Referensi 1 PDF
Referensi 1 PDF
Referensi 1 PDF
Oleh
HASAN
F24101107
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Hasan. F24101107. Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari
Kulit Sapi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Ir. Irshan
Zainudin,M.Si.
ABSTRAK
.
STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN
GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HASAN
F24101107
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
STUDI EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN
GELATIN TIPE B DARI KULIT SAPI
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HASAN
F24101107
Menyetujui,
Bogor , April 2007
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta’ala Rabb Semesta Alam atas
nikmat Iman, nikmat Islam, dan nikmat sehat wal afiat sehingga penulis bisa
merampungkan amanah besar ini. Shalawat serta salam penulis sampaikan pada
Guru Besar dalam ilmu penghambaan pada sang Khalik, junjungan seluruh umat
manusia, dialah Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam. Shalawat
serta salam juga penulis sampaikan pada seluruh keluarga Beliau, Sahabat,
Tabi’in serta seluruh umat manusia yang mengikuti ajarannya sampai hari akhir
kelak.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala
dukungan, arahan, dan doa sehingga skripsi ini akhirnya bisa diselesaikan. Terima
kasih penulis sampaikan pada;
1. Almarhum Ayahanda dan Ibunda, serta semua Kakak serta Adikku anggota
Keluarga Besar Hamid (Muliani, Abdullah, Nurbani,. Jihan, Husain,
Rahmatiah, Muslim, dan Mei Muna). Semoga Allah Ta’alla selalu
memberikan rasa kasih dan sayang diantara kita semua serta menjaga kita
semua dari siksaan api neraka.
2. Bapak Dr. Ir Sugiyono, M.App Sc selaku dosen pembimbing pertama yang
sudah dengan sabar memberikan arahan, dukungan, serta ilmu selama penulis
menempuh studi di almamater ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan
Bapak dengan sesuatu yang lebih baik.
3. Bapak Ir. Irshan Zainuddin, Msi selaku dosen pembimbing kedua atas semua
dukungan moril, motivasi, serta pembiayaan selama penulis menyelesaikan
penelitian ini.
4. Bapak Dr. Ir. Djoko Hermanianto yang telah bersedia menjadi dosen penguji
pada ujian skripsi penulis
5. Bapak Ir. Harianto Msi, Ir. Suharjito MSi, dan Bapak Ir. M. Jusuf Djafar MM
selaku tim proyek penelitian gelatin BPPT.
6. Bapak Ir. Gigih Atmaji selaku Kepala Laboratorium Teknologi Agroindustri
yang telah memberikan izin penggunaan Laboratorium.
7. Mbak Tuti, Mas Dedi, Mas Budi, Mas Sofyan, Kak Encep yang telah
menemani dan membantu secara teknis penelitian di laboratorium.
8. Fajri Helmi “Adjie” (Hortikultura 41) yang banyak membantu dalam
penyediaan fasilitas kepada penulis.
Penulis
Hasan. F24101107. Studi Ekstraksi Pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B Dari
Kulit Sapi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Ir. Irshan
Zainudin,M.Si.
RINGKASAN
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.............................................................................. v
DAFTAR GAMBAR......................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... vii
I. PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG...................................................... 1
B. TUJUAN PENELITIAN.................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 4
A. KULIT............................................................................... 4
B. KOLAGEN........................................................................ 4
C. GELATIN........................................................................... 6
D. PERUBAHAN KOLAGEN MENJADI GELATIN.......... 10
E. PERUBAHAN GELATIN MENJADI GEL ..................... 11
F. PROSES PEMBUATAN GELATIN ................................. 12
III. METODOLOGI ....................................................................... 15
A. BAHAN DAN ALAT ........................................................ 15
B. WAKTU DAN TEMPAT .................................................. 16
C. METODE PENELITIAN ................................................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 22
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ..................................... 22
B. PENELITIAN UTAMA ..................................................... 23
1. Rendemen ..................................................................... 23
2. Warna ........................................................................... 24
3. Kadar Air Gelatin Kering............................................... 28
4. Kadar Abu .................................................................... 30
5. Kekuatan Gel ................................................................. 31
6. Viskositas ....................................................................... 34
7. Stabilitas Emulsi ............................................................. 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 38
A. KESIMPULAN ........................................................................ 38
B. SARAN .................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 39
LAMPIRAN ......................................................................................... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data impor gelatin Indonesia tahun 1998 – 2005 ....................... 1
