Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013, Hal 50-58

PENGARUH KECEPATAN DAN SIFAT FLUIDA PENDINGIN


TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR
PADA PENUKAR KALOR SHELL AND TUBE
Muhammad Lazim
Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tridinanti
Jalan Kapten Marzuki No. 2446 Kamboja Palembang 30129

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan kecepatan fluida pendingin dan pengaruh sifat
fisik fluida pendingin terhadap koefisien perpindahan kalor pada penukar kalor shell and tube. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan tiga macam fluida pendingin, yaitu dengan fluida pendingin air, fluida pendingin air yang
ditambahan coolant produksi SPC dan fluida pendingin air yang ditambahkan coolant produksi Tiga Berlian.,
Penambahan coolant pada air pendingin untuk masing-masing coolant dilakukan dengan dua tahapan, yaitu
dengan campuran (67 % air + 33 % coolant) dan (50 % air + 50 % coolant). Pada setiap campuran dilakukan
dengan enam variasi kecepatan
Air panas dialirkan melalui tube pada temperatur  60 oC dengan laju aliran 0,1245 kg/s, sedangkan
fluida pendingin dialirkan melalui shell (di luar tube) pada temperatur  42 oC dengan 6 variasi laju aliran, yaitu
: 0,1012 kg/s; 0,1115 kg/s; 0,1285 kg/s; 0,1390 kg/s; 0,1495 kg/s dan 0,1590 kg/s.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa alat penukar kalor shell and tube dengan fluida pendingin campuran
air dengan coolant pada kondisi yang dipilih mempunyai bilangan Nusselt yang lebih tinggi dari pada
menggunakan media pendingin air tanpa campuran coolant. Dan dengan penambahan laju aliran fluida pendingin
laju perpindahan kalor yang terjadi akan meningkat sehingga koefisien perpindahan kalor keseluruhan juga akan
meningkat.

Kata Kunci : fluida pendingin, penukar kalor, shell and tube

Abstract

This research was conducted to see the effect of changes in the speed of the cooling fluid and the
influence of the physical properties of the cooling fluid heat transfer coefficient in shell and tube heat exchanger.
The study was conducted using three types of cooling fluid, with fluid cooling water, cooling fluid water coolant
ditambahan SPC production and added water cooling fluid coolant Three Diamond production., Addition of coolant
in the cooling water for each coolant is done in two stages, ie with a mixture (67% water + 33% coolant) and (50%
water + 50% coolant). At any mix made with a six speed variation
The hot water flows through the tube at a temperature of 60 ° C with a flow rate of 0.1245 kg / s, while
the cooling fluid flows through the shell (outside tube) at a temperature of 42 ° C with 6 variations of the flow rate,
ie 0.1012 kg / s; 0 , 1115 kg / s; 0.1285 kg / s; 0.1390 kg / s; 0.1495 kg / s and 0.1590 kg / s.
From the results of the study shows that heat exchanger shell and tube with water cooling fluid mixed
with coolant in selected conditions have a higher Nusselt numbers than using air cooling medium without coolant
mixture. And with the addition of cooling fluid flow rate of heat transfer that occurs will be increased so that the
overall heat transfer coefficient will also increase

Keyword : cooling fluid, heat transfer, shell and tube

I. PENDAHULUAN cara menukarkan (memberi/mengambil)


kalornya pada fluida lain. Proses terjadinya
Heat exchanger yang dikenal sebagai perpindahan kalor tersebut dapat dilakukan
penukar kalor adalah suatu alat yang secara langsung, yaitu dimana fluida yang
digunakan untuk mengubah temperatur panas akan bercampur secara langsung
fluida atau mengubah fasa fluida dengan dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah

50
dan secara tidak langsung, yaitu bila coolant. Dalam penelitian ini untuk merubah
diantara fluida panas dan fluida dingin tidak sifat fisik fluida, akan ditambahkan larutan
berhubungan langsung tetapi dipisahkan (coolant) pada fluida pendingin sehingga
oleh sekat-sekat pemisah. akan terlihat bagaimana pengaruhnya
Alat penukar kalor merupakan suatu terhadap kemampuan perpindahan kalor.
peralatan yang memegang peranan sangat
penting pada industri pengolahan yang
mempergunakan dan atau memproses II. LANDASAN TEORI
energi. Alat penukar kalor banyak 2.1. Dasar Teori
digunakan pada sektor industri, seperti Salah satu jenis penukar kalor yaitu
pabrik semen, pupuk, kertas, petrokimia, model shell and tube seperti dapat dilihat
tekstil. dan pada pembangkit tenaga listrik pada Gambar 2.1. Fluida yang satu mengalir
atau pada bangunan komersial berupa sistem di dalam pipa-pipa (tube), sedangkan fluida
pendingin udara, pemanas air dan lain-lain. yang satu lagi dialirkan melalui selongsong
Pada sektor industri, ada beberapa (shell) melintasi luar tube. Guna menaikan
macam peralatan penukar kalor yang luas permukaan perpindahan kalor efektif
digunakan seperti misalnya : Airfan cooler, per volume satuan, kebanyakan penukar
coil, shell and tube atau plate dan lain-lain. kalor ini menggunakan lebih dari satu kali
Dari berbagai jenis alat penukar kalor lintas melalui pipa-pipa (tube), dan fluida
tersebut, alat penukar kalor shell and tube yang mengalir di luar pipa-pipa (tube) di
lebih dominan digunakan. Hal ini karena dalam selongsong (shell) diarahkan bolak
alat penukar kalor shell and tube dapat balik dengan sarana sekat-sekat (baffles)
dirancang dengan permukaan perpindahan seperti terlihat pada Gambar. 2.1.
kalor yang besar dalam volume yang relatif Kemampuan fluida pendingin untuk
kecil, dapat dibuat dari logam paduan agar menerima kalor, dipengaruhi oleh beberapa
tahan korosi, dan sesuai untuk pemanasan, hal, yaitu : koefisien perpindahan kalor
pendinginan, penguapan, atau pengembunan keseluruhan (U), luas perpindahan kalor (A),
segala jenis fluida. Alat penukar kalor ini dan selisih temperatur rata-rata ( Tlm ).
umumnya banyak digunakan pada industri Hubungan antara besaran ini adalah :
penyulingan minyak dimana biasanya
dipakai untuk mendinginkan kerosin. Q = U . A . Tlm (1)
Koefisien perpindahan kalor pada bagian
shell dalam jenis satuan (unit) ini. selain Besarnya koefisien perpindahan kalor
bergantung pada jarak antara serta bentuk keseluruhan (U) adalah merupakan
sekat, ukuran serta jarak antara tube, juga kebalikan dari tahanan keseluruhan.
sangat bergantung pada kecepatan dan sifat- Tahanan keseluruhan terhadap perpindahan
sifat dari fluida. kalor itu adalah jumlah semua tahanan pada
Teknologi pembuatan fluida alat penukar kalor, yaitu : tahanan konveksi
pendingin (coolant) dengan bahan dasar fluida panas,konveksi lapisan atau kotoran
ethylene glycol yang diperuntukkan pada pada sebelah fluida panas, tahanan konduksi
sistem pendinginan kendaraan bermotor karena tebal pipa (tubes), tahanan panas
merekomendasikan hasil produksinya, pada lapisan kotoran di sebelah fluida dingin
bahwa coolant tersebut dapat mencegah serta tahanan dari fluida dingin itu sendiri.
panas yang berlebihan, yakni mampu Hubungan antara besaran ini adalah :
menyerap panas yang lebih baik bila
dibanding dengan tanpa menggunakan

52
1 1 1 do ln(do  di ) do 1 do 1 -untuk aliran dalam tube diperoleh dari
    x  x (2)
U0 h0 hod 2kw di hid di hi persamaan :

