Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 3

I.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................... 3

I.2 Rumusan Masalah................................................................................................................................ 3

I.3 Tujuan .................................................................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 5

II.1 Definisi Alkaloid ................................................................................................................................ 5

II.2 Sifat Alkaloid ..................................................................................................................................... 5

II.3 Kegunaan Alkaloid ............................................................................................................................. 6

II.4 Penggolongan Alkaloid ...................................................................................................................... 6

II.5 Biosintesis Senyawa Alkaloid ............................................................................................................ 9

II.6 Sumber Senyawa Alkaloid ............................................................................................................... 10

II.7 Cara Isolasi Senyawa Alkaloid......................................................................................................... 11

II.8 Identifikasi Senyawa Alkaloid ......................................................................................................... 13

BAB III ISI ................................................................................................................................................. 16

III.1 Asam Nikotinat ............................................................................................................................... 16

III.1.1 Definisi Asam Nikotinat .......................................................................................................... 16

III.1.2 Biosintesis Asam Nikotinat ..................................................................................................... 17

III.1.3 Proses Isiolasi senyawa ............................................................................................................ 18

III.1.4 Efek Farmakologi ................................................................................................................... 220

III.2 Asam Antranilat ............................................................................................................................ 240

III.2.1 Definisi Asam Antranilat ....................................................................................................... 240

III.2.2 Biosintesis Asam Antranilat.................................................................................................. 251

III.2.3 Proses Isiolasi Senyawa ......................................................................................................... 274

1
III.2.4 Efek Farmakologi ................................................................................................................... 297

BAB IV PENUTUP .................................................................................................................................... 25

IV.1 Kesimpulan ..................................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 27

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dalam dunia medis dan organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan
tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari
senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelususan bioaktifitas.
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir
seluruuh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan.
Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit biasanya teridentifikasi
mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar,
biji, ranting, dan kulit kayu.
Hampir semua alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu,
ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya
kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan
fisikologis. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun,
ranting dan kulit batang. Alkaloida umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus
dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.
Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan
biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah
mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari
berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum
diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan
sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau
sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang dapat dikaji antara lain :
 Apa yang dimaksud dengan alkaloid ?
 Bagaimana tata nama alkaloid?
 Bagaimana reaksi senyawa alkaloid dengan senyawa lain?

3
 Apa saja sifat-sifat alkaloid ?
 Apa saja pemanfaat alkaloid dalm kehidupan sehari-hari?

I.3 Tujuan
 Untuk memahami tentang senyawa-senyawa alkaloid.
 Untuk memahami struktur dan tata nama dari senyawa alkaloid.
 Untuk memahami sifat- sifat senyawa alkoid.
 Memahami aplikasi alkaloid dalam kehidupan sehari-hari.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Alkaloid


Istilah Alkaloid pertama kali disebutkan pada tahun 1819 oleh Carl Friedrich Wilhelm
Meissner (1819), apoteker dari Halle. Dia mengamati bahwa senyawa ini “mirip alkali” jadi
dinamakan alkaloid. Bagi ahli biologi, alkaloid merupakan produk alami murni dan
sempurna. Dari sudut pandang biologi, alkaloid merupakan senyawa biologi aktif dan
senyawa kimia yang mengandung nitrogen dan mungkin memiliki beberapa aktifitas
farmakologis dan dalam banyak kasus digunakan sebagai obat dan ekologi (Aniszewski,
2015).

II.2 Sifat Alkaloid


A. Sifat Kimia
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya
pasangan elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan
nitrogen bersifat melepaskan elektron, contoh: gugus alkil, maka ketersediaan elektron
pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin lebih basa
daripada dietilamin dan senyawa dietilamin lebih basa daripada etilamin. Sebaliknya,
bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh; gugus
karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang
ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh ; senyawa
yang mengandung gugus amida. (Kristanti, 2008)

Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami


dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini
sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat
menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang
lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam
hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam
perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya. (Kristanti, 2008)

5
B. Sifat Fisika
Umumnya alkaloid mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki
lebih dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat
berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat basa. Alkaloid
yang telah diisolasi berupa padatan kristal tidak larut pada titik lebur tertentu. Sedikit
alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa alkaloid seperti nikotin dan koniin berupa
cairan. (Kristanti, 2008)

Kebanyakan alkaloid tidak memiliki warna, namunpada senyawa kompleks


alkaloid ini berwarna seperti berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah. Pada
umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun
beberapa pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan
alkaloid quartener sangat larut dalam air. (Kristanti, 2008)

II.3 Kegunaan Alkaloid


Keberadaan dan fungsi alkaloid menurut (Aziz Saifudin, 2012)
 Keragaman struktur alkaloid sangat tinggi. Alkaloid berpotensi sebagai sumber obat yang
berlimpah dan berefek farmakologis beragam. Sifat fisiko-kimia yang bersifat semipolar
dan mampu berinteraksi dengan membran sel. Kontribusi atom N di dalam struktur
memberikan efektifitas interaksi kimiawi dengan reseptor.
 Secara farmakologis bersifat bioaktif lemah hingga kuat. Alkaloid yang bersifat lemah
bermanfaat sebagai zat rekresional, misalnya kafein dalam teh dan kopi. Alkaloid yang
berefek kuat bersifat blocker atau stimulant berbagai reseptor atau protein fungsional.
Alkaloid yang sangat poten bersifat racun misalnya beberapa alkaloid dari katak.
 Obat-obat seringkali dibuat dengan memodifikasi alkaloid endogen. Terdistribusi luas
dari tumbuhan, jamur, bakteri hingga mamlia. Neutriansmitter kebanyakan merupakan
alkaloid: adrenalin, atropin, asetilkolin, glutamate, adenosin, dll.