Tabel 2. Jumlah pemotongan sapi dan potensi kulit split ......................... 2
Tabel 3. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia ................. 5
Tabel 4. Perbedaan sifat gelatin berdasarkan tipe .................................... 7
Tabel 5. Standar mutu gelatin berdasarkan Standar Nasional Indonesia
No. 06-3735 tahun 1995 dan British Standard : 757
tahun 1975 …………………………………………………….. 8
Tabel 6. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat dalam
menghasilkan gelatin .................................................................. 13
Tabel 7. Suhu dan waktu yang digunakan di setiap tahap ekstraksi
penelitian pendahuluan .............................................................. 16
Tabel 8. Volume filtrat ekstraksi pada penelitian pendahuluan..………... 22
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Susunan molekul tropokolagen pada fibril kolagen................. 5
Gambar 2. Perubahan kolagen menjadi gelatin .......................................... 11
Gambar 3. Ekstraktor ................................................................................. 15
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan gelatin dari kulit split............ 18
Gambar 5. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap
rendemen gelatin sampel............................................................ 23
Gambar 6. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap
notasi L sampel gelatin .............................................................. 25
Gambar 7. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap
notasi b sampel gelatin .............................................................. 27
Gambar 8. Bubuk Sampel Gelatin ............................................................... 28
Gambar 9. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap
kadar air sampel gelatin ............................................................. 29
Gambar 10. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap
kadar abu sampel gelatin ........................................................... 31
.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Nilai Rata-Rata Rendemen (%) Pada Setiap Perlakuan............ 43
Lampiran 2. Diagram Kromatisitas ...............................................................43
Lampiran 3. Nilai Rata-Rata Notasi L Pada Setiap Perlakuan..................... 44
Lampiran 4. Nilai Rata-Rata Notasi b Pada Setiap Perlakuan...................... 44
Lampiran 5. Nilai Rata-rata Kadar Air (%bk) Pada Setiap Perlakuan ........ 44
Lampiran 6. Nilai Rata-Rata Kadar Abu (%) Pada Setiap Perlakuan............45
Lampiran 7. Nilai Rata-Rata Kekuatan Gel (bloom)
Pada Setiap Perlakuan .......................................................... 45
Lampiran 8. Nilai Rata-Rata Viskositas (cP) Pada Setiap Perlakuan.......... 45
Lampiran 9. Nilai Rata-Rata Stabilitas Emulsi (%)
Pada Setiap Perlakuan............................................................... 46
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gelatin merupakan molekul polipeptida dengan bobot molekul tinggi
yang berasal dari kolagen yang merupakan komponen utama penyusun
jaringan hewan (kulit, tulang, dan tendon). Gelatin umumnya digunakan
sebagai bahan pengemulsi dan penstabil sistem emulsi mengingat
kemampuannya dalam berikatan dengan air dan lemak. Produk pangan yang
umumnya diproduksi dengan tambahan gelatin antara lain permen, es krim,
jelly, dan daging kaleng. Kemampuan gelatin untuk meningkatkan nilai guna
suatu produk dimanfaatkan oleh industri pangan, industri farmasi, kosmetika
dan kimia. Industri farmasi umumnya menggunakan gelatin sebagai bahan
baku dalam pembuatan kapsul sedangkan industri kimia menggunakan gelatin
dalam pembuatan perekat (lem) dan film untuk fotografi.
Selama ini untuk menutupi kebutuhan gelatin dalam negeri, industri
pangan mendapatkannya melalui impor dari negara-negara Eropa, China, dan
Amerika. Mulai tahun 1998 sampai tahun 2001 jumlah impor gelatin
cenderung meningkat. Pada tahun 2002 nilai impor menurun dan kembali
meningkat pada tahun 2003. Data impor gelatin di Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 1.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
perbandingan kulit-air serta pemberian interval agitasi yang berbeda pada
proses pembuatan gelatin tipe B dari kulit sapi menggunakan metode ekstraksi
basa.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KULIT (Hides)
B. KOLAGEN
Kolagen merupakan komponen struktural utama pada serat-serat
jaringan pengikat, berwarna putih dan terdapat di dalam semua jaringan dan
organ hewan dan berperan penting dalam penyusun bentuk tubuh. Pada
mamalia, kolagen terdapat pada kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat
lainnya. Jumlahnya mencapai 30% dari jumlah protein total yang terdapat
dalam hewan vertebrata dan invertebrata (Ward dan Courts, 1977).
Kandungan kolagen di setiap bagian tubuh mamalia disajikan pada Tabel 3,
dengan bagian kulit sebagai bagian yang mengandung kolagen tertinggi,
mencapai 89% dibandingkan jenis jaringan lainnya.
C. GELATIN
Gelatin adalah protein dari kolagen kulit, membran, tulang dan bagian
tubuh berkolagen lainnya. Jika gelatin mendapat perlakuan perendaman dalam
air maka gelatin akan mengembang dan menjadi lunak, dan berangsur-angsur
menyerap air 5-10 kali bobot gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan jika
didinginkan (48 OC ) akan membentuk gel (Anonim, 1978).
