JURNALPSIKOLOGI
SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
© 2014 Psychology Forum UMM, ISSN: 2303-2936
Volume 2 (1) 1-15
Abstraksi Jumlah penderita HIV positif semakin meningkat setiap tahunnya. Peningkatan angka penderita HIV
positif yang drastis patut menjadi perhatian bagi praktisi medis maupun psikologi dan telah banyak dikaji
untuk pemetaan demografis. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecen-
derungan neurotik, relasi dalam keluarga dan penyesuaian sosial terhadap resiliensi penderita HIV positif.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif dengan menggunakan empat variable. Instrumen
yang digunakan yaitu Neuroticsm Scale Questionnaire, Index of Family Relation, Social Adjustment Scale-Self
Report—Modified dan Resilience Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi dalam keluarga berkon-
tribusi secara signifikan terhadap kecenderungan neurotik, dengan sumbangan kontribusi sebesar 31,25%.
Relasi dalam keluarga dan kecenderungan neurotik berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap
resiliensi. Relasi dalam keluarga yang secara langsung mempengaruhi resiliensi memiliki kontribusi sebesar
10,43%. Kecenderungan neurotik yang secara langsung mempengaruhi resiliensi memiliki kontribusi
sebesar 31,92%. Relasi dalam keluarga dan kecenderungan neurotik yang secara langsung mempengaruhi
resiliensi memiliki kontribusi sebesar 62,7% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak
dapat dijelaskan dalam penelitian. Untuk variabel penyesuaian sosial tidak memiliki pengaruh langsung
terhadap resiliensi secara statistik.
Kata Kunci Kecenderungan Neurotik, Relasi dalam Keluarga, Penyesuaian Sosial, Resiliensi Penderita HIV Positif
1
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
dapat memperlambat pertumbuhan virus HIV, Hal ini menyebabkan usia harapan hidupnya
namun tidak dapat menyembuhkan penyakit pun rendah. Di luar itu, studi oleh Allers &
pada individu yang telah menderita AIDS. Selain Benjack (1991) menyebutkan kondisi lingkung-
itu AZT juga sulit dijangkau karena harganya an keluarga yang buruk, dapat meningkatkan
yang mahal (Sarafino, 1994). Dengan tingginya resiko infeksi HIV di masa dewasa. Hasil riset
angka penyebaran HIV dan tidak terjangkaun- menunjukkan bahwa 36 dari 52 pasien HIV
ya obat untuk memperlam-bat reaksi virus ini, mengalami kekerasan fisik atau seksual pada
maka dapat dipastikan kematian akan mem- masa anak-anak.
bayangi penderita HIV positif. Menurut WHO, Selain keluhan yang berkaitan dengan sen-
sebanyak 7.000 jiwa meninggal dunia akibat sasi nyeri pada tubuhnya, penderita HIV posi-
serangan infeksi HIV/AIDS setiap harinya (Nu- tif juga mengalami masalah dalam hal jalinan
wagaba-Biribon-woha, et.al., 2006). Di luar itu, sosial (Emlet, 2006). Akibat status HIV positif
individu dengan HIV positif memerlukan layan- yang dimiliki, membuat individu mengalami
an dan perawatan kesehatan yang lebih besar berbagai keterbatasan, di antaranya dalam hal
karena infeksi HIV merupakan penyakit yang mendapatkan pekerjaan, layanan kesehatan
bersifat kronis, membutuhkan kepatuhan pada dan optimalisasi keber-fungsian sosial lain-
berbagai pengobatan dan terapi lain yang kom- nya (Nuwagaba-Biribonwoha, et.al., 2006; Em-
pleks, kepatuhan pada berbagai program diet, let, 2006). Di Indonesia, mengidap HIV/AIDS
serta sering kali berasosiasi dengan gejala dan dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan
gangguan-gangguan multi (Miller, et.al., 2007; tekanan psikologis teru-tama pada penderita-
Davies, et.al., 2006; Balfour, et.al., 2006). an maupun pada keluarga dan lingkungan di
Berbagai upaya telah dilakukan untuk sekeliling penderita (Nursalam & Kurniawati,
mengatasi penyebaran infeksi HIV. Di Ameri- 2007). Apabila penderita HIV positif tidak dapat
ka, Afrika dan Peru melakukan usaha prevensi bertahan untuk melakukan penyesuaian sosial
dengan cara sosialisasi dan edukasi berupa pada kondisi tersebut, maka penderita akan
kelas-kelas kesehatan reproduksi dan perilaku lebih terpuruk dan berpengaruh pada kualitas
seks aman. Selain itu, pemahaman mengenai hidupnya.