N t xa t '
dimana : At  (7)
Uo = koefisien perpindahan panas n
keseluruhan berdasarkan luas tube.
-untuk aliran dalam shell diperoleh dari
ho = koefisien perpindahan panas lapisan
persamaan :
film bagian luar tube.
hod = koesfien perpindahan panas kotoran As = (ID x C’ x B) / Pt (8)
luar tube (fouling factor). dimana :
hId = koesfien perpindahan panas kotoran D = diameter dalam tube
dalam tube. DH = diameter hidrolik shell
hI = koesfien perpindahan panas lapisan Gt=kecepatan aliran massa sebelah tube
film bagian dalam tube. GS= kecepatan aliran massa sebelah shell
do = diameter luar tube.
 = viskositas, ib/ft. hr
dI = diameter dalam tube
At = luas aliran sebelah tube
Pengkajian unjuk kerja dari penukar AS = luas aliran sebelah shell
kalor shell and tube yang menggunakan W = laju aliran massa fluida sebelah tube
media pendingin campuran air dengan Nt = jumlah tube
coolant ini akan melibatkan beberapa a’t= luas aliran tiap tube.
parameter agar fenomena yang terjadi dapat n = jumlah pass aliran
dijelaskan. ID = diameter sebelah dalam shell.
C’= daerah bebas antara tube dengan tube
2.2. Parameter-parameter dasar B = jarak antara sekat
Pt = jarak anatara tube.
- Bilangan Reynolds
Faktor J-Colburn
VmaksDh
Re  (3) J  St . Pr 2 / 3 (9)

Bilangan Nusselt

m 
m
Vmaks   .Vmaks G (4) Untuk kondisi aliran laminar, Zakauskas
.Amin Amin memberikan persamaan :
0 , 25
- Diameter hidrolik Nu = C Rem. Prn  Pr  . Fc (10)
 
 Pr s 
DH 
4 . A min (5)
pw
dimana : C, m, dan n adalah konstanta yang
 Diameter hidrolik untuk tube, DH  D bergantung dengan bilangan Reynolds dan
 Diameter hidrolik untuk shell (susunan konfigurasi dari tube, sedangkan Fc adalah
tube segitiga sama sisi) : faktor koreksi dari baris tube.dan Prs adalah
bilangan Prandtl yang dihitung pada kondisi
(0,5Pt x0,866Pt  0,5..do / 4)
2
lingkungan sekitar.
DH  4x (6) Pada konfigurasi tube berseling :
0,5..do
- untuk 500 < Re < 1000
C = 0,71 ; m = 0,5 ; n = 0,36
-Luas minimum

53
- untuk 1000 < Re < 200000 Laju perpindahan kalor aktual adalah :
C = 0,35(ST/SL)0,2 ; m = 0,6 ; n = 0,36 Qact  C min Thi  Tho  (18)
dimana : ST = transverse pitch
SL = longitudinal pitch Maka keefektifan penukar kalor
adalah :
2.3. Laju Perpiadahan kalor pada Alat
Penukar Kalor Q T T
  act  hi ho (19)
Karena temperatur fluida pada alat Qmax Thi  Tci
penukar kalor tidak konstan pada setiap
keadaan, maka Tira dihitung berdasarkan
selisih temperatur dari fluida yang masuk III. METODE PENELITIAN
dan fluida yang keluar. Selisih temperatur
rata-rata logaritmik : Peralatan yang digunakan secara garis
besar tergolong dalam 3 kelompok utama,
Tmaks  Tmin
LMTD  Tlm  (11) yaitu:
ln( Tmaks / Tmin )
Karena alat penukar kalor shell and tube 1. Perangkat pengujian
merupakan penukar kalor yang kompleks, A. Penukar kalor Shell and Tube
maka digunakan faktor koreksi F , sehigga B. Larutan pendingin (coolant)
persamaan menjadi : 1. Produksi PT. Krama Yudha Tiga
 T m   T lm xF (12) Berlian
Faktor koreksi untuk penukar kalor 1 pass 2. Produksi Singapore Petrolium
dan 2 shell. Kern memberikan persamaan : (SPC).
2. Pemanas air
- 2 buah heater listrik dengan daya 1000
1  R2 ln1  PR /1  P (13) watt dan 1 buah heater 350 watt.
F
  