Menurut Carley (1982), gelatin merupakan senyawa turunan yang
dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan
asam atau basa. Ditambahkan oleh Imeson (1985), bahwa gelatin merupakan
salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan pembentuk gel
(gelifying agent), bahan pengental (thickening agent), atau bahan penstabil
(stabilizer). Gelatin berbeda dengan hidrokoloid lainya karena pada umumnya
hidrokoloid adalah merupakan polisakarida sedangkan gelatin sendiri adalah
senyawa protein. Hal inilah yang menjadikan gelatin mempunyai kemampuan
untuk reversibel.
Gelatin termasuk kedalam zat yang bersifat amfoter, mempunyai gugus
asam (karboksil) dan gugus basa (amina). Gelatin mudah larut dalam gliserol,
manitol, dan propilen. Gelatin tidak larut dalam alkohol, aseton, dan pelarut
non polar lainnya (King di dalam Glicksmann, 1969).
Gelatin bukanlah merupakan protein lengkap. Hal ini disebabkan karena
tidak adanya asam amino esensial triptofan. Namun gelatin mengandung
sejumlah kecil asam amino yang jarang yaitu hidroksilisin. Secara kimiawi
komposisi asam amino gelatin mamalia hampir tetap. Perbedaan karakteristik
kimia yang terjadi adalah sebagai hasil perbedaan perlakuan pada tahap awal.
Gelatin hasil perlakuan basa (tipe B) dan perlakuan asam (tipe A) mengalami
perbedaan hidrolisis gugus amida primer yang dibentuk.
Gelatin tipe A umumnya diperoleh dari bahan baku kulit babi atau
ternak yang masih muda. Babi atau ternak yang masih muda mempunyai
rantai triple helix yang lebih sederhana. Sedangkan gelatin tipe B umumnya
diperoleh dari kulit atau tulang sapi dewasa karena kandungan kolagennya
yang sudah tua. Kolagen yang tua mempunyai rantai triple helix yang lebih
rapat dan kompleks sehingga umumnya digunakan basa saat perendaman agar
hidrolisis kolagen menjadi gelatin lebih optimal. (US Patent 5877287).
Perbedaan sifat gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 4.
Sifat fisik maupun kimia gelatin tergantung dari kualitas bahan baku, pH,
keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu dan konsentrasi (Parker,
1982). Bentuk gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari dua bentuk yaitu
gelatin yang tidak memiliki rasa apapun (plain atau unflavoured) dan gelatin
yang memiliki rasa tertentu (flavoured). Gelatin flavoured mengandung
gelatin, gula asam sitrat, rasa tertentu dan warna (Gates, 1981)
Menurut Ward dan Courts (1977), gelatin larut dalam air minimal pada
suhu 49°C, atau biasanya berada pada suhu 60°C sampai 70°C. Gelatin tidak
larut dalam air dingin, tetapi hanya akan mengembang. Perendaman dalam air
dingin menjadikan gelatin lunak dan berangsur-angsur menyerap air 5 sampai
10 kali bobotnya (King, 1969). Ketika gelatin dipanaskan pada suhu di atas
titik lelehnya, gelatin akan mencair dan dapat kembali membentuk gel apabila
didinginkan.
Titik leleh gelatin adalah antara 27°C hingga 34°C dan dapat meleleh di
dalam mulut. Karakteristik di atas sangat diharapkan oleh berbagai industri
pangan (Poppe,1992). Winarno (1997) menambahkan saat pemanasan, daya
tarik menarik antara molekul air berkurang sehingga memberikan energi bagi
untuk mengatasi daya tarik menarik molekul yang larut pada air, dengan
demikian daya larut molekul yang dilarutkan dalam air akan meningkat
dengan meningkatnya suhu air.
Warna gelatin tergantung pada bahan baku yang digunakan, metode
pembuatan dan jumlah ekstraksi. Secara umum, warna gelatin tidak
mempengaruhi kegunaannya (Glicksman,1969). Standar mutu gelatin
disajikan pada Tabel 5.
Gelatin merupakan suatu hidrokoloid, yaitu suatu polimer larut dalam air
yang mampu membentuk koloid, mengentalkan larutan atau membentuk gel
dari larutan tersebut. Pembentukan gel merupakan suatu fenomena
penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jalinan
tiga dimensi yang kontinyu dan kaku yang tahan terhadap aliran di bawah
tekanan. Pada waktu sol dari gelatin mendidih, konsistensinya menjadi lebih
kental, dan selanjutnya akan terbentuk gel yang elastis. Pembentukan kristal,
diperkirakan karena diagram sinar-X menunjukkan adanya bagian kristalin di
dalam sel gelatin. Molekul-molekul secara individu bergabung dalam lebih dari
satu bentuk kristalin membentuk jalinan tiga dimensi yang menjerat cairan
(Fardiaz, 1989).