HIV/ AIDS juga diberikan dengan cara so- Reaksi setiap individu dalam menghadapi
sialisasi penggunaan kondom, menghindari masalah terkait infeksi HIV adalah bervarisi,
melakukan hubungan seksual tidak aman, ada individu yang menyerah dengan status
meningkatkan komunikasi dengan orang tua HIV positif yang dimilikinya namun ada pula
mengenai isu-isu seksual serta bersikap lebih yang tetap berusaha mengatasi dirinya sendiri,
positif terhadap penderita HIV/AIDS (Kinsler, termasuk bangkit dari penderitaan-nya. Reaksi
Sneed, Morisky & Ang, 2004). Van Kesteren, yang beragam tersebut diduga berkaitan den-
et.al. (2006) memaparkan aplikasi proses siste- gan perasaan dan sikap cemas mengenai ha-
matik untuk mempromosikan perilaku seksual rapan hidupnya yang semakin kecil. Semen-
yang sehat untuk menekan angka percepatan tara itu, temuan pada studi-studi sebelumnya
infeksi HIV. menunjukkan bahwa sikap cemas dan penuh
Ketika individu didiagnosis HIV positif, di- stres dapat meningkatkan infeksi virus pada
perkirakan membutuhkan waktu satu hingga tubuh yang diserangnya. Ickovic (2001), dalam
lima tahun untuk terjangkit AIDS. Setelah studinya terhadap 756 wanita dengan HIV
positif AIDS, maka dapat dipastikan harapan positif, menemukan bahwa depresi dapat me-
hidup individu semakin pendek karena sifat ningkatkan percepatan infeksi virus. Leserman
infeksi ini yang sangat merusak sistem imun (1999), dalam studinya terhadap 82 pria den-
tubuh (Depkes RI, 2012). Penelitian sebelum- gan HIV positif, juga menemukan bahwa ke-
nya menyatakan bahwa intervensi farmakoter- cenderungan stres yang tinggi pada seseorang
api terbukti dapat meningkatkan daya hidup dapat meningkatkan resiko berkembangnya
penderita HIV positif (Balfour, et.al., 2006). virus HIV. Stres, mudah cemas dan depresi di
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam atas ditemukan pada individu dengan kecen-
meningkatkan kepatuhan pasien HIV positif derungan neurotik yang tinggi. Untuk dapat
terhadap saran medis, termasuk pengobatan, bangkit dari penderitaannya dibutuhkan ke-
diet, serta infeksi prenatal (Naar-King,et.al., mampuan untuk beradaptasi dengan situasi
2006). Individu dengan hubungan keluarga yang penuh tekanan, termasuk dignosis HIV
yang kurang baik sering kali mengalami ke- positif. Ke-mampuan adaptasi ini menuntut si-
tepurukan kondisi pasca diagnosis HIV positif. kap yang tidak mudah cemas atau terdepresi
2
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
sebagaimana tergambar pada individu dengan dapat meningkatkan resiliensi (Carlton, et.al.,
kecenderungan neurotik. 2006; Schoon, et.al., 2004; Smith, et.al., 2008).
Kemampuan yang dimiliki individu untuk Resiliensi juga berkaitan dengan proses yang
bertahan dan berkembang secara positif dalam dinamis, dimana tingkatan resiliensi seseorang
situasi yang penuh tekanan (Davis, 1999), dapat berkurang atau lebih pada tahapan
dapat pulih, bahagia dan berkembang men- perkembangan yang berbeda dan pada ber-
jadi individu yang lebih kuat, lebih bijak, dan bagai konteks maupun situasi (Montgomery,
lebih menghargai kehidupan disebut resiliensi et.al., 2008). Fakta tersebut menunjukkan
(Greef, 2005). Resiliensi sepenuhnya berada bahwa dukungan dari keluarga saja tidak cu-
dalam kontrol individu dan kemampuan ini kup untuk membuat individu resilien dalam
dapat dipelajari melalui proses latihan (Reiv- menghadapi tantangan, seperti pulih dari
ich & Shatte, 2002). Ketika seseorang yang peristiwa hidup yang traumatis, misalnya didi-
didiagnosis HIV positif terus berusaha un- agnosis HIV positif (Edward & Warelow, 2005).
tuk meningkatkan kemampuan resiliensinya, Maka dapat diduga diperlukan hal lain yang
maka individu tersebut akan dapat bertahan bersifat internal untuk meningkatkan kemam-
dan merespon kondisinya dengan lebih posi- puan resiliensi individu. Faktor kepribadian
tif. Namun resiliensi tidak hanya ditekankan dan karakteristik individu memegang peranan
pada hasil akhir yang positif dimana individu penting dalam membangun resiliensi (Carlton,
mampu bertahan dan pada akhirnya mampu et.al., 2006). Penelitian menggunakan variabel
berkembang secara positif. Resiliensi juga ha- kecenderungan neurotik sebagai salah satu ka-
rus dilihat secara utuh sebagai sebuah proses, rakteristik individu dimana hal ini dapat me-
dengan melihat faktor-faktor yang berkontribu- wakili faktor individual yang belum diteliti pen-
si dalam mem-bentuk seseorang yang resilien garuhnya terhadap kemampuan resiliensi oleh
(Hjemdal, 2007; Felten, 2000). penelitian sebelumnya.
