Anda di halaman 1dari 10

a.

Megaureter
Definisi
Ureter mengalami dilatasi berat, memanjang dan berkelok-kelok. Secara histologist
karena kelebihan serabut-serabut otot sirkuler dan kolagen pada ureter distal, sehingga
menyebabkan obstruksi, hematuri dan infeksi. Ureter secara seluruhnya menjadi
hipotonik dan adinamik yang terkadang juga meliputi vesika urinaria.
Epidemiologi

Etiologi
Patologi
Manifestasi klinis
Komplikasi
Kemandulan, inkontinensia, rupture vesica urinaria spontan, infeksi.
Prognosis
Tergantung dari durasi dan komplikasi yang ditimbulkan oleh megaureter tersebut, lebih
dari 90% dilaporkan sukses. Operasi uterosistoneostomi menurut Cohen, teknik Psoas-
Hitch dapat dipertimbangkan sebagai cara operasi. Indikasi untuk terapi bedah dari mega
ureter adalah infeksi rekuren selama menggunaakan antibiotic profilaksis, penurunan
fungsi ginjal secara terpisah, tetap terjadinya refluks setelah 1 tahun dibawah profilskdid
serta adanya obstruksi yang signifikan.
a. Fimosis kongenital
Definisi
Adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke
korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat
adhesi alamiah antara prepusium dengan glands penis.
Epidemiologi
Etiologi
Fimosis dapat terjadi akibat radang seperti balanopostitis (radang glands dan prepusiusm)
atau setelah sirkumsisi yang tidak sempurna.
Patologi
Pada fimosis dapat terjadi 2 penyulit yaitu balanopostitis kronik dan residif serta
kesulitan miksi. Balanopostitis sukar sembuh karena tindakan hyginene biasa untuk
membersihkan glands dan permukaan dalam prepusium tidak dapat dilakukan. Adanya
retensi smegma akan berperan dalam proses patologi ini. Resiko perkembangan
malignitas kulit glands penis atau dalam prepusium sangat meningkat pada fimosis.
Manifestasi klinik
Sulit kencing, pancaran urin mengecil, menggelumbungnya ujung prepusium penis pada
saat miksi, dan menimbulkan retensi urin. Hygiene local yang kurang bersih
menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glands penis
(balanitis) atau infeksi pada glands dan prepusium penis (balanopostitis)
Tatalaksana
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada fimosis. Fimosis
yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone
0,1% yang dioelskan 3 atau 4 kali selama 6 bulan. Pada fimosis yang menimbulkan
keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi atau fimosis yang
disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya
pada balanitis atau postitis harus diberikan antibiotics dahulu sebelum sirkumsisi.
Prognosis
b. Parafimosis
Adalah prepusium penis yang diretraksi sampai sulkus koronarius tidak dapat
dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus
koronarius. Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat
bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. Jika prepusium tidak
secepatnya dikembalikan ke tempat semula, menyebabkan gangguan aliran balik vena
superficial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan gangguan
aliran balik vena penis dan dirasakan nyeri. Jika dibiarkan badan penis di sebelah distal
jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis glands penis.
Tatalaksana
Perawatan paraphimosis melibatkan upaya mengurangi udem penis dan mengembalikan
prepusium ke posisi aslinya. Beberapa metode yang digunakan untuk mengurangi udem
penis. Oleh karena pasien akan merasakan sakit yang hebat, boleh digunakan anestesi
blok. Prepusium diuasahakan dikembalikan secara manual dengan cara memijat glands
selama 3-5 menit diharapkan edem berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium
dikembalikan pada tempatnya. Suntikan hyaluronidase ke dalam prepusium adalah efektif
dalam mengurangi edem dan membiarkan kulit luar untuk ditarik. Nyaluronidase
menigkatkan difusi cairan yang terjerat antara ajaringan dan mengurangi bengkak pada
preputium. Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insis pada jeratan sehingga
prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edem dan proses inflamasi
menghilang pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi

c. Mikropenis
Mikropenis jarang terjadi. Penis memiliki ukuran yang jauh di bawah ukuran rata-rata.
Adakalanya anak-anak dewasa dibawa ke dokter untuk evaluasi oleh karena genitalia
yang kecil. Anak-anak lelaki ini pada umumnya adalah prepubertal dan gemuk sekali.
Hampir semua individu mempunyai normal ( 5-7 cm). kenyataannya adalah sebab penis
terkubur di lemak prepubic yang besar karena kebiasaan makan yang tidak terkontrol.
Mikropenis sering kali ditemukan pada anak yang menderita hipospadia.
Etiologi
Keberhasilan tatalaksana mikropenis tergantung pada penyebab heterogen, sehingga
penyebabnya sering tidak diketahui. Secara umum, etiologi mikropenis yaitu :
1. Defisiensi sekresi testosterone
a. Hopogonadotropik hipogonadisme
Keadaan ini disebut juga gangguan gonad skunder, sehingga diperlukan terapi
pengganti (replacement therapy) yang menetap. Contoh gangguan gonad skunder
adalah sindrom Kallman, defisiensi hormone pituitary lain, sindrom Pader-Willi,
sindrom Laurence-Moon, sindrom Bardet-Biedl dan sindrom Rud.
b. Hipergonadotropik hipogonadisme
Disebut juga dengan gangguan gonad primer. Pada gangguan dengan gonad
primer terjadi produksi androgen yang tidak adekuat karena defisiensi salah satu
enzim sintesis testosterone. Ditandai dengan peningkatan konsentrasi
gonadotropin yang disebabkan tidak adanya umpan balik negative dari steroid
seks gonad. Penyebab terbanyak biasanya dihubungkan dengan kelainan kariotipe
dan somatic, seperti anorchia, sindrom klinfelter da poly X, disgenesis gonad.
2. Defek pada aksis testosterone
Kelainan yang termasuk defek aksis testosterone adalah defisiensi growth
hormone/insulin-like growth factor I , defek reseptor androgen, defisiensi 5a
reduktase, sindrom fetal hidantoin.
3. Anomaly pertumbuhan
4. Idiopatik
Mikropenis idiopatik diagnosis ditegakkan jika fungsi jaras hipotalamus-gonad
normal, penambahan panjang penis yang mendekati normal sebagai respon terhadap
pemberian testosterone eksogen dan adanya maskulinisasi normal pada masa
pubertas.

Diagnosis

Diagnosis mikropenis ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata kurang dari
2,5 cm. cara mengukur penis dapat dilakukan dalam keadaan lemas (flaccid) dan
diregang (stretched) mendapatkan bahwa hasil pengukuran stretched lebih mendekati
ukuran sebenarnya sewaktu ereksi. Inspeksi keadaan genital secara umum harus
dilakukan sebelum pengukuran dimulai. Biasakan meminta izin si anakk jika hendak
melakukan pemeriksaan. Pengukuran sebaiknya menggunakan roll yang tipis dank eras
atau bisa juga menggunakan rol spatula kayu dan pensil untuk menandai batas
pengukuran. Penderita dibaringkan dalam keadaan terlentang. Glands penis dipegang
dengan jati telunjuk dan ibu jari, ditarik secara vertical sejauh mungkin. Kemudian diukur
panjang penis mulai dari basis penis (pubis) hingga glands penis, prepusium tidak ikut
diukur. Pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil reratanya. Pada anak gemuk, rol atau
spatula yang dipakai harus ditekan sampai ke tulang pubis untuk menekan lemak pubis.
Hasil pengukuran yang didapat dibandingkan dengan nilai standar.

Tatalaksana

Pasien mikropenis harus harus diperiksa secara cermat menyangkut masalah


endokrinologi secara umum, dan dievaluasi apakalh terdapat kelainan pada susunan saraf
pusat. Tatalaksana mikropenis dibagi dalam terapi hormonal dan pembedahan.