Gaya untuk mengikat molekul-molekul gelatin di dalam gel ini tidak
diketahui. Meskipun demikian, ikatan-ikatan hidrogen dan gaya van der waals
diperkirakan sebagai pengikatnya, mengingat sifat gel yang mudah mencair
dan membentuk gel kembali dengan adanya perubahan suhu (Fardiaz, 1989).
Gelatin dapat dibuat dengan berbagai bahan baku antar lain kulit dan
tulang sapi, kulit domba, kulit sapi, dan tulang (ossein). Tipe gelatin yang
dihasilkan dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A
adalah gelatin yang dihasilkan melalui proses perendaman asam sedangkan
gelatin tipe B berasal dari perendaman basa.
Proses utama pembuatan gelatin dibagi dalam tiga tahapan, yaitu
persiapan bahan baku berupa penghilangan komponen non kolagen dengan
atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen, konversi kolagen
menjadi gelatin, pemurnian dan perolehan gelatin dalam bentuk kering. Bahan
baku (kulit atau tulang) awalnya dipotong-potong atau diberikan proses
pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran bahan baku diperlukan untuk
memperluas permukaan bahan yang terendam dalam larutan sehingga proses
ekstraksi dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna (Hinterwaldner, 1977).
Proses pengapuran (liming) dilakukan untuk melunakkan kulit dan
menghilangkan albumoid bagian luar seperti globulin, mukopolisakarida,
albumin, karoten dan pigmen-pigmen (Glicksman, 1969). Menurut
Hinterwaldner (1977), proses liming bertujuan untuk merusak atau
memutuskan berbagai ikatan kimia yang masih ada dalam kolagen dan untuk
menghilangkan atau mengurangi material lain yang tidak diinginkan, seperti
protein lain dan karbohidrat. Selama proses liming, lemak dikonversi menjadi
sabun-sabun basa yang terlarut.
Menurut Glicksman (1969), kapur untuk perendaman basa ditambahkan
ke dalam air perendam dengan jumlah secukupnya berkisar antara 5 hingga 15
% dari bobot bahan sehingga terbentuk larutan kalsium hidroksida. Proses
perendaman kulit dilakukan selama 3-12 minggu atau lebih tergantung pada
jenis bahan baku, suhu liming, perlakuan sebelumnya dan kapur yang
ditambahkan. Hinterwaldner (1977) menambahkan bahwa suhu proses liming
tidak boleh lebih dari 20°C jika ingin menghindari jumlah kolagen yang hilang
lebih banyak. Jika suhu liming terlalu rendah, maka proses liming akan berjalan
lambat sehingga membutuhkan waktu perendaman yang lebih lama.
Proses liming yang tidak dilakukan dengan tepat dapat menyebabkan
kelarutan kolagen dalam basa. Hal ini dapat menurunkan rendemen gelatin
yang dihasilkan (Ward dan Courts, 1977). Hinterwaldner (1977) menyatakan
bahwa gelatin diperoleh dari bahan setelah perlakuan liming. Bahan tersebut
kemudian diekstraksi dengan air pada suhu tertentu. Proses ekstraksi multistage
merupakan salah satu proses produksi gelatin yang penting.
Mutu gelatin yang diperoleh dipengaruhi oleh proses konversi (jenis
bahan baku dan lama proses ekstraksi). Metode yang digunakan untuk
pemutusan ikatan hidrogen dalam ekstraksi gelatin yaitu meningkatkan suhu
hingga titik penyusutan dicapai dan merendam kolagen dalam larutan pemutus
ikatan hidrogen pada suhu ruang. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu 50 oC
hingga 100 oC. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat menjadi
gelatin disajikan pada Tabel 6.
Gambar 3. Ekstraktor
C. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Aktivitas yang dilakukan pada penelitian pendahuluan adalah
menentukan banyaknya tahap, waktu, serta suhu di tiap tahap ekstraksi.
Dasar dari penentuan banyaknya tahap ekstraksi adalah pendapat
Glicksman (1969) yang menyatakan bahwa proses ekstraksi kolagen
menjadi gelatin dilakukan secara bertingkat. Ekstraksi yang dilakukan
pada penelitian ini adalah dengan cara mencampur air dengan kulit sapi
dengan perbandingan 1: 2. Campuran air dan kulit sapi dimasukkan dalam
ekstraktor kemudian dipanaskan secara bertahap.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua alternatif metode.
Suhu dan waktu yang digunakan di setiap tahap ekstraksi dapat dilihat di
Tabel 7.