Selain berasal dari dalam diri, faktor Keunikan penelitian ini terletak pada hu-
pendukung resiliensi juga berasal dari ke- bungan antara resiliensi dengan relasi dalam
luarga. Keluarga tempat pertama dan utama keluarga dan penyesuaian sosial dengan
bagi individu untuk dapat melaksanakan tu- menggunakan variabel moderator. Variabel
gas perkembangannya dengan baik termasuk moderator yang dipilih adalah kecenderungan
dalam hal resiliensi. Interaksi dan transfer neurotik. Alasan penggunaan kecenderungan
nilai dalam keluarga akan mempengaruhi re- neurotik sebagai variabel moderator adalah
siliensi seseorang (Smith, et.al., 2008). Se- bahwa neurotik memiliki korelasi yang positif
tiap dimensi dalam lingkungan keluarga, baik dengan depresi, kecemasan dan gejala fisik-
dimensi hubungan, pertumbuhan personal medis lainnya, dimana hal ini dapat memicu
maupun sistem pemeliharaan, dimungkinkan seseorang merasa lebih menderita dibanding-
akan memiliki kontribusi yang berbeda-beda kan individu yang stabil secara emosional (Dju-
dalam membentuk resiliensi seseorang (Carl- kovic & McCormack, 2006). Dengan demikian
ton, et.al., 2006). Penelitian oleh Carlton, et.al. hubungan antara relasi dalam keluarga dan
(2006), menunjukkan bahwa remaja dari ke- penyesuaian sosial terhadap resiliensi dapat
luarga Hawai mengalami kesengsaraan yang diperkuat atau diperlemah oleh kecenderun-
lebih tinggi dibandingkan dengan remaja dari gan neurotik subjek. Kajian korelatif tentang
keluarga non Hawai. Namun remaja dari kelu- resiliensi pada penderita HIV positif umumnya
arga Hawai memiliki dukungan keluarga yang langsung menghubungkan resiliensi dengan
lebih besar, sehingga mereka memiliki tingkat kecenderungan neurotik (Pedersen & Elklit,
resiliensi lebih tinggi dibandingkan dengan ke- 1998; Hotopf & Wessely, 1994), relasi dalam
luarga non Hawai. Penelitian lain oleh Schoon, keluarga yang mengacu pada dukungan sosial
et.al. (2004), menunjukkan bahwa dukungan (Davies, et.al., 2006), atau penyesuaian sosial
dari orang tua sangat berasosiasi dengan resil- (Emlet, 2006) secara terpisah. Dalam peneli-
iensi individu dalam dunia pendidikan. Pene- tian ini, peneliti menghubungkan keempat-nya
litian longitudinal tersebut menunjukkan ad- secara simultan.
anya kemampuan penyesuaian sosial (social Tujuan penelitian ini adalah untuk menge-
adjustment) di sekolah yang lebih tinggi pada tahui hubungan kecenderungan neurotik, rela-
remaja dengan dukungan dari orang tuanya si dalam keluarga dan penyesuaian sosial ter-
dibandingkan dengan remaja tanpa dukungan. hadap resiliensi penderita HIV positif. Kajian ini
Dukungan keluarga terhadap individu dianggap penting, mengingat masih tingginya
3
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
angka penyebaran HIV serta kematian akibat Faktor-faktor protektif dapat mengubah, meng-
infeksi penyakit ini. Selain itu, penelitian se- urangi atau meningkatkan respon individu
belumnya belum memberikan perhatian khu- terhadap pengaruh lingkungan yang memberi
sus mengenai hubungan keempatnya, teruta- kecenderungan untuk mengalami perkemban-
ma berkaitan dengan treatmen yang diberikan gan yang maladaptif (Ruther, 1987), digolong-
pada penderita HIV positif. Dengan memahami kan menjadi: (1) sumber daya dan karakteris-
hubungan hal-hal yang berkaitan dengan re- tik yang positif dari individu, (2) keluarga yang
siliensi, diharapkan treatment dan pembinaan stabil dan memberikan dukungan yang ditan-
yang dilakukan dapat melalui pendekatan re- dai dengan adanya pertalian di antara anggota
siliensi, dimana penderita HIV positif perlu di- keluarga, (3) jaringan sosial eksternal yang
latih untuk menjadi lebih resilien dalam meng- mendukung dan memperkuat cara mengatasi
hadapi permasalahan hidup terkait dengan masalah yang adaptif (Carlton, et.al., 2006;
status HIV positif yang alaminya. Schoon, Parsons & Sacker, 2004; Smith, et.al.,
2008).
Tinjauan Pustaka
Neurotik dan Resiliensi
Resiliensi pada Penderita HIV Positif
Menurut Eysenck, neurotik merupakan salah
Resiliensi (resilience) merupakan kemampuan satu trait kepribadian, dimana umumnya dapat
seseorang untuk menghadapi, mengatasi, menggiring emosi seseorang untuk lebih bersi-
mempelajari, atau berubah melalui kesulitan- fat tidak stabil, tidak adaptif, mood depresif,
kesulitan yang tak terhindarkan (Grotberg, sikap dependen, kurang memiliki minat, dan
2003). Dalam istilah psikologi resiliensi digu- mudah patah semangat atau putus asa (Mohan
nakan untuk mengacu pada kemampuan se- & Bedi. 2010). Neurotik meru-pakan kecender-
seorang dalam mengatasi dan mencari makna ungan seseorang mengalami mood yang negatif
dalam peristiwa seperti tekanan berat yang di- dan hal ini sangat berkaitan dengan perilaku
alaminya, dimana individu meres-ponnya den- maladaptif serta meningkatkan kecenderu-
gan fungsi intelektual yang sehat dan dukun- ngan kecemasan dan depresi pada seseorang
gan sosial (Richardson, 2002). (Djurkovic & McCormac, 2006). Lebih jauh lagi,
Resiliensi secara umum mengacu pada neurotik juga dapat mempengaruhi cara pan-
adaptasi secara positif dalam konteks resiko dang seseorang terhadap permasalahan yang
(risk) dan kesengsaraa (adversity) (Lopez, 2009). dialami. Selain itu, kecenderungan neurotik
Resiliensi adalah konsep luas yang menekan- membuat individu mengembangkan gaya per-
kan pada fenomena yang beragam, termasuk tahanan diri yang bersifat neurotik pula (Ped-
kapasitas sistem untuk menahan dan meng- ersen & Elklit, 1998).
atasi tantangan-tantangan yang signifikan. Penelitian sebelumnya telah mengevaluasi
Dalam perkembangan manusia, penelitian re- hubungan antara trait kepribadan dan kualitas
siliensi berfokus pada tiga situasi yang berbe- hidup 116 pria dan wanita dengan HIV/AIDS.
