology and
Pathophysiology. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK278995/
Umesh, S.S. Rahul, K.L. Sandeep, N.P. 2014. Level Of Stress In Final Year Mbbs
Students At Rural Medical College: A Cross-Sectional Study. International
Journal of Medical Research & Health Sciences.; 3 (4) : 1-7
Yogiantoro, M. 2009. Hipertensi Esensial. Dalam: A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.
Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II (Ed 5) (h. 1079-1085). Jakarta: Interna Publishing.

Lampiran 1
34
Permohonan Menjadi Responden

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:


Dengan ini mengharap kesediaan Saudara/i untuk turut berpartisipasi
dalam penelitian kami yang berjudul “Hubungan Tingkat Stres Dengan Hipertensi
Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota
Pekanbaru Tahun 2018” dengan menandatangani lembar persetujuan dan
menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang telah dilampirkan. Setiap pertanyaan
mohon dijawab dengan jujur sesuai dengan keadaan Saudara/i rasakan. Jawaban
yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian semata.

Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama


Saudara/i dalam membantu kelancaran pembuatan penelitian ini, kami ucapkan
terima kasih.
35

Pekanbaru, 2018

[ ]
Peneliti

Lampiran 3
Pernyataan Persetujuan Sebagai Responden

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telpon :
Telah membaca dan memahami permohonan dari peneliti untuk kesediaan
menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Stres
Dengan Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Rawat Inap Tenayan
Raya Kota Pekanbaru Tahun 2018”, maka dengan ini saya menyatakan setuju
36

untuk menjadi responden tanpa paksaan dan tanpa pengaruh pihak manapun
untuk turut berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian tersebut.
Pekanbaru, 2018

[ ]
Responden

Lampiran 4

Kuesioner Penelitian
Hubungan Tingkat Stres Dengan Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di
Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya Kota Pekanbaru Tahun 2018

Petunjuk Pengisian Kuesioner


Jawab semua pertanyaan cukup mencontreng satu kotak yang sesuai dengan kondisi anda,
baik jawaban “ya” ataupun “tidak”. Jawab “ya”, meskipun hanya sebagian dari
pertanyaan itu yang sesuai dengan anda. Kami mengharapkan kesediaan anda untuk
menjawab kuesioner ini dengan sebesar-besarnya.

No Pertanyaan Ya Tidak
37

1 Saya sering membawa pekerjaan ke rumah pada malam hari


2 Tidak cukup berjam-jam dalam sehari untuk melakukan semua hal yang
harus saya lakukan
3 Saya menyangkal atau mengabaikan banyak masalah dengan harapan
bahwa masalah-masalah tersebut akan hilang dengan sendirinya
4 Saya mengerjakan banyak pekerjaan sendiri untuk memastikan bahwa
pekerjaan-pekerjaan tersebut dikerjakan dengan tepat
5 Saya kurang mempertimbangkan berapa lama waktu yang diperlukan
untuk melakukan banyak hal
6 Saya merasa bahwa ada begitu banyak deadline dalam pekerjaan/hidup
saya yang sulit untuk diselesaikan
7 Kepercayaan diri/ penghargaan diri saya lebih rendah daripada apa yang
saya inginkan
8 Saya sering mempunyai perasaan-perasaan bersalah jika saya bersantai
dan tidak melakukan apa-apa
9 Saya mendapati diri saya sedang memikirkan masalah-masalah bahkan
ketika seharusnya saya sedang bersantai

10 Saya merasa penat atau capek bahkan ketika saya bangun dari tidur yang
cukup
11 Saya sering mengangguk atau meneruskan kalimat-kalimat orang lain
ketika mereka bicara terlalu pelan
12 Saya merasa terganggu atau marah jika mobil atau lalu lintas di depan
saya kelihatannya begitu lamban/ Saya menjadi sangat frustasi ketika
harus menunggu dalam sebuah antrian
13 Jika seseorang atau sesuatu benar-benar mengganggu saya, saya akan
menekan perasaan-perasaan saya
14 Ketika saya bermain olahraga atau game, saya benar-benar berusaha
untuk menang dengan siapapun saya bermain
15 Saya mengalami ketidakpastian mood, kesulitan membuat keputusan-
keputusan, konsentrasi dan memori buyar
16 Saya menemukan kesalahan dan mengkritik orang lain daripada memuji
mereka, meskipun mereka sebenarnya layak untuk itu
17 Saya kelihatannya sedang mendengarkan meskipun saya diasikkan
dengan pemikiran-pemikiran saya sendiri
18 Saya mengalami masalah terhadap otot dan pusing khususnya di leher,
38

kepala, pinggang bagian bawah dan pundak


19 Saya tidak bisa mengerjakan latihan-latihan sebaik yang biasa saya
tunjukkan, penilaian saya meragukan atau tidak sebagus biasanya
20 Saya menemukan bahwa saya tidak punya banyak waktu untuk
minat/hobi diluar pekerjaan saya
21 Saya punya kecenderungan untuk makan, bicara, berjalan dan menyetir
dengan cepat
22 Selera makan saya sudah berubah, menjadi berhasrat terhadap pesta
minuman keras atau kehilangan selera makan/mungkin mengganti
makanan
23 Dorongan seks saya lebih rendah atau menurun, dapat mengalami
perubahan-perubahan pada siklus menstruasi
24 Saya mendapati diri saya mengertakkan gigi-gigi saya
25 Saya mendapati diri saya mempunyai ketergantungan yang besar
terhadap alkohol, kafeine, nikotin dan obat
Skor untuk jawaban ‘ya’ = 1 dan jawaban ‘tidak’ = 0 (nol)
Jumlah

Hasil Pengukuran Tekanan Darah Responden

Klasifikasi Sistolik Diastolik Ceklis


Normal
Prehipertensi
Hipertensi
Tingkat 1
Tingkat 2
39

Lampiran 5

Uji validitas dan reabilitas


40
41
42
43

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 40 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 40 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,640 25

Anda mungkin juga menyukai