a. Terapi hormon
Tidak ada consensus mengenai dosis, cara pemberian, waktu pemberian, dan lama
pengobatan androgen pada pasien dengan mikropenis. Namun beberapa penulis
seperti Conte dkk, merekomendasikan pemberian testosterone enanthate 25-50 mg
intramuscular setiap bulan, selama tiga bulan. Diharapkan rerata penamnahan panjang
penis sekitar 2 cm. jika terjadi kegagalan penambahan panjang penis, Tietjen dkk
menganjurkan untuk mengulang terapi hormonal. Sebaiknya pengobatan dimulai
pada usia 1 tahun, pengukuran panjang penis dilakukan 2 minggu setelah suntikan
terakhir.
b. Terapi bedah
Tindakan operasi untuk membesarkan penis memberikan hasil bervariasi. Kesulitan
operasi terutama karena terbatasnya kemampuan untuk membentuk jaringan korpus
penis. Sebenarnya operasi yang dilaporkan berhasil dilakukan bukanlah pada kasus
mikropenis yang sebenarnya. Waktu yang tepat untuk melakukan operasi rekonstruksi
masih belum jelas.
Patologi
Janin memproduksi androgen, terutama testosterone sangat penting bagi perkembangan
pria normal. Awal kehamilan, hormone hCG merangsang testis untuk menghasilkan
testosterone. Kemudian dalam kehamilan setelah organogenesis terjadi, kelenjar pituitary
memproduksi hormon Luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone
(FSH), kegagalan dari adanya rangsangan gonadotropin atau produksi testosterone atau
kedua-duanya pada akhir masa kehamilan dapat mengakibatkan pertumbuhan penis tidak
cukup.
d. Genital ambigu
Definisi
Ambigu genitalia adalah suatu kelainan perkembangan seks yang atipikal secara
kromosomal, gonadal, dan anatomis yang umumny ditandai dengan adanya organ
genitalia yang tidak jelas laki-laki ataupun perempuan, atau mempunyai gambaran kedua
jenis kelamin. Hal ini termasuk kriptokidisme bilateral, hipsopadia perineum dengan
skrotum, klitoromegali, fusi labia posterior, adanya fenotipe wanita dengan gonad yang
dapat dipalpasi (dengan atau tanpa hernia inguinal) dan bayi dengan genetalia
bertentangan dengan kromosom seks nya.
Epidemiologi
Insiden ambigu genetalia atau yang sekarang dikenal dengan istilah disorders of seks
development (DSD) adalah 1 : 4500 – 1 : 5500 bayi lahir hidup. Dimana 50% kasus 46,
XY dapat diketahui penyebabnya dan 20% secara keseluruhan dapat didiagnosis secara
molekuler.
Etiologi
Penyebab penyakit interseksulitas sangat kompleks, terbanyak oleh karena kelainan
genetik namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat hormonal pada
masa kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada masa kehamilan yang
mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan dengan kromosom 46,XX
semestinya dipertimbangkan dengan hati-hati. Pada ibu hamil, pemakaian obat hormonal
yang tidak terlalu perlu.
Patologi
Perkembangan genitalia laki-laki merupakan suatu proses aktif. Pada minggu ke tujuh
kehamilan, atas prakarsa Testes Determining Factor yang diproduksi oleh kode gen untuk
seks laki-laki, yaitu gen SRY (Sex Determining Region of the Y Kromosome).
Perkembangan genitalia laki-laki sangat tergantung dari faktor pembentukan testis dan
regresi dari duktus mullerian, sehingga dalam pembentukan testis terdapat susunan yang
kompleks dan banyak yang terlibat dalam proses tersebut. Kromosm Y pada laki-laki
mempunya gen SRY yang terdapat pada lengan pendek (Yp) kromosom tersebut. Gen
tersebut membuat gonad menjadi testis (laki-laki) pada usia kehamailan enam minggu,
sehingga terjadi regresi dari gonad yang membentuk traktus reproduksi wanita.
Perkembangan genetalia perempuan lebih sederhana bila dibandingkan dengan
perkembangan genitalia laki-laki. Pada minggu ke tujuh sampai dua belas masa
kehamilan, sejumlah sel germinal mengalami transisi dari oogonia menjadi oosit,
sehingga terjadi diferensiasi dari gonad menjadi ovarium. Seluruh muller berkembang
menjadi tuba fallopi, uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina sedangkan saluran
wolf menjalani proses regresi. Pada diferensiasi genetalia eksterna perempuan, tuberkel
genital tetap kecil dan membentuk klitoris. Lekuk uretra membentuk labia minora, dan
lekuk labioskartital membentuk labia mayora. Bila terjadi gangguan pada proses
perkembangan genetalia yang demikian kompleks, maka akan terjadi kelainan pada
genetalia sesuai dengan pada tahapan mana gangguan terjadi.
Tatalaksana
a. Pengobatan endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah mendorong
perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tanda-tanda seks
feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi rambut dan
massa tubuh) dengan memberikan testosterone. Bila pasien menjadi perempuan
makan tujuan pengobatan adalah mendorong secara simultan perkembangan
karakteristik seksual kea rah feminine dan menekan perkembangan maskulin
(perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat timbul pada beberapa individu
setelah pengobatan estrogen).
b. Pengobatan pembedahan
Tujuan pembendahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar mempunyai
genitalia eksterna feminon, sedapat mungkin seperti normal dan mengkoreksi agar
fungsi seksualnya normal.