Kulit split
Pengecilan ukuran
Netralisasi
NH3SO4 2 %
PERLAKUAN Ekstraksi
(air dan kulit)
Filtrasi
Perbandingan Interval
kulit-air : agitasi:10 menit,
1:1, 1:2, 1:3, dan 20 menit,dan 30
1:4 menit Evaporasi
Chilling Penggilingan
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian ini menggunakan bahan baku kulit sapi yang
sebelumnya telah mengalami proses pengepressan (buang daging),
perendaman, pengapuran (liming) dan pembelahan (splitting). Proses
pembelahan ini merupakan pembelahan kulit menjadi dua lapisan atau lebih
untuk mendapatkan tebal yang dikehendaki.
Setelah kulit sapi dinilai siap, kulit sapi kemudian diekstraksi
dengan dua alternatif metode. Metode pertama ekstraksi dilakukan dengan
suhu dan waktu masing-masing 55 OC - 5 jam, 65 OC – 4 jam, 75 OC – 3
jam, 85 OC – 2 jam, dan 95 OC – 1 jam. Metode ini menghabiskan waktu
proses selama 15 jam. Metode kedua dilakukan dengan suhu dan waktu
masing-masing 55 OC - 4 jam, 65 OC – 4 jam, 75 OC – 4 jam, dan 85 OC – 4
jam. Total waktu untuk metode kedua ini adalah 16 jam. Selama proses
ekstraksi berlangsung, secara berkala diberikan agitasi menggunakan
agitator yang disambungkan pada motor pemutar.
Hasil pengukuran pada volume filtrat ekstraksi menentukan
metode mana yang dipilih sebagai metode ekstraksi pada penelitian utama.
Dari dua proses ekstraksi dengan perbandingan kulit-air yang sama, volume
filtrat yang lebih banyak diyakini memberikan rendemen yang lebih
banyak. Tabel 8 menunjukkan bahwa metode pertama dengan volume filtrat
sebanyak 15.9 L lebih memungkinkan untuk dipilih sebagai metode
ekstraksi di penelitian utama dibandingkan dengan metode kedua yang
hanya menghasilkan volume filtrat sebanyak 15.7 L.
1. Rendemen
Rendemen merupakan salah satu parameter untuk mengukur
efisiensi dan efektifitas proses ekstraksi yang dilakukan. Kecenderungan
naik turunnya nilai rendemen sampel gelatin hasil penelitian disajikan
pada Gambar 5.
14
12
rendemen (%)
10
8
6
4
2
0
1:1
1 1:2
2 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
2. Warna
Warna memiliki peranan yang penting dalam komoditas pangan
dan hasil pertanian lainnya. Karakteristik warna sangat penting sebagai daya
tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Salah satu cara untuk mengukur
warna adalah menggunakan alat yang disebut dengan chromameter.
Pengukuran menggunakan alat ini menghasilkan tiga notasi yang biasa
dikenal dengan notasi L, a, dan b. Angka-angka ini kemudian dibandingkan
dengan komponen-komponen warna dalam diagram uji warna seperti
terdapat dalam Lampiran 2. Penelitian ini hanya mengukur notasi L dan
notasi b. Notasi a tidak dilakukan pengukuran dikarenakan notasi ini
menunjukkan spektrum warna hijau dan merah, dua warna yang tidak pernah
ditemukan pada sampel gelatin pada umumnya.
Nilai L merupakan parameter yang menunjukkan cahaya pantul
yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam (Soekarto,
1990). Paramater ini memperlihatkan tingkat kecerahan (light) dari suatu
bahan dengan kisaran dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Larutan encer
gelatin kualitas tinggi tidak berwarna, sedangkan gelatin kualitas rendah
memiliki warna coklat kejinggaan.
Kisaran rata-rata notasi L gelatin sampel yang didapatkan dari
penelitian ini adalah 55,49 - 58,90, tidak jauh berbeda tingkat kecerahannya
dengan notasi L pada gelatin komersial yang tercatat sebesar 56,36
(Lampiran 3). Pengaruh perbandingan kulit-air serta interval agitasi terhadap
nilai rata-rata notasi L pada gelatin hasil penelitian ini dapat dilihat di
Gambar 6. .
60
59
nilai notasi L
58
57
56
55
54
53
1:1
1 1:2
2 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
42
41,5
nilai notasi b
41
40,5
40
39,5
39
38,5
1:11 1:2
2 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
Keterangan :
Dari atas : kiri-kanan : A1B1, A1B2, A1B3, A1B4, A2B1, A2B2, A2B3, A2B4,
A3B1, A3B2, A3B3, A3B4, Komersial, A4B1, A4B2, A4B3, A4B4.