II.4 Penggolongan Alkaloid


A. Menurut Condell 1981, klasifikiasi alkaloid berdasarkan asal atau biosintesisnya yaitu:

6
1. Alkaloid turunan ornitin
Ornitin adalah salah satu bagian dari asam amino yang memiliki lima atom
karbon, termasuk asam glutaman dan prolin (Cordell 1981 : 49). Alkaloid yang
diturunkan dari ornitin yaitu pitolidin, tropan, kelompok nikotin dan pirolisidin.
2. Alkaloid turunan lisin
Homolog tertinggi berikutnya dari golongan asam amino lisin adalah lisin-
kelompok asam pipekolik yang memiliki enam atom karbon dan biosintesis lisin
lebih kompleks dari pada ornitin. Alkaloid yang diturunkan dari lisin yaitu
pelletierin, anaferin, pseudoapeletierin, anabasin, lupinin (quinolisidin), piperidin.
Bagaimanpun, ada beberapa kelompok alkaloid yang diturunkan oleh lisin yang
tidak memiliki perbandingan turunan ortinin yaitu lobelin, spartein, matrin,
lytrine, dan licopodein (Cordell 1981: 138).
3. Alkaloida turunan asam nikotinat
Biosintesis alkaloid yang berasal dari asam amnino non-esensial yaitu asam
nikotinat. Nikotin telah dianggap sebagai turunan dari asam nikotina. Terdapat
lima kelompok yang diturunkan dari asam nikotinat yaitu alekolin, ricinin,
anatabin, dioscorin, dan nikotin (Cordell 1981 : 196).
4. Alkaloida turunan fenilalanin dan tirosin
Alkaloid yang diturunkan asam amino fenilalanin dan tirosin sangat bermacam-
macam di alam dengan bermacam-macam tipe struktur. Berikut contoh fenilalalin
yaitu, meskalin, pelotin, morfin dan contoh alkaloid dari tirosin yaitu betanidin,
aranotin dan securinin. (Cordell 1981 : 275).
5. Alkaloid asam antranilat
Tumbuhan kelompok Rutaceae merupakan yang paling kaya kandungan alkaloid
turunan asam antranilat. Alkaloid yang diturunkan oleh asam antranilat yaitu
ehinopsin, selain itu memilki furan atau cincin piran yang tersambung pada cincin
piridin (dictamin dan flindersin, furoquinolin, quinozolin, vasicin, alkaloid evodia
: rutaecarpin dan evodinamin (Cordell 1981 : 236).
6. Alkaloid turunan triptofan
Triptofan adalah prekusor biosintetis dari beberapa alkaloid, kecuali untuk
alkaloid yang paling sederhana dan jarang untuk beberapa sumber karbon. Contoh

7
alkaloid yang diturunkan oleh triptofan yaitu alkaloid indol, tripamin, fisostigin,
alkaloid ergot : ergotamin dan ergonovin (Cordell 1981 : 574).
7. Alkaloid turunan histidin
Histidin dan amin histamin adalah yang paling banyak mendistribusikan senyawa
yang mengandung inti inidazole. Contoh alkaloid yang diturunkan dari histidin
yaitu casmiroedin, pilokardin dan alkaloid lainnya : dolichotelin, longistrobin dan
isolongistrobin (Cordell 1981 : 833-840).
8. Alkaloid turunan dari poliasetat
Contoh alkaloid yang diturunkan dari poliasetat yaitu shihunine, pinidine,
coniiene, carpain, dan casin. Pada masa lalu senyawa yang mengandung nitrogen
dari prekusor poliasetat masih termasuk ke dalam klasifikasi alkaloid (Cordell
1981 : 204-213).
9. Alkaloid dari turunan jalur isoprenoid
Beberapa contoh alkaloid yang memiliki turunan unit mevalonat, tetapi ada
banyak alkaloid yang berasal hampir secara ekslusif dari unit terpen yang masih
harus dijelaskan. Alkaloid hemiterpenoid terdiri dari satu unit alkaloid yang
merupakan alkaloid furquinolin dan echinulin dan alkaloid ergot contohnya :
alchorneine, pterogynin. Alkaloid monoterpenoid contohnya chaksine, alkaloid
guanidine dari Cassia lispidula Vahl. yang linier dengan untit monoterpen.
Alkaloid sesquiterpen conthnya golongan dendrobine, alkaloid nupkar :
deoxinuparidin dan alkaloid celastraceous kompleks seperti maytolin. (Cordell
1981 : 846 – 868)

B. Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut Hegnauer, dimana
alkaloida dikelompokkan atas: (Kristanti, 2008)

1. Alkaloida Sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas
fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung
nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat
dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan
tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak

8
memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quarterner yang bersifat agak asam daripada
bersifat basa.

2. Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam
amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan
biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering
digunakan untuk kelompok ini.

3. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu
alkaloida steroidal dan purin.

Tabel 1. Pengelompokan Alkaloid (Aniszewski, 2007).


Jenis Pengelompokan
Prekursor Seniawa Induk Contoh Alkaloid
Alkaloid Alkaloid
Alkaloid
L-Ornitin Alkaloid Pirrolidin Pirrolidin Kuskohigrin
Sejati
Higrin
Alkaloid Tropan Tropan Atropin
Kokain
Hiosiamin
Skopolamin
Hiosin
Alkaloid Pirrolizidin Pirrolizidin Asetillikopsamin
Asetilintermedin
Europin
Homospermidin
Ilamin Indisin-N-
Oksida
Meteloidin
Retronsin
L-Lisin Alkaloid Piperidin Piperidin Anaferin
Lobelanin
Lobelin

9
N-metil pelletirein
Pelletierin
Piperidin
Piperin
Psudoplletierin
Sedamin
Alkaloid Quinolizidin Quinolizidin Citisin
Lupanin
Spartein
Alkaloid Indolizidin Indolizidin Kastanospermin
Alkaloid
L-Tirosin Feniletilamin Swansonin
Feniletilamino
Adrenalin
Analamin
Dopamin
Noradreanlin
Tiramin
Alkaloid Benziltetra-
Kodein
Tetrahidroisoquinolin hidroisoquinolin
Morfin
Norkoklaurin
Papaverin
Tetrandrin
Tebain
Tubokurarin
L-Tirosin/ Alkaloid Alkaloid
Autumnalin
L-Fenilanin Fentilisoquinolin Amarillidaceae
Crinin
Floramulitin
Galanthamin
Galanthin
Haemanthamin
Licorin
Licoredin
Oxomaritidin
Vittatin
L-Triptopan Alkaloid Indol Alkaloid Indol Arundacin

10
sederhana
Arundamin
Psilocin
Serotonin
Triptamin
Zolmitripan
Alkaloid Karbolin
Elaeagnin
sederhana
Harmin
Terpenoid indol Ajmalisin
Katarantin
Sekologanin
Tabersonin
Alkaloid Quinolin Quinolin Kloroquinin
Sinconidin
Quinin
Quinidin
Alkaloid Pirroloindol Indol A-Iohimbin
Cimonantein
Cimonantein
Korinantein
Korinanteidin
Dihidrokorinanthein
Korinanthin
Alkaloid Ergot Ergobin
Ergotamin
Ergocriptin
L-Histidin Alkaloid Imidazol Imidazol Histamin
Pilocaprin
Pilosin
Alkaloid Manzamin Xestamonzamin Xestamonzamin A
Xestamonzamin B
L-Arginin Alkaloid Marin Karbolin Saxitixin
Tetrodotoxin
Asam
Alkaloid Quinazolin Quinazolin Peganin
Antranilat
Alkaloid Quinolin Quinolin Asetilfolodin

11
Akutin
Bukarin
Diktamnin
Dubunidin
Fagarin
Flindersin
Foliosidin
Glikoperin
Haplopin
Helietidin
Kokusaginin
Maculosin
Perfamin
Perforin
Polifidin
Skimmianin
Alkaloid Akridon Akridin Akronisin
Rutakridon
Asam
Alkaloid Piridin Piridin/ Pirrolidin Anabasin
Nikotinat
Kassinin
Kelapanin
Evolin
Evonolin
Evorin
Maimirsin
Nikotin
Regelidin
Wilforin
Alkaloid
Protoalkaloid L-Tirosin Fniletilamin Hordenin
Feniletilamino
Meskalin
Alkaloid Terpenoid
L-Triptopan Indol Iohimbin
Indol
L-Ornithin Alkaloid Pirrolizidin Pirrolizidin 4-Hidroksistasidrin
Stacidrin

12
II.5 Biosintesis Senyawa Alkaloid
Asam amino baik penyusun protein (L-Arginin, L-Histidin, L-Lisin, L-Fenilalanin, L-
Tryptophan dan L-Tirosin) ataupun yang bukan penysusun protein (L-Ornithine, asam
antranilat dan asam nikotinat) merupakan prekusor alkaloid sejati dan protoalkaloid. Namun,
penting untuk dicatat bahwa alkaloid seharusnya berasal langsung dari prekusor asam
amino, misalnya asetat (prekusor lisin). Kemiripan dari alkaloid untuk setiap molekul dari
metabolisme sekunder merupakan akibat dari proses derivasi pada blok aktif yang dibangun,
hanya ada dua blok aktif dasar untuk senyawa sekunder yang berperan dalam pembentukan
alkaloid sejati dan protoalkaloids. Asetil koenzim A (asetil CoA) digunakan dalam jalur
asetat, dan asam sikimat di jalur sikimat (Aniszewski, 2007).

Blok metabolisme sekunder (Aniszewski, 2007).