e. Testis maldesensus
Definisi
Adalah suatu kelainan pada testis, dimana testis tidak turun secara lengkap ke skrotum.
Testis awalnya terbentuk dirongga abdomen pada trimester 3 kehamilan akibat pengaruh
hormon gonadotropin dari ibu dan mungkin juga pengaruh dari androgen dan SPM (
substasi penghambat mulerian) menyebabkan testis turun ke skrotum melalui annulus
inguinalis. Penurunan testis ini juga didukung oleh semakin meningkatnya tekanan
intraabdomen akibat pertumbuhan organ-organ diabdomen sehingga mempermudah testis
memasuki kanalis inguinalis.
Epidemiologi
Secara epidemiologi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya
undesensus testis antara lain faktor anatomi, genetik, faktor hormonal, kondisi sosial
ekonomi dan pada bayi prematur, BBLR, IUGR dan bayi kembar.
Pada penelitian terhadap 1002 bayi laki-laki yang baru lahir di Malaysia, menunjukkan
bahwa kelahiran prematur dan BBLR mempengaruhi terjadinya undesensus testis karena
pada keadaan ini bisa terdapat pertumbuhan dalam janin yang terhambat dan adanya
fungsi plasenta yang terganggu. Adanya riwayat kriptoorkismus dalam keluarga menjadi
faktor resiko terjadinya undesensus testis. Kejadian kriptorkismus meningkat 1,5%-4%
pada hubungan ayah dan sekitar 6,2% pada hubungan saudara laki-laki. Dan pada
penelitian terbaru menyatakan bahwa hamper 23% dari indeks pasien dengan
kriptorkismus memiliki riwayat keluarga yang sama (baik pada orang tunya, saudara laki-
laki, paman, sepupu, maupun kakeknya).
Etiologi
Penyebab undesensus testis dapat disebabkan oleh produksi hormon androgen yang
abnormal dan defisiensi gonadotropin dari ibu atau beberapa keadaan berikut
menyebabkan undesensus testis, antara lain:
1. Kelainan pada gubernakulum testis
2. Kelainan intrinsik testis
3. Defisiensi hormone gonadotropin yang memacu proses desensus testis
Patogenesis
Suhu didalam rongga abdomen kurang lebih 10 derajad celcius lebih tinggi daripada suhu
di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi
daripada testis normal, hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis.
Pada usia 2 tahun, sebanyak seperlima bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami
kerusakan,sedangkan pada usia 3 tahun hanya sepertiga sel-sel germinal yang masih
normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil
.karena sel-sel leydig sebagai penghasil hormone androgen tidak ikut rusak, maka potensi
seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang
tidak berada di skrotum adalah mudah terpuntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih
mudah mengalami degenerasi maligna.
Maifestasi Klinis
Pasien biasanya dibawa berobat karena tidak dijumpai testis di kantong skrotum,
sedangkan pada pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum mempunyai anak
setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian
bawah yang disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau
berubah menjadi tumor testis. Inspeksi pada region skrotum terlihat hipoplasia kulit
skrotum karena tidak pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba
dikantong skrotum melainkan berada di inguinal atau ditempat lain. Pada saat melakukan
palpasi untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan
hangat, jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya harus dibedakan dengan
anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis), untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
hormonal antara lain hormone testosterone, kemudian dilakukan uji dengan pemberian
hormone hCG (chorionic gonadotropin).
Keberadaan testis sering kali sulit ditentukan, apalagi testis yang letaknya intraabdominal
dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa sarana penunjang,
diantaranya adalah flebografi selektif atau diagnostic laparoskopi. Pmeriksaan
ultrasonografi untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak manfaatnya sehingga
jarang dikerjakan. Melalui laparoskopi dicari keberadaan testis mulai dari fosa renalis
hingga annulus inguinalis internus, dan tentunya laparoskopi ini lebih dianjurkan
daripada melakukan eksplorasi dengan pembedahan terbuka.
Tatalaksana
Pada pronsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik
dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan,
testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah udia 2 tahun terjadi
kerusakan testis yang bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah
pada usia 1 tahun.
Medikamentosa : pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil
terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih
belum memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormon hCG.
Pembedahan : tujuan operasi pada kriptorkismus adalah untuk mempertahankan fertilitas,
mencegah timbulnya degenerasi maligna, mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis,
melakukan koreksi hernia. Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakan
testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.

Anda mungkin juga menyukai