3. Kadar Air
Kadar air diketahui sebagai persentase air yang terikat oleh suatu
bahan terhadap berat kering setelah dioven. Kandungan air suatu bahan
menentukan penampakan, tekstur, dan kemampuan bahan tersebut terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu
jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya. Air pada suatu bahan dapat digolongkan menjadi beberapa
macam dengan karakteristiknya masing-masing.
Air bebas merupakan air yang secara fisik terikat dalam jaringan
matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe ini
cenderung mudah diuapkan. Air bebas juga dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Selain air
bebas, ditemukan juga jenis air terikat (bound water), air tipe ini sulit
diuapkan dan dipisahkan karena terikat kuat dengan komponen lain dalam
bahan tersebut. Air yang terikat secara fisis adalah bagian air yang terdapat
dalam tenunan bahan karena adanya ikatan-ikatan garis. Air yang terikat
secara kimia terdiri dari bagian air yang terdapat dalam bahan dan terikat
dalam susunan kimia (Setijahartini, 1985).
Kadar air sampel gelatin penelitian ini berkisar antara 8,82 % (bk)
hingga 12,74 % (bk) (Lampiran 5). Nilai ini lebih rendah dibandingkan
dengan nilai kadar air gelatin gelatin komersial yaitu 15,20 %. Nilai tersebut
secara keseluruhan masih memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh
Dewan Standar Indonesia (1995), yaitu <16 %.
Gambar 9 menunjukkan bahwa perbandingan kulit-air tidak
memberikan pengaruh yang jelas pada nilai kadar air gelatin. Hanya ekstraksi
sampel gelatin pada agitasi setiap 30 menit sekali yang menunjukkan nilai
kadar air yang semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah air.
Menurut Clarks dan Courts (1977), rantai asam amino berikatan dengan
rantai asam amino lainnya secara acak dengan menjerat air di dalam ikatan
tersebut sehingga kadar air di dalam gelatin menjadi lebih tinggi. Dengan
kata lain, semakin banyak molekul gelatin yang dapat terekstrak semakin
besar jumlah air yang dapat terikat.
14
12
kadar air (% bk)
10
0
0 1:11 1:2
2 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
4. Kadar Abu
Kadar abu suatu bahan dapat menunjukkan kemurnian suatu bahan.
Metode pembuatan dan bahan kimia pendukung (non organik) yang
digunakan selama proses pembuatan gelatin akan mempengaruhi kadar abu
di dalam gelatin. Metode pembuatan gelatin melalui proses basa akan
meninggalkan residu berupa mineral-mineral tertentu sesuai dengan bahan
kimia yang digunakan.
Air digunakan sebagai pengekstrak dalam proses ekstraksi gelatin.
Sampai titik tertentu semakin banyak air yang digunakan maka semakin
banyak molekul gelatin yang dapat terekstrak. Namun semakin banyak air
yang digunakan dapat juga meningkatkan jumlah mineral yang ikut dalam
filtrat. Agitasi pada dasarnya ditujukan untuk menambah jumlah molekul
gelatin yang dapat terekstrak. Namun pada pelaksanaannya, agitasi bisa juga
menambah jumlah mineral yang terekstrak dari kulit. Semakin sering agitasi
itu diberikan (interval semakin kecil), kemungkinan mineral yang terekstrak
juga semakin besar.
Gelatin yang diperoleh pada penelitian ini mempunyai kadar abu
berkisar antara 2,89-3,89 (% bk) (Lampiran 6). Perbandingan air yang
semakin besar tidak selalu memberikan nilai kadar abu yang lebih tinggi. Hal
ini dipengaruhi oleh proses perendaman (liming) dan proses netralisasi yang
dilakukan. Perbandingan air yang lebih sedikit namun menghasilkan nilai
kadar abu yang lebih tinggi diduga disebabkan karena kulit yang digunakan
terendam selama proses liming berada di posisi terbawah sehingga lebih
banyak kapur yang masuk dalam kapiler-kapiler kulit. Proses netralisasi yang
tidak sempurna juga turut serta mempengaruhi pengukuran nilai kadar abu
ini. Pengaruh perbandingan kulit-air terhadap nilai kadar abu sample gelatin
dapat dilihat di Gambar 10.
4.5
4
3.5
kadar abu (% bk)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1:1
1 1:2
2 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
5. Kekuatan Gel
Sifat gelatin yang sering dimanfaatkan oleh industri pangan adalah
kemampuannya untuk membentuk gel yang reversible. Sifat ini yang
membedakan gelatin dengan gel hidrokoloid lainnya seperti pektin yang
bersifat irreversible. Kekuatan gel merupakan sebuah satuan yang
menunjukkan tingkat kekuatan formasi yang terbentuk jika diberi beban
tertentu.