II.6 Sumber Senyawa Alkaloid


Sumber utama alkaloid pada masa lalu yaitu tumbuhan berbunga, Angiospermae yang
mengandung sekitar 20% konstituen ini. Pada beberapa tahun terakhir peningkatan jumlah
dari alkaloid berasal dari hewan, serangga, organisme laut, mikroorganisme dan tanaman

13
yang lebih rendah. Alkaloid dari hewan permukaan seperti muscopyridine berasal dari kijang
kesturi dan castoramine dari berang-berang Kanada telah dilaporkan. Namun, dalam kasus
terakhir alkaloid telah diperoleh sebagai hasil makan dari bunga lily air dari spesies Nuphar.
Amfibi merupakan hal penting yang luar biasa karena keragaman alkaloid yang beracun atau
berbahaya ditemukan dikulitnya atau pada kulit eksudatnya misalnya bufotalin dari kodok
yang umum, Bufo. Antropofa, feromon dan agen pertahanannya misalnya trail pheromone.
Metil-4-metilpirol-2-karboksilat dalam Atta, spesies semut pemotong daun. Organisme laut
(alga dan invertebrata laut) telah menghasilkan keragaman yang besar dalam alkaloid
misalnya Saxitoksin, sebuah konstituen neurotoksisk pada pasang merah Gonyaulax
catonella dan alkaloid isoxazolin yang terbrominasi dari spons kuning Vergonia aerophobia.
Telah ditemukan juga bahwa mikroorganisme mengandung alkaloid, beberapa contoh
menjadi alkaloid Aspergillus, piosianin dari Pseudomonas aeruginosa dan kanoklavin-1 dari
jamur ergot, Claviceps purpurea. (Roberts dan Wink, 1998).

II.7 Cara Isolasi Senyawa Alkaloid


Satu-satunya sifat kimia alkaloid yang paling penting adalah kebasaannya. Metode
pemurnian dan pencirian ialah umumnya mengandalkan sifat ini, dan pendekatan khusus
harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid misalnya rutaekarpina, kolkhisina, risinina)
yang tidak bersifat basa. Alkaloid dapat diisolasi melalui metode ekstraksi antara lain :
(Salisbury, 1995)

1. Soxhletasi
Soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin
balik (kondensor). Disini sampel disimpan dalam alat soxhlet dan tidak dicampur
langsung dengan pelarut dalam wadah yang di panaskan, yang dipanaskan hanyalah
pelarutnya, pelarut terdinginkan dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang
selanjutnya mengekstraksi sampel. (Salisbury, 1995)

Prinsip soxhletasi :

14
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan
penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong
menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan
sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga
terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak
tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. (Salisbury, 1995)

Keuntungan metode ini adalah : (Salisbury, 1995)

a. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan secara langsung.
b. Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c. Pemanasannya dapat diatur
Kerugian metode ini adalah: (Salisbury, 1995)

a. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah
terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh
panas.
b. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam
pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume
pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
c. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut
dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat
yang berada di bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan
uap pelarut yang efektif.
2. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi

15
refluks digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan.
(Salisbury, 1995)

Prinsip refluks:

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke


dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap
cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel
yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak
3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. (Salisbury,
1995)

3. Menyekat melalui kolom kromatografi dengan kromatografi partisi.


Tata kerja untuk mengisolasi dan mengidentifikasi alkaloid yang terdapat dalam
bahan tumbuhan yang jumlahnya dalam skala milligram menggunakan gabungan
kromatografi kolom memakai alumina dan kromatografi kertas. (Salisbury, 1995)

II.8 Identifikasi Senyawa Alkaloid


1. Berdasarkan sifat spesifik. Alkaloid dalam larutan HCl dengan pereaksi Mayer dan
Bouchardhat membentuk endapan yang larut dalam alkohol berlebih. Protein juga
memberikan endapan, tetapi tidak larut dalam dalam alcohol berlebih. (Widjayanti, 1988)
2. Berdasarkan bentuk basa dan garam-nya / Pengocokan. Alkaloid sebagai basanya tidak
larut dalam air, sebagai garamnya larut baik dalam air. Sebaiknya pelarut yang digunakan
adalah pelarut organik : eter dan kloroform. Pengocokan dilakukan pada pH : 2, 7, 10 dan
14.Sebelum pengocokan, larutan harus dibasakan dulu, biasanya menggunakan natrium
hidroksida, amonia pekat, kadang-kadang digunakan natrium karbonat dan kalsium
hidroksida. (Widjayanti, 1988)
3. Reaksi Gugus Fungsionil (Salisbury, 1995)
a. Gugus Amin Sekunder.Reaksi SIMON : larutan alkaloida + 1% asetaldehid +
larutan Na. Nitroprussida = biru-ungu. Hasil cepat ditunjukkan oleh Conilin,