da Lopez (2009), yaitu: berfungsi selama men- Hasilnya menunjukkan bahwa trait kepriba-
galami kesengsaraan yang signifikan (stress dian, seperti kecenderungan neurotik secara
resistance), mengembalikan fungsi yang baik signifikan berasosiasi dengan kualitas hidup
pada tingkat sebelumnya menyusul trauma yang lebih buruk. Berkaitan dengan neurotik,
yang beberapa kali mengganggu pengalaman penelitian lain mengembangkan tipologi dari
(bouncing back), dan mencapai tingkatan baru 238 pengguna alkohol. Studi ini menghasilkan
pada adaptasi yang normal atau positif ketika kesimpulan bahwa kecenderungan neurotik
beberapa kondisi yang merugikan meningkat. pada pengguna alkohol sangat berkaitan de-
Konsep resiliensi dikaitkan dengan dua ngan beberapa perilaku seksual yang beresiko
faktor, yaitu faktor protektif (protective factor) (Mohan & Bedi, 2010).
dan faktor resiko (risk factor). Faktor protek- Diagnosis HIV dapat dipandang sebagai
tif adalah faktor-faktor yang menjaga individu traumatic event yang diikuti dengan penyesu-
dari masalah perilaku, sedangkan faktor resiko aian yang berlangsung secara terus-menerus
adalah faktor-faktor yang menyebabkan indi- terhadap kondisi yang penuh kehilangan pada
vidu dengan resiko permasalah tinggi menga- ranah sosial, fisik dan psikologis hingga akhir-
lami masalah dalam perilaku (Schoon, 2006). nya pada tahap terakhir, yaitu kematian (Ped-
4
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
ersen & Elklit, 1998). Studi terhadap penderita memiliki sesuatu yang layak untuk diperjuang-
infeksi virus di Asia dan di Amerika menunjuk- kan atau akibat kom-pleksnya tindakan medis
kan bahwa pada individu dengan skor MMPI, yang harus dijalani dapat mencapai angka 67%
Back Depression Inventory dan Cornell Medical (Davies, et.al., 2006).
Index Health Questionnaire yang tinggi dite- Relasi di dalam keluarga memiliki peran
mukan gejala yang lebih parah pula. Temuan yang penting pada penyebaran infeksi HIV.
ini berkaitan dengan infeksi dan gejala yang Keyakinan bahwa, “Ini tidak akan terjadi pada
bersifat lebih progresif pada individu dengan kita,” sangat berkaitan dengan nilai yang dita-
kecenderungan neurotik. Hal ini terjadi akibat namkan pada lingkungan keluarga, di samping
penurunan antibodi akibat stres yang dialami berhubungan pula dengan adekuasi informasi
oleh individu dengan kecenderungan neurotik. dari layanan kesehatan dan pengaruh dari ke-
Penurunan antibodi ini juga dapat disebabkan lompok sebaya (Mohan & Bedi, 2010). Studi
oleh perilaku yang berlebihan akibat merespon mengenai keterkaitan antara relasi dalam ke-
stres pada individu dengan kecenderungan luarga dan infeksi HIV menunjukkan korelasi
neurotik (Hotopf & Wessely, 1994). yang positif. Allers & Benjack (1991) menemu-
Relasi dalam keluarga (family relation) erat kan adanya hubungan antara penyiksaan fisik
kaitannya dengan masalah internal yang diala- dan seksual pada masa anak-anak-anak oleh
mi oleh keluarga (Hudson, 1997). Selain keda- keluarga dengan penyebaran infeksi HIV. Co-
laman masalah internal yang dialam oleh kelu- hen, et.al. (2000) juga menemukan adanya
arga, relasi dalam keluarga juga mengkaitkan keterkaitan antara kekerasan dalam rumah
dengan besarnya dukungan yang diberikan tangga dengan penyebaran infeksi HIV pada
oleh keluarga sehingga anggota ke-luarga me- wanita. Studi pada pria homoseksual dan
miliki perasaan dimiliki dan memiliki (Thom- biseksual juga menunjukkan adanya keter-
sen, 2006). Studi sebelumnya menunjukkan kaitan antara penyiksaan seksual pada masa
bahwa dukungan sosial, terutama oleh keluar- anak-anak dengan infeksi HIV (Brennan, Hell-
ga memiliki efek mediasi yang signifikan dalam erstedt, Ross & Welles, 2007).
melawan psikopatologi akibat infeksi HIV. Du-
kungan yang diberikan oleh keluarga penderita
HIV juga memberikan dampak positif terhadap Penyesuaian Sosial dan Resiliensi
peningkatan status imuno-logis (kekebalan ala-
mi tubuh) (Pedersen & Elklit, 1998). Dukungan Penyesuaian sosial (social adjustment) menan-
terhadap penderita HIV positif oleh keluarga dakan kemampuan atau kapasitas yang di-
pada saat diberikan-nya diagnosis berasosiasi miliki individu untuk bereaksi secara efektif
dengan penerimaaan diagnosis tersebut. Pada dan wajar pada realitas sosial, situasi, dan
studi lainnya menunjukkan dukungan keluar- relasi sosial dengan cara yang dapat diterima
ga berdampak terhadap berkurangnya depresi serta memuaskan sesuai ketentuan dalam ke-
akibat status HIV yang dimiliki penderita (Ped- hidupan sosial. Selain itu, penyesuaian sosial
ersen & Elklit, 1998). didefinisikan juga sebagai proses yang men-
Pentingnya dukungan dari lingkungan so- cakup respon mental dan perilaku di dalam
sial terutama oleh keluarga dan teman, ter- mengatasi tuntutan sosial yang membebani
hadap penderita HIV positif berkaitan dengan dirinya dan dialami dalam relasinya dengan
kepatuhan penderita terhadap saran medis lingkungan sosial (Schneiders, 1964). Callhoun
(Davies, et.al., 2006). Karena penderita HIV dan Accocella mendefinisikan bahwa penye-
positif membutuhkan layanan kesehatan yang suaian sosial sebagai interaksi yang kontinyu
intens serta keharusan mematuhi saran medis dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia atau
untuk medikasi dan diet, maka ketika pen- lingkungan sekitar (Fauziah, 2004).