1  R ln 2  P(1  R  1 R2 ) / 2  P(1  R  1  R2 ) - Pompa siskulasi air dengan daya 125
watt
dimana : 3. Instrumentasi
P = (TC2 – TC1) / (Th1 – TC1) (14) - Termokopel
R = (Th1 – Th2) /(TC2 – TC1) (15) - Pengukur debit air
Sehingga besarnya laju perpindahan kalor
adalah : Cara penelitian dan pengambilan data.
Q  U 0 . A . T m (16)  Menghidupkan 3 unit pemanas listrk
(heater), yaitu 2 unit 1000 watt dan 1unit
Keefektifan penukar kalor 350 watt guna memanaskan air yang ada
Keefektifan penukar kalor di dalam tanki. Setelah beberapa lama
mencerminkan unjuk kerja dari alat penukar dimana temperatur air telah mencapai
kalor tersebut. Dengan mengasumsikan temperatur yang diinginkan, jalankan
fluida panas yang mempunyai laju kapasitas pompa untuk mensirkulasikan air panas
kalor minimum, maka laju perpindahan agar temperatur air pada sistem menjadi
kalor maksimum dapat didefinisikan sebagai seragam.
:  Setelah temperatur air dalam tangki
Qmax  C min Thi  Tci  (17) penampung mencapai temperatur
pengujian (yaitu 65 oC), kemudian air
dialirkan ke sisi tube penukar kalor

54
melelui lubang masuk dengan mengatur 1,48
Nu

laju aliran air yang telah ditentukan secara 1,46


Zakauskas
Nu
Eksprimen

tetap. 1,44

 Menghidupkan pompa air pendingin untuk 1,42

1,4

memompakan air dari tangki yang akan

log (Nu)
1,38

dialirkan ke sisi shel penukar kalor 1,36

dengan mengatur laju aliran sesuai dengan 1,34

yang dikehendaki. 1,32

 Setelah sistem dalam keadaan steadi, maka 1,3

pengambilan data siap dilakukan. 1,9 1,95 2


log (Re)
2,05 2,1 2,15

 Mengulangi pengujian untuk fluida


pendingin campuran coolant dan air
dengan konsentrasi tertentu (67 % air + 33
% coolant).
 Setelah satu set pengujian, yaitu 1 kondisi Gambar 4.1. Grafik hasil perhitungan log Nu
fluida pendingin dengan 6 (enam) variasi (Zakauskas & Eksprimen) vs log
kecepatan (0,027 m/s; 0,029 m/s; 0,034 Re untuk media pendingin Air
m/s; 0,037 m/s; 0,040 m/s dan 0,042 m/s)
selesai di dilakukan, maka set pengujian
berikutnya yaitu menambahkan coolant 1,48 Nu
Zakauskas

pada fluida pendingin tersebut, sehingga 1,46

konsentrasi campuran berubah dengan 1,44

konsentrasi (50 % air + 50 % coolant) juga


log (Nu)

1,42
dilakukan dengan 6 variasi kecepatan
sebagaimana pengujian sebelumnya. 1,4

Pengujian selanjutnya melakukan 1,38

penggantian coolant dengan merek 1,36

(produk) yang berbeda, dengan konsentrasi


1,34
dan variasi kecepatan yang sama seperti 2,9 2,95 3
log (Re)
3,05 3,1 3,15

pengujian sebelumnya, yaitu : (67 % air +


33 % coolant) dan (50 % air + 50 %
coolant) dengan kecepatan masing-masing
konsentrasi yaitu : (0,027 m/s; 0,029 m/s;
0,034 m/s; 0,037 m/s; 0,040 m/s dan 0,042
m/s). Setelah seluruh pengujuan selesai
dilakukan, maka seluruh sistem dihentikan. Gambar 4.2. Grafik hasil perhitungan log Nu
(Zakauskas & Eksprimen) vs log
Re untuk media pendingin Air +
Coolant SPC