16
Pelletierin dan Cystisin. Hasil lambat ditunjukkan oleh Efedrin, Beta eucain,
Emetin, Colchisin dan Physostigmin.
b. Gugus Metoksi
Larutan dalam Asam Sulfat + Kalium Permanganat = terjadi formaldehid,
dinyatakan dengan reaksi SCHIFF. Kelebihan Kalium Permanganat dihilangkan
dengan Asam Oksalat. Hasil positif untuk Brucin, Narkotin, koden, Chiksin,
Kotarnin, Papaverin, Kinidin, Emetin, Tebain, dan lain-lain
c. Gugus Alkohol Sekunder
Reaksi SANCHES : Alkaloida + Larutan 0,3% Vanilin dalam HCl pekat,
dipanaskan diatas tangas air = merah-ungu.Hasil positif untuk Morfin, Heroin,
Veratrin, Kodein, Pronin, Dionin, dan Parakonidin.
d. Gugus Formilen
Reaksi WEBER & TOLLENS : Alkaloida + larutan Floroglusin 1% dalam Asam
Sulfat (1:1), dipanaskan = merah.
Reaksi LABAT : Alkaloida + Asam Gallat + asam Sulfat pekat, dipanaskan diatas
tangas air = hijau-biru. Hasil positif untuk Berberin, Hidrastin, Kotarnin, Narsein,
Hidrastinin, narkotin, dan Piperin.
e. Gugus Benzoil
Reaksi bau : Esterifikasi dengan alcohol + Asam Sulfat pekat = bau ester. Hasil
positif untuk Kokain, Tropakain, Alipin, Stivakain, Beta eukain, dan lain-lain.
f. Reaksi GUERRT
Alkaloida didiazotasikan lalu + Beta Naftol = merah-ungu. Hasil positif untuk
kokain, Atropin, Alipin, Efedrin, tropakain, Stovakain, Beta eukain, dan lain-lain.
g. Reduksi Semu
Alkaloida klorida + kalomel + sedikit air = hitam Tereduksi menjadi logam raksa.
Raksa (II) klorida yang terbentuk terikat dengan alkaloid sebagai kompleks. Hasil
positif untuk kokain, Tropakain, Pilokarpin, Novokain, Pantokain, alipin, dan
lain-lain.
h. Gugus Kromofor

17
Reaksi KING : Alkaloida + 4 volume Diazo A + 1 volume Diazo B + natrium
Hidroksida = merah intensif. Hasil positif untuk Morfin, Kodein, Tebain dan lain-
lain.
Reaksi SANCHEZ : Alkaloida + p-nitrodiazobenzol (p-nitroanilin + Natrium
Nitrit + Natrium Hidrolsida) = ungu kemudian jingga. Hasil positif untuk
alkaloida opium kecuali Tebain, Emetin, Kinin, kinidin setelah dimasak dengan
Asam Sulfat 75%.

4. Pereaksi untuk analisa lainnya (Widjayanti, 1988)


1. Iodium-asam hidroklorida
Merupakan pereaksi untuk golongan Xanthin. Digunakan untuk pereaksi
penyemprot pada lempeng KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dimana akan
memberikan hasil dengan noda ungu-biru sampai coklat merah.
2. Iodoplatinat
Pereaksi untuk alkaloid, juga sebagai pereaksi penyemprot pada lempeng KLT
dimana hasilnya alkaloid akan tampak sebagai noda ungu sampai biru-kelabu.
3. Pereaksi Meyer (Larutan kalium Tetraiodomerkurat).Merupakan pereaksi
pengendap untuk alkaloid.

18
BAB III

ISI

III.1 Asam Nikotinat

III.1.1 Definisi Asam Nikotinat


Biosintesis alkaloid yang berasal dari asam amino non-esensial yaitu asam
nikotinat. Nikotin telah dianggap sebagai turunan dari asam nikotinat. Terdapat 5
kelompok yang diturunkan dari asam nikotinat yaitu arekolin, ricinin, anatabin,
dioscorcin, dan nikotin (Cordell,1981 : 196).

Nikotin merupakan suatu jenis senyawa jenis senyawa kimia yang


termasuk ke dalam golongan alkaloid karena mempunyai sifat dan ciri alkaloid.
Nikotin adalah suatu alkaloid dengan nama kimia 3-(1-metil-2-pirolidil) piridin.
Saat diekstraksi dari daun tembakau, nikotin tak berwarna, tetapi segera menjadi
coklat ketika bersentuhan dengan udara. Nikotin dapat menguap dan dapat
dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan
(Susilowati, 2006).

Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin


tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH tersebut, sebanyak 31%
nikotin berbentuk bukan ion dan dapat melewati membran sel. Pada pH ini
nikotin berada dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran secara cepat
sehingga di mukosa pipi hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok.
Nikotin adalah zat alkaloid yang ada secara natural di tanaman tembakau.
Nikotin juga didapati pada tanaman-tanaman lain dari famili biologis Solanaceae
seperti tomat, kentang, terung dan merica hijau pada level yang sangat kecil
dibanding pada tembakau (Susilowati, 2006)

Zat alkaloid telah diketahui memiliki sifat farmakologi, seperti efek


stimulan dari kafein yang meningkatkan tekanan darah dan detak jantung.
Alkaloid nikotin mengalami proses metabolisme, yaitu suatu proses dimana

19
nikotin mengalami perubahan struktur karena adanya senyawa–senyawa
kimia di sekitarnya (Susilowati, 2006)

Pada biosintesis nikotin, cincin pirolidin berasal dari asam amino ornitin
dan cincin piridin berasal dari asam nikotinat yang ditemukan dalam tumbuhan
tembakau. Gugus amino yang terikat pada ornitin digunakan untuk membentuk
cincin pirolidin dari nikotin (Susilowati, 2006).