derita HIV positif tidak mendapatkan dukung- Studi pada 50 subjek penderita HIV positif
an akan bersikap tidak patuh terhadap saran menemukan bahwa semakin tua usia pende-
medis yang diberikan. Ketidakpatuhan terha- rita HIV akan berdampak pada berkurangnya
dap tritmen bukanlah hal yang baru pada per- keberfungsian sosial hal ini mengakibatkan
awatan HIV positif. Pada studi yang dilakukan penderita HIV positif manula semakin terpu-
terhadap populasi yang relatif well educated ruk dengan kondisinya. Sehingga penderita HIV
dan memiliki status ekonomi tinggi, ketidak- positif manula membutuhkan dukungan lebih
patuhan terhadap perawatan akibat perasaan besar oleh lingkungan sosialnya untuk dapat
tidak berharga dan putus asa karena tidak lagi berfungsi secara optimal di lingkungan (Em-
5
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
let, 2006). Selain itu, studi lain menun-jukkan hui hubungan kecenderungan neurotik, re-
bahwa kemampuan penye-suaian sosial pen- lasi dalam keluarga, dan penyesuaian sosial
derita HIV positif dipengaruhi oleh karakteris- sebagai prediktor resiliensi, dimana kecende-
tik pribadi penderita. Adapun penderita deng- rungan neurotik dipandang sebagai variabel
an karakteristik yang tidak dapat menerima moderator. Variabel moderator ini dapat mem-
status positif HIV akan kesulitan pula dalam perkuat maupun memperlemah hubungan
melakukan penyesuaian sosial lebih luas (Ped- antar variabel independen (relasi dalam kelu-
ersen & Elklit, 1998). arga dan penyesuaian sosial) dan variabel de-
penden (resiliensi). Sifat atau arah hubungan
antar variabel independen dan dependen dapat
Neurotik, Penyesuaian Sosial dan Resiliensi positif atau negatif, tergantung pada variabel
moderatornya (Liana, 2009). Melalui informasi
Resiliensi dirumuskan dalam tiga ciri kategori: yang diperoleh diharapkan dapat diketahui as-
internal personal strength, external support and pek mana yang mempengaruhi serta sebera-
resource, social interpersonal skills. Selanjut- pa besar koefisiennya. Hipotesis penelitian
nya dalam menggambarkan karakteristiknya, ini adalah: Terdapat hubungan positif antara
digunakan istilah pengganti berupa I am relasi dalam keluarga dan penyesuaian sosial
(kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti terhadap resiliensi yang dimoderasi kecenderu-
perasaan, tingkah laku dan kepercayaan yang ngan neurotik pada penderita HIV positif. Un-
terdapat dalam diri seseorang), I Have (pemak- tuk menguji hipotesis utama, maka hipotesis
naan seseorang terhadap besarnya dukungan
dan sumber daya yang diberikan lingkungan
terhadap dirinya) dan I Can (apa saja yang Metode Penelitian
dapat dilakukan oleh seseorang terkait dengan
keterampilan sosial interpersonal) (Grotberg, Subjek Penelitian
2003). Resiliensi dihasilkan dari kombinasi ke-
tiga karakteristik ini. Sehingga besarnya resili- Subjek dalam penelitian ini adalah penderita
ensi akan dipengaruhi besarnya ketiga karak- HIV positif yang berdomisili di Malang. Ter-
teristik tersebut. dapat 104 subjek dengan rentang usia 24-44
Berdasarkan penjelasan Grotberg di atas, tahun (M=33,51 tahun, S.D.=4,463). Penentu-
individu yang menderita HIV positif membu- an subjek dengan cara purposive sampling, ya-
tuhkan ketiga karakteristik tersebut untuk itu teknik pengambilan sampel secara sengaja,
dapat dikatakan resilien. Seorang penderita (bukan secara acak) berdasarkan kriteria yang
HIV positif, mungkin memiliki relasi yang baik telah ditetapkan dan dipilih dengan cermat
dengan keluarga dan mendapatkan dukungan agar sesuai dengan struktur penelitian (Djar-
terhadap pemulihannya (I Have), tetapi jika ia wanto, 2003). Sample yang diambil berdasar-
tidak memiliki ketahanan terhadap stres dan kan karakteristik berstatus HIV positif. Subjek
memiliki kecenderungan depresi serta kecema- yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah
san yang tinggi atas diagnosis HIV positif yang berasal dari komunitas-komunitas penyan-
dideritanya (I am), atau tidak memiliki kemam- dang HIV dan harm reduction; pusat layanan
puan penyesuaian sosial yang baik terhadap Voluntary Counceling and Testing (VCT); serta
lingkungan yang mungkin saja mengambil ja- pasien klinik praktik dokter atau psikiater di
rak terhadap dirinya akibat infeksi yang dide- wilayah Malang.