Menurut Glicksman (1969) formasi gel terbentuk karena adanya ikatan
hidrogen pada struktur molekulnya sehingga terbentuk formasi semikoloid gel
dengan air. Hal ini sangat dipengaruhi oleh susunan asam amino pada gelatin.
Stanby (1977) juga menyebutkan bahwa kekuatan gel gelatin dipengaruhi oleh
kondisi asam amino penyusunnya terutama panjang rantai asam aminonya.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai kekuatan gel dari gelatin
antara lain pH, senyawa elektrolit dan non elektrolitnya. Pendapat lain
disampaikan oleh King (1969) yang menyebutkan bahwa kekuatan gel dapat
dipengaruhi oleh pH, keberadaan asam, basa, panas, dan enzim proteolitik.
Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan gel.
Pengukuran nilai kekuatan gel dari gelatin sampel menghasilkan
kisaran kekuatan gel antara 72,5 sampai 225 Bloom, masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan kekuatan gel dari gelatin komersial yang terukur sebesar
205 Bloom (Lampiran 7). Namun nilai gelatin sampel tersebut masih
memenuhi kriteria berdasarkan British Standar yang memberikan kisaran
kekuatan gel gelatin antara 50 hingga 300 Bloom. Kekuatan gel sampel gelatin
dengan perbandingan air 1:3 dan 1:4 cenderung mempunyai nilai yang rendah
(Gambar 11).
300
kekuatan gel (bloom)
250
200
150
100
50
0
1:1
1 1:2
2 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
6. Viskositas
Viskositas suatu bahan menunjukkan kemudahan bahan tersebut untuk
mengalir. Aliran ini terjadi karena adanya gesekan antar struktur kimia
molekul-molekul dalam pelarut. Berdasarkan British Standard nilai viskositas
gelatin berkisar 1,5 sampai dengan 7 cP. Pengukuran nilai viskositas dari
sampel gelatin didapatkan kisaran nilai viskositas 5- 18 cP (lampiran 8).
Gambar 12 menunjukkan pola nilai viskositas sampel gelatin hasil penelitian.
20
viskositas (cP)
15
10
0
1:1 1 1:22 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
7. Stabilitas Emulsi
Fungsi lain dari gelatin adalah sebagai pembentuk sistem emulsi. Nilai
stabilitas emulsi pada gelatin menunjukkan kekuatan sistem emulsi yang
mampu dipertahankan oleh gelatin. Semakin stabil suatu sistem emulsi, maka
semakin tinggi mutu penyimpanan suatu produk. Rendahnya kekuatan sistem
emulsi mempengaruhi penampakan, rasa, serta fungsi dari produk. Kerusakan
sistem emulsi ini ditandai dengan adanya pemisahan sistem menjadi dua
bagian yang terpisah. Bagian yang mempunyai densitas yang lebih rendah
berada diatas, sedangkan bagian yang mempunyai densitas yang lebih ringan
berada di bawah.
Emulsi yang mengandung partikel kasar (makroglobula) umumnya
mudah pecah karena makroglobula mudah bergabung antara satu dengan
lainnya dan terpisah dari fase kontinunya. Sebaliknya emulsi yang
mengandung partikel kecil memiliki stabilitas emulsi yang tinggi, dengan
demikian semakin besar butirannya maka stabilitasnya akan berkurang.
Kisaran nilai rata-rata stabilitas emulsi sampel gelatin berkisar antara
50,71–59,62 % (Lampiran 9). Tidak jauh berbeda dengan nilai stabilitas
emulsi dari gelatin komersial yaitu 52,94 %. Hasil ini menunjukkan sampel
gelatin hasil penelitian mempunyai tingkat kestabilan yang tidak jauh berbeda
dengan gelatin komersial, bahkan beberapa sampel menunjukkan tingkat
kestabilan yang lebih baik. Pengaruh kedua perlakuan terhadap nilai stabilitas
sample gelatin dapat dilihat di Gambar 13.
62
60
stabilitas emulsi (%)
58
56
54
52
50
48
46
1:1
1 1:22 1:3
3 1:4
4
perbandingan kulit-air
.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil analisa pada penelitian ini menunjukkan bahwa indikator kualitas
gelatin yang dihasilkan secara umum gelatin yang diperoleh telah memenuhi
standar yang ditetapkan oleh Dewan Standardisasi Nasional (1995) maupun
British Standard 757 (1975). Kisaran nilai variabel sampel gelatin yang
diperoleh dari penelitian ini adalah rendemen 6,46 – 13,11%, notasi L 55,49 –
58,90 (cerah), notasi b 39,74 – 41,68 (kuning), kadar air 8,82 – 12,74 % (bk),
kadar abu 2,89-3,89 (% bk), kekuatan gel 115– 280 bloom, viskositas 5 – 18
cP, dan stabilitas emulsi 50,71 – 59,62 %.