Menghisap tembakau menghasilkan efek nikotin pada SSP dalam waktu


kurang lebih sepuluh detik. Jika tembakau dikunyah, efek pada SSP dialami
dalam waktu 3–5 menit. Efek nikotin tembakau yang dipakai dengan cara
menghisap, menguyah atau menghirup tembakau dengan sedotan, menyebabkan
penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah,
nafsu makan berkurang, sebagian menghilangkan perasaan cita rasa dan
penciuman serta membuat paru-paru menjadi nyeri (Susilowati, 2006).

20
III.1.2 Biosintesis Asam Nikotinat

Gambar 6 mengilustrasikan tentang biosintesis nikotin. Langkah pertama sebagai


reduksi stereospesifik dari asam nikotinat,dengan bantuan NADPH, untuk
menghasilkan 3,6-dihydronicotinicacid (34). Dalam skema ini tritium ditempatkan
pada C-6 dari asam nikotinat untuk menggambarkan stereokimia dari reaksi yang
diusulkan, dan mekanisme eliminasi yang diamati dari nikotin akhir. Anion hidrida
dari NADPH memasuki posisi pro-R pada c-6. Stereokimia yang diputus pada C-3
berubah-ubah, dan didasarkan pada fakta bahwa reduksi biologis dan kimia diena
biasanya menghasilkan tambahan ciss dari dua hidrogen. Proton dari gugus karboksil
menjadi nitrogen kemudian menghasilkan zwitterion (33), yang merupakan β-iminium
karboksilat. Senyawa tersebut siap menjalani dekaboksilasi dan produk akan menjadi
1,2-dihidropiridin (36). Senyawa ini berfungsi sebagai nukleofil. Menyerang garam 1-
methyl-pyrrolinium pada Re untuk menghasilkan (2'S)-3,6-dihydronicotine (37).

21
Reaksi 1,2-dihidropiridina pada C-5 lebih konsisten daripada posisi C-3.
(Petroski,1991)

III.1.3 Proses Isolasi Senyawa


a. Sumber dari senyawa Asam Nikotinat
1. Tembakau
Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam
tanaman perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada
daunnya yaitu untuk pembuatan rokok.
Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut :
Famili : Solanaceae
Sub Famili : Nicotianae
Genus : Nicotianae
Spesies : Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica (Cahyono,1998)

Nicotiana tabacum dan nicotiana rustica mempunyai perbedaan


yang jelas. Pada Nicotiana tabacum, daun mahkota bunganya memiliki
warna merah muda dampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet
panjang daunnya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun
pada batang tegak, merupakan induk tembakau sigaret dan tingginya
sekitar 120cm. Adapun Nicotiana rustica, daun mahkota bunganya
berwarna kuning, bentuk mahkota seperti terompet berukuran pendek dan
sedikit gelombang, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul, dan
kedudukan daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini
merupakan varietas induk untuk tembakau cerutu yang tingginya sekitar
90cm (Cahyono,1998)

b. Cara Isolasi
(Kartika Ratnasari,2012)
Isolasi dari Senyawa Asam Nikotinat
Sebanyak 80 gram daun tembakau dikeringkan, ditambahkan 650
ml NaOH 4 M kemudian di panaskan dalam penangas air 50°C selama 2

22
jam kadang-kadang digoyang-goyangkan. Larutan di saring dan filtrat di
tampung dalam beaker glass. Residu daun tembakau diekstraksi kembali
dengan 400 ml NaOH 4 M dengan cara yang sama sebelumnya. Filtrat di
kumpulkan dengan filtrat yang pertama, selanjutnya di destilasi hingga
mendapatkan destilat kuning muda. Destilasi diuji secara kualitatif
dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan menggunakan pewarnaan
reagen dragendroff. Destilat dipekatkan dengan alat evapolator suhu
45°C. HCL (p) sebanyak 3 ml ditambahkan hingga dicapai pH 3.
Sebanyak 50 mM 2, 4, 6 trinitrophenol dan 50 mM NaOH di tambahkan
ke dalam campuran, kemudian campuran diaduk secara perlahan hingga
terbentuk kristal kuning dan kristal dipisahkan dengan penyaringan.
Kristal di rekristalisasi dengan aquadest mendidih sebanyak 1 L. sebanyak
12,5 gram kristal di tambah 20 ml NaOH 1 M, diaduk selama 5 menit.
Larutan di ekstraksi dengan dietil eter dan fraksi dietil eter dievaporasi
dengan rotary evapolator sehingga diperoleh nikotin.
Konversi Nikotin menjadi Asam Nikotinat
Dalam labu didih volume 1 L di masukkan 560 ml HNO3 (p) dan
di tambahkan Kristal nikotin sebanyak 42 g,selanjutnya dilakukan
penggoyangan hingga campuran homogen (dilakukan dalam lemari asam).
Campuran dipanaskan dalam penangas air (dilakukan dilemari asam)
hingga suhu mencapai 70ᵒC,campuran dipanasi selama 10-12 jam.
Campuran dalam labu didih dituang dalam cawan dengan permukaan lebar
dan dievaporasi selama 10 jam dalam penangas air. Evaporate
dipindahkan kedalam beaker glass dan ditambahkan 80ml aquadest dan
dipanasi hingga larut. Larutan dibiarkan dingin hingga terbentuk Kristal
kuning dan kemudian di saring untuk memishkan Kristal dengan larutan.
Kristal dilarutkan kembali dengan 40ml aquadest dan diberi arang aktif
(sebaiknya digunakan arang dari tulang hewan). Sebanyak 84g kristal
dilarutkan dengan aquadest mendidih sebanyak 180ml dan ditambahkan
Kristal garam basa fosfat sebanyak 160g dan diaduk secara konstan.
Campuran dipanaskan hingga hamper mendidih selama 5 menit sambal