ritanya (I Can), maka penderita HIV positif ini
tidak dapat dikatakan memiliki resiliensi. Be- Instrumen Penelitian
gitu pula ketika penderita HIV positif memiliki
ketahanan terhadap stres dan tidak memiliki Neuroticism Scale Questionaire (The NSQ) yang
kecende-rungan depresi maupun kecemasan dikembangkan oleh Juan H. Scheirer dan Ray-
namun kurang medapatkan dukungan dari mond B. Casttell (1961), digunakan untuk
keluarga serta kurang dapat melakukan pe- mengevaluasi kecenderungan neurotik dan
nyesuaian dengan lingkungan sekitarnya atau mengukur prekondisi neurotik (Siegel & Crites,
tidak mau lagi berbaur dengan lingkungan, 1961; Vagg, Stanley & Hammond, 1972) yang
maka indi-vidu tersebut tidak dapat dikatakan di dasarkan pada konsep neurotik menurut
resilien, dan sebaliknya. Eysenc. NSQ yang terdiri dari 40 item pertan-
Penelitian ini dilakukan untuk mengeta- yaan dengan disertai pilihan jawaban, mengu-
6
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
7
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
Tabel 2
Statistik variable (N=104)
Tabel 3
Korelasi antar variable
8
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
Tabel 4
Uji anova relasi dalam keluarga dan penyesuaian sosial terhadap kecenderungan neurotik
Keterangan:
a Predictors: (Constant), Penyesuaian Sosial, Relasi dalam Keluarga
b Dependent Variable: Kecenderungan Neurotik
** Signifikan pada level 0,000
0 memiliki arti bahwa korelasi semakin lemah nyesuaian sosial, dieliminasi dari model dan
dengan nilai Sig. 0,00. Sedangkan tanda positif dilakukan pengujian ulang dalam Model 2.
dan negatif pada nilai koefisien mengandung Dengan demikian berdasarkan hasil analisis
arti arah hubungan korelasi. pada Model 2 diperoleh nilai koefisien jalur re-
lasi dalam keluarga terhadap kecenderungan
neurotik sebesar 0,559 dengan koefisien de-
Uji Hipotesis terminan atau kontribusi sebesar 31,2 % dan
koefisien residu Є1 = √1-0,312 = 0,829.
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hu-
bungan positif antara relasi dalam keluarga Relasi dalam keluarga, penyesuaian sosial
dan penyesuaian sosial terhadap resiliensi dan kecenderungan neurotik berkontribusi
yang dimoderasi kecenderungan neurotik pada secara simultan dan signifikan terhadap re-
penderita HIV positif. Hipotesis dirinci menjadi siliensi.
dua sebagai berikut.
Rangkuman koefisien jalur yang diperoleh
Relasi dalam keluarga dan penyesuaian so- pada hipotesis kedua (relasi dalam keluarga,
sial berkontribusi secara simultan dan sig- penyesuaian sosial dan kecenderungan neu-
nifikan terhadap kecenderungan neurotik. rotik terhadap resiliensi) nampak pada Model
1 tabel uji Anova (uji F) bahwa secara simul-
Rangkuman koefisien jalur yang diperoleh tan variabel-variabel bebas memiliki pengaruh
pada hipotesis pertama (relasi dalam keluarga yang signifikan terhadap variabel Resiliensi
dan penyesuaian sosial terhadap kecenderung- yang ditunjukkan dari nilai Sig. 0,000.
an neurotik) nampak pada Model 1 tabel uji
Anova (uji F, dimana F = 23,566), bahwa secara Tabel 5
simultan variabel-variabel bebas memiliki pe- Koefisien relasi dalam keluarga dan penyesuaian sosial
ngaruh yang signifikan terhadap variabel ke- terhadap kecenderungan neurotik
cenderungan neurotik yang ditunjukkan dari
nilai Sig. 0,000.
Model Beta Sig.
Pada Model 1 tabel Koefisien, uji t/parsial
terlihat bahwa relasi dalam keluarga secara
1 (Constant) .485 .000
statistik memiliki pengaruh yang signifikan
Relasi dalam Keluarga -.107 .000
terhadap kecenderungan neurotik yang ditun- Penyesuaian Sosial .352
jukkan oleh nilai Sig. lebih kecil dari Alpha 5% 2 (Constant) .000
yaitu 0,00. Sedangkan penyesuaian sosial se- Relasi dalam Keluarga .559 .000
cara statistik tidak signifikan mempengaruhi
kecenderungan neurotik yang terlihat dari
nilai Sig. sebesar 0,352 sehingga variabel pe-
9
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
Tabel 6
Uji anova relasi dalam keluarga, penyesuaian sosial dan kecenderungan neurotik terhadap
resiliensi
Model Sum of Squares df Mean Square F
3 7781.003 56.629**
1 Regression 23343.009 100 137.402
Residual 13740.212 103
Total 37083.221 2 11626.160 84.900**
2 Regression 23252.320 101 136.940
Residual 13830.902 103
Total 37083.221
a Predictors: (Constant), Kecenderungan Neurotik, Penyesuaian Sosial, Relasi dalam Keluarga
b Dependent Variable: Resiliensi
** Signifikan pada level 0,000.
Pada Model 1 tabel Koefisien, uji t/parsial maka dapat digambarkan secara keseluruhan
terlihat bahwa relasi dalam keluarga dan ke- hubungan kausal empiris antar variabel Re-
cenderungan neurotik secara statistik memiliki lasi dalam Keluarga dan Penyesuaian Sosial
pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi ter-hadap Resiliensi yang dimoderasi Kecende-
yang ditunjukkan oleh nilai Sig. lebih kecil rungan Neurotik, seperti pada Gambar 1.