IV.HASIL PENELITIAN DAN


ANALISIS DATA

55
1,48
Nu
Eksprimen
1,46 (SPC)
Nu
Zakauskas
1,44 (SPC)
Nu
Zakauskas
1,42 (TB)
1,48

1,4

log (Nu)
1,46

Nu Zakauskas Nu Eksprimen
1,44
1,38

1,42
1,36
log (Nu)

1,4

1,34

1,38

1,32
1,36

1,3
1,34

1,85 1,9 1,95 2 2,05 2,1 2,15


log (Re)
1,32

1,3

1,85 1,9 1,95 2 2,05 2,1 2,15

log (Re)
Gambar 4.5. Grafik laju aliran massa pendingin
vs. laju perpindahan kalor

4.1. Pembahasan Data Pengujian


Dari grafik 4.1, 4.2, 4.3, 4.4 dan 4.5
tampak bahwa bilangan Nusselt pada fluida
Gambar 4.3. Grafik hasil perhitungan log Nu pendingin air yang dicampur dengan coolant
(Zakauskas & Eksprimen) vs log Re mempunyai harga yang lebih besar dari
untuk media pendingin Air + bilangan Nusselt fluida pendingin tanpa
Coolant Tiga Berlian campuran coolant. Dengan kata lain untuk
eksprimen ini harga koefisien perpindahan
1,65
kalor fluida pendingin air yang dicampur
Air
dengan coolant lebih baik dari fluida
1,6

Coolant SPC
pendingin tanpa menggunakan campuran
1,55 33%
coolant. Sedangkan antara campuran coolant
Coolant SPC
1,5 50% SPC dengan Tiga Berlian mempunyai
Coolant TB
1,45 33% bilangan Nusselt yang hampir sama, dimana
coolant Tiga Berlian sedikit lebih besar yang
Q (kW)

1,4

1,35
berarti bahwa coolant Tiga Berlian dalam
eksprimen ini memiliki koefisien
1,3
perpindahan kalor yang lebih baik dari
1,25
koefisien perpindahan kalor coolant SPC.
0,07 0,08 0,09 0,1 0,11 0,12 0,13 0,14 0,15 0,16 0,17
Untuk pengaruh laju aliran massa terhadap
m (kg/s)
laju perpindahan kalor dapat dilihat pada
grafik 4.7, dimana laju aliran yang semakin
tinggi akan menghasilkan laju perpindahan
kalor yang semakin meningkat untuk
berbagai jenis fluida pendingin.
Gambar 4.4. Grafik hasil perhitungan log Nu
(Zakauskas & Eksprimen) vs log Re 4.2 Korelasi Hasil Penelitian antara
untuk media pendingin Air +
bilangan Prandtl, bilangan Reynolds
Coolant SPC dan Air + coolant Tiga
Berlian dengan bilangan Nusselt.
Untuk memperoleh korelasi antara
parameter bilangan Nusselt, Reynolds dan
Prandtl, yaitu dengan cara analisa regresi