23
diaduk dan dibiarkan dingin pada suhu ruang. Setelah dingin dimasukkan
ke dalam ice bath sambal kadang-kadang diaduk. Kristal disaring dan
dibilas dengan aquadest dingin 3 kali sebanyak 100ml. untuk mendapatkan
pemurniaan maka dilakukan rekristalisasi.
Analisa Kandungan Nikotin dengan HPLC
Daun tembakau kering angina dihaluskan dengan grinder dan
dikeringkan dakam drying cabinet suhu 60ᵒC selama 24 jam. Tepung daun
tembakau sebanyak 0,5 g diekstrak dengan larutan buffer fosfat 25mM pH
7,8 sebanyak 10ml. campuran diagitasi pada shaker selama 24 jam.
Larutan disaring dengan kertas whatman no 2 kemudian diencerkan 10kali
dengan aquadest. Filtrat disaring dengan kertas milipore 0,45 µm dan
diinjeksikan pada HPLC sebanyak 20 µL dengan phase gerak 40%
methanol pH 7,25 (diatur dengan asam phosphate) 0,2% etanolamin
dengan laju aliran 0,5 ml/menit pada panjang gelombang 254 nm.

Analasis Kandungan Asam Nikotinat dengan HPLC


Seri pengenceran dari asam nikotinat,diinjeksikan sebanyak 30 µL
pada HPLC dengan fase gerak 0,05% MSA;SH3CN;ammonium
dihydrogen fosfat dengan MSA,kolom RP 18;panjang gelombang 218 nm.
Sampel dilarutkan dengan methanol kemudian diinjekkan ke HPLC dan di
bandingkan kurva standar asam nikotinat.

III.1.4 Efek Farmakologi


Asam nikotinat mempunyai efek sebagai stimulan dan obat penenang atau penghilang
rasa sakit (Susilowati,2006)

III.2 Asam antranilat

III.2.1 Definisi Asam antranilat


Alkaloid turunan dari asam antranilat yaitu echinopsin, selain itu memiliki furan
atau cincin piran yang tersambung pada cincin piridin (dictamin dan flindersin),

24
furoquinolin, quinazolin, vasicin, alkaloid evodia : rutaecarpin dan evodimanin
(Cordell,1981 : 236-257).

Asam mefenamat adalah derivate antranilat juga berkhasiat sebagai analgetik,


antipiretik dan antiradang yang cukup baik. Asam mefenamat merupakan kelompok
antiinflamasi non sterois bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam
jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksiginase sehingga mempunyai efek
analgetik, antiinflamasi dan antipiretik (Tjay,2007).

III.2.2 Biosintesis Asam antranilat

25
26
III.2.3 Proses Isolasi Senyawa (IW.G.Gunawan. 2009)
Sintesis Metil-N(2,3-xilil)antranilat dengan pereaksi Diazometana
Kedalam labu erlenmeyer dimasukkan 5 gram (0,021 mol) asam N(2,3-
xilil)antranilat dan 10 ml eter, diaduk hingga terbentuk suspensi, kemudian
didinginkan pada suhu 0oC. Tambahkan sedikit demi sedikit diazometana melalui
corong. Penambahan dihentikan bila larutan telah berwarna kuning pucat, tanda

27
diazometana telah berlebih. Selanjutnya pelarut eter diuapkan dan kristal yang
terbentuk direkristalisasi dengan pelarut etanol.

Sintesis Metil-N(2,3-xilil)antranilat dengan pereaksi BF3-metanol


Kedalam labu alas bulat 125 ml dimasukkan 5 gram asam N(2,3-
xilil)antranilat dan 18 ml NaOH 0,5 N yang dilarutkan dalam metanol. Pendingin
balik dipasang, kemudian campuran direfluks selama 30 menit. Selanjutnya
campuran didinginkan tanpa melepas pendinginnya. Setelah dingin ditambahkan
7,0 ml kompleks BF3-metanol kemudian larutan direfluks selama 10 – 15 jam.
Selanjutnya campuran didinginkan kembali tanpa melepas pendingin. Kemudian
diekstraksi dengan 40 ml destilasi bensin (T = 40–60oC). Labu ditutup, dikocok,
didiamkan selama 1 jam dan diambil fase organiknya. Fase organik dicuci
dengan air hingga bebas asam (test dengan indikator metil merah). Selanjutnya
fase organik dikeringkan dengan magnesium sulfat anhidrat, setelah itu pelarut
diuapkan
Pemurnian Hasil Reaksi Hasil
Reaksi yang terbentuk dimurnikan dengan cara rekristalisasi
menggunakan pelarut tunggal etanol. Padatan dilarutkan pada sejumlah etanol
panas. Setelah seluruhnya larut, disaring dan didiamkan agar terjadi pendinginan
secara perlahan-lahan. Kristal yang terbentuk disaring kemudian dicuci dengan
sejumlah kecil etanol dingin. Kristal dibiarkan mengering pada eksikator.

Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis


Untuk mengidentifikasi senyawa hasil sintesis, perlu dilakukan analisis
fisikokimia meliputi; penentuan titik lebur, reaksi warna,dan harga Rf,
Sedangkan untuk menentukan struktur senyawa hasil sintesis digunakan metode
spektrofotometri UV-vis, FT/IR, dan 1H-NMR, yang mana spektrum senyawa
hasil sintesis dibandingkan dengan spektrum senyawa awal (starting material)
yaitu asam N(2,3xilil)antranilat.

28
III.2.4 Efek Farmakologi
Asam N(2,3-xilil)antranilat merupakan turunan dari asam antranilat yang
mempunyai efek analgesik dengan mekanisme kerja menghambat sintesis
prostaglandin dengan cara menghambat aktivitas enzim siklooksigenase (Anonim,
1989).

29
BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Alkaloid adalah senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan,
bersifat basa, dan struktur kimianya mempunyai sistem cincin heetrosiklik dengan nitrogen
sebagai hetero atomnya. Unsur-unsur alkaloid adalah karbon, hydrogen, nitrogen, dan
oksigen. Alkaloid yang struktur kimianya tidak mengandung oksigen hanya ada beberapa
saja. Ada pula alkaloid yang mengandung unsur selain keempat unsur yang telah
disebutkan. Adanya nitrogen dalam lingkar pada struktur kimia alkaloid menyebabkan
alkaloid bersifat alkali (Sumardjo, 2006 : 438).
Penggolongan Alkaloid, Menurut Condell 1981, klasifikiasi alkaloid berdasarkan asal
atau biosintesisnya yaitu: Alkaloid turunan ornitin, alkaloid turunan lisin, alkaloida turunan
asam nikotinat, alkaloida turunan fenilalanin dan tirosin, alkaloid asam antranilat, alkaloid
turunan triptofan, alkaloid turunan histidine, alkaloid turunan dari poliasetat, alkaloid dari
turunan jalur isoprenoid.
Alkaloida turunan asam nikotinat. Biosintesis alkaloid yang berasal dari asam amino non-
esensial yaitu asam nikotinat. Nikotin telah dianggap sebagai turunan dari asam nikotina.
Terdapat lima kelompok yang diturunkan dari asam nikotinat yaitu alekolin, ricinin,
anatabin, dioscorin, dan nikotin (Cordell 1981 : 196).
Alkaloid asam antranilat, tumbuhan kelompok Rutaceae merupakan yang paling kaya
kandungan alkaloid turunan asam antranilat. Alkaloid yang diturunkan oleh asam antranilat
yaitu ehinopsin, selain itu memilki furan atau cincin piran yang tersambung pada cincin
piridin (dictamin dan flindersin, furoquinolin, quinozolin, vasicin, alkaloid evodia :
rutaecarpin dan evodinamin (Cordell 1981 : 236).

30
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Siafudin. 2012. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian.
Yogyakarta. Grup Penerbitan CV Budi Utama.

IW.G.Gunawan. 2009. Studi Perbandingan Hasil Sintesis Metil-N (2,3-XILIL)Antranilat dengan


Pereaksi Diazometana dan BF3-Metanol. Universitas Udayana

Kartika Ratnasari, Devi., 2012. dkk. Konversi Pada Daun Tembakau Menjadi Asam Nikotinat
(Prvitamin B) Sebagai Pilihan Produk Industri Hilir Berbahan Baku Tembakau.

Susilowati, E., Y., 2006, Identifikasi Nikotin dari Daun Tembakau (Nicotiana tabacum) Kering
dan Uji Ekstrak Daun Tembakau Sebagai Insektisida Penggerek Batang Padi Sebagai
(Scirpophaga innonata). Universitas Indonesia

Cahyono, Bambang. 1998. TEMBAKAU, Budi daya dan Analisis Tani. Yogyakarta. Kanisius

Cordell, A.F. 1981. Introduction to Alkaloids. New York: John Wiley and Sons, Inc

Poedjiadi, Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung. UI Press

Anonim. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoei, 29th edition. The Pharmaceutical Press.
London

Aniszewski, T., 2007, Alkaloids – Secrets of Life: Alkaloid Chemistry, Biological Significance,
Applications And Ecological Role, First edition, Elsevier, Amsterdam.

Kristanti, A. N. (2008). Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Universitas Airlangga

Salisbury, Frank B. (1995). Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB

Widjayanti VN. (1988). Obat-obatan Bahan Alam. Yogyakarta : Kanisius


Petroski., et al. 1991. Secondary Metabolite Biosynthesis and Metabolism. American Chemical
Society. Atlanta

31
Aniszewski, T., 2015, Alkaloids: Chemistry, Biology, Ecology and Application Second Edition,
Elsevier, Amsterdam.

Roberts, M.F., dan Wink, M., 1998, Alkaloids: Biochemistry, Ecology and Medicinal
Applications, Plenum Press, New York

32

Anda mungkin juga menyukai