dari Alpha 5% yaitu masing-masing 0,003 dan Hipotesis pertama yang berbunyi “relasi
0,000. Sedangkan penyesuaian sosial secara dalam keluarga dan penyesuaian sosial berkon-
statistik tidak signifikan mempengaruhi resil- tribusi secara simultan dan signifikan terhadap
iensi yang terlihat dari nilai Sig. sebesar 0,418 kecenderungan neurotik” tidak semua variabel
sehingga variabel penyesuaian sosial, dielimi- yang diterima, karena berdasarkan pengujian
nasi dari model dan dilakukan pengujian ulang sub struktur 1 hanya koefisien jalur penye-
dalam Model 2. Dengan demikian berdasar- suaian sosial terhadap kecenderungan neuro-
kan hasil analisis pada Model 2 diperoleh nilai tik yang secara statistik tidak signifikan. Se-
koefisien jalur relasi dalam keluarga terhadap dangkan koefisien jalur relasi dalam keluarga
resiliensi sebesar -0,323 dan kecenderungan terhadap kecenderungan neurotik signifikan.
neurotik terhadap resiliensi sebesar -0,565 Temuan analisis memberikan informasi bah-
dengan koefisien determinan atau kontribusi wa relasi dalam keluarga berkontribusi secara
sebesar 62,7% dan koefisien residu Є2 = √1- signifikan terhadap kecenderungan neurotik.
0,627 = 0,611. Relasi dalam keluarga mempengaruhi kecen-
Berdasarkan hasil analisis dari koefisien derungan neurotik dengan kontribusi sebesar
jalur pada hipotesis pertama dan kedua, 31,25% dan sisanya 68,73% merupakan kon-
tribusi dari variabel lain di luar relasi dalam
keluarga.
Tabel 7 Hipotesis kedua yang berbunyi “relasi
Koefisien relasi dalam keluarga, penyesuaian sosial dan
dalam keluarga, penyesuaian sosial dan ke-
kecenderungan neurotik terhadap resiliensi
10
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
11
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
nya, status imunologis juga berkaitan dengan oleh Pedersen & Elklit (1998) berkaitan deng-
kecenderungan neurotik seseorang. Hal ini an penerimaan penderita terhadap status HIV
juga mendukung hasil pengujian hipotesis per- positif, dimana penderita dengan kecenderung-
tama yang memberikan informasi bahwa relasi an neurotik akan kesulitan dalam melakukan
dalam keluarga berkontribusi secara signifikan penerimaan status HIV positif pada dirinya.
terhadap kecenderungan neurotik. Penderita dengan karaktersitik ini akan kesuli-
Selain itu, kesesuaian hasil penelitian dan tan pula dalam melakukan penyesuaian sosial
studi sebelumnya mengenai hubungan an- lebih luas.
tara relasi dalam keluarga dan resiliensi juga Ketidaksesuaian hasil penelitian ini de-
didukung oleh Smith, et.al (2008) yang menya- ngan studi sebelumnya dimungkinkan karena
takan bahwa faktor pendukung resiliensi juga kondisi subjek yang tidak hanya dipengaruhi
berasal dari keluarga. Keluarga tempat per- oleh HIV positif, tetapi juga terdapat faktor lain
tama dan utama bagi individu untuk dapat yang mempengaruhinya. Menurut data penel-
melaksanakan tugas perkembangannya de- iti, lebih dari 75% subjek penderita HIV posi-
ngan baik termasuk dalam hal resiliensi. In- tif dalam penelitian ini adalah pengguna atau
teraksi dan transfer nilai dalam keluarga akan pernah menggunakan narkotik, psikotropika
mempengaruhi resiliensi seseorang (Smith, dan zat aditif (napza) suntik. Subjek pengguna
et.al., 2008). Setiap dimensi dalam lingkungan napza suntik dalam penelitian ini mengalami
keluarga, baik dimensi hubungan, pertumbuh- adiksi terhadap substansi yang digunakan.
an personal maupun sistem pemeliharaan, di- Sedangkan subjek yang pernah menggunak-
mungkinkan akan memiliki kontribusi yang an dan memiliki adiksi terhadap napza suntik
berbeda-beda dalam membentuk resiliensi se- mengalami gejala residu dari penggunaan nap-
seorang (Carlton, et al., 2006). za suntik dan masih harus mengikuti terapi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa re- perawatan methadone serta bergantung pada-
lasi dalam keluarga memiliki kontribusi ter- nya setiap hari. Terdapat indikasi bahwa skor
hadap kecederungan neurotik, dan kecende- penyesu-aian sosial yang digunakan dalam
rungan neurotik memiliki kontribusi terhadap penelitian ini dipengaruhi oleh kondisi subjek,
besarnya resiliensi. Namun pada tabel korelasi dimana selain menderita HIV positif subjek
menunjukkan adanya arah hubungan yang ti- juga mengalami kondisi di atas. Penderita HIV
dak sesuai dengan teori. Kajian terhadap NSQ positif yang juga mengalami adiksi atau gejala
menunjukkan bahwa skala ini digunakan un- residu dari penggunaan napza suntik memiliki
tuk mengukur potensi seseorang terhadap kondisi yang lebih kompleks, dimana berpe-
kecenderungan neurotik (Ferguson, 1973). ngaruh pada kemampuan penyesuaian social-
Sehingga skor yang dihasilkan oleh skala ini nya (Depkes RI, 2012).