56
tidak linear terhadap grafik-grafik 4.1, 4.2 1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
dan 4.3. Korelasi yang diperoleh : alat penukar kalor shell and tube dengan
- Fluida pendingin air : fluida pendingin campuran air dengan
0 , 25
  coolant pada kondisi yang dipilih
Nu = 0,42 Re0,51 Pr0,36  Pr  (4.1) mempunyai parameter yang lebih baik
 Pr s  dari pada media pendingin air.
- Fluida pendingin air + coolant SPC :
2. Dengan penambahan laju aliran fluida
0, 25
 Pr  pendingin, laju perpindahan kalor yang
Nu = 0,55 Re0,44 Pr0,36   (4.2) terjadi juga akan meningkat dan
 Prs  koefisien perpindahan kalor keseluruhan
juga akan meningkat..
-Fluida pendingin air + coolant Tiga Berlian
: 3. Efektivitas alat penukar kalor dengan
0 , 25
  menggunakan media pendingin
Nu = 0,69 Re0,39 Pr0,36  Pr  (4.3)
 Pr campuran air dengan coolant relatif lebih
 s 
baik, hal ini berarti secara ekonomi
Sedangkan persamaan yang menguntungkan.
diberikan oleh Zakauskas pada aliran
laminar adalah : 4. Fenomena yang terjadi dalam penelitian
ini dapat didekati dengan penomena
0,25 yang terjadi dalam penelitian yang
 Pr 
0,5
Nu = 0,415 Re Pr 0,36   ; 500 < Re < 1000 dilakukan oleh Zakauskas
 Prs 
 
VI. DAFTAR PUSTAKA
0,25
 Pr  1.Burnawi Karim, Abdul, “Verifikasi
Nu = 0,608 Re0,4Pr0,36   ; 100 < Re < 500
 Prs  Eksprimental Perpindahan Panas pada
  Berkas Pipa Bersirip Sirkular
Susunan Berseling dan Segaris”, Thesis
Persamaan Nu dalam penelitian ini Magister, Jurusan Teknik Mesin, Institut
yang didapat dari hasil perhitungan Teknologi Bandung, 1994.
mendekati persamaan Nu hasil penelitian
yang dilakukan oleh Zakauskas 2.Dibyo, Sukanto, “Studi Baffle Leakage pada
Penukar Kalor Shell and Tube”,
Presentasi Ilmiah hasil studi Program
V. KESIMPULAN Doktor dan Magister, Risalah, Jakarta, 9-
11 Desember 1985.
Dari hasil pengujian dan pengolahan
data pada penelitian ini, masih sulit untuk 3.E.M. Sparrow and F. Samie, “Heat Transper
ditarik kesimpulan yang sempurna, hal ini and Pressure Drop Results for One and
Two-row Arrays of Finned Tubes”, Int. J.
dikarenakan adanya berbagai kendala dan
Heat and Mass Transfer, vol. 28, No. 12
keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian. pp. 1973.
Namun walaupun demikian ada beberapa
kesimpulan awal yang diperoleh 4.Fraas P. Arthur, “Heat Exchanger Design”,
berdasarkan penomena dan kenyataan yang Second Edition, John Wiley and Son Inc.
ada, yaitu : Canada, 1989.

57
5.Fraas P. Arthur, “Heat Exchanger of Heat
Transfer”, Third Edition, Jhon Wiley and
Son, New York, 1989.

6.Himpunan Ahli Perpindahan Kalor Indonesia,


“Prosiding Seminar dan Hasil Diskusi
Panel ke-1”, S. I. Sn., 1995.

7.Laurentus S., “Pengaruh Kecepatan Aliran


Fluida Panas dan Kecepatan Aliran
Fluida Dingin Terhadap Koefisien
Perpindahan Panas Menyeluruh pada
Perpindahan Panas melalui Dinding”,
Seminar Pundamental dan Aplikasi
Teknik Kimia, Surabaya, 5-6 Nopember
1997.

8.Rowe, L. C., “Automotive Engine Coolant : A


Review of Their Requirements and
Methods of Evaluation,” Engine Coolant
Testing : State of the Art, ASTM STP
705, W. H. Ailor, Ed., American Society
for Testing and Materials, 1980, pp. 3-23.

9.Saunders, EAD, “Heat Exchanger, Selection,


Design and Construction”,
Longman Science & Technical, New
York, 1988.

10. Standards of the Tubular Exchanger


Manufacturers Association, Seventh
Edition, New York, 1988.

58

Anda mungkin juga menyukai