Pengamatan pengaruh kedua perlakuan (perbandingan kulit-air serta
interval agitasi) terhadap beberapa parameter gelatin menunjukkan bahwa
kedua perlakuan tidak memberikan pola kecenderungan tertentu. Dengan kata
lain tidak ada tren khusus (naik atau turun) pada nilai parameter gelatin akibat
dari peningkatan atau penurunan kuantitas perlakuan yang diberikan.
Mutu gelatin hasil penelitian jika dinilai berdasarkan United States
Patent (1999), yang termasuk gelatin kualitas tinggi adalah sampel gelatin
A1B2, A2B3, dan A4B1. Sampel gelatin yang termasuk gelatin kualitas sedang
adalah A1B1, A1B3, A2B1, A2B2, A3B1, A3B2, A3B3, dan A4B2. Terdapat satu
sampel yang termasuk gelatin kualitas rendah yaitu sampel A4B3. Penilaian
ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel gelatin merupakan gelatin
dengan kualitas sedang.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar didapatkan tren yang lebih
spesifik dengan menambahkan pengadukan pada proses liming dan netralisasi
agar residu mineral dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1978. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Departemen Perindustrian, Jakarta.
Bennion, M. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons. New York
Belitz, H. D., and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. 2ndEdit. Springer, Germany.
British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatin. Di Dalam Imeson.
1992. Thikcening and Gelling Agents For Food. Academic Press, New
York.
Carley, H. 1982. Food Science. 2nd ed. John Wiley and Sons Inc., New York
Chang, R. And W. Tikkanen. 1988. The Top Fifty Industrial Chemicals. Random
House. New York.
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 06-3735-1995. Mutu dan Cara Uji
Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Fahidin dan Muslich. 1999. Diktat Ilmu dan Teknologi Kulit. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harijatmoko, K. E. 2004. Studi Kualitas Gelatin Dari Kulit Sapi Sisa Trimming
dengan Dosis Kapur Tohor (CaO) dan Lama Perendaman yang Berbeda.
Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. IPB.
Bogor.
Imeson. 1992. Thickening and Gelling Agents for Food. Academic Press, New
York.
Johns, P. and A. Curts. 1977. Relation between Collagen and Gelatin. Di Dalam
Ward. A. G. and A. Courts (ed.). 1977. The Science and Technology of
Gelatin. Academic Press. London.
Poppe, J. 1992. Gelatin. Di Dalam A. Imeson (ed). Thickening and Gelling Agent
For Food. Academic Press. New York.
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Mutu dan Standardisasi Mutu Pangan. IPB.
Bogor.
The United Stated Patent 5210182. 2005. Extraction Process For Gelatin.
www.google.com [ 11 Mei 1993].
Agitasi
Perbandingan kulit- air
@ 10’ @ 20’ @ 30’
1 :1 10,29 6,46 13,11
1:2 10,38 10,38 9,73
1:3 11,46 10,4 11,05
1:4 11,54 11,53 6,98
Agitasi
Perbandingan kulit- air
@ 10’ @ 20’ @ 30’
1 :1 57,12 57,55 57,88
1:2 57,18 58,70 57,30
1:3 57,74 57,12 58,90
1:4 55,49 57,64 58,37
Gelatin komersial : 56,36
Agitasi
Perbandingan kulit- air
@ 10’ @ 20’ @ 30’
1 :1 40,58 40,16 40,94
1:2 40,43 41,68 40,92
1:3 41,17 41,02 41,41
1:4 39,79 41,38 41,11
Gelatin komersial : 41.29
Agitasi
Perbandingan kulit- air
@ 10’ @ 20’ @ 30’
1 :1 11,76 11,84 8,82
1:2 9,27 12,74 10,36
1:3 10,62 10,54 11,37
1:4 10,57 10,90 12,27
Gelatin komersial : 15,20 %.
Lampiran 6. Nilai rata-rata kadar abu (% bk) pada setiap perlakuan
Agitasi
Perbandingan kulit- air
@ 10’ @ 20’ @ 30’
1 :1 2,78 2,55 3,24
1:2 2,89 3,39 3,02
1:3 2,79 2,83 3,05
1:4 2,75 3,01 2,64
Gelatin komersial : 2,82 %.
Agitasi
Perbandingan kulit- air
@ 10’ @ 20’ @ 30’
1 :1 54,29 55,26 59,42
1:2 56,08 53,36 59,62
1:3 57,53 57,36 50,71
1:4 58,68 54,445 53,76
Gelatin komersial : 52,94 %