tidak dapat secara langsung memprediksikan Hasil penelitian yang menginformasikan
besarnya karakter neurotik yang dimiliki oleh bahwa penyesuaian sosial tidak secara sig-
seseorang. Potensi neurotik yang dimiliki se- nifikan mempengaruhi resiliensi subjek pene-
seorang akan menjadi kecenderungan dan litian juga dapat dijelaskan melalui teori resil-
karak-ter apabila juga didukung oleh faktor- iensi sendiri. Resiliensi didefinisikan sebagai
faktor lainnya, seperti keterlibatan lingkungan kemampuan seseorang untuk menghadapi
dalam pola asuh, pencetus, stress, coping, dan mengatasi, mempelajari atau berubah melalui
peristiwa-peristiwa hidup lainnya yang dialami kesulitan-kesulitan yang tidak terhindarkan
oleh individu. (Grothberg, 2003). Definisi tersebut menunjuk-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pe- kan bahwa resiliensi merupakan kemampuan
nyesuaian sosial tidak secara signifikan mem- yang bersifat internal, dimana mengacu pada
pengaruhi kecenderungan neurotik dan resi- kemampuan seseorang dalam mengatasi dan
liensi subjek penelitian. Hal ini tidak sesuai mencari makna dalam peristi-wa atau tekan-
dengan hasil studi sebelumnya. Studi sebel- an yang dialami. Peristiwa dan tekanan terse-
umnya menemukan bahwa kemampuan pe- but kemudian akan direspon individu dengan
nyesuaian sosial penderita HIV positif dipen- fungsi intelektualnya yang sehat dan dukun-
garuhi oleh karakteristik pribadi penderita, gan sosial (Richardson, 2002). Sehingga dalam
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi hal ini penyesuaian sosial tidak mempengaruhi
resiliensinya (Pedersen & Elklit, 1998). Karak- kemampuan resiliensi seseorang.
teristik penderita, lebih jauh lagi dijelaskan
12
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
13
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
14
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (1), 1-15
atology and social support in HIV positve: A pilot Siegel, L. E. & Crites, J. O. (1961). The neureticism
study. Scandinavian Journal of Psychology, 39, scale questionnaire (NSQ). Journal of Counseling
55-60. Psychology, 8 (4), 373-381.
Pinheiro, M. R. & Matos, A. P. (2010). Exploring the Smith, B. W., Dalen, J., Wiggins, K., Tooley, E.,
construct validity of two version of Resilience Christopher, P. & Bernard, J. (2008). The brief
Scale in an Portuguese adolescent sample. The resilience scale: Assesing the ability to bounce
European Journal of Social & Behavioral Science, back. International Journal of Behavioral Medi-
2, 179-189. cine, 15, 194-200.
Reich, J. W., Zautra, A. J. & Hall, J. S. (2010). Hand- Staner, L., Tracy, A., Dramaix, M., Genervois, C.,
book of adult resilience. New York: The Guilord Vanderelst, M., Vilane, A., & Bauwens, F. (1997).
Press. Clinical and psychosocial predictors of recur-
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The resilience factor: rence in recoverd bipolar and unipolar depres-
7 essential skills for overcoming life’s inevitable sive: A one-year controlled prospective study.
obstacles. New York: Broadway Books. Psychiatry Research, 69, 39-51.
Richardson, G. E. (2002). The metatheory of resil- Stice, E., Fisher, M. & Martinez, E. (2004). Eating
ienceand resiliency. Journal of Clinical Psychol- disorder diagnostic scale: Additional evidence
ogy, 58, 307-321. of reliabilty and validity. Psychological Assess-
Rutter, M. (1987). Psychosocial resilience and pro- ment, 16 (1), 60-71.
tective mechanisms. American Journal of Ortho- Thomsen, N. (2006). Family support makes a differ-
psychiatry, 57 (3), 316-331. ent in HIV Prevention. J. of The National Medical
Sarafino, E. P. (1994). Health psychology biopsy- Association, 98 (2), 306.
chososial interactions. New York: John Wiley & Vagg, G., Stanley, G. & Hammond, S. B. (1972). In-
Sons Inc. variance across sex of factors derived from the
Sawitri, A. A. S., Sumantera, G. M., Wirawan, D. N., neuroticism scale questionnaire (NSQ). Austra-
Ford, K. & Lehman, E. (2006). HIV Testing ex- lian. of Psychology, 24 (1), 37-44.
perience of drug users in Bali, Indonesia. AIDS Van Kesteren, N. M., Kok, G., Hospers, H. J., Schip-
Care, 18 (6), 577-588. pers, J. & De Wildt, W. (2006). Systematic devel-
Schneiders, A.A. (1964). Personal adjustment and opment of a self-help and motivational enhance-
mental health. New York: Holt Rineheart & Win- ment intervention to promote sexual health in
ston. HIV-positive men who have sex with men. AIDS
Schoon, I. (2006). Risk and resilience adaptation in Patient Care and STDs, 20 (12), 858-875.
changing times. New York: Cambridge University Wagnild, G. M. & Young, H. M. (1993). Development
Press. and psychometric evolution of the Resilience
Schoon, I., Parsons, S. & Sacker, A. (2004). Socio- Scale. J. Nurshing Measurement, 1 (2), 165-178
economic adversity, educational resilience and Weissman, M. M. & Bothwell, S. (1976). Assessment
subsequent levels of adult adaptation. Journal of social adjustment by patient self-report. Ar-
of Adolescent Research, 19 (4), 383-404. chieves of General Psychiatry, 33, 1111-1115.
15